BAB I PENDAHULUAN. terlalu banyak bermain, hura-hura, tawuran, mempraktikkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran penting dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. demikian pesatnya. Sebagai konsekuensi logis, kita harus menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan suatu bangsa. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. di antara makluk-nya yang lain. Allah memberi banyak kelebihan kepada

BAB I PENDAHULUAN. (Jogyakarta: Media Wacana Press, 2003), hlm Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing,

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

2015 PENERAPAN KANTIN KEJUJURAN SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN KARAKTER WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan harkat dan martabatnya. Seiring dengan perputaran waktu. normatif yang lebih baik dan mampu menjawab tantangan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. religiusitas dalam kehidupan manusia. Temuan-temuan empiric dan

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh dan perubahan yang besar dalam dunia pendidikan. Begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sebagai usaha membina dan mengembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Terj. Rahmani Astuti, dkk, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 3.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilda Akmalia Fithriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya

BAB I PENDAHULUAN. secara terpadu. UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. manusia seutuhnya. Tujuan ini tertera pada Garis Besar Haluan Negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN KECERDASAN SPIRITUAL (SQ) DENGAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP PAWYATAN DAHA 2 KOTA KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. pemahaman yang mereka miliki dan mereka butuhkan.

BAB V PEMBAHASAN. kecerdasan spiritual pada nilai kejujuran di MTs Al-Ma arif pondok. pesantren Salafiyah As-Syafi iyah Panggung Tulungagung.

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Zuhairi, dkk, Metodologi Pendidikan Agama (solo: Ramadhani, 1993), hal. 9.

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

Upaya untuk Menyiapkan Insan Yang Berkarakter Melalui Program Leader Class di Kabupaten Cilacap Oleh : Nur Fajrina R.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak bisa terlepas dari individu

BAB V PENUTUP. penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional dan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

PERANAN PENDIDIKAN AGAMA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SEKOLAH DASAR

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Al-Hadis, melalui kegiatan. bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pembeda dengan makhluk lainnya. Oleh karena itulah manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa pendidikan akan sulit

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam upaya

PIDATO SAMBUTAN PADA PEMBUKAAN TRAINING ESQ DI JAKARTA SABTU, 13 FEBRUARI 2010

BAB I PENDAHULUAN. patriotisme, dan ciri khas yang menarik (karakter) dari individu dan masyarakat bangsa

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kelangsungan hidup manusia akan berjalan dengan lancar dan optimal.

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dan

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan akhlak mulia adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. Daniel Goleman dalam karyanya pada tahun 1995 berjudul Emotional

BAB I PENDAHULUAN. negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2

BAB I PENDAHULUAN. (Bandung: Sinar Baru Al-Gasindo, 1995), hlm Nana Sujana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. dan lebih maju dalam bidang IPTEK dan sains, dengan perbagai cara berhasil

BAB I PENDAHULUAN. merealisir hal tersebut Menteri Agama dan Menteri P dan K. mengeluarkan keputusan bersama untuk melaksanakan pendidikan agama

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pendidikan di Indonesia terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada SDM yang dimilikinya. Oleh karena itu setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Persaingan antara perusahaan semakin meningkat diiringi berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

BAB I PENDAHULUAN. akademik (Intelligence Quotient atau sering disebut IQ ) mulai dari bangku

BAB I PENDAHULUAN. secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan. negara (Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, 2013: 1).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam. Undang Undang No 2/1989 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, oleh karena itu setiap individu yang terlibat dalam

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Dalam Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. asuh dan arahan pendidikan yang diberikan orang tua dan sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. penting dan dominan menetukan maju mundurnya suatu bangsa, serta. membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang

BAB I PENDAHULUAN. atau narapidana agar mereka dapat kembali hidup bermasyarakat dengan baik

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, manusia dapat merubah pola pikir yang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. sendirinya akibat ulah para penduduknya. Kejahatan, penipuan, dan korupsi

