Mamat Lukman*Neti Juniarti*

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Karakteristik kasus menopause..., Herdiana Christanty Sihombing, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Osteoporosis, Konsumsi Susu, Jenis Kelamin, Umur, dan Daerah, Di DKI Jakarta, Jawa Barat,

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

Aida Minropa* ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga hal tersebut akan mempengaruhi pola konsumsi gizi dan aktivitas fisik

EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI

STUDI D IV KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN

Hubungan Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Balita DI Puskesmas Plaju Palembang Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang,

MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS VIII SMP II KARANGMOJO GUNUNGKIDUL

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MAKRAYU KECAMATAN BARAT II PALEMBANG

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN INFEKSI CACING DI PUSKESMAS KOTA KALER KECAMATAN SUMEDANG UTARA KABUPATEN SUMEDANG TAHUN

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI GANGGUAN MENSTRUASI PADA SISWI KELAS 2 SMA X KOTA BANDUNG TAHUN 2015

Kata kunci : asap rokok, batuk kronik, anak, dokter praktek swasta

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB OSTEOPOROSIS. Paulus Budi Santoso ( ) Pembimbing : David Gunawan T., dr

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK LANJUT USIA DENGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI DI KELURAHAN SRIWIDARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPELANG KOTA SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

KEJADIAN FRAKTUR FEMUR DI RUANG SERUNI (B2) RSUD Dr M YUNUS BENGKULU. Zulkarnain Mr

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DENGAN TEKANAN DARAH LANSIA DI MANCINGAN XI PARANGTRITIS KRETEK BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

Jurnal Care Vol.5, No2,Tahun 2017

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

ABSTRAK KORELASI UMUR, JUMLAH ANAK, DAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI PIL TERHADAP KEPADATAN MASSA TULANG PADA WANITA DEWASA

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa remaja puncak pertumbuhan masa tulang (Peak Bone Massa/PBM)

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PUS TERHADAP PROGRAM SADARI PADA PENYAKIT KANKER PAYUDARA DI KELURAHAN JATIHANDAP KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya (WHO, 2004). Jumlah populasi

HUBUNGAN KEBIASAAN OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN OSTEOPOROSIS PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA DESA KEMANTREN KECAMATAN TULANGAN KABUPATEN SIDOARJO

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

Hubungan Antara Status Gizi Dengan Usia Menarche Dini pada Remaja Putri di SMP Umi Kulsum Banjaran Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

PENGETAHUAN WANITA USIA DEWASA TENTANG OSTEOPOROSIS DI CISALAK PASAR

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BUOL

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MAHASISWA TENTANG MUTU PELAYANAN POLIKLINIK DIAN NUSWANTORO DENGAN KEPUTUSAN PEMANFAATAN ULANG DI UPT POLIKLINIK DIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

LEMBARAN KUESIONER. Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit osteoporosis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita di Kelurahan Baros Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

II. PENGETAHUAN RESPONDEN Petunjuk pengisian: Berilah tanda (x) pada jawaban yang saudara anggap benar.

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN OBESITAS DAN RIWAYAT DIABETES MELLITUS DENGAN PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. dalam pencegahannya. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dampak dari pembangunan di negara-negara sedang berkembang. sebagaimana juga hal ini terjadi di Indonesia, terutama di daerah Jawa

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

HUBUNGAN JARAK KELAHIRAN DAN JUMLAH BALITA DENGAN STATUS GIZI DI RW 07 WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIJERAH KOTA BANDUNG

SATUAN ACARA PENYULUHAN MASALAH KESEHATAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM)

HUBUNGAN ANTARA PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS GAJAHAN SURAKARTA DENGAN KEPUASAN PASIEN PESERTA PKMS (PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT SURAKARTA)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DENGAN PRAKTIK PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA REMAJA PUTRI

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA USIA TAHUN DI RW 08 KELURAHAN SUKUN KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

PENGARUH AKTIFITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN OBESITAS PADA MURID

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

ABSTRAK. Kata kunci : osteoporosis, premenopause, pencegahan osteoporosis. PENDAHULUAN

HUBUNGAN KEBIASAAN OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN OSTEOPOROSIS PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA DESA KEMANTREN KECAMATAN TULANGAN KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

