BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bahwa masyarakat dituntut untuk sadar akan kewajibannya kepada negara yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang negatif. Dampak ini dapat dilihat dari ketidakmerataan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara, hal ini terlihat dalam Undang-Undang Dasar 1945

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

2016 PENGARUH EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK:

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Republik. Negara kita Negara Indonesia ini mempunyai sebuah landasan atau sebuah

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak. Seperti kita ketahui bersama semua Negara mempunyai tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan Otonomi Daerah membuat Pemerintah menggantungkan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. wilayah yang lebih kecil. (Josef Riwu Kaho, 1998:135) pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau memperbaiki keadaan suatu negara. Dengan adanya kewajiban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan dalam penyelenggaraan suatu negara hal ini untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah. untuk melaksanakan otonomi, pemerintah melakukan berbagai kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Perangkat Daerah dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar

BAB I PENDAHULUAN. dimilikinya. Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumbersumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam terselenggaranya pemerintahan daerah yang baik. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. (Diana Sari, 2013:40). Selanjutnya Diana Sari menyatakan, sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran. pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah menuntut pemerintah daerah untuk meningkatkan kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun pada kenyataannya, pemerintah daerah umumnya belum menjalankan fungsi dan peranan secara efisien, terutama dalam pengelolaan keuangan daerah. Kondisi seperti ini muncul karena pendekatan umum yang digunakan dalam penentuan besar alokasi dana untuk setiap kegiatan adalah pendekatan inkremental, yang didasarkan pada perubahan satu atau lebih variabel yang bersifat umum seperti tingkat inflasi dan jumlah penduduk. Selain itu, pendekatan lain yang juga digunakan adalah lineitem budget yaitu perencanaan anggaran yang didasarkan atas pos anggaran yang telah ada sebelumnya. Pendekatan ini tidak memungkinkan pemerintah daerah untuk menghilangkan satu atau lebih pos pengeluaran yang telah ada, meskipun pos pengeluaran tersebut sebenarnya secara riil tidak dibutuhkan oleh unit kerja yang bersangkutan. Sementara itu, analisis mendalam untuk mengetahui struktur, komponen, dan tingkat biaya dari setiap kegiatan belum pernah dilakukan (Halim, 2012:23). Otonomi daerah menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran

2 pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak dan retribusi daerah merupakan dua sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), di samping penerimaan dari kekayaan daerah yang dipisahkan serta PAD lain-lain yang sah. Semakin tinggi peranan PAD dalam pendapatan daerah merupakan cermin keberhasilan usaha-usaha atau tingkat kemampuan daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan (Memah, 2013). Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Gani, 2013: 1). Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pembangunan pemerintah daerah terdiri atas pendapatan asli daerah (PAD), dana

3 perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah. PAD yang salah satunya bersumber dari pajak dan daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelanggaraan pemerintah dan pembangunan daerah dalam meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat (Gani, 2013:2). Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan asli daerah yang merupakan sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan (Darise, 2009:48). Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, pemerintah daerah perlu memperbaiki sistem perpajakan daerah. Sebenarnya, jika pemerintah daerah memiliki sistem perpajakan daerah yang memadai, maka daerah dapat menikmati pendapatan dari sektor pajak yang cukup besar. Untuk itu, upaya intensifikasi pajak daerah, penyuluhan dan pengawasan pajak perlu ditingkatkan (Mardiasmo, 2004:153). Salah satu pajak yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan penerimaannya adalah pajak restoran. Pajak restoran diartikan sebagai pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran,

4 yang meliputi pelayanan penjualan makanan dan atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi ditempat pelayanan maupun ditempat lain. Dan subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan atau minuman dari restoran. Pajak restoran ini merupakan pajak daerah yaitu kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan (undang-undang nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah) dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung. Pemerintah Kabupaten Gorontalo, sejak tanggal 1 januari 2012 telah menerapkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran, sesuai pasal 1 angka 15, restoran diartikan sebagai fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering. Kabupaten Gorontalo merupakan salah satu kabupaten yang ada di provinsi Gorontalo. Guna untuk menigkatkan kemampuannya dalam bidang pendanaan untuk pembangunan, berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak daerah yaitu pajak restoran. Penerimaan pajak restoran di Kabupaten Gorontalo diatur dalam peraturan daerah Nomor 28 Tahun 2009. Sistem pemungutan pajak restoran dilaksanakan dengan diberlakukannya self assesment system. Dimana wewenang sepenuhnya untuk menghitung besarnya pajak yang

