VARIASI BAHASA BERDASARKAN JENIS KELAMIN DI DESA MATANGAJI KECAMATAN SUMBER KABUPATEN CIREBON

dokumen-dokumen yang mirip
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK.

BAB V PENUTUP. 1. Bentuk register medis anak dalam rubrik Konsultasi Ahli di Tabloid

Asep Jejen Jaelani & Ani Indriyani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan

BAB V PENUTUP. berdasarkan konteks pemakaian dibedakan atas istilah umum, dan istilah

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil dari penelitian berjudul Interferensi Morfologis

BAB V PENUTUP. ini dilakukan untuk mengetahui sikap bahasa siswa kelas VII di SMPN 9

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

RAGAM BAHASA REMAJA PUTERI DALAM PERCAKAPAN INFORMAL DI KAMPUS UPI TASIKMALAYA Oleh: Enung Rukiah ABSTRAK

PEMILIHAN BAHASA PADA MULTIBAHASAWAN: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK PEMILIHAN BAHASA PADA MAHASISWA KEBUMEN DI UI MAKALAH NON-SEMINAR

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. dalam bidang fonologi (vokal dan konsonan) dan leksikal.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V PENUTUP. bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada karangan siswa kelas VII SMPN 2

RETORIKA KH. ANWAR ZAID SAAT CERAMAH TENTANG KEAGAMAAN DI TUBAN ARTIKEL SKRIPSI

HUBUNGAN VARIASI BAHASA DENGAN KELOMPOK SOSIAL DAN PEMAKAIAN BAHASA

RAGAM BAHASA PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL PURABAYA SURABAYA: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK. Ratna Dewi Kartikasari Universitas Muhammadiyah Jakarta

ANALISIS CAMPUR KODE DALAM CERAMAH AGAMA DI MASJID ROUDHOTUL MUTTAQIN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG SKRIPSI

Abstraksi. Kata kunci: dialektologi, sikap, bahasa, minang, rantau

BAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain:

ANALISIS JARGON DALAM GAME ONLINE FOOTBALL SAGA 2

Kariman, Volume 02, No. 02, Tahun

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya. Analisis jenis kalimat, bentuk penanda dan fungsi tindak tutur

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

AIZUCHI YANG DIGUNAKAN ANAK-ANAK DALAM FILM SAYONARA BOKUTACHI NO YOUCHIEN SKRIPSI OLEH: DINDA ZINUL MISRI NIM

1 Universitas Indonesia

SILABI. I. Identitas Mata Kuliah

BAB V PENUTUP. 1. Jenis makna konotatif yang terdapat dalam antologi cerkak majalah Djaka

sudah diketahui supaya tidak berulang-ulang menyebut benda tersebut, bahasa Jawa anak usia lima tahun yang berupa tingkat tutur krama, berjenis

PROSEDUR. Sosiolinguistik IN329. Dr. Andoyo Sastromiharjo, MPd. Afi Fadlilah, S.S., M.Hum.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan salah satu faktor penting dalam sebuah penelitian.

12 Universitas Indonesia

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, Yogyakarta, 2000, hal. 6. 2

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS

Alih Kode Pada Masyarakat Sosial Kelas Atas

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

INTERERENSI FONOLOGIS DAN MORFOLOGIS BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA PROSES PEMBELAJARAN DI SD SE-KECAMATAN KRAMAT, KABUPATEN TEGAL

PENGARUH PRESTISE LOKASI TUTURAN TERHADAP RAGAM BAHASA REMAJA PUTERI DALAM PERCAKAPAN INFORMAL Kurniawati., S.Pd., M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam sebuah penelitian ilmiah, yang harus dibutuhkan adalah metode

BAB V PENUTUP. burung lawet ini adalah elips (pelesapan S,P,O,K) hal ini dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB III METODE PENELITIAN. melakukan riset. Sedangkan metode penelitian adalah: metode untuk mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa.

ANALISIS DAN KOREKSI KESALAHAN PENALARAN PADA PENGGUNAAN BAHASA PAPAN PERINGATAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. kepustakaan (buku) atau jenis penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa yang berkembang di masyarakat sangat beragam. Ragam

ANALISIS MAKNA KONOTATIF DAN PERUBAHAN MAKNA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR PIKIRAN RAKYAT PERIODE BULAN OKTOBER 2013 s.d. BULAN JANUARI 2014

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

PENGANTAR. 1. Pengertian Sosiolinguistik 2. Masalah Yang Dikaji Sosiolinguistik

CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang

64 Seminar Nasional dan Launching ADOBSI

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi ( Mixed Metode) cet-3, Alfabaeta : Bandung, 2012, hal. 3. 2

KEUTUHAN STRUKTUR WACANA OPINI DALAM MEDIA MASSA CETAK KOMPAS EDISI BULAN MARET 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

CAMPUR KODE BAHASA INDONESIA KE DALAM BAHASA JAWA PADA SIARAN RADIO JAMPI SAYAH DI RADIO SKB POP FM GOMBONG

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif, yaitu pengujian insentif. Data yang dikumpulkan lebih

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan ide, gagasan, atau pendapat. Alat komunikasi itu disebut

BAB I PENDAHULUAN. beragam suku dan budaya. Suku-suku yang terdapat di provinsi Gorontalo antara lain suku

BAB III METODE PENELITIAN. Pada Pendidikan Renang di SMP Al-Hikmah Surabaya, dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian studi kasus yang didefinisikan secara tegas oleh Robert Yin

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. bermaksud memberikan gambaran suatu gejala sosial tertentu, sudah ada

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah empiris dan mengunakan pendekatan kualitatif.

