BAB I PENDAHULUAN. juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

I. PENDAHULUAN. yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Luka bakar adalah salah satu cedera yang paling luas yang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Luka

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

I. PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan

BAB I PENDAHULUAN. suhu yang tinggi, syok listrik, atau bahan kimia ke kulit. 1, 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. tingkat keparahan luka yang dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang

BAB I PENDAHULUAN. kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit (Schwartz et al.,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Luka bakar merupakan salah satu jenis luka yang paling sering dialami

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Luka bakar merupakan masalah pada kulit yang sering terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus adalah kelainan metabolik kronik dimana luka sulit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meliputi empat fase, yakni : fase inflamasi, fase destruktif, fase proliferasi dan

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

BAB 1 PENDAHULUAN. Mukosa mulut memiliki salah satu fungsi sebagai pelindung atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlebihan (Rohmawati, 2008). Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai indra

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kerusakan secara selular dan diskontinyu anatomis pada suatu

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dibagi dalam dua jenis, yaitu trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN UKDW. 2013; Wasitaatmadja, 2011). Terjadinya luka pada kulit dapat mengganggu

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

BAB I PENDAHULUAN. atau benda-benda panas lainnya ke tubuh (Smeltzer & Bare, 2002). Luka bakar

BAB I PENDAHULUAN. dengan luka terbuka sebesar 25,4%, dan prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Salah satu bagian terpenting di dalam rongga mulut manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. akut atau gastroenteritis akut terjadi pada orang dewasa (Simadibrata &

BAB I PENDAHULUAN tercatat sebagai negara yang memiliki prevalensi terendah kejadian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dari aktifitas manusia dalam rumah tangga, industri, traffic accident, maupun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

BAB I LATAR BELAKANG. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. H DENGAN COMBUSTIO DI BANGSAL ANGGREK BRSUD SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perdarahan merupakan keadaan yang disebabkan oleh. kemampuan pembuluh darah, platelet, dan faktor koagulasi pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan bentuk trauma yang terjadi sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

I. PENDAHULUAN. Luka bakar derajat II (partial thickness) merupakan kerusakan pada kulit yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan salah satu aspek yang dapat menurunkan nilai estetika

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. koronal prosesus alveolaris (Wolf dan Hassell, 2006). Berbagai tindakan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. obat tersebut. Di India, tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) ini

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai sumber pangan, papan, maupun obat-obatan. Gaya hidup kembali ke

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I. PENDAHULUAN. Luka yang sulit sembuh merupakan salah satu komplikasi pada penderita

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan salah satu masalah kulit yang sering dialami oleh manusia. Salah satu dari jenis luka itu adalah luka bakar. Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya (Brunner & Suddart, 2001). Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI (2008), prevalensi luka bakar di Indonesia adalah 2,2 %. Menurut Tim Pusbankes 118 Persi DIY (2012) angka kematian akibat luka bakar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berkisar 37%-39% pertahun sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, rata-rata dirawat 6 pasien luka bakar perminggu setiap tahun. Penanganan luka bakar yang cepat dan tepat, tidak akan menimbulkan dampak yang berbahaya bagi tubuh. Akan tetapi, jika luka bakar tidak ditangani sesegera mungkin, maka akan menyebabkan berbagai komplikasi seperti infeksi, syok, dan ketidakseimbangan elektrolit (imbalance electrolit). Selain komplikasi yang berbentuk fisik, luka bakar juga dapat menyebabkan distress emotional (trauma) dan psikologis yang berat karena cacat akibat luka bakar dan bekas luka (scar). Luka bakar dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa derajat berdasarkan dalamnya jaringan yang rusak. Luka bakar dapat merusak jaringan otot, 1

