BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

dokumen-dokumen yang mirip
PROSES PELAKSANAAN PENYITAAN BARANG BUKTI OLEH PENYIDIK KEPOLISIAN PADA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI POLRESTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

PELAKSANAAN PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN JAMINAN. (Studi Kasus Tindak Pidana Penipuan di Pengadilan Negeri Klaten dan. Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagaimana tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Presiden, DPR, dan BPK.

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. sidang pengadilan. Penyidikan dilakukan oleh penyidik Polri untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. maupun bahaya baik berasal dari dalam mupun luar negeri. Negara Indonesia dalam bertingkah laku sehari-hari agar tidak merugikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

BAB I PENDAHULUAN. terdapat strukur sosial yang berbentuk kelas-kelas sosial. 1 Perubahan sosial

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah Negara hukum yang demokratis berdasarkan pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1 Berbicara tentang hukum khususnya hukum pidana, tidak bisa lepas dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta peraturan perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP dan KUHAP. Dalam KUHP dijelaskan tentang peraturan umum hukum pidana, perbuatan-perbuatan apa saja yang dapat dianggap sebagai suatu tindak pidana dan sebagainya, sedangkan dalam KUHAP dijelaskan bagaimana tata cara untuk menegakkan peraturan dalam KUHP itu. Dalam KUHAP dijelaskan tata cara kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan yang juga sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah untuk mencapai tujuan negara dalam hal penegakkan hukum pidana. 1 Evi Hartanti, 2006, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 1. 1

2 Hukum acara pidana berhubungan erat dengan diadakannya hukum pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus berindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana. 2 Kepolisian merupakan salah satu lembaga pemerintah yang memiliki peranan penting dalam negara hukum. Di dalam negara hukum kehidupan hukum sangat ditentukan oleh faktor struktur atau lembaga hukum, disamping faktor-faktor lain, seperti faktor substansi hukum dan faktor kultur hukum. Dengan demikian, efektivitas operasional dari struktur atau lembaga hukum sangat ditentukan oleh kedudukannya dalam organisasi negara. 3 Polri sebagai aparat penegak hukum sesuai dengan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 bertugas melaksanakan penyidikan perkara berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hukum dan perundang-undangan yang menjadi porsi tugas Polri untuk ditegakkan adalah semua hukum pidana baik yang tercantum dalam KUHP maupun di luar KUHP. Melalui kewenangan yang dimiliki Polri dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Polri juga harus bertindak dalam batas-batas yang ditentukan oleh peraturan supaya tidak terjadi kesalahan prosedur dan terkesan bertindak sewenang-wenang, atau melampaui batas 2 3 Leden Marpaung, 2005, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 2-3. Sadjijono, 2008, Seri Hukum Kepolisian Polri dan Good Governance, Jakarta: Laksbang Mediatama, hal. 1.

3 kewenangannya, sehingga merugikan tersangka dan juga merugikan citra Polri sebagai aparat penegak hukum. Salah satu tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah melakukan penyidikan. Dalam proses penyidikan diantara kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah bahwa pejabat tersebut memiliki wewenang yang telah diatur dalam hukum pidana sehingga berwenang melakukan tindakan-tindakan paksa kepada siapa saja yang menurut mereka dapat diduga telah melakukan tindak pidana. 4 Salah satunya ialah melakukan penyitaan untuk kepentingan pembuktian, terutama ditujukan sebagai barang bukti di muka persidangan. Lain halnya dengan penggeledahan, tujuan penyitaan untuk kepentingan pembuktian terutama ditujukan sebagai barang bukti di muka sidang pengadilan. Kemungkinan besar tanpa barang bukti, perkara tidak dapat diajukan ke sidang pengadilan. Oleh karena itu, agar perkara tadi lengkap dengan barang bukti, penyidik melakukan penyitaan untuk dipergunakan sebagai bukti dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan persidangan pengadilan. 5 Oleh karenanya Polri sebagai penyidik sangat membutuhkan penyitaan barang bukti jika terjadi dugaan tindak pidana. Terbuktinya terdakwa atau tersangka bersalah atau tidak tergantung dari alat bukti yang telah digunakan dalam melakukan tindak pidana atau kejahatan. Untuk melindungi dan menjamin keutuhan suatu alat bukti dan 4 5 L & J Law Firm, 2009, Hak Anda Saat Digeledah Disita Ditangkap Didakwa Dipenjara, Jakarta: Forum Sahabat, hal. 24. Yahya Harahap, 2000, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 261.