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR PUSTAKA. Bloomfield, Leonard Language. New York: Henry Holt and Company

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Indonesia terkenal akan keberagamannya, keberagaman itu bisa dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

PERBANDINGAN MORFEM TERIKAT BAHASA INDONESIA DENGAN MORFEM TERIKAT BAHASA MELAYU SUBDIALEK KECAMATAN LINGGA UTARA KABUPATEN LINGGA ARTIKEL E-JOURNAL

PENERAPAN MAKSIM TUTUR DALAM TINDAK TUTUR CERAMAH PENGAJIAN RUTIN HARI MINGGU MALAM SENIN DI MASJID BAITURROHMAN BULAN JANUARI JUNI TAHUN 2014

BAB IV PENUTUP. karena adanya perbedaan persepsi dan pemaknaan terhadap kosakata yang

BAB V PENUTUP. Kelas Siswa Kelas XI SMA N 1 Sleman, implikasi penelitian ini bagi pembelajaran

MEMBACA POSISI WANITA MELALUI BAHASA: DERETAN TEMUAN PENELITIAN TANPA IMPLIKASI TEORETIS

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penentuan jenis penelitian merupakan model dasar bagi seorang peneliti.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB III METODE PENELITIAN

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

BAB III METODE PENELITIAN. Setiap karya ilmiah yang dibuat disesuaikan dengan metodologi penelitian. Dan

BAB III METODE PENELITIAN. daerah ini masih banyak terdapat perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat

BAB III METODE PENELITIAN. Tanpa menggunakan metode (cara) dalam meneliti, maka peneliti tidak akan

ANALISIS KESALAHAN EJAAN PADA SURAT DINAS DI BALAI DESA BUTUH KRAJAN, KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS SK DAN KD PADA STANDAR ISI MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA BERDASARKAN KETERAMPILAN BERBAHASA, ILMU KEBAHASAAN, DAN ILMU KESASTRAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

VARIASI BAHASA BERDASARKAN JENIS KELAMIN DI DESA MATANGAJI KECAMATAN SUMBER KABUPATEN CIREBON Arip Hidayat Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan ABSTRAK Penelitian ini berisi tentang perbedaan variasi bahasa antara laki-laki dan perempuan di Desa Matangaji Kec. Sumber Kabupaten Cirebon. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ; bagaimana variasi bahasa laki-laki di Desa Matangaji Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon? Bagaimana variasi bahasa perempuan di Desa Matangaji Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon? Bagaimana perbedaan variasi bahasa laki-laki dan perempuan di Desa Matangaji Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon? Tujuan dari penelitian ini adalah : Ingin mengetahui variasi bahasa laki-laki di Desa Matangaji Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon, Ingin mengetahui variasi bahasa perempuan di Desa Matangaji Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon, Ingin mengetahui perbedaan variasi bahasa laki-laki dan perempuan di Desa Matangaji Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, dengan mengunakan pendekatan studi kasus. Dalam penelitian ini, data yang ada dikumpulkan dengan menggunakan teknik-teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Simpulan dari penelitian ini adalah ; Dari segi variasi bahasa dapat disimpulkan bahwa ternyata responden laki-laki masyarakat Desa Matangaji dalam kehidupan sehari-hari menggunakan ragam tidak baku dengan ciri khas dialek kedaerahan (Sunda). Hal itu dikarenakan bahasa yang dipergunakan sehari-hari adalah bahasa Sunda. Dalam hal kesopanan dan kehalusan, bahasa yang dipergunakan relatif sopan dan cenderung kasar. Hal itu disebabkan masyarakat Desa Matangaji merupakan masyarakat perbatasan, yang bahasanya dipengaruhi oleh bahasa Jawa. Kalimat yang digunakan responden laki-laki cenderung pendek dan banyak menggunakan kata kerja. Kata sifat jarang muncul dalam wawancara. Penggunaan pola kalimat yang pendek serra jarang munculnya kata sifat disebabkan oleh psikologi laki-laki yang cenderung rasional dan realistis, sehingga perkataannya tidak bertele-tele, singkat, padat, dan jelas; penguasaan bahasa responden perempuan rata-rata tiga bahasa, yaitu bahasa Sunda, Indonesia, dan Jawa. Dari tiga bahasa yang dikuasai, dua bahasa yang dipakai secara aktif untuk berkomunikasi, yaitu bahasa Sunda dan Indonesia. Bahasa Sunda dipakai dalam kehidupan sehari-hari, sementara bahasa Indonesia dan Jawa dipakai untuk kegiatan formal di sekolah, perdagangan, dan melayani tamu dari luar. Dari segi variasi bahasa dapat disimpulkan bahwa ternyata responden perempuan masyarakat Desa Matangaji dalam kehidupan sehari-hari menggunakan ragam tidak baku dengan ciri khas dialek kedaerahan (Sunda). Hal itu dikarenakan bahasa yang dipergunakan sehari-hari adalah bahasa Sunda. Dalam hal kesopanan dan kehalusan, bahasa yang dipergunakan relatif sopan dan halus. Kalimat yang digunakan responden panjang dan bertele-tele. Dalam penggunaan kata, selain kata kerja banyak ditemukan kata sifat. Kehalusan bahasa, penggunaan pola kalimat yang panjang serta munculnya kata sifat disebabkan oleh psikologi perempuan yang cenderung perasa dan emosional, sehingga mempengaruhi tuturannya; perbedaan antara variasi bahasa laki-laki dan perempuan terletak pada kehalusan bahasa, panjang pendeknya kalimat, serta jenis kata yang dipergunakan. Jika laki-laki cenderung kasar, menggunakan pola kalimat pendek (singkat), serta lebih dominan kata kerja, maka perempuan cenderung lebih halus dan tertata, lebih panjang