KARYA TULIS ILMIAH POLA ASUPAN KALSIUM PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Oleh: GAHYAATRI DEVWI A/P SABAPATHY

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

EFEKTIVITAS MEDIA CERITA BERGAMBAR DAN ULAR TANGGA DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT SISWA SDN 2 PATRANG KABUPATEN JEMBER

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN PANDEGLANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 237,64 juta jiwa. Hal ini

Transkripsi:

SKRINING OSTEOPOROSIS: HUBUNGAN USIA DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN OSTEOPOROSIS DI DESA CIJAMBU KECAMATAN TANJUNGSARI Mamat Lukman*Neti Juniarti* ABSTRAK Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan metabolik termasuk osteoporosis akan menjadi masalah sistem muskuskletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Untuk mengetahui secara dini terjadinya osteoporosis dapat dilakukan skrining dengan mengukur kepadatan massa tulang (Bone Mineral Density) menggunakan alat densitometry. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia dan jenis kelamin dengan kejadian osteoporosis di Desa Cijambu Kecamatan Tanjungsari. Metode deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional dilakukan untuk melihat hubungan kedua variabel tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk Desa Cijambu yang berusia >18 tahun berjumlah 2.444 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental sampling dengan ukuran sampel sejumlah 259 orang. Hasil penelitian menunjukkan kejadian osteoporosis lebih banyak terdapat pada perempuan dibandingkan laki-laki dan paling banyak terdapat pada usia 45-59 tahun. Untuk kejadian osteoporosis, sebagian besar mempunyai resiko rendah yaitu sebesar 60% dan resiko tinggi hanya 11%,. Untuk korelasi dapat diketahui memiliki hubungan yang signifikan antara usia dan kejadian osteoporosis di Desa Cijambu (p value < 0,05). Sedangkan untuk jenis kelamin, tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian osteoporosis. (p value 0,05). Kata kunci : osteoporosis, usia, jenis kelamin ABSTRACT Because of increasing of life expectancy, many degenerative and metabolic diseases such as osteoporosis which is one of musculoskeletal system problem will need special treatment especially for development countries including Indonesia. Early diagnosis for Osteoporosis can be done with screening of bone mineral density using densitometry equipment. Objective of this research was to identify the relation of age and sex with incidence of osteoporosis in Desa Cijambu Kecamatan Tanjungsari. This research use correlation descriptive method with cross sectional approached. Population of people in Desa Cijambu has aged more than 18 years is 2,444 with sample for this research is 259 ts. Sampling technique that has been used for this research is accidental sampling. The result shows that incidence of osteoporosis is more happen in female than male and the high risk consists in the aged of 45-59 years. Most of ts have low risk of incidence osteoporosis with number is 60%, but fewer ts (11%) have high risk of incidence. The analysis shows that there is significant correlation between age and incidence of osteoporosis (p value < 0.05). While with sex, there is no correlation between sex and incidence of osteoporosis (p value 0.05). Keywords : osteoporosis, age, sex Volume 10 No. XIX Oktober 2008 Februari 2009 Hal 18

