Kajian Strategi Batas Pengelolaan WIlayah Negara & Kawasan Perbatasan di 12 Provinsi

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI

xvii MARITIM-YL DAFTAR ISI

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA. Muthia Septarina. Abstrak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MASALAH PERBATASAN NKRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

GUBERNUR SULAWESI UTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2013

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8)

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN)

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

Indonesia Malaysia Singapura Vietnam Filipina. Thailand Brunei Darussalam Kamboja Laos Myanmar

BAB IV GAMBARAN UMUM

Perbatasan, Tertinggal Dan Diterlantarkan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGERTIAN, LINGKUP & KEBIJAKAN PERENCANAAN WILAYAH PERBATASAN (MKP 3) aris SUBAGIYO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2010 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Tunjangan Operasi Pengamanan. Petugas. Pulau Kecil. Terluar.

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STRATEGI NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

Transkripsi:

Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Kajian Strategi Batas Pengelolaan WIlayah Negara & Kawasan Perbatasan di 12 Provinsi Oktober 2011 68177

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DEFINISI... i ii x xvii xix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. LATAR BELAKANG... 1 1.2. TUJUAN DAN SASARAN... 2 1.3. SISTEMATIKA PENULISAN... 3 BAB II KAJIAN LITERATUR... 1 2.1. TINJAUAN LITERATUR... 1 2.2. LANDASAN KEBIJAKAN... 11 2.3. ANALISA DAN EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK... 20 BAB III METODOLOGI... 1 3.1. DATA DAN SUMBER DATA... 1 3.2. METODE KAJIAN... 1 BAB IV GAMBARAN UMUM BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN DI 12 PROVINSI 4.1. PROVINSI ACEH... 3 4.1.1. Kondisi Batas Wilayah Negara... 3 4.1.2. Kondisi Geografis Dan Administratif... 7 4.1.3. Kondisi Fisik Kawasan Perbatasan... 8 4.1.4. Kondisi Kependudukan Wilayah Konsentrasi Pengembangan... 12 4.1.5. Kondisi Perekonomian... 12 4.1.6. Kondisi Sosial dan Budaya... 16 4.1.7. Kondisi Pertahanan dan Keamanan... 21 4.1.8. Kondisi Sarana dan Prasarana... 21 4.2. PROVINSI SUMATERA UTARA... 27 4.2.1. Kondisi Batas Wilayah Negara... 27 4.2.2. Kondisi Geografis Dan Administratif... 29 4.2.3. Kondisi Fisik Kawasan Perbatasan... 30 4.2.4. Kondisi Kependudukan... 31 4.2.5. Kondisi Perekonomian Wilayah Konsentrasi Pengembangan... 32 4.2.6. Kondisi Sosial dan Budaya... 35 ii H al

4.2.7. Kondisi Pertahanan dan Keamanan... 36 4.2.8. Kondisi Sarana dan Prasarana... 37 4.3. PROVINSI RIAU... 41 4.3.1. Kondisi Batas Wilayah Negara... 41 4.3.2. Kondisi Geografis Dan Administratif Kawasan Perbatasan... 42 4.3.3. Kondisi Fisik Kawasan Perbatasan... 43 4.3.4. Kondisi Kependudukan... 45 4.3.5. Kondisi Perekonomian Wilayah Konsentrasi Pengembangan... 46 4.3.6. Kondisi Sosial dan Budaya... 50 4.3.7. Kondisi Pertahanan dan Keamanan... 52 4.3.8. Sarana/Prasarana dan Utilitas Lingkungan... 53 4.4. PROVINSI KEPULAUAN RIAU... 63 4.4.1. Kondisi Batas Wilayah Negara... 63 4.4.2. Kondisi Geografis Dan Administratif Kawasan Perbatasan... 64 4.4.3. Kondisi Fisik Kawasan Perbatasan... 65 4.4.4. Kondisi Kependudukan... 67 4.4.5. Kondisi Perekonomian Wilayah Konsentrasi Pengembangan... 69 4.4.6. Kondisi Sosial dan Budaya... 73 4.4.7. Kondisi Pertahanan dan Keamanan... 75 4.4.8. Kondisi Sarana dan Prasarana... 77 4.5. PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR... 83 4.5.1. Kondisi Batas Wilayah Negara... 83 4.5.2. Kondisi Geografis Dan Administratif Kawasan Perbatasan... 86 4.5.3. Kondisi Fisik Kawasan Perbatasan... 88 4.5.4. Kondisi Kependudukan... 89 4.5.5. Kondisi Perekonomian Wilayah Konsentrasi Pengembangan... 91 4.5.6. Kondisi Sosial dan Budaya... 95 4.5.7. Kondisi Pertahanan dan Keamanan... 96 4.5.8. Kondisi Sarana dan Prasarana... 100 4.6. PROVINSI KALIMANTAN BARAT... 114 4.6.1. Kondisi Batas Wilayah Negara... 114 4.6.2. Kondisi Geografis Dan Administratif Kawasan Perbatasan... 115 4.6.3. Kondisi Fisik Kawasan Perbatasan... 116 4.6.4. Kondisi Kependudukan... 117 4.6.5. Kondisi Perekonomian Wilayah Konsentrasi Pengembangan... 118 4.6.6. Kondisi Sosial dan Budaya... 123 4.6.7. Kondisi Pertahanan dan Keamanan... 124 4.6.8. Kondisi Sarana dan Prasarana... 129 iii H al

4.7. PROVINSI KALIMANTAN TIMUR... 140 4.7.1. Kondisi Batas Wilayah Negara... 140 4.7.2. Kondisi Geografis Dan Administratif Kawasan Perbatasan... 142 4.7.3. Kondisi Fisik Kawasan Perbatasan... 143 4.7.4. Kondisi Kependudukan... 144 4.7.5. Kondisi Perekonomian Wilayah Konsentrasi Pengembangan.. 146 4.7.6. Kondisi Sosial dan Budaya... 149 4.7.7. Kondisi Pertahanan dan Keamanan... 151 4.7.8. Kondisi Sarana dan Prasarana... 155 4.8. PROVINSI SULAWESI UTARA... 166 4.8.1. Kondisi Batas Wilayah Negara... 166 4.8.2. Kondisi Geografis Dan Administratif Kawasan Perbatasan... 167 4.8.3. Kondisi Fisik Kawasan Perbatasan... 168 4.8.4. Kondisi Kependudukan... 171 4.8.5. Kondisi Perekonomian Wilayah Konsentrasi Pengembangan 172 4.8.6. Kondisi Sosial dan Budaya... 175 4.8.7. Kondisi Pertahanan dan Keamanan... 176 4.8.8. Kondisi Sarana dan Prasarana... 177 4.9. PROVINSI MALUKU UTARA... 183 4.9.1. Kondisi Batas Wilayah Negara... 183 4.9.2. Kondisi Geografis Dan Administratif Kawasan Perbatasan... 184 4.9.3. Kondisi Fisik Kawasan Perbatasan... 185 4.9.4. Kondisi Kependudukan... 190 4.9.5. Kondisi Perekonomian Wilayah Konsentrasi Pengembangan 190 4.9.6. Kondisi Sosial dan Budaya... 194 4.9.7. Kondisi Pertahanan dan Keamanan... 195 4.9.8. Kondisi Sarana dan Prasarana... 195 4.10. PROVINSI MALUKU... 201 4.10.1. Kondisi Batas Wilayah Negara... 201 4.10.2. Kondisi Geografis Dan Administratif Kawasan Perbatasan.. 201 4.10.3. Kondisi Fisik Kawasan... 202 4.10.4. Kondisi Kependudukan dan Ketenagakerjaan... 203 4.10.5. Kondisi Perekonomian Wilayah Konsentrasi Pengembangan 204 4.10.6. Kondisi Sosial dan Budaya... 207 4.10.7. Kondisi Pertahanan dan Keamanan dan Hukum... 209 4.10.8. Kondisi Sarana dan Prasarana... 210 iv H al

