BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2006

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 8 TAHUN 1997 SERI C.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 05 TAHUN 2001 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN LALU LINTAS JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 40 TAHUN 2005

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG KELAS JALAN DAN PENGAMANAN PERLENGKAPAN JALAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

RAMBU LALU LINTAS JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI WILAYAH KABUPATEN BENGKAYANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TERMINAL BARANG

BUPATI BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

PEMERINTAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG IZIN TRAYEK DAN PENGENDALIAN LALU LINTAS

Foto 5. public adress Foto 7. public adress

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG PERHUBUNGAN

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS, RAMBU LALU LINTAS DAN MARKA JALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


^ Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 99 ayat (1) dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL BONGKAR MUAT BARANG DI KABUPATEN JEMBRANA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG

4. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 1994 T E N T A N G

NoMoR [2 TAHUN jalan dan jaringan transportasi, perlu pengelolaan pemanfaatan jalan di. Perundang undangan (Lembaran Negara Tahun 2ao4 Nomor s3,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU.

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 04 TAHUN 2003 TENTANG PERLENGKAPAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR2TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BONGKAR MUAT BARANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

WALIKOTA PALANGKA RAYA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 10 Tahun 2002 Seri: C

Transkripsi:

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa lalu lintas mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mendukung pembangunan dan mobilitas orang dan barang dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat; b. bahwa untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas, perlu mengatur penyelenggaraan berlalu lintas di Kabupaten Bangka Tengah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Jalan; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4033); 1

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Barat dan Kabupaten Belitung Timur di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4268); 4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589); 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 522); 10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 61 Tahun 1993 tentang Rambu-rambu Lalu Lintas di Jalan; 2

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH dan BUPATI BANGKA TENGAH MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Kabupaten adalah Kabupaten Bangka Tengah. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati Bangka Tengah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Bupati adalah Bupati Bangka Tengah. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Tengah. 5. Kepolisian adalah Kepolisian Resor Bangka Tengah dan/atau Kepolisian Resor Pangkalpinang untuk wilayah hukum Kecamatan Pangkalanbaru. 6. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku Penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masingmasing. 7. Lalu Lintas adalah gerak kendaraan dan orang diruang lalu lintas jalan. 8. Analisis Dampak Lalu Lintas adalah serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen hasil Analisis Dampak Lalu Lintas. 3

9. Kawasan Tertib Lalu Lintas adalah suatu kawasan yang dibangun, dibina dan dibentuk serta diawasi untuk menjadi suatu kawasan yang mencerminkan dan mengimplementasikan bagaimana berlalu lintas yang baik dan benar. 10. Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. 11. Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan. 12. Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung. 13. Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan. 14. Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan Jalan atau di atas permukaan Jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus Lalu Lintas dan membatasi daerah kepentingan Lalu Lintas. 15. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan Jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran Lalu Lintas. 16. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang selanjutnya disingkat APILL adalah perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur Lalu Lintas orang dan/atau Kendaraan di persimpangan atau pada ruas Jalan. 17. Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan yang selanjutnya disingkat APPPJ adalah bagian dari perlengkapan jalan yang berupa alat pembatas kecepatan dan alat pembatas lebar dan tinggi kendaraan. 18. Pengguna Jalan adalah orang yang memakai Jalan untuk berlalu lintas. 19. Pejalan Kaki adalah setiap orang yang berjalan di Ruang Lalu Lintas Jalan. 4

20. Parkir adalah keadaan Kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya. 21. Kecepatan adalah kemampuan untuk menempuh jarak tertentu dalam satuan waktu, dinyatakan dalam kilometer per jam. 22. Pusat kegiatan adalah bangunan untuk kegiatan perdagangan, perkantoran, industri, fasilitas pendidikan, fasilitas pelayanan umum dan/atau kegiatan lain yang menimbulkan bangkitan dan/atau tarikan lalu lintas. 23. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan yang dapat menimbulkan bangkitan dan/atau tarikan lalu lintas. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Maksud ditetapkannya Peraturan Daerah ini sebagai dasar hukum dalam perencanaan, pengaturan, perekayasaan, pemberdayaan, dan pengawasan penyelenggaraan lalu lintas jalan di wilayah Kabupaten. (2) Tujuan ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah untuk terwujudnya kondisi lalu lintas yang selamat, aman, tertib, lancar, dan berhasil guna bagi masyarakat. BAB III MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS Bagian Kesatu Umum Pasal 3 (1) Manajemen dan rekayasa lalu lintas pada jalan Kabupaten merupakan tanggung jawab Bupati. 5