PENDAHULUAN Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan metabolik termasuk osteoporosis akan menjadi masalah sistem muskuskletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Osteoporosis merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan kepadatan tulang. Akibatnya, tulang menjadi rapuh. Osteoporosis akan membuat tulang berlubang-lubang seperti spons. Kelainan tulang ini akan meningkatkan risiko patah tulang. Orang lanjut usia merupakan sasaran paling rentan untuk terkena osteoporosis. Ketika wanita mencapai usia 80 tahun, ia memiliki risiko 40 persen mengalami satu atau lebih patah tulang belakang. Data Departemen Kesehatan tahun 2005 menunjukkan bahwa usia harapan hidup orang Indonesia meningkat dari 64,71 tahun (1995-2000) menjadi 67,68 tahun (2000-2005). Dengan adanya peningkatan usia harapan hidup di Indonesia, masalah osteoporosis atau tulang keropos perlu mendapat perhatian serius. Dari sekitar 18,4 juta populasi penduduk usia lanjut di Indonesia, diperkirakan 19,7 persen dari populasi tersebut menderita penyakit osteoporosis (Depkes RI, 2004). Menurut hasil analisa data yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes pada 14 provinsi menunjukkan bahwa masalah Osteoporosis di Indonesia telah mencapai pada tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7%. Itulah sebabnya kecenderungan Osteoporosis di Indonesia 6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan negeri Belanda. Lima provinsi dengan risiko Osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), DI Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan Timur (10,5%). Penelitian lain di kota Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan tahun 2002 juga menunjukkan bahwa Osteoporosis di Indonesia sudah seharusnya diwaspadai. Dari 101.161, ternyata 29% diantaranya telah menderita Osteoporosis. Tulang yang telah mengalami osteoporosis bisa mengalami patah tulang hanya karena kecelakaan kecil yang sebenarnya tidak akan terlalu berpengaruh terhadap tulang normal. Patahan bisa dalam bentuk retakan seperti di tulang pinggul, atau tekukan seperti yang sering terjadi pada tulang belakang. Patahan akibat osteoporosis seringkali terjadi di daerah tulang belakang, pinggul, serta pergelangan, tetapi patahan tetap bisa terjadi di hampir semua tulang (Brunner, 2002). Tulang yang normal tersusun atas protein, kolagen serta kalsium. Ketiga penyusun ini akan menguatkan tulang. Massa tulang atau kepadatan tulang merupakan kekuatan matriks tulang terdapat dalam struktur tulang rangka. Pada umumnya, semakin tinggi kepadatan tulang, maka tulang akan semakin kuat. Kepadatan tulang ini sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, yang juga dimodifikasi oleh faktorfaktor lain serta obat-obatan (Monahan dan Neighbors, 1998). Pada umumnya, pembentukan kepadatan tulang akan dimulai sejak usia anak-anak dan akan mencapai puncaknya pada usia 25 tahun. Kepadatan tulang ini selanjutnya akan bertahan selama Volume 10 No. XIX Oktober 2008 Februari 2009 Hal 19

sepuluh tahun. Setelah mencapai usia 35 tahun, baik laki-laki maupun perempuan akan mengalami penurunan massa tulang sebesar 0.3-0.5% per tahunnya. Hal ini disebabkan oleh proses penuaan. Pada perempuan, hormon estrogen sangat berpengaruh dalam mempertahankan kepadatan tulang. Saat kadar estrogen menurun paska menopause, maka penurunan kepadatan tulang akan semakin cepat. Selama 5-10 tahun pertama setelah menopause, perempuan bisa mengalami penurunan massa tulang sebesar 2-4% per tahun. Artinya, mereka akan kehilangan massa tulang sebesar 25-30% dalam masa ini. Percepatan penurunan massa tulang pasca menopause ini merupakan penyebab utama terjadinya osteoporosis pada perempuan (Guyton, 2000). Kampanye pencegahan dan penanganan osteoporosis telah lama dilakukan, namun kesadaran masyarakat guna melakukan pencegahan seperti deteksi dini masih sangat rendah. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan tentang pencegahan dan pengobatan osteoporosis. Kunci utama untuk mencegah dan mengatasi kerapuhan tulang adalah dengan gaya hidup, pola makan dan aktivitas fisik yang seimbang. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, meminum minuman keras, kurang vitamin B dan kalsium serta kurangnya kulit terpapar sinar matahari karena takut hitam, menjadi pemicu utama banyaknya kasus osteoporosis (Depkes RI, 2004). Selain hal-hal tersebut skrining untuk deteksi dini osteoporosis juga perlu untuk dilakukan, terutama pada kelompok wanita dan yang berusia lebih dari 35 tahun karena kedua kategori ini yang menurut penelitian sebelumnya merupakan faktor risiko terjadinya osteoporosis. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang lebih menekankan pada upaya promotif dan preventif memiliki peranan yang besar dalam melaksanakan skrining ini (Kozier, 2004). Berdasarkan data dari Puskesmas Tanjungsari tahun 2009 penyakit muskuloskletal termasuk sepuluh penyakit terbesar di Desa Cijambu. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian mengenai hubungan usia dan jenis kelamin dengan risiko osteoporosis di Desa Cijambu Kecamatan Tanjungsari. METODE PENELITIAN Metode pada umumnya diperlukan dalam suatu penelitian. Penggunaan metode ini harus sesuai dengan permasalahan penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif Korelasional, yaitu metode penelitian yang tidak hanya melihat gambaran variabel yang diteliti tetapi juga melihat apakah ada hubungan antara dua atau beberapa variabel (Arikunto, 2006). Sedangkan rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional. Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian yang mempelajari dinamika korelasi antara variabel dependen dengan variabel independen dilakukan pada waktu bersamaan ( Notoatmodjo, 2005). Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini penduduk Desa Cijambu yang berusia >18 tahun berjumlah 2.444 orang. Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili Volume 10 No. XIX Oktober 2008 Februari 2009 Hal 20

seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental sampling dengan ukuran sampel sejumlah 259 orang. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara secara langsung pada dan melakukan pemeriksaan kepadatan tulang dengan menggunakan alat densitometer pada setiap yang datang. Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, maka dilakukan pengolahan data. Pengolahan data bertujuan merubah data mentah dari hasil pengukuran menjadi data yang lebih halus sehingga memberi arah untuk pengkajian lebih lanjut. Pengolahan data dilaksanakan dengan menggunakan rumus atau aturan yang sesuai dengan pendekatan penelitian atau desain yang dipergunakan sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang disebut analisa data ( Arikunto, 2006 ). Analisa Data Analisa data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh atau sumber lain terkumpul ( Sugiyono, 2007 ). Analisa Univariat Analisa Univariat berupa distribusi frekuensi digunakan untuk data berkatagori nominal dan ordinal. Analisa persentase ini bertujuan mendapat gambaran distribusi serta untuk mendeskripsikan variabel independen dan dependen. Selanjutnya untuk mengetahui persentase untuk tiap kategori di dalam suatu variabel atau dimensi maka digunakan rumus perhitungan distribusi frekuensi sebagai berikut : F P = N x 100% Keterangan : P : Persentase F : Jumlah yang termasuk kriteria N : Jumlah keseluruhan Hasil perhitungan diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: 0% : Tak seorangpun 1-25% : Sebagian kecil dari 26-49% : Hampir setengahnya 50% : Setengahnya 51-75% : Sebagian besar 76-99% : Hampir seluruhnya 100% : Seluruhnya Analisa Bivariat Analisa Bivariat yang dilakukan bertujuan melihat ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat seperti yang tampak pada kerangka konsep. Dalam penelitian ini dilakukan dengan memakai uji Rank Spearman dengan bantuan software komputer. Hasil akhir uji statistik adalah untuk mengetahui apakah keputusan uji Ho ditolak atau Ho diterima. Digunakan tingkat kepercayaan 95%. Ketentuan pengujian adalah p- value < 0,05, maka ada hubungan yang signifikan, tetapi bila p-value 0,05 maka tidak ada hubungan yang signifikan (Sugiyono, 2004). Volume 10 No. XIX Oktober 2008 Februari 2009 Hal 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1. Gambaran Kejadian Osteoporosis Desa Cijambu Berdasarkan gambar di samping, hampir sebagian besar mempunyai resiko ringan kejadian osteoporosis dan hanya 11% yang mempunyai resiko tinggi menderita osteoporosis Tabel 1. Korelasi Jenis Kelamin dan Kejadian Osteoporosis Jenis Kelamin Risiko Osteoporosis P value Tinggi Sedang Rendah Laki-laki 6 16 34 0.04 Perempuan 26 69 144 Total 32 85 178 Berdasarkan tabel di atas, tidak terdapat hubungan antara usia dengan kejadian osteoporosis di Desa Cijambu Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Tabel 2. Korelasi Usia dan Kejadian Osteoporosis Usia Risiko Osteoporosis P value Tinggi Sedang Rendah 19-35 tahun 2 13 80 0,489 35-44 tahun 2 14 44 45-59 tahun 4 24 36 60-74 tahun 16 22 10 75-90 tahun 8 12 8 Total 32 85 178 Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara usia dan kejadian osteoporosis di Desa Cijambu yaitu sebesar 0,489 yang artinya terdapat keeratan sedang namun mempunyai hubungan yang sangat signifikan. Pada penelitian ini baik yang resiko ringan, sedang dan berat lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Hal ini sesuai dengan studi dalam tiga dekade terakhir, massa skeletal mulai menurun sekitar 0,5% per tahun baik pada laki-laki maupun perempuan. Penurunan massa dan densitas tulang berhubungan dengan proses usia karena itu selalu merupakan hasil yang konstan walau tidak terdapat suatu penyakit atau kekurangan hormon atau nutrisi. Pada laki-laki, kehilangan tulang mulai secara konstan akibat proses penuaan pada level rendah yang sama, dan secara umum mencapai fracture threshold pada usia yang lebih lanjut dibandingkan wanita. sehingga fracture threshold pada wanita terjadi jauh lebih awal dari pada laki-laki karena dua faktor yaitu yang pertama puncak massa tulang pada wanita secara umum Volume 10 No. XIX Oktober 2008 Februari 2009 Hal 22