4.11. PROVINSI PAPUA BARAT... 219 4.11.1. Kondisi Batas Wilayah Negara... 219 4.11.2. Kondisi Geografis Dan Administratif Kawasan Perbatasan 220 4.11.3. Kondisi Fisik Kawasan Perbatasan... 221 4.11.4. Kondisi Kependudukan. 223 4.11.5. Kondisi Perekonomian Wiilayah Konsentrasi Pengembangan 224 4.11.6. Kondisi Sosial dan Budaya... 227 4.11.7. Kondisi Pertahanan dan Keamanan... 228 4.11.8. Kondisi Sarana dan Prasarana... 229 4.12. PROVINSI PAPUA... 233 4.12.1. Kondisi Batas Wilayah Negara... 233 4.12.2. Kondisi Geografis Dan Administratif Kawasan Perbatasan 236 4.12.3. Kondisi Fisik Kawasan Perbatasan... 237 4.12.4. Kondisi Kependudukan. 238 4.12.5. Kondisi Perekonomian Wilayah Konsentrasi Pengembangan 240 4.12.6. Kondisi Sosial dan Budaya... 244 4.12.7. Kondisi Pertahanan dan Keamanan... 245 4.12.8. Kondisi Sarana dan Prasarana... 247 BAB V ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI... 1 5.1. PROVINSI ACEH... 1 5.1.1. Isu Isu Strategis... 1 A. Batas Wilayah Negara... 1 B. Pertahanan dan Penegakan Hukum... 1 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 2 D. Sosial dan Budaya... 2 E. Kelembagaan... 3 5.1.2. Kondisi Yang Dituju... 3 5.1.3. Arah Kebijakan dan Strategi... 4 A. Batas Wilayah Negara... 4 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 4 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 4 D. Sosial dan Budaya... 5 E. Kelembagaan... 5 5.2. PROVINSI SUMATERA UTARA... 7 5.2.1. Isu Isu Strategis... 7 A. Batas Wilayah... 7 B. Pertahanan dan Penegakan Hukum... 7 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 7 D. Sosial dan Budaya... 8 v H al

E. Kelembagaan... 8 5.2.2. Kondisi Yang Dituju... 8 5.2.3. Arah Kebijakan dan Strategi... 9 A. Batas Wilayah Negara... 9 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 9 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 10 D. Sosial dan Budaya... 10 E. Kelembagaan... 11 5.3. PROVINSI RIAU... 12 5.3.1. Isu Isu Strategis... 12 A. Batas Wilayah... 12 B. Pertahanan, Keamanan, dan Hukum... 12 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 12 D. Sosial dan Budaya... 13 E. Kelembagaan... 13 5.3.2. Kondisi Yang Dituju... 13 5.3.3. Arah Kebijakan dan Strategi... 14 A. Batas Wilayah Negara... 14 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 14 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 15 D. Sosial dan Budaya... 15 E. Kelembagaan... 16 5.4. PROVINSI KEPULAUAN RIAU... 17 5.4.1. Isu Isu Strategis... 17 A. Batas Wilayah... 17 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 17 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 18 D. Sosial dan Budaya... 18 E. Kelembagaan... 19 5.4.2. Kondisi Yang Dituju... 19 5.4.3. Arah Kebijakan dan Strategi... 20 A. Batas Wilayah Negara... 20 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 20 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 21 D. Sosial dan Budaya... 22 E. Kelembagaan... 23 5.5. PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR... 24 5.5.1. Isu Isu Strategis... 24 A. Batas Wilayah Negara... 24 vi H al

B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 25 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 25 D. Sosial dan Budaya... 26 E. Kelembagaan... 26 5.5.2. Kondisi Yang Dituju... 27 5.5.3. Arah Kebijakan dan Strategi... 27 A. Batas Wilayah Negara... 27 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 28 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 29 D. Sosial dan Budaya... 29 E. Kelembagaan... 30 5.6. PROVINSI KALIMANTAN BARAT... 31 5.6.1. Isu Isu Strategis... 31 A. Batas Wilayah... 31 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 31 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 32 D. Sosial dan Budaya... 33 E. Kelembagaan... 33 5.6.2. Kondisi Yang Dituju... 33 5.6.3. Arah Kebijakan dan Strategi... 34 A. Batas Wilayah Negara... 34 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 34 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 35 D. Sosial dan Budaya... 35 E. Kelembagaan... 36 5.7. PROVINSI KALIMANTAN TIMUR... 37 5.7.1. Isu Isu Strategis... 37 A. Batas Wilayah... 37 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 37 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 38 D. Sosial dan Budaya... 38 E. Kelembagaan... 39 5.7.2. Kondisi Yang Dituju... 39 5.7.3. Arah Kebijakan dan Strategi... 39 A. Batas Wilayah Negara... 39 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 40 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 41 D. Sosial dan Budaya... 42 E. Kelembagaan... 42 vii H al

5.8. PROVINSI SULAWESI UTARA... 43 5.8.1. Isu Isu Strategis... 43 A. Batas Wilayah... 43 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 43 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 43 D. Sosial dan Budaya... 44 E. Kelembagaan... 44 5.8.2. Kondisi Yang Dituju... 45 5.8.3. Arah Kebijakan dan Strategi... 46 A. Batas Wilayah Negara... 46 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 46 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 47 D. Sosial dan Budaya... 48 E. Kelembagaan... 48 5.9. PROVINSI MALUKU UTARA... 49 5.9.1. Isu Isu Strategis... 49 A. Batas Wilayah... 49 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 49 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 50 D. Sosial dan Budaya... 50 E. Kelembagaan... 51 5.9.2. Kondisi Yang Dituju... 51 5.9.3. Arah Kebijakan dan Strategi... 51 A. Batas Wilayah Negara... 51 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 52 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 53 D. Sosial dan Budaya... 53 E. Kelembagaan... 53 5.10. PROVINSI MALUKU... 55 5.10.1. Isu Isu Strategis... 55 A. Batas Wilayah... 55 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 55 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 56 D. Sosial dan Budaya... 56 E. Kelembagaan... 57 5.10.2. Kondisi Yang Dituju... 57 5.10.3. Arah Kebijakan dan Strategi... 57 A. Batas Wilayah Negara... 57 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 58 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 58 viii H al

