PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1946 TENTANG PEMBAHARUAN KOMITE NASIONAL PUSAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1946 TENTANG SUSUNAN DAN PEMILIHAN ANGGOTA KOMITE NASIONAL PUSAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG 1946 NOMOR 12 TENTANG PEMBAHARUAN KOMITE NASIONAL PUSAT. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1956 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tentang: PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *) Indeks: ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. PEMILIHAN.

Mengingat: Pasal-pasal 35, 56,.57, 58, 61, 135, 136 dan 89 Undang-undang Dasar Sementara; MEMUTUSKAN:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 27. (27/1948) Dewan Perwakilan Rakyat dan pemilihan anggauta-anggautanya. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1946 TENTANG KEADAAN BAHAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 1946 TENTANG PERATURAN TENTANG SUSUNAN DAN PEMILIHAN ANGGOTA KOMITE NASIONAL PUSAT. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB PANITYA PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN PUSAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan peraturan untuk melaksanakan Undang-undang No. 19 tahun 1956.

Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa perlu diadakan peraturan untuk melaksanakan Undang-undang No. 19 tahun 1956.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 1964 TENTANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1962 TENTANG BANK PEMBANGUNAN SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA. NOMOR: 31/Kpts/KPU-Prov-010/2012

K E P U T U S A N DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 16 / SB / 2004 T E N T A N G

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K E P U T U S A N DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 15 /SB/2006

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1960 TENTANG PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 79 TAHUN 1958 (79/1958) Tanggal: 19 OKTOBER 1958 (JAKARTA) Sumber: LN 1958/139; TLN NO.

UNDANG-UNDANG 1946 NOMOR 22 TENTANG PENCATATAN NIKAH, NIKAH, TALAK DAN RUJUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

c. bahwa berdasarkan ketentuan BAB VII Pemungutan dan Penghitungan Suara Pasal 84, Pasal 85, Pasal 86 dan Pasal 87 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun

UNDANG-UNDANG (UU) 1946 No. 18 (18/1946) UANG, KEWAJIBAN MENYIMPAN UANG. Peraturan tentang kewajiban menyimpan uang dalam bank.

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KOMISI PEMILIHAN UMUM,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1947 Nomer. 20. ) (20/1947) PENGADILAN. PERADILAN ULANGAN. Peraturan peradilan ulangan di Jawa dan Madura.

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 7 / DPRD / 2004

ASOSIASI AHLI MANAJEMEN ASURANSI INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK POKOK PEMERINTAHAN DAERAH

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 TENTANG PENETAPAN HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. Presiden Republik Indonesia, Menimbang :

ANGGARAN RUMAH TANGGA MUHAMMADIYAH

UNDANG UNDANG No. 22 TAHUN 1948 PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah

KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR LAYANAN INFORMASI PUBLIK

ANGGARAN RUMAH TANGGA FEDERASI ARUNG JERAM INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1954 TENTANG PENYELENGGARAAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA INDONESIAN LEGAL AID AND HUMAN RIGHTS ASSOCIATION

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1974 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN ACEH TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL (MUNAS) IV FEDERASI SERIKAT PEKERJA PERKAYUAN PERHUTANAN DAN UMUM SELURUH INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1947 INSTRUKSI UNTUK WALI-KOTA DISELURUH INDONESIA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1995 TENTANG KOMISI BANDING MEREK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN KOTAPRAJA YOGYAKARTA (Berita resmi Daerah Kotapraja Yogyakarta) Nomor 5 TAHUN VI Tahun 1958

Tentang: PENGUBAHAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM (UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 1953, LEMBARAN-NEGARA NO. 29 TAHUN 1953) *)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1961 TENTANG MEREK PERUSAHAAN DAN MEREK PERNIAGAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR LAYANAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI INFORMASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1946 TENTANG PINJAMAN NASIONAL 1946 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

PERATURAN ORGANISASI IKATAN PERSAUDARAAN HAJI INDONESIA NOMOR : IV TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KOTA MAGELANG

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. NOMOR : 16/Kpts/KPU-Prov-014/2013 TENTANG