lebih rendah dari pada laki-laki dan yang kedua karena ketika masuk masa menopause, karena penurunan fungsi ovarium, kehilangan tulang lebih cepat 3% per tahunnya (Yuehuei An, 2002). Setelah fase ini kecepatan kehilangan tulang ratarata 5-10 tahun, massa skeletal berkurang pada daerah kansilus dan kortikal yang kecepatannya lebih rendah, hal ini juga terjadi pada lakilaki berdasarkan hasil observasi. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun. Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat. Hasil Penelitian di Desa Cijambu Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang menunjukkan kejadian osteoporosis resiko tinggi banyak terdapat usia 45-59 tahun dan resiko sedang terbanyak terdapat pada usia 60-74 tahun. Penelitian NHANES (National Health and Examination Survey) komunitas berbasis epidemiologis menunjukkan di Amerika Serikat proporsi tulang lansia (usia > 50 tahun) wanita memiliki densitas tulang femoral di bawah nilai batas normal (threshold) adalah 13-18%. Dan untuk laki-laki yang usianya > 50 tahun, 3-6% memiliki kriteria yang sama. Sedangkan penelitian pada orang-orang di kanada melaporkan 15,8% wanita yang berusia >50 tahun didiagnosa menderita osteoporosis berdasarkan rendahnya kepadatan tulang pada tulang belakang lumbal atau tulang femoral. Sedangkan di Perancis baru-baru ini suatu penelitian melaporkan prevalensi osteoporosis pada wanita post menopause bervariasi antara 14% pada wanita lansia yang berusia 50-70 tahun yang didiagnosis menderita osteoporosis berdasarkan densitometry dan 51% pada wanita yang > 80 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Desa Cijambu di mana resiko sedang dan tinggi banyak terdapat pada usia pra lansia dan lansia sehingga disimpulkan pada penelitian ini terdapat hubungan antara usia dengan kejadian osteoporosis. Pada gambar di bawah ini dapat menjelaskan bahwa dengan deteksi awal melalui penelitian diharapkan dapat mencegah osteoporosis dan diterapi segera. Volume 10 No. XIX Oktober 2008 Februari 2009 Hal 23