kalimatnya, serta selalu ditemukan kata sifat dalam tuturannya. Kehalusan, panjang pendeknya kalimat, serta jenis kata yang digunakan dipengaruhi oleh perbedaan psikologi antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki cenderung rasional sementara perempuan cenderung emosional. Wanita cenderung lebih ekspresif dalam kata-kata. Di samping itu perempuan lebih halus dalam bahasanya dikarenakan norma yang mengikat mereka untuk berbicara lebih halus dan sopan. Kata kunci : variasi bahasa, laki-laki, perempuan, Desa Matangaji. PENDAHULUAN Bahasa adalah salah satu ciri khas manusiawi yang membedakannya dari makhluk-makhluk yang lain. Bahasa mempunyai fungsi sosial, baik sebagai alat komunikasi maupun sebagai suatu cara mengidentifikasikan kelompok sosial. Pandangan de Saussure (Chaer, 2010) menyebutkan bahwa bahasa adalah salah satu lembaga kemasyarakatan, yang sama dengan lembaga kemasyarakatan lain, seperti perkawinan, pewarisan harta peninggalan, dan sebagainya telah memberi isyarat akan pentingnya perhatian terhadap dimensi sosial bahasa. Namun, kesadaran tentang hubungan yang erat antara bahasa dan masyarakat baru muncul pada pertengahan abad ini. Para ahli bahasa mulai sadar bahwa pengkajian bahasa tanpa mengaitkannya dengan masyarakat akan mengesampingkan beberapa aspek penting dan menarik, bahkan mungkin menyempitkan pandangan terhadap disiplin bahasa itu sendiri. Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari bahasa dengan dimensi kemasyarakatan. Apabila kita mempelajari bahasa tanpa mengacu kepada masyarakat yang menggunakannya sama dengan menyingkirkan kemungkinan ditemukannya penjelasan sosial bagi struktur yang digunakan. Dari perspektif sosiolinguistik fenomena sikap bahasa (language attitude) dalam masyarakat multibahasa merupakan gejala yang menarik untuk dikaji, karena melalui sikap bahasa dapat menentukan keberlangsungan hidup suatu bahasa. Fenomena sosiolinguistik yang beragam ini, ternyata melahirkan ragam bahasa. Ragam bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh penuturnya yang tidak homogen atau sama. Ragam bahasa sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi, variasi bahasa itu terjadi akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Variasi bahasa untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Dalam pemakaian bahasa dilingkungan masyarakat selalu didapat pemakaian bahasa berdasarkan kelas sosial. Di Indonesia sering disebut itu adalah kasta ragam bahasa oleh masyarakat bahasa itu sendiri. Seperti halnya pada masyarakat Jawa dikenal dengan vareasi yang digunakannya yaitu, kromo inggil, kromo dan ngoko. Di daerah tataran Sunda dikenal juga dengan undak usuk basa. Selain kelas, status dan posisi sosial pemakaian bahasa terdapat pula pada dialek sosial. Dialek sosial mengindikasikan adanya pemakaian ragam bahasa berdasarkan kelas sosialnya. Berdasarkan hal itu, penulis tertarik untuk mengetahui variasi atau ragam bahasa yang terdapat di desa Matangaji Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon. Matangaji merupakan desa yang masuk di wilayah administratif Kabupaten Cirebon. Matangaji terletak di sebelah selatan ujung Kab.Cirebon dan berbatasan dengan kabupaten Kuningan. Di Desa Matangaji