D. Sosial dan Budaya... 59 E. Kelembagaan... 59 5.11. PROVINSI PAPUA BARAT... 61 5.11.1. Isu Isu Strategis... 61 A. Batas Wilayah... 61 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 61 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 61 D. Sosial dan Budaya... 62 E. Kelembagaan... 62 5.11.2. Kondisi Yang Dituju... 62 5.11.3. Arah Kebijakan dan Strategi... 63 A. Batas Wilayah Negara... 63 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 63 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 64 D. Sosial dan Budaya... 64 E. Kelembagaan... 65 5.12. PROVINSI PAPUA... 66 5.12.1. Isu Isu Strategis... 66 A. Batas Wilayah Negara... 66 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 66 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 67 D. Sosial dan Budaya... 68 E. Kelembagaan... 68 5.12.2. Kondisi Yang Dituju... 68 5.12.3. Arah Kebijakan dan Strategi... 69 A. Batas Wilayah Negara... 69 B. Pertahanan, Keamanan, dan Penegakan Hukum... 69 C. Ekonomi, SDA, dan LH... 69 D. Sosial dan Budaya... 70 E. Kelembagaan... 71 BAB VI PENUTUP... 1 DAFTAR PUSTAKA ix H al

DAFTAR TABEL BAB II 2.1 Tipologi Pengembangan Kawasan Perbatasan... 10 BAB IV 4.1 Titik Dasar di Provinsi Aceh... 6 4.2 Daftar Kabupaten, Kecamatan dan Lokpri di Kawasan Perbatasan Provinsi Aceh... 7 4.3 Penggunaan Tanah di Kecamatan Sukakarya Kota Sabang Tahun 2008... 11 4.4 Kondisi Kependudukan pada WKP dan Lokpri di Provinsi Aceh... 12 4.5 Pola Perkembangan Perekonomian Daerah (WKP) pada Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Aceh... 13 4.5 Indeks LQ Daerah (WKP) di Provinsi Aceh Tahun 2009... 14 4.7 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kota Sabang Tahun 2006 2009... 16 4.8 Jumlah Sekolah SD, SLTP, SLTA dan Sederajat serta Kejuruan di Kecamatan Sukakarya Kota Sabang Tahun 2009... 22 4.9 Jumlah Sarana dan Prasarana Kesehatan serta Tenaga Medis di Kecamatan Sukakarya Kota Sabang Tahun 2009... 22 4.10 Pangsa Desa terhadap Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kecamatan Sukakarya... 23 4.11 Panjang Jalan dan Kondisi Jalan Kota Sabang Tahun 2008... 24 4.12 Titik Dasar di Provinsi Sumatera Utara... 29 4.13 Daftar Kabupaten, Kecamatan dan Lokasi Prioritas di Kawasan Perbatasan Provinsi Sumatera Utara... 30 4.14 Kondisi Kependudukan pada WKP dan Lokpri di Provinsi Sumatera Utara... 32 4.15 Indeks LQ Daerah (WKP) di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009.. 34 4.16 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Serdang Begadai Tahun 2006 2007... 36 4.17 Jumlah Sekolah di Kecamatan Tanjung Beringin Tahun 2008... 37 4.18 Jumlah Sarana dan Prasarana Kesehatan serta Tenaga Medis di Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Begadai Tahun 2008... 38 4.19 Kondisi Akses Lalu Lintas Jalan di Kecamatan Tanjung Beringin Tahun 2008... 40 4.20 Daftar Kabupaten, Kecamatan dan Lokpri di Kawasan Perbatasan Provinsi Riau... 42 4.21 Jumlah Keluarga yang Bermukim dan Jumlah Rumah di Sepanjang Tepi Sungai di Kawasan Perbatasan... 43 4.22 Sumber Air Bersih di Lokasi Kecamatan Prioritas... 44 x H al

4.23 Kondisi Kependudukan pada WKP dan Lokpri di Provinsi Riau... 45 4.24 Indeks LQ Daerah (WKP) di Provinsi Riau Tahun 2009... 48 4.25 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Perbatasan Provinsi Riau Tahun 2006 2007... 50 4.26 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Perbatasan Provinsi Riau Tahun 2008 2009... 51 4.27 Pos Lintas Batas di Provinsi Riau... 53 4.28 Jumlah Sekolah di Kabupaten Perbatasan Tahun 2009/2010... 54 4.29 Sarana Kesehatan Kabupaten/Kota Perbatasan Provinsi Riau Tahun 2009... 54 4.30 Sarana Kesehatan di Lokasi Prioritas (kecamatan perbatasan) Tahun 2008... 54 4.31 Jumlah Tenaga Medis Kabupaten/Kota Perbatasan Provinsi Riau Tahun 2009... 56 4.32 Penderita Gizi Buruk Tahun 2006 2008... 56 4.33 Jumlah Keluarga yang Bermukim dan Jumlah Rumah di Sepanjang Tepi Sungai di Kawasan Perbatasan Tahun 2008... 57 4.34 Sumber Air Bersih di Lokasi Kecamatan Perbatasan/Prioritas... 57 4.35 Jangkauan Pelayanan Listrik di Lokasi Prioritas (Kecamatan Perbatasan) Tahun 2008)... 58 4.36 Panjang dan Kondisi Jalan di Provinsi Riau Tahun 2009 dan 2010... 59 4.37 Panjang dan Kondisi Jalan Kabupaten/Kota Perbatasan Tahun 2009 dan 2010... 60 4.38 Akses Lalu Lintas Kecamatan dan Jenis Permukaan Jalan... 60 4.39 Daftar Kabupaten, Kecamatan dan Lokpri di Kawasan Perbatasan Provinsi Kepulauan Riau... 65 4.40 Kondisi Kependudukan pada WKP dan Lokpri di Provinsi Kepulauan Riau... 68 4.41 Indeks LQ Daerah (WKP) di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009.. 71 4.42 Indikator dan Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005 2009... 73 4.43 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Perbatasan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2006 2007... 74 4.44 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Perbatasan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008 2009... 74 4.45 Pos Lintas Batas di Provinsi Kepulauan Riau... 76 4.46 Jumlah Sekolah di Kabupaten Perbatasan Tahun 2008... 77 4.47 Jumlah Sarana/Prasarana Kesehatan di Kabupaten dan Kecamatan Perbatasan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008... 78 4.48 Tenaga Kesehatan di Kecamatan dan Kabupatenn Perbatasan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008... 79 xi H al

4.49 Penderita Gizi Buruk Selama 3 Tahun Terakhir di Kawasan Perbatasan di Provinsi Kepulauan Riau... 80 4.50 Sumber Air Minum di Kabupaten dan Kecamatan Perbatasan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008... 80 4.51 Jumlah Desa yang Mempunyai Lampu Penerangan di Jalan Utama.. 82 4.52 Gambaran Batas Darat dan Perairan di Wilayah Provinsi NTT... 85 4.53 Daftar Kabupaten, Kecamatan dan Lokpri di Kawasan Perbatasan Provinsi Nusa Tenggara Timur... 87 4.54 Kondisi Kependudukan pada WKP dan Lokpri di Provinsi Nusa Tenggara Timur... 89 4.55 Indeks LQ Daerah (WKP) di Provinsi NTT Tahun 2009... 93 4.56 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota Beserta Komponen Pembentuknya pada Kawasan Perbatasan di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2009... 95 4.57 Pos Pamtas RI Timor Leste di Provinsi Nusa Tenggara Timur... 98 4.58 Pos Lintas Batas di Provinsi Nusa Tenggara Timur... 100 4.59 Jumlah Sekolah/PT pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan di Provinsi Nusa Tenggara Timur... 101 4.60 Persentase Desa pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan Berdasarkan Kondisi Ketersediaan dan Aksesibilitas Terhadap Pelayanan Kesehatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.. 102 4.61 Persentase Desa pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan Berdasarkan Kondisi Aksesibilitas Terhadap Pelayanan Air Bersih di Provinsi Nusa Tenggara Timur... 105 4.62 Persentase KK pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan Berdasarkan Kondisi Aksesibilitas Terhadap Pelayanan Listrik di Provinsi Nusa Tenggara Timur... 107 4.63 Persentase Desa pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan Berdasarkan Kondisi Aksesibilitas Terhadap Pelayanan Komunikasi dan Informasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur... 109 4.64 Persentase Desa pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan Berdasarkan Kondisi Aksesibilitas Transportasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur... 111 4.65 Daftar Kabupaten, Kecamatan dan Lokpri di Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat... 115 4.66 Kondisi Kependudukan pada WKP dan Lokpri di Provinsi Kalimantan Barat... 117 4.67 Indeks LQ Daerah (WKP) di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 120 4.68 Potensi Ekonomi di Kecamatan Lokasi Prioritas... 122 4.69 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008 2009... 123 4.70 Pos Lintas Batas (PLB) Kalimantan Barat Serawak... 127 xii H al

