b.bahwa berhubung dengan itu "Postordonnantie 1935" perlu dicabut dan diganti dengan Undang-undang baru;

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1959 TENTANG POS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1959 (4/1959) 9 MARET 1959 (JAKARTA) Sumber: LN 1959/12; TLN NO.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1959 TENTANG POS INTERNASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1959 TENTANG POS INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 5 TAHUN 1961 (5/1961) Tanggal: 1 MARET 1961 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1951 TENTANG MENAIKKAN JUMLAH MAKSIMUM PORTO DAN BEA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1959 TENTANG POS DALAM NEGERI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia,

ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S , s.d.u. dg. S terakhir s.d.u. dg. S

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1984 TENTANG POS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indeks: ANGKATAN PERANG. IKATAN DINAS SUKARELA (MILITER SUKARELA). ANGGOTA.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1959 TENTANG POS DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 6 TAHUN 1984 TENTANG POS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1954 TENTANG PERJANJIAN PERJANJIAN POS SEDUNIA. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UANG LOGAM LARANGAN MENGUMPULKAN PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 40 TAHUN 1950 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang : Pengangkutan Zat Radioaktip

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN NEGARA POS DAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1960 (7/1960) Tanggal: 26 SEPTEMBER 1960 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1959 TENTANG POS DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1957 TENTANG PERIZINAN PELAYARAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (STOOM ORDONNANTIE) VERORDENING STOOM ORDONNANTIE 1930 ATAU DENGAN KATA DALAM BAHASA INDONESIA UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1957 TENTANG PEMASUKAN ANGGARAN BELANJA NEGARA *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN BAGIAN IV (KEMENTERIAN KEUANGAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN DINAS 1954 *) ANGGARAN (BAGIAN IV). KEMENTERIAN KEUANGAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAWAT TEMBAGA. SURAT IDZIN. ANCAMAN HUKUMAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PENETAPAN BAGIAN IV (KEMENTERIAN KEUANGAN) DARI ANGGARAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK TAHUN DINAS 1955 *) ANGGARAN (BAGIAN IV) KEMENTERIAN KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1962 TENTANG WABAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PANITIA KERJA LIKWIDASI TANAH-TANAH PARTIKELIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1956 TENTANG URUSAN PEMBELIAN MINYAK KAYU PUTIH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tentang: PENGUBAHAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM (UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 1953, LEMBARAN-NEGARA NO. 29 TAHUN 1953) *)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1958 TENTANG NASIONALISASI PERUSAHAAN-PERUSAHAAN MILIK BELANDA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 of 6 3/17/2011 3:59 PM

Tentang: VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA *) VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG (STOOM ORDONNANTIE) VERORDENING STOOM ORDONNANTIE 1930 ATAU DENGAN KATA DALAM BAHASA INDONESIA UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930.

UU 7/1951, PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG UNDANG LALU LINTAS JALAN (WEGVERKEERSORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 NO. 86) Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1959 TENTANG KEADAAN BAHAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA)

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1946 TENTANG KEADAAN BAHAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

PP 8/1952, PEMBERHENTIAN DARI PEKERJAAN UNTUK SEMENTARA WAKTU DAN. Tentang:PEMBERHENTIAN DARI PEKERJAAN UNTUK SEMENTARA WAKTU DAN

HUKUMAN JABATAN Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 Tanggal 20 Februari 1952 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-undang Nomor I Tahun 1970

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : TENTANG PENYELENGGARAAN JASA TITIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN UMUM RETRIBUSI DAERAH. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN DAERAH TIDAK AMAN KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1969 Tentang : Pelaksanaan Undang Undang No. 11 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 5 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA TITIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN,

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 28 (28/1948) Peraturan tentang Pasal alat pembayaran Luar Negeri. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

ORDONANSI PENGANGKUTAN UDARA (Luchtvervoer-ordonnantie).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1985 TENTANG PENYELENGGARAAN POS Presiden Republik Indonesia,

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 Tentang : Pendaftaran Tanah

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor 13 TAHUN 1960 Tentang BANK DAGANG NEGARA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

b.bahwa peraturan+peraturan yang termaktub dalam undang+undang darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai undang+undang;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1962 TENTANG LALU LINTAS LAUT DAMAI KENDARAAN AIR ASING DALAM PERAIRAN INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL [LN 1981/11, TLN 3193]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tentang: ACARA PIDANA KHUSUS UNTUK ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACARA PIDANA KHUSUS. ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PERJALANAN LUAR NEGERI TENAGA BANGSA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1951 TENTANG MENGATUR TENAGA DOKTER PARTIKULIR DALAM KEADAAN GENTING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA

Presiden Republik Indonesia, Memperhatikan : Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi dan peraturan-peraturan lain yang bersangkutan;

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 17 TAHUN 1951 (17/1951) TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG. Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

UU 4/1959, POS *) Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:4 TAHUN 1959 (4/1959) Tanggal:9 MARET 1959 (JAKARTA) Tentang:POS *) Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a.bahwa "Postordonnantie 1935" (Staatsblad 1934 No. 720), sebagaimana sudah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-undang No. 30 tahun 1956 (Lembaran-Negara tahun 1956 No. 75) dalam beberapa hal tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tata-negara Republik Indonesia; b.bahwa berhubung dengan itu "Postordonnantie 1935" perlu dicabut dan diganti dengan Undang-undang baru; Mengingat: Pasal 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan: A.Mencabut "Postordonnantie 1935" (Staatsbald 1934 No. 720), sebagaimana sudah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan undang-undang No. 30 tahun 1956 (Lembaran-Negara tahun 1956 No. 75). B.Menetapkan "Undang-undang tentang Pos". Pasal 1. Penyelenggaraan dinas Pos. 1.Dalam Negara Republik Indonesia Dinas Pos dikuasai oleh Negara dan diselenggarakan oleh Jawatan Pos, Telegrap dan Telepon, selanjutnya disebut Jawatan P.T.T. 2.Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan pekerjaan-pekerjaan apa termasuk Dinas Pos. Pasal 2. Monopoli. 1.Selain dari Jawatan P.T.T., siapapun juga tidak berwenang menyelenggarakan pengangkutan surat atau kartupos dengan *2380 memungut biaya. 2.Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan pengecualian-pengecualian atas ketentuan pada ayat 1.

Pasal 3. Pengangkutan pos. 1.Setiap pengusaha pengangkutan umum di darat, laut dan udara wajib menyelenggarakan pengangkutan pos yang diserahkan kepadanya oleh Jawatan P.T.T. 2.Dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah ditetapkan syarat-syarat yang berhubungan dengan pengangkutan pos yang harus dipenuhi oleh nakhoda kapal, sebelum ia berangkat dari atau pada waktu ia tiba disesuatu pelabuhan Indonesia. 3.Kewajiban pengangkutan pos sebagaimana termaksud dalam ayat 2 dibebankan juga kepada nakhoda-nakhoda kapal yang digerakkan oleh uap atau motor yang khusus untuk sungai-sungai dan perairan dalam dan yang besar kotornya pling sedikit 20 meter-kubik. Tetapi ketentuan ini tidak berlaku terhadap nakhoda kapal perang. 4.Pengusaha bertanggungjawab atas keselamatan pos yang dirahkan kepadanya untuk diangkut. Tanggungjawab ini adalah hanya terhadap negara dan terbatas sampai jumlah uang ganti-kerugian yang menurut peraturan-peraturan yang berlaku harus dibayar oleh Jawatan P.T.T. 5.Biaya pengangkutan pos dengan semua jenis alat angkutan ditetapkan dengan atau kuasa Peraturan Pemerintah. Pasal 4. Hak milik atas kiriman pos. 1.Selama belum diserahkan kepada sialamat, kiriman pos tetap merupakan milik pengirim. 2.Dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah ditetapkan peraturan-peraturan tentang: a.cara-cara meminta kembali atau mengubah alamat kiriman pos oleh pengirim; b.cara-cara mengerjakan kiriman pos yang ditolak oleh sialamat atau buntu karena sebab lain, dengan ketentuan bahwa pembukaan surat-surat buntu hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri ditempat kedudukan Pusat Jawatan P.T.T.; c.apa yang diartikan dengan kiriman pos. 3. Penyitaan kiriman pos yang berada di dalam Jawatan P.T.T. tidak diperkenankan, kecuali dalam hal-hal yang dimaksudkan dalam pasal 13 dari Undang-undang ini dan peraturan-peraturan lain. Pasal 5. Tanggung-jawab terhadap pengirim *2381 1.Dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah ditetapkan peraturan-peraturan tentang pemberian ganti-kerugian dengan mengambil sebagai dasar ketetapan-ketetapan yang bersangkutan dalam Perjanjian Pos Sedunia dan Persetujuan-persetujuannya. 2.Mengenai ganti-kerugian yang tersebut dalam ayat 1, Negara hanya bertanggung-jawab terhadap pengirim. 3.Untuk kerugian yang tidak langsung atau keuntungan yang tidak didapat, yang disebabkan oleh sesuatu kesalahan dalam penyelenggaraan