ditemukan penggunaan bahasa yang berbeda dengan wilayah-wilayah Kab.Cirebon. Jika daerah-daerah di Kabupaten Cirebon berbahasa jawa, maka di Matangaji hampir secara keseluruhan masyarakat tuturnya menggunakan bahasa Sunda. Hal ini dikarenakan interaksi masyarakat Matangaji yang lebih banyak dilakukan dengan masyarakat Kuningan yang berbahasa Sunda. Kegiatan berdagang ke kecamatan Mandirancan Kabupaten Kuningan, jadi salah satu faktor yang mengakibatkan Desa Matangaji ini berbahasa Sunda. Namun di sisi lain masyarakat Matangaji pun sering berinteraksi dengan masyarakat Cirebon yang berbahasa Jawa, misalnya dalam bidang pendidikan dan pemerintahan. Interaksi masyarakat Matangaji mengakibatkan ragam bahasa masyarakat desa Matangaji menarik untuk diteliti. Hal itu dikarenakan masyarakat Desa Matangaji berinteraksi dengan tiga bahasa (Jawa, Sunda, dan Indonesia). Interaksi tersebut mengakibatan variasi bahasa yang menarik di masyarakat Desa Matangaji, baik dari pemakaian, penutur, sarana, maupun keformalan. Atas dasar hal di atas, penulis tertarik untuk mengetahui salah satu variasi bahasa di masyarakat Desa Matangaji. Adapun yang akan menjadi focus penulis dalam penelitian ini adalah perbedaan variasi bahasa antara laki-laki dan perempuan (gender) di masyarakat desa Matangaji Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon. Berdasarkan latar belakang masalah di atas di rumuskan masalah : Bagaimana variasi bahasa laki-laki di Desa Matangaji Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon? Bagaimana variasi bahasa perempuan di Desa Matangaji Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon? Bagaimana perbedaan variasi bahasa laki-laki dan perempuan di Desa Matangaji Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon? TELAAH PUSTAKA Masyarakat Bahasa Setiap kelompok dalam masyarakat yang karena tempat atau daerahnya, umur atau jenis kelaminnya, lapangan kerjanya atau hobinya dan sebagainya yang menggunakan bahasa yang sama dan mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasanya, mungkin membentuk suatu masyarakat tutur. Masyarakat tutur adalah istilah netral, ia dapat dipergunakan untuk menyebut masyarakat kecil atau sekelompok orang yang menggunakan bentuk bahasa yang relatif sama dan mempunyai penilaian yang sama dalam bahasanya. Ragam Bahasa Ragam bahasa, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995, h. 809) adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara dan orang yang dibicarakan, dan menurut medium pembicaran-pembicaraaan. Dalam pembicaraan mengenai gaya bahasa wanita, dapat dikatakan bahwa mereka secara tidak langsung menggunakan ragam yang berbeda dengan pria, karena dalam norma budaya mereka dibedakan berdasarkan peranan dan status mereka dalam masyarakat, sehingga dapat dikatakan wanita memiliki ragamnya sendiri. Keragaman bahasa berdasarkan jenis kelamin timbul karena bahasa sebagai gejala sosial erat hubungannya dengan sikap sosial. Secara sosial pria dan wanita berbeda karena masyarakat menentukan peranan sosial yang berbeda untuk mereka, dan masyarakat mengharapkan pola tingkah laku yang berbeda. Bahasa hanyalah pencerminan kenyataan sosial ini. Tutur wanita bukan hanya berbeda, melainkan juga lebih benar, ini merupakan pencerminan kenyataan sosial, pada umumnya dari

pihak wanita diharapkan tingkah laku sosial yang lebih benar. Semakin lebar dan semakin kaku perbedaan antara peran sosial pria dan peran sosial wanita dalam suatu masyarakat, semakin lebar dan semakin kaku pula kecenderungan perbedaan yang ada. Teori Gender Sebagai Sebuah Pendekatan Secara umum gender dapat didefinisikan sebagai pembedaanpembedaan yang bersifat sosial, yang dikenakan atas perbedaan-perbedaan biologis atau perbedaan yang nampak antar jenis kelamin. Dalam konsep ini jelas dibedakan antara yang bersifat alami, yakni perbedaan biologis dan yang bersifat sosial. Konsep mengenai gender berbeda dengan konsep seks. Menurut Sugihastuti pemahaman tentang gender, melihat perbedaan pria dan wanita dari segi karakteristik, sikap, dan perilaku masing-masing dalam konteks sosial budaya. Seks hanya melihat pembedaan tersebut dari sudut jenis kelamin tersebut. Lingkup gender jauh lebih luas dari sekedar perbedaan psikologis tubuh manusia. Dalam konsep gender terdapat pengertian adanya perbedaan sikap, tingkah laku, peranan dan tugas antara pria dan wanita yang terpola secara dikotomis dalam masyarakat. Pola tersebut pada umumnya diterima, diterapkan, dan dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dan alamiah dalam budaya masyarakat tersebut. Perbedaan keadaan biologis disebabkan oleh sifat nukleus hormonal pada saat terjadinya pembuahan. Namun pada saat manusia lahir ke dunia, ia masuk kedalam lingkup budaya masyarakat tempat ia berada. Jika ia dibesarkan dalam budaya masyarakat bersistem pandang gender, maka sikap, pandangan hidup dan tingkah lakunya akan mengikuti pola yang ada dalam masyarakatnya. Dengan sendirinya penerapan konsep gender yang biasanya berakar kuat dalam adat dan budaya masyarakat yang akan mengkotakkotakkan pria dan wanita ke dalam harapan dan peranan yang berbeda, menurut generalisasi steoretip maskulin dan feminim. Wanita dan Tuturannya Tuhan menciptakan dua macam manusia, pria dan wanita. Namun perkembangan budaya suatu kelompok masyarakat menumbuhkan normanya sendiri-sendiri sesuai dengan faktor alam yang melingkunginya. Wanita memiliki nasib yang berbeda, yakni menduduki posisi sekunder bila dibandingkan dengan pria. Wanita selalu dibedakan dalam hal status dan peranan mereka dalam masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010) disebutkan pengertian wanita adalah perempuan dewasa. Menurut sejarah sosial, wanita termasuk dalam karakteristik feminim yang lemah dan memerlukan perlindungan pria. Ciri stereotif wanita misalnya adalah : tergantung, pasif, sulit mengambil keputusan, sulit menjadi pemimpin dan memerlukan pengamanan diri. Lebih lanjut dikatakan bahwa ciri stereotipe wanita yang bernilai positif pada umumnya berkaitan dengan sifat feminim yang cenderung ekspresif tentang keadaan yang menarik hatinya, kebutuhannya dan fungsinya. Wanita biasanya diidentifikasikan sebagai mahkluk yang berperasaan lembut/halus, berkepribadian rapi, tidak suka memakai kata-kata kasar, sabar dan teliti. Seorang wanita berlaku lemah lembut dan bertutur kata manis, sebenarnya bukan karena secara biologis ia berkelamin wanita, melainkan karena norma-norma dalam masyarakat dan budayanya yang mengkondisikan untuk berperilaku demikian. Keterbatasan ruang gerak wanita acapkali tercermin dari tradisi dan bahasa yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, bahkan tercermin dalam sikap dan perilaku