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bernilai universal, artinya meliputi seluruh dimensi ruang dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

BAB I PENDAHULUAN. prestasi akademik yang dicapai seseorang, akan tetapi harus di imbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama merupakan salah satu bidang studi yang. dimasukkan dalam setiap kurikulum formal dan tingkat dasar hingga

PENANAMAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB SISWA PADA PELAKSANAAN ULANGAN HARIAN DALAM MATA PELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang ada dalam diri peserta didik. Pendidikan dianggap sebagai. diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pendidikan di Indonesia hingga sekarang masih menyisakan banyak persoalan, baik dari segi kurikulum, manajemen, maupun para pelaku dan pengguna pendidikan. Sumber daya manusia (SDM) masih belum mencerminkan cita-cita pendidikan yang diharapkan. Masih banyak ditemukan kasus, seperti siswa yang mencontek ketika ujian, bermalasmalasan, terlalu banyak bermain, hura-hura, tawuran, mempraktikkan pergaulan bebas, menggunakan narkoba, dan melakukan tindak kriminal. Di sisi lain, masih ditemukan pula guru yang melakukan kecurangan-kecurangan dalam penyelenggaraan ujian nasional (UN). Sekarang ini kita menemukan begitu banyak perilaku kurang baik yang dilakukan oleh insan akademis di perguruan tinggi. Kasus plagiat, misalnya, merupakan contoh nyata betapa insan akademis-baik dosen maupun mahasiswa yang melakukannya-telah kehilangan wawasan spiritual. Mereka melakukan jalan pintas untuk tujuan yang bersifat praktis-pragmatis. Mereka mengabaikan nilai-nilai luhur proses pencapaian sebuah tujuan. 1 Melihat gejala seperti ini sangat ironis sekali karena bangsa Indonesia dipandang sebagai bangsa yang beradab dan menjunjung tinggi akan etika sopan santun dan keramah tamahannya, dan mayoritas beragama Islam seyogyanya mencerminkan nilai-nilai agama dalam praktik kehidupan sehari- 1 Ngainun Naim, Menipu Setan Kita Waras di Zaman Edan, Jakarta: Gramedia, 2015), 127. 1

2 hari oleh setiap individu, masyarakat dan bangsa. Hal ini membuat kekhawatiran kita akan generasi penerus dan imbasnya bangsa ini akan terpuruk, baik peradaban maupun moralitas bangsa itu sendiri. Gejala ini muncul disebabkan oleh rapuh atau lemahnya karakter bangsa. Atas dasar inilah pendidikan perlu direkonstruksi ulang agar dapat menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas dan siap menghadapi dunia masa depan yang penuh dengan problem dan tantangan serta dapat menghasilkan lulusan yang memiliki karakter mulia, yaitu memiliki kepandaian sekaligus kecerdasan, memiliki kreativitas tinggi sekaligus sopan santun dalam berkomunikasi, serta memiliki kejujuran dan kedisiplinan sekaligus memiliki tanggung jawab yang tinggi. Maka muncullah pemikiran tentang membangun karakter bangsa, yakni menekankan pada nilai-nilai spiritual. Dapat kita amati saat ini telah gencar-gencarnya tentang pendidikan karakter yang akan diterapkan di tingkat satuan pendidikan, baik itu tingkat dasar, menengah maupun atas. Pendidikan karakter seyogyanya dilakukan pada anak usia dini atau fase balita, hal ini berkaitan dengan awal mula ia berinteraksi sosial pada lingkungan keluarga yakni orang tuanya. Karena fondasi pembentukan karakter anak dimulai dari lingkungan keluarga berlanjut ke sekolah dan masyarakat, sebab keluarga yang baik akan membentuk masyarakat yang baik, dan masyarakat yang baik akan membentuk negara yang baik pula. Peran dalam menciptakan bangsa yang berkarakter, tidak bisa terbentuk hanya sepihak saja tetapi kombinasi dari berbagai pihak khususnya dunia