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1947 TENTANG PERATURAN PERADILAN ULANGAN DI JAWA DAN MADURA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

SALINAN L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2007 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

- 2 - Memperhatikan : Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 25 Oktober MEMUTUSKAN :

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK MENGENAI SOAL DWIKEWARGANEGARAAN

KEPUTUSAN BUPATI GUNUNG KIDUL NOMOR 208/KPTS/2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1962 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK BANK PEMBANGUNAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1946 TENTANG SUSUNAN PERATURAN AKAN MENJALANKAN UNDANG-UNDANG TAHUN 1946 NOMOR 12 DARI HAL PEMBAHARUAN SUSUNAN KOMITE NASIONAL PUSAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk menjalankan undang-undang Nomor 12 Tahun 1946 tentang "Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat" perlu diadakan Peraturan yang khusus. Mengingat: keputusan rapat Pleno Komite Nasional Pusat pada tanggal 3 Maret 1946 di Surakarta, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1946, Aturan Peralihan pasal IV Undang-undang Dasar, Maklumat Wakil Presiden Republik Indonesia Nomor X, tanggal 16 Oktober 1945 dan undang-undang Nomor 12 tahun 1946. MEMUTUSKAN: Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai berikut: Pasal 1 1. Untuk membentuk komisi, yang dimaksudkan pada pasal 3 ayat 1 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat, Wedana melakukan pendaftaran perkumpulan-perkumpulan, yang dimaksudkan pada pasal 3 ayat 1 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat. 2. Untuk keperluan pendaftaran itu, kantor kecamatan dapat membantu mendaftarkan dan kemudian mengirimkan daftar itu kepada Kantor kawedanan. Pasal 2 1. Sebelum dilakukan pendaftaran, lebih dulu wedana mengumumkan tentang akan diadakan pendaftaran dan maksud pendaftaran itu. 2. Pengumuman dilakukan dengan perantaraan kelurahan-kelurahan dan dengan jalan-jalan lain, sehingga tersiar luas. Pasal 3 Pendaftaran dilakukan dengan mengisi formulir, yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pasal 4 1. Perkumpulan yang hendak mengirimkan wakil, dapat meminta formulir yang dimaksudkan pada pasal 3, 1 / 10

kepada kantor kawedanan atau kantor kecamatan. 2. Sesudah diisi dan ditanda tangani oleh pemimpin perkumpulan, formulir itu disampaikan kepada kantor kawedanan atau kantor kecamatan. Pasal 5 Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 26 maka yang boleh menjadi anggota komisi untuk memilih pemilih, ialah wakil-wakil perkumpulan politik, sosial, ekonomi dan laskar-laskar atau orang-orang cerdik pandai, warga negara Indonesia, laki-laki ataupun perempuan yang: a. telah berumur 18 tahun. b. bertempat tinggal dikawedanan di Jawa atau di Karesidenan di Sumatera atau di propinsi di luar daerah Jawa - Sumatera. c. pandai membaca dan menulis. d. tidak terganggu ingatannya. Pasal 6 1. Berdasar atas formulir, yang dimaksudkan pada pasal 4 ayat 2 dan syarat-syarat yang dimaksudkan pada pasal 5, Wedana membuat daftar calon anggota komisi. 2. Daftar calon itu dan formulir-formulir, yang dimaksudkan pada pasal 4 ayat 2, oleh Wedana dikirimkan kepada pemimpin Cabang Badan Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat (selanjutnya disebutkan pimpinan Cabang Badan Pembaharuan) di Karesidenan untuk disahkan. Pasal 7 Sesudah daftar calon disahkan, kemudian Wedana mengundang wakil-wakil yang tersebut dalam daftar itu, untuk menghadiri rapat komisi, yang dimaksudkan pada pasal 3 ayat 1 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat. Dalam rapat ini Wedana melantik komisi itu. Pasal 8 1. Dalam rapat yang tersebut pada pasal 7 dilakukan pemilihan pemilih, yang dimaksudkan pada pasal 3 ayat 1 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat. 2. Sebelum pemilih dimulai, lebih dahulu Wedana menerangkan dengan jelas tentang kewajiban komisi, cara memajukan calon dan cara memilihnya. Pasal 9 1. Rapat yang dimaksudkan pada pasal 7 dipimpin oleh Wedana dengan dibantu oleh tiga orang anggota komisi, yang dipilih oleh rapat. Wedana bersama tiga orang itu merupakan badan pimpinan rapat. 2. Wedana hanya memimpin rapat, memimpin jalan pemilih dan tidak mempunyai hak suara. Pasal 10 Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 26 maka yang boleh menjadi pemilih, ialah warga-negara 2 / 10

