BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu dari negara berkembang dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB I PENDAHULUAN. Perdarahan, infeksi dan pre eklamsia masih. menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) yang masih cukup tinggi di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

BAB 1 PENDAHULUAN. sebab apapun yang berkaitan atau memperberat kehamilan diluar kecelakaan. Angka

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kepadatan kependudukan di Indonesia merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menyepakati tujuan pembangunan global dalam Milennium Devolopment Goals

BAB I PENDAHULUAN jiwa, 2009 sebanyak jiwa, dan tahun sebanyak jiwa (KepMenKes, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak yaitu 256 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk di dunia mencapai 7,3 miliar jiwa tahun Indonesia. merupakan negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. besar. AKI menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah dampak dari meningkatnya angka kelahiran. Angka kelahiran dapat dilihat dari pencapaian tingkat fertilitas.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan Negara (Irianto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN KEJADIAN EKSPULSI PEMASANGAN IUD PASCA PERSALINAN DI KECAMATAN BATURRADEN DAN KEDUNGBANTENG KABUPATEN BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana dirintis sejak tahun 1957 dan terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

BAB I PENDAHULUAN. menggalakkan program keluarga berencana dengan menggunakan metode

BAB I PENDAHULUAN. hanya pemerintah, masyarakat juga diperlukan partisipasinya dalam

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERSEPSI ASEPTOR KB AKTIF TENTANG ALAT KONTRASEPSI IUD DI PUSKESMAS BANJARMASIN INDAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program

BAB I PENDAHULUAN. yangpaling mendesak negara-negara berkembang seperti Indonesia (Muhi, penduduk yang besar tanpa disertai dengan fasilitas yang

Oleh : Eti Wati ABSTRAK

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi Indonesia saat ini adalah jumlah

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

KEBIJAKAN PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG (MKJP) DALAM JAMPERSAL

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang meninggal. memperhitungkan lama kehamilan per kelahiran hidup.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ekonomi untuk menaikkan taraf penghidupan. Setiap tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Jumlah AKI

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai progam untuk

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode

BAB I. termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ibu di negara ASEAN lainnya. Angka Kematian Ibu diketahui dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. juta pada tahun 2010 menjadi 305,6 juta pada tahun Jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, terdiri dari pulau-pulau yang tersebar di seluruh

ABSTRAK. Kata kunci: pengalaman, seksual, vasektomi. Referensi (108: )

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur dan

32 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume VII Nomor 1, Januari 2016 ISSN: PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagi negara-negara di dunia, khususnya negara berkembang.perserikatan Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. pasangan usia subur(pus) untuk mengikuti Program Keluarga Berencana. Program Keluarga Berencana (KB) menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mendiami Pulau Jawa (Sulistyawati, 2011). dengan menggunakan alat kontrasepsi (Kemenkes, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2016, Angka

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk maka semakin besar usaha yang dilakukan untuk. mempertahankan kesejahteraan rakyat. Ancaman terjadinya ledakan

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi merupakan salah satu program yang dijadikan sebagai dasar perencanaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bidang kependudukan. Pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. disebabkan tingkat kelahiran masih lebih tinggi dibandingkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Pelayanan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia mengalami suatu keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator pelayanan KB yaitu angka kesertaan ber-kb (Contraceptive Prevalence Rate=CPR) dan unmet need. Kedua indikator merupakan indikator tambahan pada tujuan kelima Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yaitu peningkatan kesejahteraan ibu dimana indikator utamanya adalah persalinan oleh tenaga kesehatan yang dihubungkan dengan Angka Kematian Ibu (AKI). Semakin tinggi cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan, maka akan semakin rendah angka kematian ibu. Oleh karena itu, peningkatan pelayanan KB tidak semata-mata untuk pengendalian penduduk namun akan berkontribusi dalam meningkatkan kesehatan ibu dan bayi (Kemenkes RI, 2014b). Kesehatan reproduksi dalam Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) adalah kegiatan peningkatan kualitas kesehatan reproduksi yang didalamnya menyangkut peningkatan kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak. Kondisi saat ini tentang kesehatan reproduksi sangat mengkhawatirkan seperti Kelangsungan Hidup Ibu, Bayi dan Anak di Indonesia saat ini masih rendah, hal ini terlihat dari masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) (BkkbN, 2014). 1

2 Rasio kematian ibu di Indonesia diperkirakan sebesar 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2008-2012. Dibandingkan dengan target, rasio kematian ibu yang merupakan salah satu indikator Millenium Development Goals (MDG s) yang harus dicapai tahun 2015 yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup, maka AKI saat ini masih belum memenuhi target atau perlu diturunkan lagi (Kemenkes RI, 2014a). Pada tahun 2007 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah meluncurkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan stiker merupakan upaya terobosan dalam percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir melalui kegiatan peningkatan akses dan kualitas pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan KB. Indikator keberhasilan P4K dengan stiker salah satunya adalah persentase penggunaan metode KB pasca persalinan (Kemenkes RI, 2014b). Upaya peningkatan pelayanan KB khususnya pasca persalinan dinilai merupakan strategi yang tepat karena beberapa hal. Pertama, cakupan pelayanan Antenatal Care (ANC) dan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sudah cukup tinggi (K1 : 92,7%; K4 : 61,4%; dan Pn : 82,2%, berdasarkan data Riskesdas 2013). Kedua, dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI 2010-2014, salah satu substansi intinya adalah Peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB melalui 23.500 klinik pemerintah dan swasta selama 2010-2014. Target pencapaian untuk CPR adalah 65% untuk metode modern, sedangkan target pencapaian untuk unmet need adalah 5% pada tahun 2015 (Kemenkes RI, 2014b).

