PENGAWASAN UNTUK OPTIMALISASI PROTEKSI DALAM KEGIATAN RADIOGRAFI INDUSTRI

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum 02 Tujuan Instruksional Khusus. 02

KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KETENAGANUKLIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

Ruang Lingkup Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir meliputi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UPAYA/TINDAKAN HUKUM DALAM PENGAWASAN KEGIATAN PEMANFAATAN KETENAGANUKLIRAN : Preventif, Represif dan Edukatif

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2000 Tentang : Perijinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan.

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KETENAGANUKLIRAN

OLEH : Dra. Suyati INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF ZAT RADIOAKTIF

HUKUM KETENAGANUKLIRAN; Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja, oleh Eri Hiswara Hak Cipta 2014 pada penulis

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 07/Ka-BAPETEN/V-99 TENTANG JAMINAN KUALITAS INSTALASI NUKLIR

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1975 TENTANG IZIN PEMAKAIAN ZAT RADIOAKTIF DAN ATAU SUMBER RADIASI LAINNYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

pelaksanaan program proteksi dan keselamatan sumber radioaktif yang berada di Batakan base PT. Halliburton Indonesia Balikpapan-Kalimantan Timur dapat

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG

SISTEM DAN MEKANISME PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1998 TENTANG BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

2 Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Keamanan Sumber Radioaktif; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (L

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIF DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar N

TATA CARA DAN ETIKA INSPEKSI. Oleh : SUYATI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGANUKLIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keamanan Sumber Radioaktif

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGANUKLIRAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGAWASAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DALAM BIDANG ENERGI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG INSPEKTUR KESELAMATAN NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PENINGKATAN EFEKTIVITAS INSPEKSI TERHADAP PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK KEGIATAN WELL LOGGING

DIREKTORAT PERIZINAN FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

BERITA NEGARA. No.83, 2013 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Nuklir. Inspektur. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1975 Tentang : Izin Pemakaian Zat Radioaktip Dan Atau Sumber Radiasi Lainnya

Peraturan Ketenaganukliran

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION UNTUK KEGIATAN : WELL LOGGING

ISSN Volume 13, Januari 2012

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

BATAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK WELL LOGGING

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

Transkripsi:

PENGAWASAN UNTUK OPTIMALISASI PROTEKSI DALAM KEGIATAN RADIOGRAFI INDUSTRI ISSN : 2355-8091 Hasnel Sofyan Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional e-mail : hasnel_s@yahoo.com Mukhlis Akhadi Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional e-mail : mukhlis_ak@batan.go.id Pendahuluan Perkembangan keadaan dewasa ini menunjukkan bahwa jual beli bahan nuklir sudah dilakukan secara internasional. Walaupun perdangan bebas bahan nuklir secara internasional sudah terjadi, negara harus tetap memiliki kendali terhadap penggunaan bahan nuklir. Pemerintah tetap diminta untuk melakukan pengawasan agar tidak terjadi penyimpangan dari tujuan pemanfaatan bahan nuklir tersebut. Untuk keperluan tersebut, dipandang perlu untuk dibuat undangundang baru tentang ketenaganukliran yang dapat menggantikan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1964 tentang Ketentuanketentuan Pokok Tenaga Atom. Sejalan dengan praktek internasional yang dituangkan dalam konvensi keselamatan nuklir, dinyatakan bahwa setiap negara harus menetapkan atau menunjuk Badan Pengawas, yang ditugasi untuk melaksanakan kerangka perundangundangan dan pengawasan secara mandiri dan profesional. Dalam rangka menjamin adanya pemisahan yang efektif antara Badan Pengawas dengan organisasi lain yang berkaitan dengan promosi atau peman-faatan tenaga nuklir, maka Pemerintah RI membentuk Badan Pengawas Tenaga Nuklir atau BAPETEN. Hal ini diperlukan untukmenghindari terjadinya benturan kepentingan antara institusi/lembaga yang mempromosikan/memanfaatkan tenaga nuklir dengan institusi/lembaga yang mengawasinya, dalam rangka melindungi keselamatan, keamanan dan ketentraman, kesehatan para pekerja, masyarakat dan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Persetujuan Rancangan Undangundang (RUU) tentang Ketenaga-nukliran dalam Sidang Paripurna DPR pada tanggal 26 Pebruari 1997, disusul dengan ditandatanganinya RUU tersebut oleh Presiden Republik Indonesia menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, menandai babak baru perkembangan ilmu pengetahuan dan 24