Indonesia, laki-laki atau perempuan yang memenuhi syarat-syarat, yang dimaksudkan pada pasal 5 huruf a, b, c, dan d. TENTANG MENETAPKAN PEMILIH (PASAL 3 UNDANG-UNDANG PEMBAHARUAN SUSUNAN KOMITE NASIONAL PUSAT) Pasal 11 1. Dalam rapat yang dimaksudkan pada pasal 8, tiap-tiap anggota komisi berhak mengemukakan seorang calon pemilih. Anggota komisi yang telah mengemukakan calon pemilih, tidak boleh mengemukakan lain calon, kecuali dalam hal yang dimaksudkan pada pasal 13 ayat 2. 2. Cara mengemukakan calon ialah dengan bersurat, yang dalamnya disebutkan nama calon. Surat itu ditanda tangani oleh anggota komisi yang mengemukakan calon dan disampaikan kepada pemimpin rapat. Pasal 12 1. Berdasar atas surat-surat tersebut, dan mengingat syarat-syarat pimpinan, rapat menyusun satu daftar calon (pemilih). 2. Nama-nama calon dituliskan dipapan tulis, yang diserahkan dalam rapat. Pasal 13 1. Jika jumlah calon kurang dari pada atau sama banyaknya dengan 10 orang, maka dengan sendirinya calon-calon ini terpilih menjadi pemilih yang dimaksudkan pada pasal 4 ayat 1 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat. 2. Jika jumlah calon kurang dari pada 10 orang, maka kekurangan itu dicukupkan dengan cara mengemukakan calon dan cara memilihnya menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. 3. Jika jumlah calon lebih dari 10 orang, maka diadakan pemilihan. Pasal 14 1. Pemilihan dilakukan dengan memakai kertas suara, yang telah diberi tanda oleh pemimpin rapat. 2. Tiap-tiap anggota komisi calon-calon sebanyak jumlah pemilih, dengan tidak membubuhi tanda tangan komisi atau lain-lain tanda. 3. Jika dalam kertas suara dituliskan nama-nama calon lebih banyak daripada jumlah pemilih, yang harus dipilih, maka kertas suara itu tidak sah dan hilang suaranya dalam menetapkan jumlah kertas suara yang sah. Pasal 15 1. Sesudah diisi, kemudian kertas suara digulung disampaikan kepada pimpinan rapat. 2. Dengan disaksikan sekurang-kurangnya oleh dua orang anggota badan pimpinan rapat, gulungan kertas itu dibuka oleh ketua rapat. 3 / 10