4 barang bukti, undang-undang telah mengatur hal ini, seperti dalam hal tindak pidana narkotika. Ini digunakan sebagai indikasi awal bersalahnya pelaku dalam menyalahgunakan narkotika itu sendiri. Dalam penggunaan narkotika, obat-obat yang digunakan dengan tidak berdasarkan pada resep dokter atau petunjuk pengguna oleh apoteker dapat dijadikan barang bukti oleh penyidik sebagi bahan pertimbangan dalam penuntutan oleh penuntut jaksa penuntut umum. Penerapan suatu kaidah hukum merupakan salah satu sistem yang harus dilakukan untuk mewujudkan suatu tujuan hukum sendiri yakni mencapai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Kepastian hukum dapat diterapkan dalam penyitaan pada tindak pidana narkotika. Pasal 38 KUHAP telah menyatakan bahwa penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik. Dengan penegasan tersebut, telah ditentukan dengan pasti bahwa hanya penyidik yang berwenang untuk melakukan tindakan penyitaan. Atas dasar alasan latar belakang yang telah uraikan di atas, akhirnya mendorong penulis untuk mengangkat sebagian dari permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan penyitaan barang bukti dalam skripsi yang berjudul PROSES PELAKSANAAN PENYITAAN BARANG BUKTI OLEH PENYIDIK KEPOLISIAN PADA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI POLRESTA SURAKARTA.

5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan judul dan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu : 1. Bagaimana proses pelaksanaan penyitaan barang bukti oleh penyidik kepolisian pada tindak pidana narkotika di Polresta Surakarta? 2. Barang-barang apa saja yang dapat menjadi barang bukti dan dapat dilakukan penyitaan oleh pihak penyidik kepolisian pada tindak pidana narkotika? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui proses penyitaan barang bukti oleh penyidik kepolisian pada tindak pidana narkotika di Polresta Surakarta. b. Untuk mengetahui barang-barang yang dapat menjadi barang bukti dan dapat dilakukan penyitaan oleh pihak penyidik kepolisian pada tindak pidana narkotika. 2. Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis

6 Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran dalam usaha mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang hukum pada umumnya, dan ilmu hukum acara pidana khususnya mengenai hal yang berkaitan dengan proses penyidikan dan penyitaan yang dilakukan penyidik kepolisian pada tindak pidana narkotika. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau gambaran yang nyata bagaimana proses penyitaan barang bukti oleh penyidik kepolisian pada tindak pidana narkotika di Polresta Surakarta. D. Kerangka Pemikiran Penyidikan dalam bahasa Belanda sama dengan opsporing, dan investigation (Inggris) atau penyiasatan atau siasat (Malaysia). Menurut De Pinto, menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekedarnya beralasan, bahwa terjadi sesuatu pelanggaran hukum. 6 Dalam KUHAP, penyidikan dijelaskan pada Pasal 1 butir 2 yang berbunyi : 6 Hamid Hamrat dkk, 1992, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penyidikan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 28.

7 Serangkaian kegiatan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari bukti yang membuat terang tindak pidana yang telah terjadi dan guna menemukan tersangkanya Jika kita melihat Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, selain penyidik kepolisian, penyidik yang berwenang untuk melakukan penyidikan pada tindak pidana narkotika adalah penyidik Badan Narkotika Nasional. Hal ini dijelaskan pada Pasal 81 Undangundang nomor 35 tahun 2009 yang berbunyi : Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan Undang-Undang ini. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika berkaitan dengan teknik yang digunakan diantaranya adalah penyerahan yang diawasi, teknik pembelian terselubung, membuka dan memeriksa setiap barang kiriman yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara narkotika, serta wewenang melakukan penyadapan pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lainnya yang berhubungan dengan tindak pidana narkotika. Penanganan narkotika merupakan perkara yang didahulukan dari perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna pemeriksaan dan penyelesaian secepatnya. 7 Dalam hal penyidikan, penyidik kepolisian diberi kewenangan untuk melakukan penyitaan untuk kepentingan pembuktian, ini dijelaskan pada Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP yang kemudian juga dipertegas pada 7 Siswontoro Sunarso, 2004, Penegakan Hukum Psikotropika, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 95.

8 pasal 38 KUHAP. Dengan penegasan tersebut, maka dapat dipahami bahwa hanya penyidik yang berwenang melakukan tindakan penyitaan. Penjelasan penyitaan menurut Pasal 1 butir 16 KUHAP yaitu : Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Barang Bukti adalah benda yang digunakan untuk meyakinkan atas kesalahan terdakwa terhadap perkara pidana yang dituduhkan kepadanya, barang bukti dapat dijadikan bukti dalam suatu perkara. 8 E. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan menganalisanya. Dalam melakukan penelitian seyogyanya selalu meningkatkan dengan makna yang mungkin dapat diberikan kepada hukum. 9 Penelitian tentang proses pelaksanaan penyitaan barang bukti oleh penyidik kepolisian pada tindak pidana narkotika di Polresta Surakarta menggunakan metode sebagai berikut : 1. Metode Pendekatan 8 9 Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3 Cetakan 3, Jakarta: Balai Pustaka, hal. 107. Kudzaifah Dimyati, 2014, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. hal. 6.