2 tulang, pembuluh darah, dan jaringan epidermal yang mengakibatkan kerusakan yang berada di tempat yang lebih dalam dari akhir sistem persarafan (Brunner & Suddart, 2001). Setelah terjadi luka, jaringan tubuh akan memulai proses penyembuhan luka. Secara histologi, proses penyembuhan luka menyebabkan beberapa perubahan pada vaskularisasi, epitel, serat kolagen, sel-sel fagosit, dan melibatkan peran fibroblas. Sel epitel kulit berbentuk polyhedral tak teratur yang menggepeng ke arah permukaan, dan pada lapisan superfisial berupa sel gepeng. Proses penyembuhan luka, epitel sel basal di tepian luka akan terlepas dari dasarnya dan berpindah menutupi dasar luka, lalu tempatnya diisi oleh hasil mitosis sel epitel lainnya (Bloom & Fawcett, 2002). Fibroblas dan epitel memiliki peranan besar dalam penyembuhan luka. Proses reepitelisasi adalah proses yang pertama kali tercetus untuk menutupi jaringan luka sehingga mencegah infeksi. Hal ini dapat dicegah dengan penatalaksanaan luka fase awal yang meliputi kehilangan atau kerusakan epitel maupun jaringan yang menjadi struktur di bawahnya (Moenajat, 2003). Fibroblas mencetuskan terbentuknya kolagen yang memperkuat jaringan luka (Kumar et al, 2005). Fibroblas berproliferasi dan lebih aktif mensintesis komponen ekstrasel jaringan ikat sebagai respon terhadap cedera. Pada sediaan histologi, fibroblas mengandung banyak granul bersitoplasma kecil yang diduga menjadi prekursor kolagen (Bloom & Fawcet, 2002).

3 Saat ini selain banyak dilakukan penelitian tentang obat-obatan yang dapat mempercepat penyembuhan luka, banyak pula dilakukan penelitian tentang proses peyembuhan luka itu sendiri. Mereka mempelajari bagaimana meminimalkan suatu jaringan parut dan membuat jaringan baru yang sama struktur dan ketahananya dengan jaringan normal (Huttenlocher & Horwitz, 2007). Obat-obatan yang berkhasiat untuk menangani luka yang telah banyak dikenal selama ini, seperti Silver sulfadiazine, Bacitracin dan Mafenide acetate adalah agen anti mikrobial. Hydrocolloids dan Hydrogel dipakai luas sebagai Absortive dressings juga terbukti mempercepat proses penyembuhan luka (Singer & Dagum, 2008). Moenadjat et al (2008) menjelaskan fokus pada manajemen luka, setidaknya dua puluh tahun terakhir, sediaan yang mengandung silver telah dikenal memiliki karakteristik antimikroba yang unggul berhasil menurunkan insiden sepsis luka bakar. Hal ini terkait dengan kemampuan silver dalam membunuh mikroba cukup tinggi. Oleh karena itu, penerapan silver sulfadiazine menjadi terapi standar dalam pengobatan luka bakar. Agen antimikroba topikal yang mengandung silver misalnya silver sulfadiazine memiliki efek antimikroba yang sangat luas terutama pada pada penanganan luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga. Akan tetapi, penggunaan antimikroba ini (silver sulfadiazine) memiliki efek toksik seluler dan menghambat reepitelisasi sehingga dapat menghambat penyembuhan, menyebabkan reaksi alergi, dan leukopenia (Singer &