3. Ketua rapat membacakan nama calon dengan kertas dan seorang anggota badan pimpinan rapat memberi tanda dibelakang nama calon tersebut dipapan tulis. Pasal 16 1. Calon-calon yang terpilih, ialah calon-calon yang mendapat suara terbanyak, dimulai dari calon paling atas dan menurut urutan kebawah sampai dapat sejumlah calon yang mesti dipilih. 2. Jika timbul kesukaran dalam menetapkan seorang calon dapat dinyatakan terpilih menurut aturan memilih yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini, maka rapat dapat menjalankan cara lain, yang ditetapkan sendiri, untuk menyelesaikan kesukaran itu. Pasal 17 1. Sesudah pemilihan selesai, maka badan pimpinan rapat menyusun daftar yang memuat nama-nama pemilih, yang dimaksudkan pada pasal 4 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat. Daftar itu harus dibubuhi tanda tangan badan Pimpinan rapat. 2. Daftar bersama-sama laporan ringkas, yang dibuat oleh Wedana, dikirimkan kepada Pimpinan cabang Badan Pembaharuan di Keresidenan, untuk disahkan. 3. Wedana memberitahukan kepada calon, yang terpilih bahwa ia telah dipilih menjadi pemilih. Tentang pembentukan komisi (pasal 5, Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat). Pasal 18 1. Wedana bersama Camat-Camat bawahannya membentuk komisi, yang dimaksudkan pada pasal 5 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat. 2. Untuk membentuk komisi itu, Wedana mengundang Camat-Camat menghadiri rapat, yang dipimpin oleh Wedana dan oleh rakyat ini dipilih 7 orang cerdik-pandai, yang akan duduk dalam komisi. Pasal 19 1. Wedana dan tiap-tiap Camat boleh dengan lisan mengemukakan beberapa calon anggota komisi, yang dicatat oleh ketua rapat. 2. Cara pemilihan anggota komisi dilakukan sama dengan cara pemilihan pemilih, yang dimaksudkan pada pasal 12 ayat 2, pasal -pasal 13, 14, 15 dan 16 dalam Peraturan Pemerintah, dengan perubahan seperlunya. Pasal 20 1. Wedana memberitahukan kepada calon yang terpilih, bahwa ia telah dipilih menjadi anggota komisi. 2. Sesudah menerima pemberitahuan dari Wedana, maka dalam tempo dua kali 24 jam, calon yang dipilih harus memberitahukan kepada wedana, apakah ia menerima atau menolak pemilihan itu. 3. Jika ia menolak, maka ia digantikan oleh calon yang berikut yang mendapat suara terbanyak menurut daftar calon anggota komisi. 4 / 10

Pasal 21 1. Sesudah pemilihan calon-calon anggota komisi selesai, Wedana menyusun daftar calon. 2. Daftar ini serta suara dan laporan ringkas tentang rapat wedana dan Camat-Camat, oleh Wedana dikirimkan kepada pimpinan Cabang Badan Pembaharuan di Karesidenan, untuk disahkan. 3. Sesudah daftar calon tersebut disahkan, kemudian Wedana mengundang anggota-anggota komisi untuk menghadiri rapat pelantikan komisi dan sesudah dilantik, rapat membentuk badan pimpinan rapat. Pasal 22 1. Dalam rapat yang dimaksudkan pada pasal 21 ayat 3, komisi melakukan pemilihan pemilih, yang dimaksudkan pada pasal 3 ayat 1 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat. 2. Untuk pasal-pasal itu, berlaku cara-cara pemilihan, yang ditetapkan dalam pasal-pasal 11, 12, 13, 14, 15, 16 dan 17 dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 23 Jika jumlah perkumpulan yang ada kurang dari 5, seperti tersebut dalam pasal 5 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat, maka untuk menambah jumlah anggota komisi, sehingga menjadi 7 orang, berlaku cara-cara yang sama menurut pasal-pasal 18, 19, 20 dan 21 dalam Peraturan Pemerintah ini, dengan perubahan "Camat" diganti dengan "Wakil Perkumpulan". Tentang badan pemilih Karesidenan (Pasal 6 Undang-undang Pembaharuan susunan Komite Nasional Pusat). Pasal 24 Pimpinan Cabang Badan Pembaharuan di Karesidenan, membuat daftar nama-nama pemilih di seluruh Karesidenan, yang boleh dibaca oleh umum dikantornya. Tentang menetapkan pemilih-pemilih Karesidenan didaerah Sumatera (pasal 7 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat). Pasal 25 Guna menetapkan pemilih-pemilih Keresidenan di daerah sumatera, berlaku cara-cara yang sama dengan cara, menetapkan pemilih-pemilih dikawedanan di Jawa, menurut Peraturan Pemerintah ini, mulai dari pasal 1 sampai pasal 23, dengan mengingat ketetapan-ketetapan dalam pasal 7 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat. Tentang menetapkan pemilih-pemilih dari daerah-daerah yang lain (Pasal 8 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komisi Nasional Pusat). 5 / 10