teknologi nuklir di Indonesia. Dalam undang-undang baru ini wewenang pelaksanaan dan pengawasan dipisahkan dalam dua Lembaga yang berbeda untuk menghindari tumpang tindih kegiatan pemanfaatan dan pengawasan dan sekaligus mengoptimalkan pengawasan yang ditujukan untuk lebih meningkatkan keselamatan nuklir. Ada dua istilah yang perlu didifinisikan terlebih dahulu sebelum membahas lebih lanjut mengenai pengawasan dalam pemanfaatan tenaga nuklir, kedua istilah itu adalah tenaga nuklir dan pemanfaatan. Dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran disebutkan bahwa yang dimaksud dengan tenaga nuklir adalah tenaga dalam bentuk apapun yang dibebaskan dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari sumber radiasi pengion. Sedang pemanfaatan didifinisikan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir yang meliputi penelitian, pengembangan, penambangan, pembuatan, produksi, pengangkutan,penyimpanan, pengalihan, ekspor, impor, penggunaan, dekomisioning, dan pengelolaan limbah radioaktif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sesuai dengan Undang- Undang tersebut, pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir ini dilakukan oleh Badan Pengawas yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden, yang bertugas melaksanakan pengawasan terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir. Di samping memberikan manfaat yang sangat besar, tenaga nuklir juga mempunyai potensi bahaya radiasi baik terhadap pekerja, anggota masyarakat maupun lingkungan. Oleh sebab itu, pemanfaatan tenaga nuklir harus mendapat pengawasan yang cermat agar selalu mengikuti segala ketentuan di bidang keselamatan tenaga nuklir sehingga pemanfaatannya tidak menimbulkan bahaya radiasi. Pengawasan tersebut dilaksanakan dengan cara sebagai berikut : 1. Mengeluarkan peraturan di bidang keselamatan nuklir agar tujuan pengawasan tercapai. 2. Menyelenggarakan perizinan untuk mengendalikan bahwa pemanfaatan tenaga nuklir akan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan perizinan ini Badan Pengawas dapat mengetahui dimana, oleh siapa, dan bagaimana pemanfaatan tenaga nuklir dilakukan. 3. Melaksanakan inspeksi secara berkala dan sewaktu-waktu untuk mengetahui apakah pemanfaatan tenaga nuklir mengikuti peraturan yang ditetapkan. Badan Pengawas juga diberi tugas untuk melakukan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan dalam pemanfaatan tenaga nuklir. Pembinaan dan pengembangan kemampuan sumber daya manusia adalah syarat mutlak dalam rangka mendukung upaya pemanfaatan tenaga nuklir dan pengawasan sehingga pemanfaatan tenaga nuklir benar-benar meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan tingkat keselamatan yang tinggi. Pembinaan dan pengembangan ini dilakukan juga untuk meningkatkan disiplin dalam mengoperasikan instalasi nuklir dan menumbuh-kembangkan budaya keselamatan, yaitu sikap dalam organisasi dan individu yang menekankan pentingnya keselamatan. Oleh karena itu, budaya keselamatan mempersyaratkan agar semua kewajiban yang berkaitan dengan keselamatan harus dilaksanakan secara benar, seksama, dan penuh rasa tanggung jawab. Bahan nuklir juga memiliki aspek politis dan strategis, sehingga kegiatan 25