4.71 Kondisi Pos Pamtas di Kalimantan Barat Tahun 2010... 128 4.72 Jumlah Sekolah di Kabupaten Perbatasan Tahun 2008... 130 4.73 Jarak Terdekat Sekolah (TK, SD, SLTP, SLTA dan SMK) dari Kecamatan Perbatasan... 131 4.74 Jumlah Sarana/Prasarana Kesehatan di Kabupaten dan Kecamatan Perbatasan Tahun 2008... 132 4.75 Tingkat Kesulitan Akses ke Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), Posyandu, Polindes dan Poskesdes di Kecamatan Perbatasan Tahun 2008... 133 4.76 Jumlah Tenaga Kesehatan di Kabupaten dan Kecamatan Perbatasan Tahun 2008... 134 4.77 Pangsa Desa Tanpa Praktek Dokter, Bidan, Poskesdes, Polindes dan Tanpa Pustu... 135 4.78 Sumber Air Bersih Desa desa di Kecamatan dan Kabupaten Perbatasan, Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008... 136 4.79 Pangsa Desa yang Akses Listrik Dilayani oleh PLN dan Non PLN Di Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan... 138 4.80 Kondisi Jalan yang Diakses oleh Desa di Kawasan Perbatasan... 139 4.81 Daftar Kabupaten, Kecamatan dan Lokpri di Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur... 142 4.82 Kondisi Kependudukan pada WKP dan Lokpri di Provinsi Kalimantan Timur... 145 4.83 Indeks LQ Daerah (WKP) di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2009 147 4.84 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008 2009... 150 4.85 Pos Lintas Batas (PLB) Kalimantan Timur... 153 4.86 Pos Pamtas di Provinsi Kalimantan Timur... 154 4.87 Jumlah Sekolah Hingga Perguruan Tinggi di Kabupaten/Kecamatan Perbatasan di Kalimantan Timur... 155 4.88 Jarak Terdekat Sekolah di Kabupaten/Kecamatan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008... 156 4.89 Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kabupaten dan Kecamatan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008... 157 4.90 Jumlah Tenaga Kesehatan di Kabupaten dan Kecamatan Perbatasan Kalimantan Timur Tahun 2008... 158 4.91 Jumlah Desa Tanpa Adanya Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kabupaten/Kecamatan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008... 158 4.92 Tingkat Kesulitan Desa Perbatasan Mengakses Berbagai Sarana Kesehatan di Kabupaten/Kecamatan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur... 159 4.93 Sumber Air Bersih di Berbagai Kabupaten/Kecamatan Perbatasan xiii H al

Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008... 160 4.94 Pangsa KK yang Akses Listrik Dilayani oleh PLN dan Non PLN di Kecamatan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008.. 162 4.95 Akses Lalu Lintas dan Kondisi Permukaan Jalan Desa desa di Kabupaten/Kecamatan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008... 163 4.96 Daftar Kabupaten, Kecamatan dan Lokpri di Kawasan Perbatasan Provinsi Sulawesi Utara... 168 4.97 Kondisi Kependudukan pada WKP dan Lokpri di Provinsi Sulawesi Utara... 171 4.98 Indeks LQ Daerah (WKP) di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2009... 173 4.99 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota Beserta Komponen Pembentuknya pada Kawasan Perbatasan di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2009... 176 4.100 Pos Lintas Batas di Kawasan Perbatasan Laut RI Filipina di Laut Sulawesi... 177 4.101 Jumlah Sekolah/Perguruan Tinggi pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan di Provinsi Sulawesi Utara... 177 4.102 Presentase Desa pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan Berdasarkan Kondisi Ketersediaan dan Aksesibilitas Terhadap Pelayanan Kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara... 178 4.103 Presentase Desa pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan Berdasarkan Kondisi Aksesibilitas Terhadap Pelayanan Air Bersih di Provinsi Sulawesi Utara... 179 4.104 Presentase KK pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan Berdasarkan Kondisi Aksesibilitas terhadap Pelayanan Listrik di Provinsi Sulawesi Utara... 180 4.105 Presentase Desa pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan Berdasarkan Kondisi Aksesibilitas terhadap Pelayanan Komunikasi dan Informasi di Provinsi Sulawesi Utara... 181 4.106 Presentase Desa pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan Berdasarkan Kondisi Aksesibilitas Transportasi di Provinsi Sulawesi Utara... 182 4.107 Daftar Kabupaten, Kecamatan dan Lokpri di kawasan perbatasan Provinsi Maluku Utara... 184 4.108 Kondisi Kependudukan pada WKP dan Lokpri di Provinsi Maluku Utara... 190 4.109 Indeks LQ Daerah (WKP) di Provinsi Maluku Utara Tahun 2009... 192 4.110 Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Morotai... 194 4.111 Jumlah Sekolah, Murid dan Guru di Kabupaten dan Kecamatan Perbatasan Provinsi Maluku Utara Tahun 2009... 195 4.112 Jumlah Rumah Sakit, Poliklinik, Puskesmas, Pustu Dan Posyandu xiv H al