(2) Manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan: a. perencanaan; b. pengaturan; c. perekayasaan; d. pemberdayaan; dan e. pengawasan. Bagian Kedua Perencanaan Pasal 4 (1) Perencanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, meliputi: a. identifikasi masalah lalu lintas; b. inventarisasi dan analisis situasi arus lalu lintas; c. inventarisasi dan analisis kebutuhan angkutan orang dan barang; d. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung jalan; e. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung kendaraan; f. inventarisasi dan analisis angka pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas; g. inventarisasi dan analisis dampak lalu lintas; h. penetapan tingkat pelayanan; dan i. penetapan rencana kebijakan pengaturan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas. (2) Perencanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bupati melalui satuan kerja yang menangani urusan lalu lintas dan angkutan jalan setelah mendapatkan rekomendasi dari instansi terkait yang memuat pertimbangan sesuai kewenangannnya. (3) Instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi: a. satuan kerja yang menangani urusan jalan; dan b. kepolisian. 6

Bagian Ketiga Pengaturan Pasal 5 (1) Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dilakukan melalui penetapan kebijakan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas. (2) Kebijakan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas meliputi : a. perintah, larangan, peringatan, dan/atau petunjuk yang bersifat umum di semua ruas jalan Kabupaten; dan b. perintah, larangan, peringatan, dan/atau petunjuk yang berlaku pada masing-masing ruas jalan Kabupaten. (3) Perintah, larangan, peringatan, dan/atau petunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati. Bagian Keempat Perekayasaan Pasal 6 Perekayasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c, meliputi: a. perbaikan geometrik ruas jalan dan/atau persimpangan serta perlengkapan jalan yang tidak berkaitan langsung dengan pengguna jalan dilakukan oleh Bupati melalui satuan kerja yang menangani urusan jalan; b. pengadaan, pemasangan, perbaikan, dan pemeliharaan perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan dilakukan oleh Bupati melalui satuan kerja yang menangani urusan lalu lintas dan angkutan jalan; da c. optimalisasi operasional rekayasa lalu lintas untuk meningkatkan ketertiban, kelancaran, dan efektivitas penegakan hukum dilakukan oleh Kepolisian. 7

Bagian Kelima Pemberdayaan Pasal 7 Pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d dilakukan oleh Bupati melalui satuan kerja yang menangani urusan lalu lintas dan angkutan jalan, dalam bentuk pemberian: a. arahan; b. bimbingan; c. penyuluhan; dan d. pelatihan. Bagian Keenam Pengawasan Pasal 8 Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e, meliputi: a. penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan; b. tindakan korektif terhadap kebijakan; dan c. tindakan penegakan hukum. Pasal 9 Penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dilakukan oleh Bupati melalui satuan kerja yang menangani urusan lalu lintas dan angkutan jalan dalam bentuk pemantauan dan analisis terhadap efektivitas pelaksaan kebijakan. Pasal 10 Tindakan korektif terhadap kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dilakukan oleh Bupati melalui satuan kerja yang menangani urusan lalu lintas dan angkutan jalan berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dalam bentuk penyempurnaan atau pencabutan kebijakan penggunaan jalan dan gerakan lalu lintas. 8

Pasal 11 Tindakan penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c dilakukan oleh Kepolisian. BAB IV KAWASAN TERTIB LALU LINTAS Pasal 12 (1) Pada ruas jalan tertentu dalam Daerah ditetapkan sebagai Kawasan Tertib Lalu Lintas. (2) Kawasan Tertib Lalu Lintas ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati. Pasal 13 Di setiap ruas jalan yang ditetapkan sebagai Kawasan Tertib Lalu Lintas terdapat sarana, prasarana, dan personil antara lain: a. pada titik simpul awal dan akhir dinyatakan dengan gerbang/rambu kawasan tertib lalu lintas; b. fasilitas dan perlengkapan jalan yang meliputi : ramburambu, marka jalan, APIL, APPPJ; dan c. pihak kepolisian dan polisi pamong praja. Pasal 14 Setiap orang, pengendara dan/atau pengguna jalan di Kawasan Tertib Lalu Lintas wajib: a. mematuhi rambu-rambu lalu lintas baik berupa larangan maupun perintah; b. menggunakan helm standar bagi pengemudi dan penumpang kendaraan bermotor roda dua; c. menggunakan sabuk keselamatan baik pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih maupun penumpang yang berada di samping pengemudi; d. memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor; dan e. melengkapi surat-surat atau kelengkapan administrasi kendaraan bermotor. 9

Pasal 15 Ketentuan lebuh lanjut mengenai teknis pelaksanaan Kawasan Tertib Lalu Lintas diatur dengan peraturan bupati. BAB V ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS Pasal 16 Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang dapat menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas wajib dilakukan Analisis Dampak Lalu Lintas. Pasal 17 (1) Pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berupa bangunan untuk: a. kegiatan perdagangan/pergudangan; b. kegiatan perkantoran; c. kegiatan industri; d. fasilitas pendidikan; e. fasilitas pelayanan umum; kegiatan lain yang dapat menimbulkan bangkitan dan/atau tarikan lalu lintas. (2) Permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berupa: a. perumahan dan permukiman; b. rumah susun dan apartemen; dan/atau c. permukiman lain yang dapat menimbulkan bangkitan dan/atau tarikan lalu lintas. (3) Infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berupa: a. pelabuhan; b. bandar udara; c. terminal; d. pool kendaraan; e. fasilitas parkir untuk umum; dan/atau f. infrastruktur lainnya. 10