berbahasanya. Mengenai hal ini, Sumarsono dan Paina (2002 : 106) mengungkapkan mengenai teori tabu. Menurut mereka tabu berkaitan dengan sopan santun dan tata krama pergaulan sosial, orang yang tidak ingin dianggap tidak sopan akan menghindarkan penggunaan kata-kata tertentu. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, dengan mengunakan pendekatan studi kasus. Menurut Dhofir (2000:41), Studi kasus adalah studi yang mendalam (eksploratif) dan menyeluruh (integral) mengenai suatu obyek tertentu yang menarik untuk diamati secara khusus dan tersendiri. Lokasi penelitian yang diambil peneliti adalah Desa Matangaji Kecamatan Sumber Kab. Cirebon. Secara geografis, bahwa Desa Matangaji terletak disebelah selatan Kab. Cirebon berbatasan dengan Kuningan berjalur terusan menembus Mandirancan. Menurut Lofland sebagaimana yang dikutip dalam Moleong (2006:157) menyatakan bahwa sumber utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata,dan tindakan, selebihnya adalah data sebagai tambahan atau sebagai pelengkap seperti dokumen dan sebagainya. Sedangkan dalam penelitian sosial, sumber data dibagi atas dua yaitu sumber data sekunder dan sumber data primer, demikian yang dikemukakan oleh Moleong (2005:132). Sumber data primernya berupa segala perkataan dan perbuatan dari masyarakat setempat sebagai responden. Sedangkan sumber data sekundernya adalah segala data sebagai tambahan atau sebagai pelengkap seperti dokumen dan sebagainya dari anggota masyarakat yang biasanya melakukan tindakan bahasa. Data sekunder ini peneliti gunakan untuk mengukur tingkat validitas data primer yang diperoleh dengan cara cross check. Adapun jumlah responden peneliti disesuaikan dengan kebutuhan penelitian untuk mencapai kedalaman dan ketajaman persoalan yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini, data yang ada dikumpulkan dengan menggunakan teknik-teknik yang lazim digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu: a. Wawancara b. Observasi c. Dokumentasi Analisis data merupakan upaya pengolahan data atau penafsiran data. Analisis data merupakan rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi dan verifikasi data agar data yang terkumpul bernilai ilmiah. Data yang terkumpul dari hasil penelitian terdiri dari berbagai data hasil temuan di lapangan. Data yang banyak tersebut mungkin akan peneliti sesuaikan dengan arah penelitian yang sudah dijabarkan dalam fokus penelitian. Oleh karena itu diperlukan adanya analisis data. Proses analisis data dimulai dari seluruh data yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu wawancara, observasi dan dokumenatasi (Moleong, 2006:190). Pengaturan tersebut dilakukan secara sistematik, rasional dan logis (Moleong, 2006:247). Sedangkan menurut Bagdan dan Biklen dalam Moleong (2006:248) mengatakan: "Analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola. Mensistensikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari. Analisis data yang dipergunakan oleh peneliti dalam penelitian tentang " judul "varasi pemakaian bahasa berdasarkan SEX (jenis kelamin)"" adalah menggunakan analisis kualitatif dengan menggunakan proses berfikir induktif yakni dimulai dari teori yang bersifat khusus berdasarkan hasil