di Morotai Tahun 2008... 196 4.113 Kondisi Jalan di Pulau Morotai... 198 4.114 Daftar Kabupaten, Kecamatan dan Lokpri di Kawasan Perbatasan Provinsi Maluku... 202 4.115 Kondisi Kependudukan pada WKP dan Lokpri di Provinsi Maluku.. 203 4.116 Indeks LQ Daerah (WKP) di Provinsi Maluku Tahun 2009... 206 4.117 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Perbatasan Provinsi Maluku Tahun 2008 2009... 208 4.118 Jumlah Sekolah Sekolah, Pesantren/Madrasah hingga Program Diploma/Perguruan Tinggi di Kabupaten/Kecamatan Perbatasan di Provinsi Maluku Tahun 2008... 211 4.119 Jarak Terdekat Ke Sekolah Sekolah Di Kecamatan/Kabupaten Perbatasan di Provinsi Maluku Tahun 2008... 211 4.120 Jumlah Sarana Dan Prasarana Kesehatan di Kecamatan/Kabupaten Perbatasan di Provinsi Maluku Tahun 2008... 212 4.121 Jumlah Tenaga Medis di Kabupaten/Kecamatan Perbatasan di Provinsi Maluku Tahun 2008... 212 4.122 Jumlah Desa Tanpa Pelayanan Tenaga Medis Dan Sarana/Prasarana Kesehatan Di Kabupaten/Kecamatan Perbatasan Provinsi Maluku Tahun 2008... 212 4.123 Jumlah Penderita Gizi Buruk di Kabupaten/Kecamatan Perbatasan di Provinsi Maluku Tahun 2006 2008... 213 4.124 Pangsa Desa untuk Mendapatkan Air Bersih Di Kabupaten/ Kecamatan Perbatasan Provinsi Maluku Tahun 2008... 214 4.125 Pangsa Desa yang Akses Dilayani oleh Listrik PLN dan Non PLN di Kabupaten/Kecamatan Perbatasan (Lokri) Provinsi Maluku Tahun 2008... 215 4.126 Program TV Nasional dan Luar Negeri yang Dapat Diterima di Kawasan Perbatasan... 215 4.127 Pangsa Desa Yang Diakses Berbagai Kondisi Jalan di Kabupaten/ Kecamatan Perbatasan Provinsi Maluku... 216 4.128 Lapangan Terbang di Kawasan Perbatasan Provinsi Maluku... 218 4.129 Daftar Kabupaten, Kecamatan dan Lokpri di Kawasan Perbatasan Provinsi Papua Barat... 220 4.130 Kondisi Kependudukan pada WKP dan Lokpri di Provinsi Papua Barat... 224 4.131 Indeks LQ Daerah (WKP) di Provinsi Papua Barat Tahun 2009... 225 4.132 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota Beserta Komponen Pembentuknya pada Kawasan Perbatasan di Provinsi Papua Barat Tahun 2009... 228 4.133 Jumlah Sekolah/Perguruan Tinggi pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan di Provinsi Papua Barat... 229 xv H al

4.134 Jumlah Sarana dan Prasarana Kesehatan pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan di Provinsi Papua Barat... 229 4.135 Presentase Desa pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan Berdasarkan Kondisi Aksesibilitas Terhadap Pelayanan Air Bersih di Provinsi Papua Barat... 230 4.136 Presentase KK pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan Berdasarkan Kondisi Aksesibilitas terhadap Pelayanan Listrik di Provinsi Papua Barat... 230 4.137 Presentase Desa pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan Berdasarkan Kondisi Aksesibilitas Terhadap Pelayanan Komunikasi dan Informasi di Provinsi Papua Barat... 231 4.138 Presentase Desa pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan berdasarkan Kondisi Aksesibilitas Transpotrtasi di Provinsi Papua Barat... 232 4.139 Koordinat 52 Titik Pilar Batas Perbatasan Darat antara RI PNG... 233 4.140 Daftar Kabupaten, Kecamatan dan Lokpri di Kawasan Perbatasan Provinsi Papua... 236 4.141 Kondisi Kependudukan pada WKP dan Lokpri di Provinsi Papua... 239 4.142 Indeks LQ Daerah (WKP) di Provinsi Papua Tahun 2009... 242 4.143 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota Beserta Komponen Pembentuknya pada Kawasan Perbatasan di Provinsi Papua Tahun 2009... 245 4.144 Pos Pengamanan Perbatasan di Provinsi Papua... 246 4.145 Pos Lintas Batas di Provinsi Papua... 247 4.146 Jumlah Sekolah/Perguruan Tinggi pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan di Provinsi Papua... 248 4.147 Presentase Desa pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan Berdasarkan Kondisi Ketersediaan dan Aksesibilitas Terhadap Pelayanan Kesehatan di Provinsi Papua... 249 4.148 Presentase Desa pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan berdasarkan Kondisi Aksesibilitas Terhadap Pelayanan Air Bersih di Provinsi Papua... 250 4.149 Presentase KK pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan Berdasarkan Kondisi Aksesibilitas terhadap Pelayanan Listrik di Provinsi Papua... 252 4.150 Presentase Desa pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan berdasarkan Kondisi Aksesibilitas Terhadap Pelayanan Komunikasi dan Informasi di Provinsi Papua... 253 4.151 Presentase Desa pada Kecamatan Lokasi Prioritas Kawasan Perbatasan berdasarkan Kondisi Aksesibilitas Transpotrtasi di Provinsi Papua... 255 xvi H al

DAFTAR GAMBAR BAB I 1.1 Perbatasan RI dengan 10 Negara Tetangga (Darat dan Laut)... 1 BAB II 2.1 Ilustrasi: Boundary Making Theory... 3 2.2 Empat Elemen Pengelolaan Perbatasan... 7 2.3 Kawasan Perbatasan di Indonesia... 16 2.4 Kawasan Perbatasan sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional... 16 BAB IV 4.1 Peta Sinoptik Batas Yurisdiksi dan Kedaulatan NKRI... 3 4.2 Batas Maritim Antara RI India dan Thailand di Samudera Hindia, Laut Andaman dan Selat Malaka... 3 4.3 Batas Landas Kontinen RI India Thailand yang telah Disepakati 4 4.4 Peta Orientasi Pulau Terluar di Aceh... 6 4.5 Kawasan Perbatasan Negara dan Lokasi Prioritas di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam... 7 4.6 Pola Perkembangan Perekonomian Daerah (WKP) pada Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Aceh... 13 4.7 Struktur Kelembagaan Gampong... 20 4.8 Pelabuhan Sabang (International Hub Port)... 23 4.9 Batas Laut RI Malaysia di Selat Malaka... 27 4.10 Pulau Kecil Terluar Pulau Berhala... 28 4.11 Kawasan Perbatasan Negara dan Lokasi Prioritas di Provinsi Sumatera Utara... 29 4.12 Pola Perkembangan Perekonomian Daerah (WKP) pada Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Sumatera Utara... 33 4.13 Batas Laut RI Malaysia di Selat Malaka... 41 4.14 Pola Perkembangan Perekonomian Daerah (WKP) pada Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Kepulauan Riau... 70 4.15 Peta Batas Wilayah Negara di Kepulauan Riau... 64 4.16 Pola Perkembangan Perekonomian Daerah (WKP) pada Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau... 47 4.17 Peta Batas Dasar RI Timor Leste... 83 4.18 Kawasan Perbatasan Negara dan Lokasi Prioritas di Provinsi Nusa Tenggara Timur... 86 4.19 Pola Perkembangan Perekonomian Daerah (WKP) pada Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Nusa Tenggara Timur... 92 4.20 Pos Lintas Batas dan Pos Pamtas di NTT... 98 4.21 Kawasan Perbatasan Negara dan Lokasi Prioritas di Provinsi Kalimantan Barat... 114 xvii H al

4.22 Pola Perkembangan Perekonomian Daerah (WKP) pada Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Kalimantan Barat... 119 4.23 Kawasan Perbatasan Negara dan Lokasi Prioritas di Provinsi Kalimantan Timur... 142 4.24 Pola Perkembangan Perekonomian Daerah (WKP) pada Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Kalimantan Timur... 146 4.25 Batas Laut RI Filipina di Laut Sulawesi... 166 4.26 Lokasi Prioritas pada Kawasan Perbatasan Negara di Sulawesi Utara... 167 4.27 Pola Perkembangan Perekonomian Daerah (WKP) pada Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Sulawesi Utara... 172 4.28 Batas Laut RI Republik Palau di Samudera Pasifik... 183 4.29 Pola Perkembangan Perekonomian Daerah (WKP) pada Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Maluku Utara... 191 4.30 Kondisi Air Bersih dengan Sumur Gali dan Kondisi Air dengan PAM Di Morotai... 196 4.31 Aksesibilitas dari dank e Pulau Morotai... 198 4.32 Kondisi Jalan di Morotai... 199 4.33 Suasana Pelabuhan Samudera di Daruba dan Bandar Udara Pitu Streep... 200 4.34 Pola Perkembangan Perekonomian Daerah (WKP) pada Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Maluku... 204 4.35 Batas Laut RI Republik Palau di Samudera Pasifik... 219 4.36 Kawasan Perbatasan Negara dan Lokasi Prioritas di Provinsi Papua Barat... 220 4.37 Pola Perkembangan Perekonomian Daerah (WKP) pada Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Papua Barat... 225 4.38 Kawasan Perbatasan Negara dan Lokasi Prioritas di Provinsi Papua 233 4.39 Pola Perkembangan Perekonomian Daerah (WKP) pada Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Papua... 240 xviii H al