3 pendidikan. Karena karakter pribadi seseorang, sebagian besar dibentuk oleh pendidikannya dan revitalisasi keilmuan berada di lembaga pendidikan, di mana terjadinya proses transfer ilmu dalam membentuk paradigma-paradigma baru. Artinya peserta didik diberi asupan pemikiran-pemikiran sehingga akan membentuk paradigmanya dan ia dapat berpikir tentang tentang suatu hal tersebut, berupa baik dan buruk, benar maupun salah. Pendidikan merupakan sarana yang sangat penting untuk membangun karakter, karena pendidikan menfasilitasi seseorang untuk bisa menumbuh kembangkan jati dirinya. UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 2 Dalam proses perkembangan dan pembentukan karakter seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan (nurture) dan faktor bawaan (nature). Secara psikologi perilaku berkarakter merupakan perwujudan dari potensi Intelligence Quotient (IQ), Emotional Qoutient (EQ), Spiritual Quotient (SQ), dan Adverse Quotient (AQ) yang dimiliki oleh seseorang. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologi dan sosio-kultural pada akhirnya dapat dikelompokkan dalam empat kategori, yakni: (1) olah hati (spiritual and emotional development), (2) olah pikir 2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) dan Penjelasannya, (Yogyakarta: Media Wacana Press, 2003), 1.

4 (intellectual development), (3) olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development), dan (4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Keempat proses psiko-sosial ini secara holistik dan koheren saling terkait dan saling melengkapi dalam rangka pembentukan karakter dan perwujudan nilai-nilai luhur dalam diri seseorang. 3 Dari berbagai macam kecerdasan di atas dapat kita definisikan sebagai berikut: Kecerdasan intelektual (IQ) adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara yang tertentu. 4 kecerdasan yang bertumpu pada kemampuan berpikirnya yang berpusat pada akal (rasio) untuk membimbingnya dalam menalar dan memecahkan sebuah masalah atau menyelesaikan tugas-tugas secara cepat dan lebih efektif sebagai salah satu potensi dirinya. Sedangkan Kecerdasan Emosional (EQ) menurut Goleman adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. 5 Adapun Spiritual Quotient (SQ) menurut Sinetar adalah kecerdasan yang dapat inspirasi, dorongan, dan efektivitas yang terinspirasi, theis-ness atau penghayatan ke-tuhanan yang di dalamnya kita semua menjadi bagian. 6 3 Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter Di Sekolah (Konsep dan Praktik Implementasi), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 1. 4 M. Ngalim Purwo, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 52. 5 Agus Nggermanto, Quantum Quotient Kecerdasan Quantum, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2003), 98. 6 Ibid, 117.

5 Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh peserta didik dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral, karena itu seorang guru berkewajiban menjadi contoh perilaku atas terlaksananya sikap dan perilaku religius bagi peserta didik. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai religius seorang guru akan mudah memperkenalkan, membiasakan dan menanamkan value yang unggul dan mulia kepada siswa. Karena saat ini bukan intelligensi dan prestasi akademik yang membuat sumber daya manusia (SDM) berdaya saing, handal dan tangguh namun juga nilai-nilai religius. Untuk meningkatkan religiusitas, seseorang harus bisa mengendalikan hawa nafsunya. Dalam hal ini seseorang harus memiliki kecerdasan, gunanya adalah sebagai tolok ukur ia mengambil sikap atau tindakan, contoh kecerdasan tersebut adalah Emotional Spiritual Quotient (ESQ) atau kecerdasan emosional dan jiwa. Melihat realitas yang ada tentu tidak semuanya bahwa siswa yang memiliki IQ tinggi mungkin bisa meraih impian hidupnya, tapi tidak terjamin terbentuknya karakter religiustanpa dibarengi dengan memiliki kecerdasan emosional dan spiritual, IQ seseorangbisa jadi disalahgunakan menyimpang dari rambu-rambu lalu lintas kehidupan yaitu nilai-nilaikarakter mulia.dengan adanya deskripsi tersebut, penulis tertarik mengambil judul Strategi Pembentukan Karakter Siswa Dalam Meningkatkan Emotional Spiritual Quotient (ESQ). Diharapkan kedepannya menjadi seseorang yang berkarakter religius dan selalu pada jalan kebaikan (ketaqwaan) dan menjadi seseorang yang lebih agamis dan berakhlak mulia.