pengamatan di lapangan atau pengalaman empiris dan data hasil observasi, yang kemudian disimpulkan menjadi sebuah teori pengetahuan yang bersifat umum. Adapun langkah-langkah pengolahan data yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut. 1. Untuk menjawab masalah nomor 1 penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut. a. Mewawancarai responden laki-laki berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat. b. Menganalisis hasil wawancara dilihat dari variasi bahasa kebakuan, kesopanan dan kehalusan, panjang dan pendek kalimat, dan jenis kata yang dominan digunakan. c. Memasukan hasil analisis ke dalam table. d. Menyimpulkan hasil analisis. 2. Untuk menjawab masalah nomor dua penulis melakukan langkah langkah sebagai berikut. a. Mewawancarai responden perempuan berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat. b. Menganalisis hasil wawancara dilihat dari variasi bahasa kebakuan, kesopanan dan kehalusan, panjang dan pendek kalimat, dan jenis kata yang dominan digunakan. c. Memasukan hasil analisis ke dalam table. d. Menyimpulkan hasil analisis. 3. Untuk menjawab masalah nomor tiga penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut. a. Membandingkan variasi bahasa antara laki-laki dan perempuan ditinjau dari kesopanan dan kehalusan, panjang dan pendek kalimat, dan jenis kata yang dominan digunakan. b. Menyimpulkan perbedaan variasi bahasa antara laki-laki dan perempuan ditinjau dari kesopanan dan kehalusan, panjang dan pendek kalimat, dan jenis kata yang dominan digunakan. PEMBAHASAN Tuhan menciptakan dua macam manusia, laki-laki dan perempuan. Namun perkembangan budaya suatu kelompok masyarakat menumbuhkan normanya sendiri-sendiri sesuai dengan faktor alam yang melingkunginya. Perempuan memiliki nasib yang berbeda, yakni menduduki posisi sekunder bila dibandingkan dengan lakilaki. Perempuan selalu dibedakan dalam hal status dan peranan mereka dalam masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010, h. 1125) disebutkan pengertian wanita adalah perempuan dewasa. Menurut sejarah sosial, wanita termasuk dalam karakteristik feminim yang lemah dan memerlukan perlindungan pria. Ciri stereotif perempuan misalnya adalah : tergantung, pasif, sulit mengambil keputusan, sulit menjadi pemimpin dan memerlukan pengamanan diri (Samiati Tarjana, dalam Wanodya, 1992, h. 20). Lebih lanjut dikatakan bahwa ciri stereotipe perempuan yang bernilai positif pada umumnya berkaitan dengan sifat feminim yang cenderung ekspresif tentang keadaan yang menarik hatinya, kebutuhannya dan fungsinya. Perempuan biasanya diidentifikasikan sebagai mahkluk yang berperasaan lembut/halus, berkepribadian rapi, tidak suka memakai kata-kata kasar, sabar dan teliti. Seorang perempuan berlaku lemah lembut dan bertutur kata manis, sebenarnya bukan karena secara biologis ia berkelamin perempuan, melainkan karena norma-norma dalam masyarakat dan budayanya yang mengkondisikan untuk berperilaku demikian. Keterbatasan ruang gerak perempuan acapkali tercermin dari tradisi dan bahasa yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, bahkan tercermin dalam sikap dan perilaku berbahasanya. Mengenai hal ini, Sumarsono dan Paina

(2002, h. 106) mengungkapkan mengenai teori tabu. Menurut mereka tabu berkaitan dengan sopan santun dan tata krama pergaulan sosial, orang yang tidak ingin dianggap tidak sopan akan menghindarkan penggunaan kata-kata tertentu. Dalam bermasyarakat perempuan lebih sering berkomunikasi, karena berkaitan dengan sifatnya yang cenderung ekspresif tentang keadaan yang menarik hatinya, kebutuhannya dan fungsinya, wanita lebih senang bicara dan saling mengutarakan apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Deborah Tanen (1998, h. 19) mengatakan bahwa secara negatif kaum wanita dianggap mempunyai sifat yang stereotif, yaitu suka bercakap-cakap panjang lebar tanpa menyampaikan informasi yang berarti. Tetapi kemampuan mereka untuk terus bercakap-cakap satu sama lain memungkinkan mereka mempertahankan persahabatan. Bagi sebagian perempuan, bahasa percakapan terutama adalah bahasa untuk hubungan, yaitu suatu cara untuk membangun hubungan dan negoisasi. Penekananya diletakkan pada penampilan kesamaan dan pencocokan pengalaman (Deborah Tanen, 1998, h. 72). Lebih lanjut dikatakan bahwa wanita cenderung tidak terus terang, dan mencapai kesepakatan melalui negoisasi. Perempuan lebih suka memperlihatkan solidaritas dari pada kekuasaan meskipun tujuannya sama yaitu mendapatkan apa yang diinginkan. Di dalam proses berkomunikasi dan sebagai strategi bernegosiasi wanita cenderung menggunakan strategistrategi tertentu, misalnya, karena sifatnya yang lembut dan tidak suka memakai kata-kata yang kasar, perempuan akan berusaha menggunakan bentuk-bentuk yang dianggap lebih sopan. Dalam masyarakat Indonesia terutama dalam bahasa daerah, sering dikatakan perempuan lebih banyak menghindari penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan alat kelamin atau kata-kata kotor yang lain. Kata-kata ini seolah-olah ditabukan oleh wanita, atau seolah-olah menjadi monopoli pria (Sumarsono dan Paina, 2000, h. 107). Berdasarkan data diketahui bahwa responden laki-laki rata-rata menguasai empat bahasa, yaitu bahasa Sunda, Indonesia, dan Jawa. Bahasa Inggris hanya dikuasai sedikit. Dari empat bahasa yang dikuasai, dua bahasa yang dipakai secara aktif untuk berkomunikasi, yaitu bahasa Sunda dan Indonesia. Bahasa Sunda dipakai dalam kehidupan sehari-hari, sementara bahasa Indonesia dan Jawa dipakai untuk kegiatan formal di sekolah/ kampus, perdagangan, dan melayani tamu dari luar. Dari segi variasi bahasa dapat disimpulkan bahwa ternyata responden laki-laki masyarakat Desa Matangaji dalam kehidupan sehari-hari menggunakan ragam tidak baku dengan ciri khas dialek kedaerahan (Sunda). Hal itu dikarenakan bahasa yang dipergunakan sehari-hari adalah bahasa Sunda. Dalam hal kesopanan dan kehalusan, bahasa yang dipergunakan relatif sopan dan cenderung kasar. Hal itu disebabkan masyarakat Desa Matangaji merupakan masyarakat perbatasan, yang bahasanya dipengaruhi oleh bahasa Jawa. Kalimat yang digunakan responden laki-laki cenderung pendek dan banyak menggunakan kata kerja. Kata sifat jarang muncul dalam wawancara. Penggunaan pola kalimat yang pendek seera jarang munculnya kata sifat disebabkan oleh psikologi laki-laki yang cenderung rasional dan realistis, sehingga perkataannya tidak bertele-tele, singkat, padat, dan jelas. Penguasaan bahasa responden perempuan rata-rata tiga bahasa, yaitu bahasa Sunda, Indonesia, dan Jawa. Dari tiga bahasa yang dikuasai, dua bahasa yang dipakai secara aktif untuk berkomunikasi, yaitu bahasa Sunda dan