Faktor usia dan jenis kelamin merupakan faktor yang tidak dapat diubah. Namun melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran kita bahwa ini merupakan keadaan yang dapat membahayakan. Selain usia dan jenis kelamin masih banyak faktor yang tidak dapat diubah, diantaranya ukuran tubuh, etnis dan riwayat keluarga. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian osteoporosis melalui faktorfaktor yang dapat diubah seperti hormon seks, anoreksia, konsumsi kalsium dan vitamin D, penggunaan obat-obatan, gaya hidup (aktivitas yang kurang), merokok dan minum alkohol. Pemeriksaan densitas mineral tulang merupakan cara terbaik untuk menentukan kesehatan tulang. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi osteoporosis, menentukan faktor resiko fraktur, mengukur pengaruh pengobatan osteoporosis. Alat ini bermanfaat untuk mendeteksi densitas tulang yang rendah sebelum terjadinya fraktur, mengkonfirmasi diagnosis osteoporosis jika terdapat satu atau lebih fraktur, memprediksi kemungkinan fraktur dan menentukan angka kehilangan tulang dan memonitor pengaruh pengobatan. Cara yang paling tepat adalah mencegah osteoporosis melalui upaya pencegahan sedini mungkin dengan membudayakan Perilaku Hidup Sehat yang intinya mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur kaya serat, rendah lemak dan kaya kalsium (1.000-1.200 mg kalsium per hari), berolah raga secara teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Merokok dan mengkonsumsi alkohol yang tinggi dapat meningkatkan risiko Osteoporosis 2 kali lipat. Percepatan pembudayaan Perilaku Hidup Sehat untuk mencegah Osteoporosis, sangat diperlukan peran aktif kader baik kader dari masyarakat umum, maupun para tokoh masyarakat serta peran aktif para petugas kesehatan dimanapun berada. SIMPULAN Kejadian osteoporosis di Desa Cijambu Kecamatan Tanjungsari lebih banyak terdapat pada perempuan dibandingkan lakilaki dan paling banyak terdapat pada usia 45-59 tahun. Masyarakat Desa Cijambu sebagian besar mempunyai resiko rendah menderita osteoporosis yaitu sebesar 60%, 29% menderita resiko sedang dan hanya 11% yang resiko tinggi osteoporosis. Dari aspek hubungan jenis kelamin dan kejadian osteoporosis tidak terdapat adanya hubungan, namun hal ini berbeda dengan usia yaitu terdapat hubungan antara usia dan kejadian osteoporosis. SARAN Skrining merupakan intervensi kesehatan masyarakat yang potensial untuk mencatat isu ini dan kemudian mengurangi insidensi kejadian osteoporosis termasuk promosi densitometry tulang untuk mendeteksi osteoporosis sebelum terjadi fraktur. Berdasarkan penelitian ini, maka diusulkan perlu adanya upaya promosi bahaya osteoporosis kepada masyarakat, penyebaran informasi mengenai osteoporosis kepada masyarakat, pemberian pemahaman kepada kelompok lansia agar dapat mencegah terjadinya fraktur, pemberian pemahaman kepada kaum wanita untuk melakukan upaya pencegahan dini terhadap kejadian osteoporosis, kurangi atau Volume 10 No. XIX Oktober 2008 Februari 2009 Hal 24

eliminasi kebiasaan konsumsi obat obatan jenis kortikosteroid, dan pencarian faktor faktor lain yang menyebabkan kejadian osteoporosis. Bila hal hal ini dilakukan akan membantu meminimalisasi dan mengeliminasi penyebaran penyakit osteoporosis. DAFTAR PUSTAKA An, Yuehuei A. 2002. Orthopedic Issues in Osteoporosis. New York: CRC Press Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8: Volume 2. Jakarta: EGC Carpernito,L.J. 1999. Nursing care plans&documentation. Nursing diagnoses and colaboratteve problems. (2 nd ed). (Monica Ester& Setiawan,Trj).Jakarta : EGC (buku asli diterbitkan 1995) Dargent-Molina P, Piault S, Breart G. 2006. Identification of women at increased risk of osteoporosis: no need to use different screening tools at different ages Dempsey & Dempsey. 2002. Riset Keperawatan; Buku Ajar dan Latihan, edisi empat. EGC: Jakarta Depkes RI. 2009. Kecenderungan Osteoporosis Di Indonesia 6 Kali Lebih Tinggi Dibanding Negeri Belanda. http://www.depkes.go.id Ganong, F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta: EGC. Gueldner, dkk. 2008. Osteoporosis: Clinical Giudelines for Prevention, Diagnosis and Management. New York: Springer Publishing Company Guyton, A. 2000. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC Kozier.B. 2004. Fundamentals of nursing.usa: Prentice hall Lewis, dkk. 2000. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems. Philadelphia: Mosby Looker AC, Orwoll ES, Johnston Jr CC, et al.1997. Prevalence of low femoral bone density in older U.S. adults from NHANES III. J Bone Miner Res Monahan & Neighbors. 1998. Medical Surgical Nursing: Foundations for Clinical Practice, 2 nd edition. USA: Saunders Company National Institute of Health. 2001. Osteoporosis prevention, diagnosis, and Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Siegel, S. 1997. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu- Ilmu Sosial. Jakarta: PT Gramedia. Sudoyo, W. Aru. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Sugiyono. 2004. Statistik Non Parametrik untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta Tenenhouse A, Joseph L, Kreiger N, et al. 2000. Estimation of the, prevalence of low bone density in Canadian women and men using a populationspecific DXA reference standard: the Canadian Multicentre Osteoporosis Volume 10 No. XIX Oktober 2008 Februari 2009 Hal 25

Study (CaMos). Osteoporos Int.[32,33] 2000; 11 (10): 897-904 * Penulis adalah Staf Edukatif Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran Volume 10 No. XIX Oktober 2008 Februari 2009 Hal 26