DEFINISI Dalam Kajian Strategi Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, yang dimaksud dengan: 1. Pembangunan adalah semua proses perbaikan atau perubahan yang yang dilakukan melalui upaya upaya secara sadar, terencana, dan berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi. 2. Pengelolaan adalah aktivitas manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan serta pengendalian. 3. Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. 4. Batas Wilayah Negara adalah garis batas yang merupakan pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional. 5. Kawasan Perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan. 6. Kawasan Perbatasan Laut adalah kawasan sepanjang sisi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai dengan pulau pulau kecil terluar (P2KT) dan perairan di sekitarnya. 7. Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan adalah rencana pembangunan nasional jangka menengah (5 tahun) yang memberikan arah kebijakan, strategi, dan agenda program prioritas pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan yang disusun dan ditetapkan oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). 8. Rencana Aksi Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan adalah pedoman implementasi tahunan dari Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan masing masing Provinsi yang disusun dan ditetapkan oleh BNPP. 9. Batas Wilayah Yurisdiksi adalah garis batas yang merupakan pemisah hak berdaulat dan kewenangan tertentu yang dimiliki oleh negara yang didasarkan atas ketentuan peraturan perundang undangan dan hukum internasional. xix

10. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah suatu area di luar dan berdampingan dengan laut teritorial Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang yang mengatur mengenai perairan Indonesia dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur. 11. Zona Tambahan Indonesia adalah zona yang lebarnya tidak melebihi 24 (dua puluh empat) mil laut yang diukur dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur. 12. Landas Kontinen Indonesia adalah meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari area di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorial, sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 (dua ratus) mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut, hingga paling jauh 350 (tiga ratus lima puluh) mil laut sampai dengan jarak 100 (seratus) mil laut dari garis kedalaman 2.500 (dua ribu lima ratus) meter. 13. Pulau Kecil Terluar adalah pulau dengan luas area kurang atau sama dengan 2000 km 2 (dua ribu kilometer persegi) yang memiliki titik titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional. 14. Titik Dasar adalah titik koordinat geografis yang ditetapkan dengan lintang dan bujur geografis, untuk penarikan garis pangkal kepulauan Indonesia. 15. Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik 16. AFTA (ASEAN Free Trade Area) adalah perdagangan bebas yang mencakup wilayah negara negara Asia Tenggara. 17. IMS GT (Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle), adalah kerjasama ekonomi sub regional antara RI, Malaysia, dan Singapura. 18. IMT GT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle) adalah kerjasama ekonomi sub regional antara RI, Malaysia, dan Thailand. 19. BIMP EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philipina East Asian Growth Area) adalah kerjasama ekonomi sub regional antara Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Filipina. 20. Pos Lintas Batas (PLB) Internasional adalah tempat pemeriksaan lintas batas bagi pemegang Pas Lintas Batas dan Paspor. 21. Pos Lintas Batas (PLB) Tradisional adalah tempat pemeriksaan lintas batas bagi pemegang Pas Lintas Batas. xx

22. Demarkasi adalah penegasan batas melalui pemasangan tanda tanda batas di sepanjang garis batas yang disepakati. 23. Delimitasi adalah penentuan/penetapan batas wilayah atau yurisdiksi antara satu negara dengan negara lain. 24. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara. 25. Badan Pengelola adalah badan yang diberi kewenangan oleh Undang Undang ini di bidang pembangunan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan. 26. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) adalah badan pengelola yang diberi kewenangan oleh UU untuk mengelola batas wilayah negara dan kawasan perbatasan. 27. Badan Pengelola Perbatasan di Daerah (BDPP) adalah badan pengelola di tingkat daerah hanya dibentuk di daerah provinsi, kabupaten/kota yang memiliki kawasan perbatasan antarnegara. 28. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. xxi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah mencapai 17.504 pulau. Indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai mencapai 81.000 km. Selain itu, Indonesia juga berbatasan dengan sepuluh negara tetangga yaitu: India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papau, Papua Nigini, Australia, dan Timor Leste. Terdapat 21 provinsi yang termasuk dalam wilayah perbatasan, dimana 12 provinsi diantaranya berbatasan langsung dengan negara tetangga, baik perbatasan darat maupun laut. Adapun ke 12 provinsi tersebut adalah: Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua. Gambar 1.1. Perbatasan RI dengan 10 Negara Tetangga (Darat dan Laut) 1 B a b I

Kawasan perbatasan memiliki arti yang sangat vital dan strategis, baik dalam sudut pandang pertahanan keamanan, maupun dalam sudut pandang ekonomi, sosial, dan budaya. Masing masing kawasan perbatasan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut disamping budaya masyarakat setempat, juga disebabkan perbedaan kondisi dan tingkat kesejahteraan dengan negara tetangga yang berbatasan. Namun secara keseluruhan terlihat adanya interaksi langsung dan intensif antara warga negara Indonesia dengan warga negara tetangga, berupa hubungan hubungan sosial kultural secara konvensional maupun kegiatan kegiatan ekonomi ekonomi lainnya. Dinamika hubungan masyarakat perbatasan Indonesia dengan negara tetangga mempunyai sejarah yang panjang, dimana dalam hubungan kedua negara tersebut dikenal konsep satu rumpun yang terefleksi dalam aktifitas pergaulan masyarakatnya. Warga di kawasan perbatasan merasa tidak memiliki perbedaan dan menganggap bahwa mereka yang berada di wilayah Indonesia dengan negara tetangga itu sama. Hal ini bisa dilihat dari kecenderungan hubungan masyarakat perbatasan Indonesia Malaysia, Indonesia Filipina, Indonesia PNG, dan Indonesia Timor Leste. Padahal terdapat aturan nasional dan internasional mengenai kebangsaan dan batas negara yang mengakibatkan mereka menjadi harus terpisah. Kondisi ekonomi di kawasan perbatasan antara Indonesia Malaysia dan Indonesia Singapura berbeda, dimana kondisi ekonomi di Malaysia dan Singapura lebih maju dan makmur. Sementara kondisi ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan Indonesia Filipina, Indonesia PNG, dan Indonesia Timor Leste relatif sama. Perbedaan karakteristik masyarakat di kawasan perbatasan dan tingkat kesejahteraan dengan negara tetangga tentu berdampak pada bagaimana menentukan arah kebijakan dalam menangani persoalan persoalan di masingmasing kawasan tersebut. Menyadari kondisi dan arti strategis kawasan perbatasan tersebut, maka perlu ditempuh langkah langkah penanganan di berbagai bidang pembangunan sesuai dengan konteks kebutuhan masing masing kawasan guna mengoptimalkan potensi sumber daya setempat. 1.2. TUJUAN DAN SASARAN Tujuan penyusunan Kajian Strategi Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan di 12 Provinsi adalah untuk: 2 B a b I