Indonesia. Bahasa Sunda dipakai dalam kehidupan sehari-hari, sementara bahasa Indonesia dan Jawa dipakai untuk kegiatan formal di sekolah, perdagangan, dan melayani tamu dari luar. Dari segi variasi bahasa dapat disimpulkan bahwa ternyata responden perempuan masyarakat Desa Matangaji dalam kehidupan sehari-hari menggunakan ragam tidak baku dengan ciri khas dialek kedaerahan (Sunda). Hal itu dikarenakan bahasa yang dipergunakan sehari-hari adalah bahasa Sunda. Dalam hal kesopanan dan kehalusan, bahasa yang dipergunakan relatif sopan dan halus. Kalimat yang digunakan responden panjang dan bertele-tele. Dalam penggunaan kata, selain kata kerja banyak ditemukan kata sifat. Kehalusan bahasa, penggunaan pola kalimat yang panjang serta munculnya kata sifat disebabkan oleh psikologi perempuan yang cenderung perasa dan emosional, sehingga mempengaruhi tuturannya. Perbedaan antara variasi bahasa laki-laki dan perempuan terletak pada kehalusan bahasa, panjang pendeknya kalimat, serta jenis kata yang dipergunakan. Jika laki-laki cenderung kasar, menggunakan pola kalimat pendek (singkat), serta lebih dominan kata kerja, maka perempuan cenderung lebih halus dan tertata, lebih panjang kalimatnya, serta selalu ditemukan kata sifat dalam tuturannya. Kehalusan, panjang pendeknya kalimat, serta jenis kata yang digunakan dipengaruhi oleh perbedaan psikologi antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki cenderung rasional sementara perempuan cenderung emosional. Wanita cenderung lebih ekspresif dalam kata-kata. Di samping itu perempuan lebih halus dalam bahasanya dikarenakan norma yang mengikat mereka untuk berbicara lebih halus dan sopan. SIMPULAN Berdasarkan kegiatan penelitian yang diadakan di Desa Matangaji sebelah selatan Kab.Cirebon dan berbatasan dengan kuningan akhirnya disimpulkan hal-hal berikut. 1. Berdasarkan data diketahui bahwa responden laki-laki rata-rata menguasai empat bahasa, yaitu bahasa Sunda, Indonesia, dan Jawa. Bahasa Inggris hanya dikuasai sedikit. Dari empat bahasa yang dikuasai, dua bahasa yang dipakai secara aktif untuk berkomunikasi, yaitu bahasa Sunda dan Indonesia. Bahasa Sunda dipakai dalam kehidupan sehari-hari, sementara bahasa Indonesia dan Jawa dipakai untuk kegiatan formal di sekolah/ kampus, perdagangan, dan melayani tamu dari luar. Dari segi variasi bahasa dapat disimpulkan bahwa ternyata responden laki-laki masyarakat Desa Matangaji dalam kehidupan seharihari menggunakan ragam tidak baku dengan ciri khas dialek kedaerahan (Sunda). Hal itu dikarenakan bahasa yang dipergunakan sehari-hari adalah bahasa Sunda. Dalam hal kesopanan dan kehalusan, bahasa yang dipergunakan relatif sopan dan cenderung kasar. Hal itu disebabkan masyarakat Desa Matangaji merupakan masyarakat perbatasan, yang bahasanya dipengaruhi oleh bahasa Jawa. Kalimat yang digunakan responden laki-laki cenderung pendek dan banyak menggunakan kata kerja. Kata sifat jarang muncul dalam wawancara. Penggunaan pola kalimat yang pendek seera jarang munculnya kata sifat disebabkan oleh psikologi lakilaki yang cenderung rasional dan realistis, sehingga perkataannya tidak bertele-tele, singkat, padat, dan jelas. 2. Penguasaan bahasa responden perempuan rata-rata tiga bahasa, yaitu bahasa Sunda, Indonesia, dan Jawa. Dari tiga bahasa yang dikuasai,