6 Alasan pemilihan lokasi penelitian di kedua tempat ini adalah karena SMK NU Tulungagung dan SMK Al Badar Tulungagung merupakan lembaga pendidikan sekolah menengah kejuruan yang bernafaskan Islami. kedua sekolah ini mempunyai misi mempersiapkan peserta didik yang terampil dan mandiri serta memiliki karakter yang mulia dan dibarengi dengan memiliki IQ, EQ dan SQ yang mumpuni. B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian 1. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian, kiranya strategi pembentukan karakter siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ) masih sangat luas. Untuk memperjelas dan mempermudah pemahaman, maka peneliti memfokuskan penelitian ini pada strategi pembentukan karakter siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ) di SMK NU Tulungagung dan SMK Al Badar Tulungagung. 2. Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan penelitiannya sebagai berikut: a. Bagaimana strategi pembentukan dimensi fisik siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ) di SMK NU Tulungagung dan SMK Al Badar Tulungagung? b. Bagaimana strategi pembentukan dimensi mental siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ) di SMK NU Tulungagung dan SMK Al Badar Tulungagung?

7 c. Bagaimana strategi pembentukan dimensi spiritual siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ) di SMK NU Tulungagung dan SMK Al Badar Tulungagung? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan konsep ESQ dalam membentuk karakter religius siswa. Tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan strategi pembentukan dimensi fisik siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ) di SMK NU Tulungagung dan SMK Al Badar Tulungagung. 2. Untuk mendeskripsikan strategi pembentukan dimensi mental siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ) di SMK NU Tulungagung dan SMK Al Badar Tulungagung.. 3. Untuk mendeskripsikan strategi pembentukan dimensi spiritual siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ) di SMK NU Tulungagung dan SMK Al Badar Tulungagung. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi sebagai berikut: 1. Secara teoritis penelitin ini diharapkan dapat manambah pengetahuan dan wawasan keilmuan dalam hal stretegi pembentukan karakter siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ). Kemudian hasil

8 penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran untuk pengembangan kajian keilmuan program Magister PAI di IAIN Tulungagung. Selain itu dapat menjadi bahan acuan bagi para peneliti lainnya dalam mengkaji tentang stretegi pembentukan karakter siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ). 2. Secara praktis hasil penelitian dapat dijadikan sebagai sumbangan dan pertimbangan pemikiran kepada: a. Perpustakaan IAIN Tulungagung Hasil penelitian ini bagi Perpus IAIN Tulungagung semoga berguna untuk menambah literatur di bidang pendidikan terutama yang bersangkutan dengan peningkatan PAI. b. Lembaga Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi lembaga pendidikan yaitu SMK NU Tulungagung dan SMK Al Badar Tulungagung yang dijadikan objek penelitian untuk lebih mengembangkan stretegi pembentukan karakter siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ). c. Para Pengambil Kebijakan Diharapkan bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam upaya melaksanakan stretegi pembentukan karakter siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ).

9 d. Para Guru Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para guru di SMK NU Tulungagung dan SMK Al Badar Tulungagung untuk menggunakan stretegi pembentukan karakter siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ). e. Peneliti Untuk dapat menggunakan penalaran dan melakukan studi dalam menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan tentang stretegi pembentukan karakter siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ). E. Penegasan Istilah Untuk menghindari adanya kesalah pahaman dalam memahami Tesis ini, maka perlu kiranya penulis jelaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan judul di atas yaitu: 1. Konseptual a. Strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. 7 Selain itu strategi juga bisa diartikan sebagai langkah-langkah yang sistematis dalam melaksanakan rencana secara menyeluruh dan berjangka panjang dalam mencapai suatu tujuan. 8 7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1998), 859. 8 Nanang Fattah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah, (MBS) dan Dewan Sekolah, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), 25.