1. Sebagai acuan informasi dalam penyusunan Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan yang telah disusun dan ditetapkan oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). 2. Memberikan informasi mengenai arah pengembangan, kebijakan, dan strategi pengelolaan batas wilayah negara di 12 provinsi. 1.3. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan Kajian Strategi Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan di 12 Provinsi, adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Pada bab ini berisi latar belakang, tujuan dan sasaran, serta sistematika penulisan. BAB II Kajian Liratur Pada bab ini berisi tinjauan literatur, landasan kebijakan, dan analisa kebijakan publik. BAB III Metodologi Pada bab ini berisi pendekatan, data dan sumber data, metode kajian, serta kerangka logis kajian. BAB IV Gambaran Umum Batas Wilayah dan Kawasan Perbatasan Pada bab ini berisi gambaran umum batas wilayah dan kawasan perbatasan 12 provinsi. Masing masing provinsi akan digambarkan kondisi batas wilayah negara, kondisi geografis dan administrasi kawasan perbatasan, kondisi fisik kawasan perbatasan, kependudukan dan ketenagakerjaan, kondisi perekonomian, konsisi sosial dasar, kondisi pertahanan, keamanan, dan hukum, serta kondisi sarana dan prasarana. BAB V Arah Kebijakan dan Strategi Pada bab ini berisi mengenai isu isu strategis, kondisi yang dituju, serta arah kebijakan dan strategi pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan 12 provinsi yang mengacu pada 5 aspek, yaitu (1) batas wilayah, 3 B a b I

(2) pertahanan, keamanan, dan hukum, (3) ekonomi, SDA, dan LH, (4) sosial dasar, dan (5) kelembagaan. BAB VI Penutup Bab ini merupakan bab penutup dari kajian tersebut. 4 B a b I

BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1. TINJAUAN LITERATUR 2.1.1. Konsep Batas Negara dan Kawasan Perbatasan Konsep batas negara atau perbatasan yang sering digunakan dalam literaturliteratur merujuk dari bahasa Inggris yaitu istilah border, boundary atau frontier. Menurut Starke, perbatasan (border) merupakan salah satu manifestasi penting dalam suatu negara dan bukan hanya sebagai garis imajiner di atas permukaan bumi, melainkan suatu garis yang memisahkan satu daerah dengan daerah lainnya (J. G. Starke, 1972: 95). Sementara itu, Moodie menyatakan bahwa boundary adalah garis garis yang mendemarkasikan batas terluar dari suatu negara. Dinamakan boundary karena berfungsi mengikat (bound) suatu unit politik. Sedangkan frontier mewujudkan jalur jalur (zona) dengan lebar beraneka yang memisahkan dua wilayah berbeda negara. Pengaturan perbatasan harus ada supaya tidak timbul kekalutan, karena perbatasan merupakan tempat berakhirnya fungsi kedaulatan dan berlakunya kedaulatan negara lain. Dinamakan frontier karena terletak di depan (front) suatu negara (N. Djaljoeni, 1990: 141). Frontier atau border menunjukkan daerah yang membatasi wilayah kedaulatan suatu negara yang berfungsi sebagai pemisah kedua negara tersebut. Perbatasan suatu negara dapat berupa batas alamiah dan batas buatan. Perbatasan alamiah menunjukkan garis yang ditentukan oleh alam, sampai garis mana suatu negara dianggap diperluas atau dibatasi dari, atau sebagai perlindungan terhadap negara lain. Perbatasan alamiah dapat berupa gunung, sungai, pesisir pantai, hutan, danau dan gurun, dimana hal tersebut membagi wilayah dua negara atau lebih. Sedangkan perbatasan buatan terdiri dari tanda tanda yang ditujukan untuk mengindikasi garis perbatasan imajiner, atau paralel dengan garis bujur atau garis lintang (J. G. Starke, 1972: 246 247). Beberapa hal penting yang menjadi fokus perhatian dalam wilayah perbatasan adalah meningkatnya perhatian terhadap jaringan, mobilitas, arus globalisasi, dan kosmopolitanisasi yang berperan dalam mewarnai sifat sebuah kawasan perbatasan. Dalam teori sosial, secara umum digunakan sebuah pendekatan perbatasan dengan konteks ide jaringan yang terdiri atas beberapa komponen 1 B a b II

penting, yaitu: mobilitas, pergerakan, kondisi yang berubah ubah, serta karakter fisiknya. Beberapa komponen tersebut merupakan kunci penting dalam memahami konteks wilayah perbatasan (Rumford, 2006:3). Kunci pergeseran paradigma mengenai kawasan perbatasan ini berawal dari adanya kesadaran akan peran kawasan perbatasan. Kondisi yang semula hanya berupa garis dalam sebuah peta, atau tanda batas politik (security check points, passport control, transit points) mengalami perkembangan ke arah dimensi yang lebih luas, sehingga nuansa borderless semakin terlihat (seperti Uni Eropa). Perkembangan paradigma tersebut mendorong pada berkembangnya aspek prosperity/kesejahteraan, sehingga fungsi wilayah perbatasan menjadi penting sebagai salah satu motor pertumbuhan ekonomi (kawasan strategis) meskipun seringkali terletak di wilayah pinggiran/periphery. Fenomena borderless (Allen and Hamnett, 1995; Ohmae, 1995), maupun reborder (melihat kembali fungsi perbatasan dari pertimbangan kontrol) merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Pada satu sisi, berkembangnya borderless diakibatkan adanya efek globalisasi yang menghapuskan batas antar wilayah dalam rangka mengantisipasi gerakan ekonomi yang lebih besar, sedangkan di sisi lain, adanya konsep rebordering dalam rangka pertimbangan keamanan dan kekhawatiran akan perbatasan yang terbuka. Konsepsi tersebut berujung pada kontrol yang lebih baik terhadap pergerakan pekerja, pengungsi, dan teroris (Andreas dan Snyder, 2000). Dalam konteks akselerasi pertumbuhan pasar global yang mengindikasikan adanya prinsip keterbukaan. Pengembangan perbatasan dipandang sebagai suatu hal yang mendesak, hal ini terlihat dari besarnya kesenjangan antara negara kaya dan miskin yang mengarah pada kondisi stabilitas dan keamanan (Giroux, 2005). Perubahan paradigma perbatasan kontemporer dapat dilihat dari pentingnya pendekatan keamanan dalam rangka ancaman global. Upaya ini dapat dipahami sebagai peningkatan kerjasama yang menguntungkan dengan tetap mempertimbangkan faktor keamanan dalam mengantisipasi dampak kerugian yang muncul akibat prinsip keterbukaan di kawasan perbatasan. Wilayah perbatasan memiliki dimensi manusia dan pengalaman di dalamnya, hal tersebut menandakan dimensi penting tentang identitas komunitas yang berujung pada manajemen dan regulasi khusus masyarakat yang berada di kawasan perbatasan. Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh negara seharusnya lebih intensif pada kawasan perbatasan, meskipun mungkin secara geografis berada pada wilayah yang terpencil (remote area) dan berada di tapal batas kewenangan teritorial. Secara tradisional, perbatasan memiliki aspek dinamis dari sebuah 2 B a b II