dua bahasa yang dipakai secara aktif untuk berkomunikasi, yaitu bahasa Sunda dan Indonesia. Bahasa Sunda dipakai dalam kehidupan sehari-hari, sementara bahasa Indonesia dan Jawa dipakai untuk kegiatan formal di sekolah, perdagangan, dan melayani tamu dari luar. Dari segi variasi bahasa dapat disimpulkan bahwa ternyata responden perempuan masyarakat Desa Matangaji dalam kehidupan sehari-hari menggunakan ragam tidak baku dengan ciri khas dialek kedaerahan (Sunda). Hal itu dikarenakan bahasa yang dipergunakan sehari-hari adalah bahasa Sunda. Dalam hal kesopanan dan kehalusan, bahasa yang dipergunakan relatif sopan dan halus. Kalimat yang digunakan responden panjang dan bertele-tele. Dalam penggunaan kata, selain kata kerja banyak ditemukan kata sifat. Kehalusan bahasa, penggunaan pola kalimat yang panjang serta munculnya kata sifat disebabkan oleh psikologi perempuan yang cenderung perasa dan emosional, sehingga mempengaruhi tuturannya. 3. Perbedaan antara variasi bahasa lakilaki dan perempuan terletak pada kehalusan bahasa, panjang pendeknya kalimat, serta jenis kata yang dipergunakan. Jika laki-laki cenderung kasar, menggunakan pola kalimat pendek (singkat), serta lebih dominan kata kerja, maka perempuan cenderung lebih halus dan tertata, lebih panjang kalimatnya, serta selalu ditemukan kata sifat dalam tuturannya. Kehalusan, panjang pendeknya kalimat, serta jenis kata yang digunakan dipengaruhi oleh perbedaan psikologi antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki cenderung rasional sementara perempuan cenderung emosional. Wanita cenderung lebih ekspresif dalam kata-kata. Di samping itu perempuan lebih halus dalam bahasanya dikarenakan norma yang mengikat mereka untuk berbicara lebih halus dan sopan. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, A.H. 2003. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Alwasilah, A. Chaedar. (1985). Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa. Barker, Chris. 2005. Cultural Studies : Teori dan Praktik. Yogyakarta : PT. Bintang Pustaka... 2006. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Bloomfield, L. 1933. Language. New York : Holt, Rinehart and Winston. Chaer, Abdul dkk. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung, Remaja Rosdakarya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dhofir, Syarqawi. 2000. Pengantar Metodologi Riset. Sumenep: Iman Bela. Fasold, R. 1984. The Sociolinguistics of Society. New York : Basil Blackwell Inc. Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya. Keraf, Gorys.1997. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah. Kridalaksana, Harimurti. 1985. Fungsi bahasa dan sikap bahasa. Flores: Nusa Indah. Moleong, Lexy, J., 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Onong Effendy, 1994, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Nababan. 2000. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung : Angkasa Ramlan, M. (1967). Ilmu Bahasa Indonesia Morfologi. Yogyakarta: UP Indonesia. Ramlan, M. (1981). Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: UP Karyono.16 Rusyana, Yus. (1988). Perihal Kedwibahasaan (Bilingualisme). Jakarta: Depdikbud Dirjendikti. Saleh, Muhammad & Mahmudah. 2006. Sosiolinguistik. Makassar: Badan Penerbit UNM. Schiffrin, Deborah. 2007. Ancangan Kajian Wacana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Soekanto, Soejono. 1986. Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Ghalia Indonesia. Soekanto, Soerjono. 1999. Sosiologi Suatu pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.. Soemardi, Soelaeman. 1974. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Sugihastuti. 2000. Wanita di Mata Wanita. Bandung : Yayasan Nuansa Cendikia Sugihastuti, Itsna Hadi Saptiawan. 2007. Gender & Inferioritas Perempuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Suhendi, Didi. 2006. Srintil dalam Belenggu Gender. Yogyakarta : Alief Press. Sumarsono. 2000. Sosiolinguistik. Yogjakarta : Sabda Suwito. (1993). Pengantar Awal Sosiolinguistik. Solo: Henary Offset. Deborah Tannen (2003). "Gender and Family Interaction". In J. Holmes & M. Meyerhoff. The Handbook on Language and Gender. Oxford, UK & Cambridge, MA: Basil Blackwell. Wardhaugh, Ronald. 1992. An Introduction to Sociolinguistics. Cambrigde: Blackwell Publishers