5 terutang oleh wajib pajak diserahkan kepada wajib pajak yang bersangkutan, sehingga dengan sistem ini wajib pajak harus aktif untuk menghitung, menyetor dan melaporkan dengan ketentuan yang diberlakukan pemerintah. Pajak restoran merupakan pajak yang cukup potensial dikembangkan sesuai dengan perkembangan pembangunan di Kabupaten Gorontalo. Dengan semakin banyaknya restoran yang ada di Kabupaten Gorontalo maka pajak yang diterima oleh pemerintah secara langsung akan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan asli daerah yang nanti akan digunakan untuk pembangunan daerah tersebut. Besarnya perhatian pemerintah terhadap penerapan pajak restoran terhadap peningkatan pendapatan asli daerah Kabupaten Gorontalo dapat dibuktikan dengan adanya laporan realisasi anggaran penerimaan pajak restoran lima tahun terakhir dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 yang digambarkan dalam tabel perbandingan antara hasil realisasi pencapaian dan target yang dibuat. Capaian target dan realisasi pajak restoran Kabupaten Gorontalo dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1: Target dan Realisasi Pajak restoran Kabupaten Gorontalo T.A 2008-2013 Target penerimaan Realisasi penerimaan Capaian Tahun PAD pajak restoran pajak restoran (%) 2008 10.000.000 1.655.000 16,5 % 21.505.594.306 2009 10.000.000 4.537.000 45,3% 23.506.415.983 2010 435.000.000 133.281.332 30,6% 30.612.792.355 2011 519.000.000 363.625.499 70,1% 38.243.121.736 2012 238.373.118 521.050.799 218,5% 50.192.109.731

6 2013 238.373.118 848.783.150 356,1% 59.842.001.034 Sumber: Data target dan realisasi pendapatan daerah Kabupaten Gorontalo 2013 Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa data target dan realisasi pajak restoran dari tahun 2008 hingga 2011 realisasi pajak restoran tidak sesuai dengan target yang diinginkan. Pada tahun 2008 target hanya mencapai 16,5% atau tidak memenuhi target. Tahun 2009 mencapai target 45,3% Dan pada tahun 2010 target pencapaian hanya mencapai 30,6%, hal ini tidak sesuai dengan target yang ditetapkan. Begitupun pada tahun 2011 terjadi hal yang serupa yakni realisasi pajak restoran hanya mencapai 70,1%. Dan pada tahun 2012 dan 2013 penerimaan pajak restoran mengalami peningkatan, tahun 2012 sebesar 218,5% dan tahun 2013 sebesar 356,1%. Selama 6 tahun bila dianalisis mulai dari tahun 2008 hingga 2013, yakni pada tahun 2008, 2009, 2010, 2011 penerimaan pajak restoran yang ditargetkan tidak terealisasikan dengan baik. Dilihat pula bahwa data realisasi pendapatan asli daerah di Kabupaten Gorontalo setiap tahun selalu meningkat. Salah satu masalah yang dihadapi pemerintah Kabupaten Gorontalo adalah kurangnya kesadaran dari wajib pajak dalam membayar pajak yang terutang kepada pemerintah. Hal ini dikarenakan wajib pajak seolah-olah tidak mau membantu pemda untuk menanggulangi pajak serta masih banyak wajib pajak yang menyalahgunakan sistem pemungutan pajak self assessment. Sesuai dengan sistem self assessment yang digunakan oleh pemerintah Kabupaten Gorontalo bahwa dalam pemungutan pajak pemerintah hanya bertugas mengawasi

7 wajib pajak dan besarnya tarif pajak 10% ditentukan oleh pendapatan yang diterima oleh wajib pajak yaitu pemilik restoran. Berdasarkan uraian tersebut, maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian, dengan judul Pengaruh Penerimaan Pajak Restoran Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah. 1.2 Identifikasi Masalah Dari uraian diatas, maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah yakni. 1. Masih cukup besar selisih antara target pajak restoran dan realisasi. 2. Kurangnya kesadaran wajib pajak terhadap pembayaran pajak restoran. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah apakah penerimaan pajak restoran berpengaruh terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerimaan pajak restoran terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

8 1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan memberikan pengembangan ilmu pengetahuan tentang akuntansi khususnya mengenai penerimaan pajak restoran dan peningkatan pendapatan asli daerah, dan disamping itu juga diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan referensi oleh penelitian berikutnya. 2. Manfaat Praktis Diharapkan manfaat penelitian praktis iini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pihak yang berkepentingan dan sebagai bahan untuk lebih meningkatkan kontribusi penerimaan pajak restoran yang didasarkan pada potensi sesungguhnya sehingga kontribusi penerimaan pajak restoran dapat meningkatkan pendapatan asli daerah.