Pasal 26 1. Untuk menjalankan pasal 8 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat, berlaku ketetapan yang sama dengan ketetapan yang dimaksudkan pada pasal 25 Peraturan Pemerintah ini. 2. Syarat-syarat dan ketetapan-ketetapan yang mengenai kedaerahan tidak berlaku. 3. Kalau pemilihan tidak diselenggarakan dalam masing-masing propinsi, melainkan di Pulau Jawa, dan supaya jangan memilih dua kali, maka dalam pemilihan itu, baik orang maupun organisasi yang bersangkutan, semata-mata termasuk ke dalam golongan Propinsi, yang menyelenggarakan pemilihannya di Jawa. Tentang Pemilihan anggota Komite Nasional Pusat (Pasal 9 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat) Pasal 27 Yang boleh menjadi anggota Komite Nasional Pusat, ialah warga Negara Indonesia, laki-laki atau perempuan yang: a. telah berumur 25 tahun. b. pandai membaca dan menulis dalam huruf latin. c. paham bahasa Indonesia. d. tidak terganggu ingatannya. e. bertempat tinggal dalam daerah Negara Indonesia. f. tidak memegang jabatan yang tersebut dalam pasal 14 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat. Pasal 28 1. Yang dapat memajukan calon-calon anggota Komite Nasional Pusat, ialah partai-partai politik dan organisasi yang mengirimkan wakil kedalam komisi, yang dimaksudkan pada pasal 3 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komisi Nasional Pusat. 2. Daftar calon yang dimaksudkan pada ayat 1 diatas ini, dikirimkan langsung atau dengan perantaraan kantor kawedanan kepada pimpinan Cabang Badan Pembaharuan di Keresidenan, dengan memuat nama-nama calon dan ditanda tangani oleh pimpinan partai/organisasi yang bersangkutan. Pasal 29 1. Formulir (daftar-calon) dapat diminta kepada Kantor Kawedanan dan Keresidenan. 2. Pimpinan Cabang Badan Pembaharuan di Keresidenan membuat daftar calon sementara berdasar atas formulir dan syarat-syarat yang dimaksudkan pada pasal 27. 3. Kemudian daftar calon sementara itu diumumkan. Pasal 30 1. Dalam tempo seminggu sesudah diumumkan, pihak-pihak yang memajukan calon, dapat menyatakan 6 / 10

keberatan atau mengadakan perubahan dalam daftar calon sementara. 2. Jika lewat tempo seminggu tidak ada yang menyampaikan keberatan, maka daftar calon sementara itu dianggap sah. Pasal 31 1. Kalau ada yang merasa keberatan, maka keberatan itu dapat disampaikan kepada pimpinan Cabang Badan Pembaharuan di Karesidenan dengan langsung. 2. Pimpinan Cabang Badan Pembaharuan di Karesidenan mengadakan perubahan, sesuai dengan keberatan yang dimajukan dan kemudian membuat daftar calon tetap, yang juga diumumkan. Pasal 32 1. Sepuluh hari sudah daftar calon tetap diumumkan, Pimpinan Cabang Badan Pembaharuan di Karesidenan mengadakan pemilihan anggota Komite Nasional Pusat. 2. Seminggu sebelum pemilihan dimulai, Pimpinan Cabang Badan Pembaharuan di Karesidenan mengundang pemilih-pemilih di seluruh Karesidenan untuk datang berkumpul di Ibukota Karesidenan. Pasal 33 1. Rapat pemilihan dilakukan di depan umum, dengan tempatnya dibagi dua: sebagian untuk pemilih-pemilih sebagian untuk umum. 2. Pemilih yang hendak masuk ke dalam ruangan harus memperlihatkan surat undangan, yang dicocokkan dengan daftar pemilih. 3. Dalam ruangan untuk umum, setiap orang boleh masuk, asal jangan mengganggu ketertiban jalan pemilihan. Pasal 34 1. Pemilih tidak boleh mewakilkan pemilihannya kepada orang lain. 2. Sebelum pemilihan dimulai, maka pihak pimpinan rapat menerangkan dengan sejelas-jelasnya dalam rapat, sehingga semua pemilih mengerti tentang: a. maksud pertemuan, b. jumlah pemilih-pemilih yang hadir, c. nama-nama calon yang harus dipilih, d. cara pemilihan dengan rahasia. (diantara pemilih-pemilih tidak boleh pengaruh mempengaruhi dan tanya menanya pada waktu mengisi kertas suara) dan, e. cara menetapkan hasil pemilihan. Pasal 35 1. Tiap-tiap pemilih harus memilih sejumlah calon menurut banyaknya kursi, dengan mengisi formulir kertassuara, yaitu mengisi kotak yang terdapat dibelakang nama calon, dengan angka latin. 7 / 10