yang memanfaatkan bahan nuklir perlu mendapatkan pengawasan dan pengendalian. Secara garis besar, sistim pengawasan yang berkaitan dengan pemanfaatan bahan nuklir ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengawasan tingkat nasional oleh masing-masing pemerintah dalam suatu negara, dan pengawasan internasional oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Pengawasan ini dimaksudkan untuk : 1. Menjamin kesejahteraan, kemanan, dan ketenteraman masyarakat. 2. Menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja dan anggota masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup. 3. Memelihara tertib hukum dalam pelaksanaan pemanfaatan tenaga nuklir. 4. Meningkatkan kesadaran hukum para pengguna tenaga nuklir untuk menimbulkan budaya keselamatan di bidang nuklir. 5. Mencegah terjadinya perubahan tujuan pemanfaatan bahan nuklir dari maksud damai ke maksud lain. 6. Menjamin terpeliharanya dan ditingkatkannya disiplin petugas dalam pelaksanaan pemanfaatan tenaga nuklir. Sebagaimana telah dikemukakan dalam pembahasan pada BAB IX, bahwa pemanfaatan tenaga nuklir mengandung resiko radiologis yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Untuk mencegah atau mengurangi resiko bahaya tersebut, maka ada berbagai upaya yang harus dilakukan. Dalam hal ini dikenal adanya aspek legal dan teknis yang harus ditempuh untuk mengupayakan sistem kesela-matan radiasi yang optimum, baik bagi pekerja radiasi masyarakat maupun masyarakat umum. Pengaturan, Perizinan dan Inspeksi Ditinjau dari aspek legalnya, pemanfaatan tenaga nuklir dalam berbagai bidang memerlukan adanya sistim pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah, yang dalam hal ini bertindak sebagai Instansi Yang Berwenang dalam melakukan peng-awasan tersebut. Aspek legal menyang-kut berbagai peraturan perundangan serta peraturan pelaksanaannya, yang merupakan dasar dari suatu sistim pengawasan yang diberlakukan. Pengertian dari pengawasan dalam hal ini terdiri atas tiga komponen utama, yaitu : pengaturan, perizinan dan inspeksi. Obyek pengawasan ini terutama berupa zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya, bahan nuklir dan reaktor nuklir. Di samping memberikan manfaat yang sangat besar, pemanfaatan radiasi untuk keperluan radiografi industri juga mempunyai potensi bahaya radiasi baik terhadap pekerja, anggota masyarakat maupun lingkungan. (sumber : haam.us, diunduh : 25-04-2014) 26