dinas Pos, begitu pula jika kerugian diakibatkan oleh sebab kabar tidak diberikan ganti-kerugian. Pasal 6. Porto, bea dan ukuran kiriman pos. Dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah ditetapkan: a.porto-porto dan bea-bea kiriman pos dalam dan luar negeri, dengan ketentuan bahwa porto dan bea dalam negeri tidak akan melebihi porto dan bea luar negeri; b.batas-batas dari ukuran, berat dan isi kiriman pos. Pasal 7. Bebas porto. Dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah ditetapkan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan kebebasan porto-yang mengenai dinas-dinas pemerintahan dan yang mengenai kepentingan umum. Pasal 8 Hubungan pos internasional. Peraturan-peraturan tentang hubungan pos internasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian dan persetujuan-persetujuan tentang pos internasional yang berlaku. Pasal 9. Larangan-larangan. Dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah ditetapkan jenis benda-benda yang pengirimannya melalui Pos dilarang. Pasal 10. Urusan-urusan lain. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah, maka Dinas Pos dapat diserahi pekerjaan-pekerjaan lain daripada yang disebut pada Pasal 1, ayat 2. Pasal 11. Peraturan hukuman. 1.Dihukum dengan hukuman kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling tinggi seribu lima ratus rupiah: a.barangsiapa melanggar wewenang yang dimaksud dalam pasal b.setiap pengusaha pengangkutan atau nahkoda kapal yang *2382 tidak memenuhi kewajiban-kewajiban yang dimaksud dalam pasal 3, ayat 1 dan 2. c.pengiriman dari kiriman pos berisi benda-benda yang termasuk larangan-larangan yang dimaksud dalam pasal 9, yang telah memberikan perincian yang tidak benar mengenai isinya; d.barangsiapa mempergunakan kebebasan porto di luar wewenang yang telah diberikan padanya.

2.Jika sesuatu pelanggaran yang disebut pada ayat 1 diulang di dalam masa dua tahun sesudah suatu hukuman yang lebih dahulu diberikan pada yang bersalah karena pelanggaran yang sama mendapat kekuatan sah maka hukuman kurungan dapat ditambah dengan sepertiga dan denda dengan separohnya. 3.Peraturan Pemerintah yang ditetapkan atas kuasa atau untuk menyelenggarakan Undang-undang ini, dapat mengancam hukuman yang tidak melebihi hukuman-hukuman yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. 4.Jika perbuatan pidana dilakukan oleh atau atas tanggungjawab sesuatu badan hukum, maka tuntutan dilakukan terhadap dan hukuman diberikan pada para anggauta pengurus, kecuali jika mereka dapat membuktikan bahwa perbuatan itu tidak disebabkan oleh kesalahan mereka. 5.Perbuatan-perbuatan pidana yang disebut dalam Undang- undang ini dianggap sebagai pelanggaran. Pasal 12. Tanggung-jawab dari pengirim. Barangsiapa melakukan pelanggaran termaksud dalam pasal 11, ayat 1 sub c maka selain diancam dengan hukuman, ia diwajibkan pula membayar ganti-kerugian dalam hal pelanggaran tersebut menimbulkan kerugian bagi Negara. Pasal 13. Pegawai-pegawai pengusut tindak-pidana. 1.Selain pegawai-pegawai yang bertugas mengusut perbuatan pidana, pengusutan atas pelanggaran Undang-undang ini serta peraturan-peraturan penyelenggaraannya dapat dilakukan juga oleh pegawai-pegawai Jawatan P.T.T. dan Jawatan Bea dan Cukai. 2.Untuk pengusutan itu mereka boleh menahan dan menggeledah alat-alat angkutan yang diduga dipergunakan untuk pelanggaran itu serta menyita kiriman pos-kiriman pos yang bersangkutan, tetapi hanya sesudah mereka mendapat perintah dari pihak penguasa yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Hal-hal lain yang berhubungan dengan pengusutan itu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 14. Ketentuan-ketentuan guna menjamin kelancaran penyelenggaraan Undang-undang ini. *2383 Dengan atau atas kuasa Peraturan Pemerintah ditetapkan segala sesuatu yang perlu guna menjamin kelancaran penyelenggaraan Undang-undang ini. Pasal 15. Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Pos" dan mulai berlaku pada tanggal yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negra Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta. pada tanggal 9 Maret 1959. Presiden Republik Indonesia,