9 Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris. Metode ini menggunakan teknik wawancara dalam mengumpulkan data. Pendekatan empiris dimaksud adalah sebagai usaha mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang hidup di masyarakat. Jadi penelitian dengan pendekatan empiris harus dilakukan di lapangan. 10 Dengan demikian, penulis tidak hanya mempelajari pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan objek penelitian. Tetapi penulis juga menggunakan bahan-bahan lain seperti wawancara dengan narasumber untuk mengetahui proses penyitaan barang bukti pada tindak pidana narkotika di Polresta Surakarta. 2. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu menggambarkan. 11 Memberikan gambaran selengkap-lengkapnya bagaimana proses penyitaan barang bukti pada tindak pidana narkotika di Polresta Surakarta dan barang bukti yang dapat dilakukan penyitaan oleh pihak kepolisian pada tindak pidana narkotika. 3. Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data yang diperlukan, penulis mengambil lokasi penelitian di Polresta Surakarta dengan pertimbangan bahwa di 10 11 Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, hal. 60-61. Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 25.

10 Polresta Surakarta terdapat data yang penulis butuhkan untuk melakukan penelitian. 4. Jenis Data a. Data Primer Data yang berasal dari sumber data utama, yang berwujud tindakan-tindakan sosial dan kata-kata dari pihak yang terlibat dengan objek yang diteliti. 12 Data primer ini diperoleh melalui narasumber dari Polresta Surakarta, khususnya tentang proses penyitaan barang bukti pada tindak pidana narkotika di Polresta Surakarta dan barang-barang yang dapat diijadikan barang bukti dan dapat dilakukan penyitaan oleh pihak penyidik kepolisian pada tindak pidana narkotika. Selain narasumber dari Polresta Surakarta, supaya penelitian lebih objektif, maka penulis juga menggunakan narasumber dari pihak yang telah dilakukan penyitaan oleh Penyidik Polresta Surakarta. b. Data Sekunder Data sekunder ini antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. 13 Data sekunder ini terdiri dari : 1) Bahan Hukum Primer yang berupa : a) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) b) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 12 13 Lexy J. Moleong, 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, hal. 112. Amirudin dan Zainal Asikin, Op.Cit. hal. 30.

11 2) Bahan Hukum Sekunder, meliputi referensi atau kepustakaan berupa buku literatur, artikel, makalah-makalah ataupun literatur karya ilmiah yang terkait dengan penelitian yang akan diteliti oleh penulis. 5. Metode Pengumpulan Data Penulis dalam melakukan penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pewawancara dan terwawancara. 14 Metode ini dilakukan kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, di antaranya penulis ingin menanyakan proses penyitaan barang bukti oleh penyidik kepolisian pada tindak pidana narkotika di Polresta Surakarta dan barang-barang yang dapat menjadi barang bukti dan dapat dilakukan penyitaan oleh pihak penyidik kepolisian pada tindak pidana narkotika. Wawancara yang dilakukan penulis ditujukan terhadap penyidik Polresta Surakarta dan juga pelaku tindak pidana narkotika yang telah dilakukan penyidikan dan penyitaan barang bukti oleh penyidik Polresta Surakarta. b. Studi Kepustakaan 14 Lexy J. Moleong, Op.Cit. hal.186.

12 Dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan serta mempelajari bahan-bahan yang berupa buku-buku, makalahmakalah, peraturan perundang-undangan serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan proses penyitaan barang bukti oleh penyidik kepolisian pada tindak pidana narkotika dan barang-barang yang dapat menjadi barang bukti dan dapat dilakukan penyitaan oleh pihak penyidik kepolisian pada tindak pidana narkotika. 6. Metode Analisis Data Data yang terkumpul kemudian akan dianalisa dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Penulis akan mengumpulkan data yang diperoleh kemudian dihubungkan dingan literatur yang ada atau teori teori tentang proses penyitaan yang dilakukan penyidik kepolisian pada tindak pidana narkotika dan barang-barang apa saja yang dapat menjadi barang bukti dan dapat dilakukan penyitaan oleh pihak penyidik kepolisian pada tindak pidana narkotika. F. Jadwal Penelitian Dalam menyusun penelitian skripsi ini, penulis merencanakan menyelesaikan penelitian skripsi ini dalam jangka waktu sekitar 4 (empat) bulan yang dibagi dalam beberapa tahapan sebagai berikut. Unsur Pelaksanaan Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Penyusunan praproposal * Penyusunan proposal * * *

13 Seminar proposal * * Pengumpulan data Analisis data Penyusunan laporan * * * * * * * * * * * * * * * * G. Sistematika Skripsi Penelitian skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tersusun secara sistematis, dimana di antara bab saling berkaitan sehingga merupakan suatu rangkaian yang berkesinambungan. Sistematika dalam penulisan skripsi ini dalah sebagai berikut: Dalam bab I tentang pendahuluan, penulis menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, dan sistematika penelitian. Dalam bab II tentang tinjauan pustaka, penulis menguraikan tinjauan umum tentang penyidikan, dan penyitaan. Dalam bab III tentang hasil penelitian dan pembahasan, dijelaskan tentang proses penyitaan yang dilakukan oleh penyidik kepolisian dalam tindak pidana narkotika dan barang-barang yang dapat menjadi barang bukti dan dapat dilakukan penyitaan oleh pihak penyidik kepolisian pada tindak pidana narkotika.

14 Dalam bab IV tentang penutup, berisikan kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian dan saran dari hasil penelitian hukum yang dilakukan oleh penulis.