Namun pelaksanaan pengawasan ini tidak hanya dilakukan terhadap objeknya saja, melainkan melebar terhadap sarana, peralatan dan bahkan terhadap personil yang bekerja dengan radiasi. Pengawasan yang efektif biasa-nya didukung oleh kemampuan untuk memaksakan. Namun karena pemaksaan ini dapat melanggar hak orang lain, maka kewenangan pengawasan itu harus mempunyai dasar hukum. Pengawasan tanpa dasar hukum merupakan tindakan sewenang-wenang yang harus dihindari. Pengaturan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir dilaksanakan dengan cara mengeluarkan peraturan sesuai dengan hirarki atau tata pertingkatan peraturan. Jadi dalam hal ini pengawasan hanya bisa dilakukan atas dasar peraturan yang sudah ditetapkan terlebih dahulu. Mengenai pengaturan, Instansi Yang Berwenang dituntut untuk membuat peraturan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan teknologi nuklir dapat memberikan manfaat yang sebesarbesarnya dengan resiko yang sekecilkecilnya. Di lain fihak, masyarakat pemakai tenaga nuklir dituntut untuk mentaati seluruh peraturan keselamatan yang telah digariskan. Pelanggaran atas peraturan tersebut merupakan tindak pidana yang dapat dikenakan sangsi hukuman. Setiap pemanfaatan tenaga nuklir harus dilengkapi dengan izin dari Instansi Yang Berwenang. Sistim perizinan itu nampak universal sifatnya, semua negara menempuh jalan ini dalam melaksanakan pengawasan pemanfaatan teknologi nuklir di negara masing-masing. Kemungkinan perbedaan terdapat pada instansi yang diberi kewenangan untuk menangani perizinan tersebut. Belgia, Denmark, Perancis dan Swiss membuat aturan bahwa perizinan untuk pemakaian tenaga nuklir di bidang kesehatan tidak ditangani oleh Komisi Tenaga Atom, melainkan oleh Menteri Kesehatan. Sedang di Belanda, sistim perizinan ditangani oleh Menteri Urusan Ekonomi dan Menteri Urusan Sosial dan Kesehatan Masyarakat. Nuclear Regulatory Commission di Amerika Serikat melakukan pengawasan terhadap bahan nuklir khusus, bahan sumber dan zat radioaktif hasil samping serta mengawasi pembangunan dan pengoperasian instalasi nuklir tertentu. Di Indonesia, masalah perizinan ini sebelumnya ditangani oleh Badan Tenaga Atom Nasional cq. Biro Pengawasan Tenaga Atom. Namun dengan dikeluarkannya UU No. 10/1997, perizinan ini untuk selanjutnya ditangani oleh Badan Pengawas. Dalam rangka pemberian izin ini diperlukan pertimbangan tertentu agar pekerja dan anggota masyarakat lainnya mendapatkan perlindungan dari bahaya radiasi dari instalasi yang diberi izin operasi. Pemegang izin diwajibkan untuk memberi kesempatan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja oleh tenaga-tenaga ahli dari Instansi Yang Berwenang atau dengan kerja sama dengan Instansi Pemerintah lainnya untuk menilai efekefek radiasi terhadap kesehatan pekerja. Pemegang izin juga diwajibkan untuk mentaati peraturan, pedoman kerja dan lain-lain ketentuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah maupun Instansi Yang Berwenang. Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut dapat mengakibatkan dicabutnya izin yang telah diberikan. Pencabutan ini baru dilakukan setelah didahului adanya peringatan kepada pemegang izin bahwa persaratan perizinan tidak lagi dipenuhi atau tidak memenuhi kewa-jiban yang ditentukan dalam Peraturan Pemenrintah. Pemegang izin diwajibkan pula menyelenggarakan dokumentasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zat radioaktif dan/atau sumber radiasi lainnya. Tujuan utama dari sistim perizinan ini adalah : 1. Untuk mengetahui di mana saja kegiatan nuklir dilaksanakan, agar 27