SOEKARNO Diundangkan pada tanggal 14 Maret 1959. Menteri Kehakiman, G.A. MAENGKOM Menteri Perhubungan, SUKARDAN. PENJELASAN UNDANG-UNDANG No. 4 TAHUN 1959 tentang POS. I.UMUM. 1.Hingga kini Dinas Pos masih bekerja atas dasar peraturan-peraturan dari zaman penjajahan yang disana-sini telah diubah, dicabut atau ditambah, sesuai dengan konstellasi kenegaraan baru: selanjutnya beberapa perubahan telah terjadi berhubung dengan peraturan-peraturan internasional baru yang ditetapkan oleh Kongres Union Postale Universelle ke-xviii di Brussel dalam tahun 1952. Peraturan-peraturan itu adalah sebagai berikut : a.postordonnantie 1935 (Staatsblad 1934 - No. 720 ) sebagaimana telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-undang No. 30 tahun 1956 (Lembaran-Negara 1956 No. 75); b.postverordening 1935 (Staatsblad 1934 No. 721) sebagaimana telah diubah dan ditambah yang terakhir sekali dengan Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1955 (Lembaran-Negara 1955 No. 45); c.postbesluit Dienststukken 1935 (Staatsblad 1934 No. 722); d.internationaal Postbesluit 1948 (Staatsblad 1949 No. 75); e.intemationale Postverordening 1948 (Staatsblad 1949 No. *2384 76); f.akte-akte Brussel 1952 yang telah disahkan dengan Undang-undang No.25 tahun 1954 (Lembaran-Negara 1954 No. 79). Akte-akte ini ialah Convention Postale Universelle, Arrangement concernant les lettres et les boltes avee valeur declaree, Arrangement concernant les colis postaux Arrangement concemant les mandats de poste et les bons postaux de voyage, Arrangement concemant les virements postaux, Arrangement concemant les envois contre reboursement dan Arrangement concemant les recouvrements, serta Reglements dari arrangement-arrangement tersebut. 2. Peraturan-peraturan lama seperti dimaksud diatas perlu dibaharui, bukan saja untuk menyesuaikan bentuk dan isinya dengan konstellasi kenegaraan yang baru, melainkan juga untuk khususnya dilapangan Pos - mengadakan pembagian yang lebih praktis antara pekerjaan-pekerjaan perundang-undangan dan penyelenggaraan. 3. Maka, berbeda dengan Postordonnantie yang memuat soal- soal detail yang kecil-kecil, Undang-undang Pos ini hanya memuat soal-soal pokok, yang sedikit sekali memerlukan perubahan. Pula terutama memuat hal-hal yang harus ditetapkan dengan Undang-undang, karena mengenai hubungan yang mengikat dan memaksa terhadap rakyat dan masyarakat, seperti monopoli Pos, kewajiban-kewajiban mengangkut Pos, bebas porto, peraturan hukuman dan lain sebagainya. Wewenang untuk mengatur hal-hal teknis postal dan detail yang merupakan peraturan penyelenggara Undang-undang Pos, didelegasikan kepada Peraturan Pemerintah. Hal-hal ringan yang sering memerlukan perubahan cepat-cepat, seperti misalnya bea-udara, penetapannya dapat dikuasakan kepada Direktur Jenderal P.T.T., sesuai dengan Undang-undang Dasar Sementara pasal 98 dan 99. Tujuan dari susunan baru ini ialah : a.undang-undang tidak terlampau panjang dan hanya memuat soal-soal pokok, sehingga tidak akan sering memerlukan perubahan; b.soal-soal teknis postal dan detail dimasukkan