negara, termasuk manusia dan pengalamannya, serta sebagai indikator dalam mengukur kekuatan sebuah negara (Giddens, 1985:49). Sementara itu, di dalam bukunya yang berjudul A Handbook for Statesmen, Treaty Editors and Boundary Commissioners, Stephen B. Jones merumuskan sebuah Teori terkait pengelolaan perbatasan. Di dalam teorinya tersebut, Jones membagi ruang lingkup pengelolaan perbatasan ke dalam empat bagian, yaitu Allocation, Delimitation, Demarcation dan Administration (Ludiro dkk, 2010). Khusus untuk lingkup yang keempat (administration), dalam perkembangannya telah bergeser kearah pengelolaan perbatasan atau management. Keempat ruang lingkup tersebut saling terkait satu sama lainnya, menandakan bahwa keempatnya merupakan satu rangkaian pengambilan keputusan yang saling berkaitan dalam pelaksanaannya. Sumber: Stephen B. Jones, A Handbook for Statesmen, Treaty Editors and Boundary Commissioners (1945), dalam Sobar Sutisna, Sora Lukita dan Sumaryo, Boundary Theory Making dan Pengelolaan Perbatasan di Indonesia, Ludiro Madu, Fauzan dkk (ed), Mengelola Perbatasan Indonesia di Dunia Tanpa Batas: Isu, Permasalahan dan Pilihan Kebijakan, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010. Gambar 2.1. Ilustrasi: Boundary Making Theory 1) Allocation (Alokasi) Alokasi dapat diartikan sebagai cakupan dari wilayah suatu negara, termasuk dimana wilayah yang berbatasan dengan negara tetangganya. Perihal cakupan wilayah ini, maka di dalam hukum Internasional, telah diatur tentang cara cara bagaimana sebuah negara memperoleh atau kehilangan wilayahnya. Terkait dengan Indonesia, maka cakupan wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah yang diwariskan dari penjajah Belanda. Hal ini sesuai dengan prinsip hukum 3 B a b II

internasional Uti Possidetis Juris yang menyatakan bahwa suatu negara mewarisi wilayah penguasa penjajahnya. 2) Delimitation (Penetapan Batas) Setelah cakupan wilayah diketahui, maka tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi area area yang overlapping atau harus ditentukan batasnya dengan negara tetangga. Sebagai salah satu contoh wilayah yang overlapping adalah fakta bahwa lebar selat Singapura tidak mencapai 24 mil laut, sedangkan UNCLOS memberi hak kepada para negara pihak untuk dapat memiliki laut territorial selebar 12 mil laut. Karena terjadinya overlapping klaim lebar laut wilayah antar negara pantai di sekitar Selat Singapura, maka sesuai dengan Pasal 15 UNCLOS 1982, negara pantai harus melakukan negosiasi batas wilayah antar kedua negara. Untuk batas yurisdiksi di laut, Pasal 74 dan Pasal 76 UNCLOS 1982 mengatur pula perlunya negosiasi penetapan batas antar negara yang memiliki overlapping claims. Terkait dengan penetapan batas negara di darat, negosiasi juga menjadi cara yang harus ditempuh oleh negara yang berbatasan. 3) Demarcation (Penegasan Batas) Demarkasi atau penegasan batas di lapangan merupakan tahapan selanjutnya setelah garis batas ditetapkan oleh pemerintah negara yang saling berbatasan. Seperti telah disinggung sedikit di atas, di dalam sebuah perjanjian batas, selain disebutkan koordinat titik titik batas, dilampirkan sebuah peta ilustrasi umum dari garis batas yang disepakati. Karena sifat garis batas yang sangat penting, sebagai penanda mulai dan berakhirnya hak dan kewajiban suatu negara, maka letak pastinya di lapangan perlu ditegaskan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memasang tanda tanda batas di sepanjang garis batas yang diperjanjikan. Terkait dengan konteks perbatasan maritim, penegasan batas dengan menggunakan tanda batas di tengah laut merupakan hal yang tidak lazim dilakukan. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan (apabila sangat diperlukan) untuk meletakan suar apung (buoy) sebagai penanda batas atau kedua negara melakukan survei pemetaan batas bersama. 4) Administration/Management pembangunan Dalam pengelolaan kawasan perbatasan yang baik menurut theory of boundary making, kegiatan Administration/management pembangunan perbatasan dapat dilaksanakan secara overlapping dengan demarkasi. Hal ini atas dasar pertimbangan dalam kenyataannya seringkali dihadapi kendala dan dinamika yang terjadi di lapangan menyangkut aspek ekonomi, sosial, budaya dan politik. Sehingga seringkali dilakukan secara segmentasi, dan kegiatan administrasi/ 4 B a b II

manajemen berjalan beriringan dengan pelaksanaan penegasan batas di lapangan. Karena tahapan ini merupakan bagian tindak lanjut dari pemisahan hak dan kewajiban antar negara akibat munculnya perbatasan wilayah. Di dalam ruang lingkup administrasi dan manajemen pembangunan inilah, volume pekerjaan dalam menangani perbatasan yang paling besar, karena melibatkan multi sektor dan diperlukan perencanaan secara terintegrasi. Hampir seluruh aspek pembangunan, dari aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, infrastruktur, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan akan ada di tahapan ini. Dari sisi bilateral, kedua negara yang berbatasan sangat lazim untuk melakukan kerjasama di berbagai sektor tersebut. Menurut Emmanuel Brunnet Jailly, pemahaman mengenai perbatasan tidak semata menyangkut aspek fisik the boundaries of sovereign and territorially demarcated states. Pemahaman mengenai perbatasan jauh lebih komplek, karena keterkaitan yang sangat erat antara aspek fisik dan masyarakat yang menempati wilayah tersebut dan dengan negara, kegiatan ekonomi, dan budaya setempat. Oleh Karena itu, Brunnet Jailly selanjutnya menyatakan, bahwa untuk menganalisis masalah perbatasan ada beberapa elemen yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu sebagai berikut (Ganewati Wuryandari, 2009): 1. Kekuatan pasar dan arus perdagangan (market forces and trade flows) Aspek kekuatan pasar dan arus perdagangan sangat penting bagi pemilihan tata kelola perbatasan karena menyangkut fungsi ekonomi perbatasan. Negara negara yang mengutamakan pasar bebas (free market fundamentalist) biasanya mendorong pembukaan perbatasan selonggar mungkin dalam rangka untuk mendukung kekuatan pasar dan mendorong arus perdagangan antar negara. Namun demikian, Coleman mengingatkan bahwa pengelolaan perbatasan seharusnya tidak didominasi oleh kepentingan untuk mengeksploitasi fungsi ekonomi perbatasan semata, melainkan perlu juga pertimbangan faktor lainnya seperti keamanan, migrasi penduduk (terutama pencari kerja illegal), penyelundupan, perdagangan gelap obat obatan, perdagangan manusia, dan sebagainya. 2. Kebijakan pemerintah negara negara berbatasan langsung (policy activities of multiple levels of governments on adjacent borders) Aspek kebijakan pemerintah negara negara yang berbatasan langsung menyangkut hubungan hubungan horizontal (antar lembaga pemerintah yang setara) dan vertikal (antar lembaga dengan hierarki otoritas berbeda: pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan dan seterusnya). Hubungan horizontal tampak menjadi ciri tata kelola perbatasan yang bersifat multi level 5 B a b II