kegiatan tersebut dapat diawasi dan dipantau sehingga tidak timbul dampak negatif ditinjau dari segi keselamatannya. 2. Untuk mengetahui apakah pemo-hon izin benar-benar mampu melaksanakan dengan aman mengenai kegiatan yang direnca-nakannya. Program perizinan untuk suatu instalasi nuklir idealnya mencakup tiga tahap, yaitu : izin tapak, izin konstruksi dan izin operasi. Dengan sistim ini, Instansi Yang Berwenang memberi izin sudah mulai dilibatkan sejak awal, jauh sebelum kegiatan operasionalnya dimulai. Dalam sistim perizinan yang menyangkut izin operasi, ada tiga syarat yang harus dipenuhi oleh suatu unit kerja agar permohonan izinnya dikabulkan, yaitu : 1. Tersedianya fasilitas yang baik dan memenuhi syarat sesuai dengan ruang lingkup kegiatannya. 2. Memiliki tenaga kerja yang cakap dan terlatih baik. 3. Memiliki peralatan yang memadai untuk menjamin tercapainya keselamatan kerja terhadap radiasi, baik di dalam maupun di luar lingkungannya. Perizinan sebagai salah satu bagian dari pengawasan tidak hanya mencakup izin operasi saja. Di samping fasilitasnya sendiri, personil yang terlibat dalam pemanfaatan tenaga nuklir juga dituntut memiliki kecakapan dan latihan yang memadai. Dalam beberapa kasus, Surat Ijin Bekerja (SIB) bagi personil yang terlibat juga diperlukan, misal SIB sebagai Petugas Proteksi Radiasi, Ahli Radiografi, Operator Radiografi, Supervisor Reaktor dan Operator Reaktor. Perizinan diperlukan juga pada personil yang bekerja di irradiator dalam bentuk perberlakuan SIB untuk pekerja irradiator yang dibedakan atas empat macam pekerja, yaitu : Operator Irradiator, Petugas Dosimetri, Petugas Proteksi Radiasi dan Petugas Perawatan. 28 Adanya tenaga-tenaga yang cakap seringkali harus dibuktikan melalui ujian. Tenaga kerja yang lulus ujian akan diberikan tanda lulus berupa SIB yang berlaku untuk jangka waktu tertentu, misal selama lima tahun. Apabila masa berlakunya SIB tersebut telah habis, maka pekerja yang bersangkutan harus menempuh ujian ulang. Artinya petugaspetugas tersebut secara periodik harus menjalani program rekualifikasi untuk mengetahui apakah mereka masih memenuhi syarat dalam menjalankan tugasnya. Setiap instalasi atom harus memiliki paling tidak seorang Petugas Proteksi Radiasi (PPR). PPR adalah petugas yang oleh Instansi Yang Berwenang dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan masalah proteksi radiasi yang dibuktikan melalui ujian. Inspeksi merupakan tonggak terakhir dari rangkaian sistim pengawasan dalam pemanfaatan teknologi nuklir. Inspeksi juga meru-pakan bentuk nyata pengawasan, berupa kedatangan seorang atau lebih inspektur yang memeriksa apakah keadaan pelaksanaan di tempat kerja sesuai dengan peraturan, petunjuk atau pedoman yang berlaku yang telah dikeluarkan terlebih dahulu. Inspektur tersebut diangkat dan diberhentikan oleh Badan Pengawas. Tujuan dari inspeksi ini adalah agar setiap kegiatan yang memanfaatkan teknologi nuklir dilaksanakan sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan, petunjuk dan pedoman kerja yang telah digariskan. Inspeksi terhadap instalasi nuklir dilaksanakan secara berkala dan sewaktu-waktu. Inspeksi dilakukan untuk membuktikan bahwa pemanfaatan teknologi nuklir dilakukan dengan mematuhi norma-norma yang menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja, masyarakat dan lingkungan. Inspeksi ini dimaksudkan pula untuk menemukan adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam

Kegiatan radiografi industri harus mendapat pengawasan yang ketat dan cermat agar pemanfaatan radiasi itu tidak menimbulkan bahaya radiasi (Sumber : ham.us, diunduh : 25-04-2014) hal ditemui adanya pelanggaran, maka kasusnya diserahkan kepada fihak yang berwajib untuk diproses lebih lanjut. Bagaimanapun juga, inspeksi ini mempunyai peran penting dalam menunjukkan diri bahwa peraturan atau perizinan yang dikeluarkan itu akan diperiksa kesesuaiannya dengan keadaan di lapangan. Usaha memantapkan sistim pengawasan perlu terus dilakukan untuk mengikuti kondisi pemanfaatan teknologi nuklir yang terus berkembang. Pengawasan oleh BAPETEN Pemanfaatan tenaga nuklir tentu harus memperhitungkan adanya resiko radiasi, karenanya risiko radiasi perlu dikelola dengan baik sesuai dengan ketentuan keselamatan nuklir. Untuk itu pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir perlu dilakukan guna memastikan terwujudnya keselamatan, keamanan dan seifgard pada setiap pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia. Untuk mewujudkan Pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir yang professional mandiri dan terpercaya, BAPETEN selalu berupaya untuk melaksanakan pengawasan yang bermutu, transparan dan akuntabel melalui tiga pilar utama yakni peraturan, perizinan, dan inspeksi. Selanjutnya melalui unit unit kerja pengkajian dan unit kerja keteknikan dan kesiapsiagaan nuklir, dilakukan berbagai kegiatan untuk mempertinggi kualitas pengawasan. Dengan demikian diha rapkan, bahwa pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir dari waktu ke waktu menjadi semakin meningkat kualitasnya. Dalam hal pelaksanaan inspeksi keselamatan pemanfaatan tenaga nuklir, BAPETEN diamanatkan untuk menerbitkan hasil inspeksi keselamatan nuklir secara berkala dan terbuka untuk masyarakat (penjelasan Pasal 20 Ayat (3) Undang Undang RI No10 Tahun 1997) Untuk memenuhi amanat tersebut, BAPETEN menerbitkan Laporan Keselamatan Nuklir setiap tahun, yang memuat hasil pengawasan tentang kondisi keselamatan dan keamanan pemanfaatan tenaga nuklir. Dengan terbitnya laporan keselamatan nuklir tersebut, masyarakat dapat mengetahui kondisi keselamatan dan keamanan nuklir di berbagai bidang pemanfaatan yaitu bidang kesehatan, industri, reaktor nuklir, 29