10 b. Karakter Karakter adalah merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia-baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, maupun lingkungan - yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat. 9 Karakter religius adalah mencakup totalitas tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari yang dilandasi dengan iman kepada Allah, sehingga seluruh tingkah lakunya berlandaskan keimanan dan akan membentuk akhlak karimah yang terbiasa dalam pribadi dan perilakunya sehari-hari. 10 c. Emotional Spiritual Quotient (ESQ) 1). Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain untuk mengontrol pikiran dan tindakan. 11 Jadi kecerdasan emosional quotient (EQ) yang dimaksud penulis adalah orang yang mampu mengelola emosi dan perasaannya untuk membimbingnya kearah tinadakan yang lebih baik. 9 Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), 64. 10 Ngainun Naim, Character Building, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 124. 11 Daniel Goleman, Emotional Inteligence, terj. T. Hermaya, Kecerdasan Emosional, Mengapa EQ Lebih Pendting Daripada IQ (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), 46.

11 2).Kecerdasan Spiritual Kecerdasan Spiritual atau Spiritual Intelligence atau Spiritual Quotient (SQ) ialah perasaan terdalam dari sebuah makna dan nilai spiritual. 12 Jadi yang penulis maksud dengan Kecerdasan Spiritual (SQ) di sini adalah kemampuan untuk selalu mendekatkan jiwanya dengan nilai spiritual yaitu Tuhan yang mampu mengantarkan manusia pada kesuksesan dan kebahagiaan hidup. 2. Operasional Dengan demikian, secara operasional yang dimaksud dengan judul strategi pembentukan karakter siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ) adalah sebuah perencanaan yang terprogram dan terukur, menggunakan metode dengan pembiasaan, keteladanan, memberi pemaknaan serta motivasi siswa melalui meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ) karena sangatlah memiliki hubungan dan keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan dan menjadi suatu keutuhan dalam membentuk karakter siswa, dengan diawali membentuk fondasi iman yang kuat disertai mengaplikasikan syariah Islam secara total niscaya akan terlahirlah insan rabbani yang memiliki ihsan yang tinggi dan mengacu pada teori yang sudah ada. 12 Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ: Kecerdasan Spiritual (Bandung: Mizan, 2007), 4.

12 F. Sistematika Pembahasan Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari enam bab, masingmasing bab terdiri dari beberapa sub bab, dan sebelum memasuki bab pertama terlebih dahulu peneliti sajikan beberapa bagian permulaan secara lengkap yang meliputi halaman sampul, halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, motto, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar lampiran dan abstrak. Bagian utama meliputi Bab I adalah Pendahuluan, dalam pendahuluan ini berisi konteks penelitian, fokus dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, sistematika pembahasan. Bab II adalah kajian pustaka. Dalam Bab ini diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Peneliti akan menuliskan kajian teori terdiri dari stretegi pembentukan karakter siswa dalam meningkatkan emotional spiritual quotient (ESQ). Bab ini juga memaparkan beberapa penelitian terdahulu sebagai perbandingan untuk menentukan teori penelitian ini dibanding penelitian yang sekarang. Bab III adalah Metode Penelitian. Peneliti akan menjabarkan tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, kehadiran peneliti, teknik pengecekan keabsahan data, dan tahapan penelitian. Bab IV hasil penelitian. Dalam bab ini penulis akan membahas paparan data dan menuliskan tentang temuan-temuan dan sekaligus analisis data sehingga diketemukan hasil penelitian.

13 Bab V adalah Pembahasan Temuan Penelitian. Dalam bab ini akan dibahas secara mendalam hasil temuan di bab sebelumnya sehingga hasil temuan akan benar-benar mencapai hasil yang maksimal. Bab VI adalah Penutup. peneliti akan mengambil kesimpulan dan saran guna memudahkan pemahaman terhadap hasil penelitian.