4 Dagum, 2008). Shinta (2011) menjelaskan antimikroba yang mengandung silver yaitu dalam sediaan silver sulfadiazine memiliki efek dalam menghambat proliferasi fibroblas dan keratinosit. Di satu sisi, semakin berkembangnya penatalaksanaan luka bakar dengan obat-obatan, di sisi lain ada fenomena yang sangat ironis di tengah masyarakat dalam hal penanganan luka bakar. Kebanyakan masyarakat menggunakan pasta gigi, kecap, ramuan herbal yang banyak dijual di pasaran dan aneka produk propolis. Penanganan seperti itu perlu diuji secara ilmiah untuk mengetahui kevalidan efek farmakologi yang dimiliki oleh bahan-bahan tersebut dalam hal penanganan luka bakar. Salah satu bahan alam yang perlu diteliti efek terapinya terhadap penyembuhan luka adalah propolis. Propolis merupakan zat yang dihasilkan oleh lebah untuk melindungi sarangnya dari berbagai ancaman (Siregar et al, 2011). Khasiat lebah disebutkan dalam firman Allah dalam Surah 16: 68 Dan Rabb-mu mewahyukan kepada lebah: buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang di buat manusia Menurut Santosa (2010) propolis dapat digunakan dalam penanganan luka bakar dan hasilnya lebih cepat 2 hari dibandingkan dengan kelompok teh hijau konsentrasi 6, 4%. Suranto (2007) menerangkan propolis 1% sampai 5% efektif dalam penyembuhan berbagai penyakit dan luka bakar. Suranto (2010) menjelaskan bahwa propolis mengandung flavanoid yang bersifat sebagai antioksidan yang

5 dapat mencegah infeksi, juga bersifat menumbuhkan jaringan. Kandungan kimia propolis yang meningkatkan tumbuhnya jaringan tersebut antara lain adalah sebagai akibat dari sifat tissue strengthening dan regenerative effect dari quercetin, kaemferol, epigenon, dan luteolin. Song (2008) menjelaskan kandungan Caffeic Acid Phenthyl Ester (CAPE) yang ada di dalam propolis memiliki efek signifikan sebagai agen antiinflamasi seperti myeloperoxidase, lipid peroxidation, Phospolipase A2 activity dan sintesis collagen like polymer (CLP) dan fibroblas NIH 3T3. Selain itu, CAPE mmeiliki efek inhibisi terhadap silica yang mana menginduksi reactive oxygen species (ROS) dan mellitin yang menginduksi pelepasan asam arachidonat dan produksi PGE2, dan pelepasan histamin. B. Rumusan Masalah Luka bakar menyebabkan kerusakan jaringan yang bisa disebabkan ledakan gas elpiji, tersiram air panas, kebakaran, terkena zat kimia, sampai kejadian meletusnya gunung Merapi. Jika luka bakar tidak ditangani segera dapat menimbulkan infeksi, syok, dan imbalance electrolit. Salah satu indikasi yang dapat dilihat mengenai kesembuhan suatu luka adalah melihat secara histologi jaringan kulit antara lain ketebalan epitel dan jumlah fibroblas yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka. Saat ini, salah satu obat standar adalah Silver sulfadiazine yang dibeberapa referensi disebutkan memiliki efek toksik yang menghambat reepitelisasi dan proliferasi fibroblast. Propolis sebagai

6 salah satu sediaan yang banyak digunakan di masyarakat dalam penanganan luka bakar ternyata mengandung zat kimia yang meningkatkan tumbuhnya jaringan antara lain adalah sebagai akibat dari sifat tissue strengthening dan regenerative effect dari quercetin, kaemferol, epigenon, dan luteolin (Suranto, 2011). Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana efektifitas pemberian salep propolis terhadap penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) melalui pengamatan mikroskopis yaitu epitel dan fibroblas? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pemberian salep propolis terhadap penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) melalui pengamatan mikroskopis yaitu epitel dan fibroblast. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui rerata jumlah fibroblast pada kelompok intervensi propolis b. Untuk mengetahui rerata ketebalan epitel pada kelompok intervensi propolis c. Untuk mengetahui perbedaan ketebalan epitel dan jumlah fibroblast di antara masing-masing kelompok.