instalasi nuklir non reaktor, serta beberapa kegiatan penting yang dilakukan BAPETEN terkait dengan peningkatan kondisi kesela-matan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia, dan peran BAPETEN terkait kerjasama dengan ins tansi lain dalam rangka mewujudkan keselamatan, keamanan dan seifgard di dunia internasional. Pengawasan keselamatan nuklir yang dilakukan oleh inspektur BAPETEN didasarkan pada kepatuhan terhadap peraturan keselamatan nuklir, serta kesesuaian dengan kondisi keselamatan yang dituangkan dalam kondisi izin. Dengan demikian, aspek hukum yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan pemanfaatan tenaga nuklir, harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap tindakan, dalam pelaksanaan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia. Sesuai ketentuan peraturan perun dang undangan, BAPETEN menyelenggerakan pelayanan perizinan ber dasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 tahun 2008 tentang Perizinan Peman faatan Sumber radiasi pengion dan Bahan Nuklir. PP ini menguraikan bahwa persyaratan permohonan izin terdiri atas persyaratan administratif, teknis, dan khusus. Seluruh pesyaratan tersebut pada dasarnya ditujukan untuk memastikan bahwa pemanfaatan tenaga nuklir dilaksanakan secara selamat dan aman. Persyaratan administratif dan teknis diberikan untuk semua pemohon izin, sedangkan persyaratan khusus hanya diperuntukkan bagi pemohon izin yang memerlukan izin tapak, konstruksi, komisioning, operasi dan/atau penutupan. Berdasarkan hasil pengawasan keselamatan nuklir yang dilaporkan oleh BAPETEN dalam buku laporan keselamatan nuklir Tahun 2009, secara umum kondisi keselamatan nuklir semakin meningkat, hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya kesadaran pengguna tenaga nuklir untuk men gajukan izin pemanfaatan tenaga nuklir. Kondisi keselamatan, keamanan dan seifgard pada fasilitas radiasi dan zat radioaktif serta instalasi dan bahan nuklir secara umum dapat dikatakan cukup baik. Berdasarkan hasil inspeksi yang dilakukan para inspektur BAPETEN selama tahun 2009, tidak ditemukan halhal yang membahayakan keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup. Dalam bidang industri dan penelitian telah diterbitkan izin baru dan izin pe rpanjangan sebanyak 3559 izin di sepan jang tahun 2009. Jumlah tersebut melip uti 418 izin penggunaan radiografi industri, 1230 izin gauging, 1143 izin sumur bor (well logging), 46 izin perunut (tracer), 34 izin fotofluorografi, 4 izin fluoroskopi bagasi, 6 izin fasilitas kalibrasi, 21 izin untuk penelitian dan pengembangan, 2 izin irradiator, 1 izin produksi radioisotop, 146 izin impor, 21 izin ekspor dan 43 izin pengalihan. Di tahun yang sama, BAPETEN juga menerbitkan 44 perubahan izin dan 1089 persetujuan, yang terdiri atas 199 persetujuan impor, 28 persetujuan ekspor, 836 persetujuan pengiriman zat radioaktif izin, dan 26 persetujuan pengiriman kembali zat radioaktif ke negara asal. Dalam buku Laporan Keselamatan Nuklir 2009, BAPETEN menyatakan bahwa pelaksanaan inspeksi terhadap kegiatan radiografi industri mendapatkan 6 sumber radioaktif belum memiliki izin pemanfataan dari 60 sumber radioaktif yang digunakan. Terhadap adanya 6 sumber radioaktif yang belum memiliki izin tersebut, Inspektur BAPETEN telah memberi perintah penghentian ke-giatan penggunaan sumber radioaktif tersebut secara tertulis, menyampaikan peringatan ancaman pidana sesuai Undangundang No 10 tahun 1997 tentang Kete naganukliran dan memerintahkan agar 30