dalam Peraturan Pemerintah sehingga perubahan-perubahan dapat dilaksanakan lebih cepat daripada perubahan Undang-undang; c.soal-soal yang lebih kecil lagi dan yang perubahannya memerlukan gerak cepat, diserahkan kepada Direktur Jenderal P.T.T. II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Ayat 1:Dalam ayat ini diletakkan pemberian wewenang kepada Jawatan P.T.T. oleh Undang-undang untuk menyelenggarakan Dinas Pos. Ayat 2:Apa yang dimaksud dengan Dinas Pos akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, misalnya: urusan suratpos-suratpos yang meliputi surat, kartupos, barang cetakan, surat kabar, tambahan, dokumen, fonopos, braile; urusan-urusan pospaket, poswesel, tebusan dan lain sebagainya. Pasal 2. Ayat 1: Monopoli angkutan.urat dan kartupos oleh Jawatan *2385 P.T.T. terdapat disemua Negara diseluruh dunia. Angkutan suratpos jenis lain tidak dilarang, jadi boleh dilakukan oleh fihak partikelir. Tetapi hal ini kiranya tidak akan menarik, karena tidak akan mendatangkan keuntungan, mengingat taripnya yang sangat rendah. Tujuan monopoli Pos adalah terutama : 1.Melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang Dasar Sementara pasal 17 tentang jaminan rahasia surat-menyurat oleh Negara. 2.Menjamin perhubungan pos diseluruh Negara sampai kepelosok-pelosok dan pulau-pulau yang terpencil, dengan biaya yang seragam dan yang dapat terbayar oleh rakyat. Hal ini dapat dilaksanakan karena Negara berkuasa mempergunakan segala alat angkutan yang ada. Bila perusahaan partikelir dibolehkan menyelenggarakan hal ini, yang akan diurusnya tentu hanya daerah-daerah yang ramai yang dapat mendatangkan keuntungan. Daerah-daerah terpencil hanya akan diurus dengan pembayaran biaya yang tinggi. 3.Berbeda dengan monopoli-monopoli lain dan monopoli- monopoli partikelir, yang terutama ditujukan pada hal-hal financieel-ekonomis, monopoli pos ini terutama ditujukan pada penyelenggaraan kesejahteraan rakyat dan Negara, dan baru dalam taraf kedua bersumber pada pertimbangan keuangan. Pasal 3. Ayat 1:Keharusan mengangkut pos bagi alat-alat angkutan umum didarat pada waktu ini telah diletakkan dasarnya dalam Wegverkeersordonnantie 1933 pasal 29, ayat 3. Dengan ketentuan pasa ayat 1 ini dimaksudkan untuk meletakkan dasar bagi soal yang sangat penting untuk Pos ini didalam Undang-undang Pos sendiri, satu dan lain dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada dalam peraturan-peraturan lain. Ayat 2:Dalam Peraturan Pemerintah akan dimuat kewajiban-kewajiban nakhoda kapal, dengan bersandar pada ayat ini. Misalnya: 24 jam sebelum sesuatu kapal berangkat, nakhoda harus memberitahukannya hal itu kepada kantor Pos setempat; bila kapal tiba disesuatu pelabuhan, nakhoda harus menyerahkan pos yang diangkutnya dalam waktu 6 jam kepada kantor Pos setempat, dan lain sebagainya. Ayat 3: Tidak memerlukan penjelasan. Ayat 4:Kalimat kedua dari ayat ini antara lain memuat penegasan, bahwa pengangkut pos hanya bertanggung-jawab terhadap negara. Hal ini adalah untuk menjaga agar pengangkut yang bersangkutan, terutama dalam hal angkutan laut, tidak harus membayar ganti-kerugian dua kali, pertama kepada Jawatan P.T.T., dan kedua kepada pengirim kirimanpos atau pihak ketiga yang kerugiannya lebih besar dari ganti-kerugian yang didapatnya dari Jawatan P.T.T. Ayat 5: Tidak memerlukan penjelasan.