7 d. Untuk mengetahui dosis propolis yang paling efektif dalam penyembuhan luka bakar derajat II. D. Manfaat Penelitian Kegunaan Penelitian ini adalah: 1. Bagi Keperawatan Proses penyembuhan luka serta mediator yang mempengaruhi dalam setiap fase penyembuhan adalah suatu konsep dasar yang harus diketahui oleh seorang perawat sehingga dapat memberikan terapi perawatan luka yang tepat. Artinya, jika salep propolis dapat meningkatkan reepitelisasi dan proliferasi fibroblas, maka proses penyembuhan luka juga akan lebih cepat terjadi, sehingga propolis dapat dijadikan alternatif dalam praktik mandiri keperawatan yaitu penanganan luka bakar. 2. Bagi Masyarakat Masyarakat akan mendapatkan informasi tentang manfaat penggunaan bahan herbal dalam proses perawatan luka bakar. Masyarakat juga akan lebih mudah dalam menerapkan pengobatan ini karena sediaan propolis saat ini banyak di jual pasaran. 3. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai dasar ilmiah dalam pelayanan perawatan luka bakar yang efisien dan efektif di rumah sakit.

8 4. Bagi Peneliti lain Sebagai dasar peneliti lain untuk mengembangkan dan melakukan penelitian tentang variasi sediaan dari propolis terhadap luka bakar pada khususnya, serta berbagai jenis luka pada umumnya. E. Penelitian Terkait Sepengetahuan penulis belum ada penelitian tentang efektifitas pemberian salep propolis terhadap penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus norvergicus) melalui pengamatan mikroskopis yaitu epitel dan fibroblas. Berikut adalah beberapa penelitian terkait dalam penelitian ini : 1. Santosa (2010) Bakar Antara Olesan Propolis 5% dan Teh Hijau Konsentrasi 6,4 gr% pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa olesan propolis 5 % berpengaruh pada persentase kesembuhan luka bakar dengan waktu 2 hari lebih cepat dibandingkan teh hijau konsentrasi 6,4% dan kelompok kontrol. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan adalah pada aspek pengamatannya dan bentuk sediaan dari propolis. Penelitian terdahulu mengamati secara makroskopis, sedangkan penelitian ini secara mikroskopis. Selain itu juga, penelitian terdahulu menggunakan produk propolis cair 5 % yang dijual di pasaran, sedangkan penelitian ini menggunakan ekstrak propolis yang dibuat dalam sediaan salep berbagai kadar.

9 2. Chitosan Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Kimia Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Dengan Pengamatan Mikroskopis. Penelitian tersebut dihasilkan ketebalan epitel paling tipis (13, 31 ± 4, 05 µm) dan jumlah fibroblas yang paling sedikit (49, 80 ±6, 01 sel) dihasilkan oleh salep chitosan 5%. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah Variabel independent pada penelitian sebelumnya adalah salep chitosan berbagai kadar, sedangkan pada penelitian ini menggunakan salep propolis dengan berbagai kadar. Jenis luka yang diteliti pada penelitian sebelumnya adalah luka bakar kimiawi (derajat III), sedangkan pada penelitian ini adalah luka bakar derajat II yang diinduksi termal. 3. Song et al The Effect of Caffeic Acid on Wound Hasil pada penelitian ini menunjukkan efek antiinflamasi, antioksidan dari caffeic acid dalam propolis. Aktifitas ini berhubungan dengan aktifitas myeoperoksidase, lipid peroksidase, aktifitas PLA2 dan sintesis CLP, pelepasan histamine, asam arahidonat, dan PGE2. Pengaruh Pemberian Getah Batang Pohon Pisang Ambon (Musa paradisiaca var Sapientum Lamb) Terhadap Penyembuhan Luka bakar Pada Kulit Tikus Putih (Rattus norvegicus). Perbedaan penelitian ini adalah dalam hal variabel bebasnya dan pengumpulan datanya. Penelitian sebelumnya menggunakan getah batang pohon pisang Ambon sedangkan dalam penelitian ini

10 menggunakan salep propolis. Selain itu, penelitian sebeumnya menggunakan metode dekapitasi hari ke 7, 14, dan 21 sedangkan dalam penelitian ini menggunakan hari ke 21 saja.