2. Angka itu ialah 1 sampai angka setinggi-tingginya menurut banyaknya kursi. 3. Untuk menunjukkan calon yang mana oleh pemilih hendak dipilihnya sebagai calon yang pertama, haruslah dalam kotak yang terdapat dibelakang nama calon itu dituliskan angka 1. Untuk menunjukkan calon yang kedua, dituliskan angka 2 dan demikian seterusnya. Pasal 36 Kertas-suara menjadi tidak sah dan hilang suaranya dalam menetapkan jumlah suara yang sah, apabila: a. dalam formulir kertas-suara dikemukakan sejumlah calon yang melebihi jumlah kursi. b. formulir kertas-suara diisi dengan lain-lain tanda selain angka yang dimaksudkan pasal pasal 35 ayat 2. Pasal 37 Sebelum pemilihan dimulai, nama-nama calon yang dimaksudkan pada pasal 31 ayat 2, dituliskan dipapan tulis, yang disediakan dalam rapat. Dibelakang nama-nama tersebut dibuat sejumlah kolom menurut banyaknya kursi dan diberi nomor dengan nomor 1, 2 dan seterusnya. Pasal 38 1. Untuk keperluan pemilihan, disediakan meja atau beberapa meja, yaitu tempat pemilih mengisi formulir kertas-suara, dengan tidak boleh disaksikan oleh orang lain. 2. Untuk mendapatkan formulir kertas-suara, pemilih menukarkan surat undangannya kepada ketua rapat dengan kertas-suara. 3. Sesudah formulir kertas-suara diisi menurut ayat 1 di atas ini, maka pemilih memasukkan kertas-suara dalam bus, yang terletak di depan pimpinan rapat. Pasal 39 1. Sesudah semua kertas-suara dikumpulkan, kemudian diperiksa apakah jumlah kertas-suara ini sama banyaknya dengan jumlah pemilih-pemilih yang hadir, berdasar atas surat undangan. 2. Pimpinan Cabang Badan Pembaharuan di Karesidenan menetapkan lebih dulu, berapa jumlah kertassuara yang sah dan berapa yang tidak sah, dengan jalan melihat kertas-suara itu satu-persatu. Hasil pemeriksaan ini diberitahukan kepada rapat. Pasal 40 1. Ketua rapat dengan disaksikan oleh tiga orang anggota badan pimpinan rapat membacakan dengan suara keras nama-nama calon dan angkanya masing-masing yang tersebut dalam kertas-suara. 2. Tiap-tiap kali nama serta angka seorang calon disebutkan, harus dibubuhi satu tanda dibelakang namanya dipapan tulis dalam kolom yang sama nomornya dengan angka yang disebutkan tadi. 3. Sesudah selesai pencatatan, ketua rapat mengumumkan berapa suara yang didapat oleh tiap-tiap calon menurut kolom masing-masing. Pasal 41 8 / 10