pemilik fasilitas segera mengajukan permohonan izin ke BAPETEN. Seluruh perusahaan yang diinspeksi yaitu 25 perusahaan telah memiliki personil dengan kompetensi sesuai deng an peraturan perundang undangan. Sebanyak 92% atau 23 perusahaanperusahaan yang diinspeksi memiliki fas ilitas yang sangat baik termasuk tersedi anya surveymeter, tanda radiasi, tempat penyimpanan, dan TLD Badge untuk pe mantauan dosis personil. Sebanyak 8% sisanya atau 2 perusahaan yang diinspeksi masih dapat dikategorikan baik karena perusahaan tersebut dapat memenuhi sebagian besar dan komponen penting persyaratan keselamatan fasilitas kecuali tanda radiasi. Pada aspek ketersediaan dokumen dan rekaman, inspeksi menemukan bahwa hanya 36% atau 9 perusahaan yang diinspeksi memiliki seluruh kelengkapan dokumen dan rekaman ter masuk dokumen program proteksi dan keselamatan radiasi, 16% atau 4 perusahaan telah memiliki hampir kesel uruhan dokumen dan rekaman kecuali log book pengoperasian dan perawatan, dan sisanya sebanyak 48% atau 12 perusahaan tidak memiliki dokumen program proteksi dan keselamatan radiasi. Terhadap temuan ini Inspektur BAPETEN telah mewajibkan fasilitas untuk segera menyusun dokumen tersebut dan menyampaikannya ke BAPETEN. Ketiadaan dokumen program proteksi dan keselamatan radiasi ini tidaklah bermakna rendahnya tingkat keselamatan karena perusahaan tersebut telah memiliki dokumen 23 petunjuk pelaksanaan kerja yang didasarkan pada peraturan perundang undangan sebelum tahun 2009. Untuk kegiatan industri radiografi sepanjang tahun 2010, dalam buku Laporan Keselamatan Nuklir 2010 diinformasikan bahwa pelaksanaan inspeksi terhadap kegiatan radiografi industri mendapatkan temuan dari 85 sumber radioaktif dan 10 unit pesawat sinar X radiografi yang digunakan, 18 sumber radioaktif belum memiliki izin pemanfataan. Inspektur BAPETEN telah memberi perintah secara tertulis untuk menghentikan kegiatan penggunaan 18 sumber radioaktif yang belum memiliki izin sumber radioaktif tersebut serta menyampaikan konsekuensi pidan sesuai Undang undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Inspektur juga telah merekomendasikan agar pemilik fasilitas segera mengajukan permohonan izin ke BAPETEN. Dari 31 perusahaan yan g diinspeksi, 30 perusahaan (96,7%) telah memiliki petugas proteksi radiasi (PPR) dan personil yang memiliki kompetensi sebagaimana yang ditetapkan oleh peraturan perundang undangan. Namun demikian masih ditemukan 1 perusahaan yang memiliki PPR atau per sonil dengan kompetensi yang belum memenuhi peraturan perundangundangan. Sebanyak 20 perusahaan yang diinspeksi (64,5%) memiliki fasilitas yang sangat baik termasuk tersedianya surveymeter, tanda radiasi, tempat penyimpanan, dan TLD Badge untuk pemantauan dosis personil. Sebanyak 6 perusahaan yang diinspeksi (19,4%) masih dapat dikategorikan baik karena perusahaan tersebut dapat memenuhi sebagian besar dan komponen penting persyaratan keselamatan fasilitas kecuali tanda radiasi. Sebanyak 5 perusahaan (16,1%) dalam kondisi kurang baik karena selain tanda radiasi yang belum dimiliki juga tidak memiliki surveymeter atau surveymeter belum terkalibrasi. Pada aspek ketersediaan dokumen dan rekaman, inspeksi menemukan bahwa hanya 24 perusahaan (77,45%) yang diinspeksi memiliki seluruh kelengka 31