Pasal 18 Hasil analisis dampak lalu lintas merupakan salah satu persyaratan pengembang atau pembangun untuk memperoleh: a. izin lokasi; b. izin mendirikan bangunan; atau c. izin pembangunan bangunan gedung dengan fungsi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang bangunan gedung. Pasal 19 Ketentuan lebih lanjut mengenai Teknis pelaksanaan Analisis Dampak Lalu lintas diatur dengan peraturan bupati. BAB VI PERLENGKAPAN JALAN Pasal 20 (1) Setiap jalan yang digunakan sebagai lalu lintas umum dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa: a. rambu lalu lintas; b. marka jalan; c. APILL; d. alat penerangan jalan; e. APPPJ; f. fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat; dan g. fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan. (2) Penyediaan perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Bupati melalui satuan kerja yang menangani urusan lalu lintas dan angkutan jalan untuk jalan Kabupaten. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perlengkapan Jalan diatur dengan peraturan bupati. 11

BAB VII BATAS KECEPATAN Pasal 21 (1) Bupati melalui satuan kerja yang menangani urusan lalu lintas dan angkutan jalan menetapkan batas kecepatan pada jalan Kabupaten. (2) Batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. batas kecepatan paling tinggi; dan b. batas kecepatan paling rendah. (3) Batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan atas dasar pertimbangan: a. terjadi frekuensi kecelakaan yang tinggi di lingkungan jalan yang bersangkutan; b. perubahan kondisi permukaan jalan atau lingkungan sekitar jalan; dan c. adanya usulan masyarakat. (4) Batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dinyatakan dengan rambu lalu lintas. BAB VIII LARANGAN Pasal 22 Setiap orang, pengendara dan/atau pengguna jalan di kawasan tertib lalu lintas dilarang: a. melampaui batas kecepatan maksimum baik yang dinyatakan dengan rambu maupun marka jalan; b. membawa penumpang dan/atau barang melebihi kapasitas yang ditentukan; c. berhenti atau parkir pada tempat-tempat yang dilarang yang dinyatakan dengan rambu dan/atau marka; d. memasang/meletakkan peralatan, barang, benda, hewan dan atau mendirikan bangunan apapun sehingga mengganggu, mengurangi kenyamanan dan atau keselamatan pengguna jalan; e. memarkirkan kendaraan roda dua atau lebih baik perorangan maupun kelompok yang bertujuan mencari penumpang; f. menggunakan kendaraan angkutan penumpang dan barang tidak sesuai peruntukannya; 12

Pasal 23 Setiap orang dilarang: a. menggunakan ruang jalan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, kecuali atas izin kepolisian; b. membuat dan memasang alat pengendali Pemakai Jalan berupa pembatas kecepatan, kecuali atas izin dari Bupati ; c. membuat dan memasang alat pembatas tinggi dan lebar kendaraan (portal), kecuali atas izin dari Bupati; atau d. menghentikan dan/atau memarkir kendaraan bermotor atau tidak bermotor pada tempat yang dilarang, memarkir kendaraan bermotor atau tidak bermotor sepanjang ruas jalan nasional dan atau mengganggu ketertiban dan/atau kelancaran lalu lintas. BAB IX KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 24 (1) Penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh pejabat penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Selain pejabat penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditunjuk PPNS yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas Peraturan Daerah ini sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan. (3) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik Kepolisian. (4) Penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB X SANKSI ADMINISTRASI Pasal 25 (1) Setiap pengembang atau pembangun yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenai sanksi administratif oleh Bupati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 13

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara pelayanan umum; c. penghentian sementara kegiatan; d. denda administratif; e. pembekuan izin; atau f. pencabutan izin. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif, diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 26 Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, diancam dengan pidana kurungan 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp.500.000,00- (lima ratus ribu rupiah); Pasal 27 Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f diancam dengan pidana kurungan 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp.250.000,00- (dua ratus lima puluh ribu rupiah); Pasal 28 Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f diancam dengan pidana kurungan 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp.250.000,00- (dua ratus lima puluh ribu rupiah); 14

BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bangka Tengah. Ditetapkan di Koba pada tanggal 16 Desember 2014 BUPATI BANGKA TENGAH, Cap/dto Diundangkan di Koba pada tanggal 16 Desember 2014 ERZALDI ROSMAN SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH, Cap/dto IBNU SALEH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH TAHUN 2014 NOMOR 210 NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG (4.26/2014) 15

16