Pasal 4. *2386 Ayat 1: Tidak memerlukan penjelasan. Ayat 2,huruf b: Untuk pembukaan surat-surat buntu diperlukan perintah/izin Ketua Pengadilan Negeri berhubung dengan jaminan rahasia surat. Dalam praktek hingga sekarang, perintah/izin ini berlaku terus-menerus, hingga tidak perlu tiap kali diminta Ayat 3: Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 5. Ayat 1: Tidak memerlukan penjelasan. Ayat 2:Ketentuan ini adalah untuk menegaskan bahwa pihak ketiga tidak ada hak menuntut ganti-kerugian. Ayat 3:Dengan sebabkahar (force majeure) dimaksud misalnya bencana alam, tindakan-tindakan perang dan hal-hal tertentu yang ditetapkan oleh perundang-undangan umum. Pasal 6. Dalam sistim lama batas-batas tertinggi dari porto dan bea disebutkan satu per satu. Dengan ketentuan pada pasal 6 sub a sekarang ini, maka penetapan batas-batas tertinggi dari masing-masing porto dan bea tidak perlu lagi. Porto dan bea dalam negeri telah ditetapkan tidak boleh melebihi porto dan bea luar negeri, sedang batas-batas dari porto dan bea luar negeri telah ditetapkan didalam Convention Postale Universelle, yang sama besarnya untuk seluruh dunia dan dinyatakan dalam uang fictief francs emas. Pasal 7. Tidak perlu penjelasan. Pasal 8. Didalam zaman penjajahan hak untuk mengadakan traktat-traktat antara-negara terletak pada Kepala Negara Nederland seperti pula halnya dengan traktat-traktat tentang Pos internasional. Ratifikasi serta pengundangan traktat-traktat itu agar jadi berlaku didalam negeri dilakukan dengan perundang-undangan Belanda. Dasar-dasar itu kini perlu ditetapkan dalam Undang-undang Pos. Pasal 9. Ayat I : Peraturan Pemerintah akan menetapkan larangan-larangan sesuai dengan yang termuat dalam Perjanjian Pos dan Persetujuan-persetujuannya. Pasal 10. Maksud pasal ini ialah untuk membuka kemungkinan, agar beberapa pekerjaan tertentu yang tidak spesifik pos, dapat diserahkan penyelenggaraannya kepada Dinas Pos misalnya: pemungutan pajak radio, pekerjaan kas negeri, pekerjaan tabungan pos, rekening-koran pos. Pasal 11. Ayat 1 dan 2: Ancaman-ancaman hukuman sebagai yang berlaku sekarang ini tidak sebanding dengan besarnya pelanggaran dan kerugian, yang bila hal itu terjadi, akan harus diderita oleh masyarakat. *2387 Mengingat uraian tersebut diatas, maka ditetapkan suatu ancaman hukuman yang lebih sepadan. Ayat 3 : Ketentuan ini adalah sesuai

dengan Undang-undang Dasar Sementara pasal 98, ayat 2. Ayat 4 dan 5: Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 12. Contoh : Seseorang mengirim pospaket atau bungkusan yang berisi alat peledak. Sebagai isi dinyatakannya "tepung gandum". Dalam pengangkutan dengan otobis, pos meledak dan otobis terbakar. Dari penyelidikan terbukti bahwa bencana itu disebabkan oleh pospaket tadi. Dalam hal ini, maka pengirim selain dihukum berdasarkan pasal 11 ayat 1 sub c, juga harus membayar seluruh ganti kerugian yang harus dibayar oleh Jawatan P.T.T. Pasal 13. Ayat 1: Untuk menjamin ditaatinya ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini, maka dianggap perlu untuk menunjuk pegawai-pegawai Jawatan P.T.T. dan pegawai-pegawai Jawatan Bea dan Cukai untuk melakukan pengusutan atas pelanggaran Undang-undang ini serta peraturan-peraturan penyelenggaraannya, disamping pegawai-pegawai yang biasanya bertugas mengusut perbuatan pidana. Ayat 2: Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 14. Ketentuan-ketentuan ini bermaksud memberikan kuasa kepada Peraturan Pemerintah atau peraturan-peraturan yang lebih rendah, untuk mengatur hal-hal yang perlu guna menjamin penyelenggaraan dinas-dinas pos,. yang tidak telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini. Pasal 15. Undang-undang Pos, Peraturan Pemerintah tentang Pos dan Keputusan Direktur Jenderal P.T.T., yang memuat perubahan-perubahan susunan yang sangat radikal ini harus serempak mulai berlakunya. Untuk inilah, maka ketentuan ini dianggap perlu. Termasuk Lembaran-Negara No. 12 tahun 1959. Diketahui: Menteri Kehakiman, G. A. MAENGKOM. -------------------------------- CATATAN *)Disetujui D.P.R. dalam rapat pleno terbuka ke-9 tanggal 4 Pebruari 1959 pada hari Rabu, P. 355/1959 DICETAK ULANG