pan dokumen dan rekaman termasuk dokumen program proteksi dan keselamatan radiasi, 5 perusahaan (16,1%) telah memiliki hampir keseluruhan dokumen dan rekaman kecuali logbook pengoperasian dan perawatan, dan sisanya sebanyak 2 perusahaan (6,5%) tidak me miliki dokumen program proteksi dan keselamatan radiasi. Terhadap temuan itu Inspektur BAPETEN telah mewajibkan fasilitas untuk segera menyusun dokumen tersebut dan menyampaikannya ke BAPETEN. idak tersedianya dokumen program prote ksi dan keselamatan radiasi ini bukanla h cerminan rendahnya tingkat keselamat an, karena perusahaan tersebut telah me miliki dokumen petunjuk pelaksanaan (juklak) keselamatan radiasi yang didasarkan pada peraturan perundangundangan sebelum tahun 2010. Penutup Badan Pengawas Tenaga Nuklir dalam melaksanakan pengawasan terus berusaha untuk mengurangi ketidakpercayaan dan ketakutan masyarakat terhadap hal hal yang membahayakan dalam pemanfaatan tenaga nuklir. Secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi keselamatan dan kemanan dalam pemanfaatan tenaga nuklir di bidang industri radiografi sudah cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya kepatuhan terhadap ketentuan keselamatan dan keamanan serta meningkatnya kesadaran pengguna tenaga nuklir di bidang radiografi industri dalam mengajukan izin pemanfaatan tenaga nuklir. BAPETEN secara intensif juga melakukan fungsi pembinaan terhadap p ara pemegang izin dengan tujuan untuk menanamkan budaya dan praktek keselamatan dan keamanan. Dengan langkah itu, diharapkan hal-hal yang tidak diinginkan tidak akan pernah terjadi dalam kegiatan radiografi industri. Daftar Pustaka 1. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiografi Industri, Perka BAPETEN No.7 Tahun 2009, Jakarta (2009) 2. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Laporan Keselamatan Nuklir 2009, LT/SPI/IS/01/2010, BAPETEN, Jakarta (2010). 3. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Laporan Keselamatan Nuklir 2010, LT/SPI/IS/01/2011, BAPETEN, Jakarta (2011). 4. BOARD OF RADIATION AND ISOTOPE TECHNOLOGY, Radio-graphy Camera Inspection, BRIT-BARC Report, Mumbai (2013). 5. INTERNATIONAL ATOMIC ENER-GY AGENCY, Lesson Learned from Accidents in Industrial Radiograph, Safety Series No. 7, Vienna, (2003). 6. INTERNATIONAL ATOMIC ENER-GY AGENCY, IAEA SS No. 75-INSAG-4, Safety Culture, A Report by the International Nuclear Safety Advisory Group, IAEA, Vienna (1991). 7. INTERNATIONAL ATOMIC ENER-GY AGENCY, Radiation Protection and Safety in Industrial Radiography. Safety Series No. 13, Vienna (1996). Pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir perlu dilakukan guna memastikan terwujudnya keselamatan, keamanan dan seifgard (Sumber : vidisco.com, diunduh : 25-04-2014) 32