1. Untuk menetapkan terpilihnya calon-calon anggota Komite Nasional Pusat, lebih dulu ditetapkan kiesqoutient, yaitu jumlah kertas-suara yang sah dibagi dengan jumlah kursi. 2. Calon yang dapat mencapai angka kiesqoutient dikolom pertama dinyatakan terpilih. Pasal 42 1. Jika dikolom pertama tidak seorangpun mencapai angka kiesqoutient atau belum semua kursi terisi, maka jumlah suara masing-masing dikolom pertama ini, kecuali yang telah terpilih menurut pasal 41 ayat 2, ditambah dengan seperdua dari jumlah suara masing-masing, dikolom kedua. Jika penjumlahan ini mencapai angka kiesquotient, maka calon-calon yang mencapai itu dinyatakan terpilih. 2. Jika sesudah dilakukan penjumlahan suara yang dimaksudkan pada ayat 1 diatas ini, belum juga ada calon yang terpilih atau belum semua kursi terisi, maka penjumlahan suara yang didapat oleh masingmasing calon menurut ayat 1 di atas ini ditambah dengan sepertiga jumlah suara yang didapat oleh masing-masing calon dikolom tiga. Jika penambahan ini mencapai angka kiesquotient, maka calon-calon yang mencapai itu dinyatakan terpilih. 3. Jika perlu, cara penjumlahan yang dimaksudkan pada ayat 1 dan 2 di atas ini diteruskan sampai kolom penghabisan, dengan mengingat, bahwa harga suara dalam tiap-tiap kolom yang didapat oleh tiap-tiap calon, ialah satu per-angka kolom. Pasal 43 Jika pada sesuatu penjumlahan, seperti dimaksudkan pada pasal 42 ayat 1, 2 dan 3, ternyata jumlah calon yang mencapai angka kiesqoutient lebih dari jumlah yang diperlukan, maka yang terpilih, ialah calon-calon yang mendapat suara yang terbanyak dalam penjumlahan itu sehingga semua kursi terisi. Jika dalam hal ini ternyata ada beberapa calon yang mendapat jumlah suara yang sama, maka diantara mereka itu, yang dinyatakan terpilih, ialah calon yang mendapat suara yang terbanyak dikolom pertama. Jika mereka ini dikolom pertama juga mendapat suara yang sama banyaknya, maka yang terpilih, ialah calon yang mendapat suara yang terbanyak di kolom kedua dan jika belum ada juga ketentuan, seterusnya dilihat pada kolom berikutnya sampai kepada kolom penghabisan. Pasal 44 1. Dalam daerah pemilihan, yang bagiannya disediakan hanya satu kursi, hasil pemilihan ditetapkan menurut sistem suara terbanyak mutlak (absolute meerderheid). 2. Jika cara yang tersebut di atas ini pada pertama kalinya belum berhasil, maka diulangi pemilihan sampai tiga kali. 3. Jika setelah tiga kali, belum juga ada ketentuan, maka dilakukan pemilihan yang keempat, yang hasilnya ditentukan dengan sistem suara terbanyak (relatieve meerderheid). Tentang Pembentukan Komisi, terdiri dari wakil-wakil perkumpulan politik. (pasal 10 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat). Pasal 45 1. Untuk menyelenggarakan ketentuan dalam pasal 10 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat, maka Badan Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat mendaftarkan nama-nama perkumpulan politik. 9 / 10

2. Untuk keperluan ini Badan Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat mengumumkan akan adanya pendaftaran perkumpulan-perkumpulan yang memenuhi syarat-syarat, yang dimaksudkan pada pasal 10 ayat 1 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat. 3. Pendaftaran itu disertai dengan: a. nama-nama orang wakil, yang akan duduk dalam komisi. b. anggaran dasar. c. tempat pengurus pusat dan d. jumlah cabang dan nama-nama tempat cabang dan lingkungan Karesidenannya dari pada cabangcabang itu. Pasal 46 1. Sesudah pendaftaran selesai, Badan Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat mengundang wakilwakil perkumpulan untuk menghadiri rapat komisi, yang dimaksudkan pada pasal 10 Undang-undang perkumpulan diumumkan. 2. Tentang menjalankan ketentuan dalam pasal 11 Undang-undang Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat diserahkan kepada putusan komisi sendiri. 3. Putusan komisi tersebut diumumkan oleh Badan Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat. Pasal Penutup Dalam hal-hal yang tidak dapat diselesaikan menurut ketetapan-ketetapan dalam Peraturan Pemerintah ini, maka Badan Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat memberi keputusan. Ditetapkan Di Yogyakarta, Pada Tanggal 18 September 1946 WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. MOHAMMAD HATTA Diumumkan Pada Tanggal 18 September 1946 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Ttd. A.G. PRINGGODIGDO 10 / 10