3 Peningkatan pelayanan KB pasca persalinan sangat mendukung tujuan pembangunan kesehatan dan hal ini juga ditunjang dengan banyaknya calon peserta KB baru (ibu hamil dan bersalin) yang sudah pernah kontak dengan tenaga kesehatan. Diharapkan dengan adanya kontak yang lebih banyak antara penyedia pelayanan kesehatan dengan ibu hamil saat pemeriksaan kehamilan maupun melahirkan dapat memotivasi mereka untuk menggunakan kontrasepsi segera setelah persalinan. Seorang ibu yang baru melahirkan bayi biasanya lebih mudah untuk diajak menggunakan kontrasepsi, sehingga waktu setelah melahirkan adalah waktu yang paling tepat untuk mengajak seorang ibu menggunakan kontrasepsi. Oleh karena itu, KB pasca persalinan diharapkan dapat menurunkan kejadian kehamilan dengan jarak yang terlalu dekat sehingga diharapkan dapat berkontribusi dalam menghindari terjadinya komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan nifas yang sering menyebabkan kematian ibu (Kemenkes RI, 2014b). Salah satu upaya membentuk keluarga kecil berkualitas dengan menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang. Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) adalah kontrasepsi yang dapat dipakai dalam jangka waktu lama, lebih dari dua tahun, efektif dan efisien untuk tujuan pemakaian menjarangkan kelahiran lebih dari 3 tahun atau mengakhiri kehamilan pada pasangan yang sudah tidak ingin tambah anak lagi. Jenis metoda yang termasuk dalam kelompok ini adalah metoda kontrasepsi mantap (pria dan wanita), implant, dan AKDR atau Intra Uterine Device (IUD) (Asih dan Oesman, 2009).

4 Upaya dalam meningkatkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang adalah ditujukan pada ibu pasca bersalin dengan menggunakan IUD dalam mengatur jarak kehamilan tanpa memengaruhi produksi air susu ibu (ASI) (Kemenkes RI, 2014b). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau lebih dikenal dengan IUD (Intra Uterine Device) merupakan pilihan kontrasepsi yang efektif dan berjangka panjang, serta dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduktif. Efektifitas penggunaan sampai 99,4% dan dapat mencegah kehamilan hingga 5-10 tahun. Dapat dipasang langsung pada ibu pasca bersalin atau setelah plasenta dikeluarkan (BkkbN, 2014). Adapun efek samping yang umum terjadi dari AKDR adalah nyeri bersenggama, menstruasi banyak, keputihan. Hal ini menyebabkan ketidakberlangsungan pemakaian AKDR meningkat. Efek samping pada pemakaian AKDR kadang tidak dapat diatasi dengan hanya memberikan obat-obatan saja dan pada akhirnya akseptor menghentikan pemakaiannya (Utami dkk, 2011). Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, bahwa kontrasepsi yang banyak digunakan adalah suntik (31,9%), pil (13,6%), AKDR (3,9%), MOW (3,2%), kondom (1,8%) dan MOP (0,2%). Dapat dilihat bahwa persentase peserta KB MKJP masih tergolong rendah yang berarti pencapaian target program dan kenyataan dilapangan masih berjarak lebar. Prevalensi peserta AKDR menurun selama 20 tahun terakhir, dari 13,3% pada tahun 1991 menjadi 4,9% pada tahun 2011 (Depertemen kesehatan dan BkkbN, 2012). Berbagai usaha dibidang gerakan KB sebagai salah satu kegiatan pokok pembangunan keluarga sejahtera telah dilakukan baik oleh pemerintah, swasta,

5 maupun masyarakat sendiri. Salah satunya dengan mensosialisasikan metode kontrasepsi terkini yaitu IUD Post plasenta oleh BkkbN. Metode IUD Post plasenta merupakan salah satu upaya untuk menekan jumlah kelahiran dengan menurunkan unmet need dan missed oppurtunity pada ibu pasca persalinan sehingga penggunaan MKJP diharapkan dapat menggurangi drop out (DO), serta dapat berkontribusi dalam menekan laju pertumbuhan penduduk Indonesia (Kemenkes RI, 2014b). Pada hasil expert meeting tahun 2009 dikatakan bahwa penggunaan IUD post plasenta dan post abortus perlu terus digalakkan karena sangat efektif, mengingat kelahiran rata-rata 4.500.000 setiap tahunnya (BkkbN, 2012). Cakupan pelayanan KB pasca persalinan masih belum menggembirakan. Cakupan KB pasca persalinan dan pasca keguguran dibandingkan dengan cakupan peserta KB Baru masih sebesar 13,27%. Capaian tersebut masih didominasi oleh non MKJP yaitu suntikan (52,49%) dan pil (18,95%), sementara capaian MKJP implan (8,08%), IUD (14,06%), MOW (3,27%) dan MOP (0,02%). Pelayanan KB pasca persalinan belum tersosialisasi dengan baik disebabkan persepsi tentang metode KB pasca persalinan belum sama dan belum masuknya cakupan KB pasca persalinan dalam laporan rutin KIA (Kemenkes RI, 2014b). Insersi IUD post-placenta memiliki angka ekspulsi rata-rata 13-16%, dan dapat hingga 9-12,5% jika dipasang oleh tenaga terlatih. Angka ekspulsi ini lebih rendah bila dibandingkan dengan waktu pemasangan pada masa segera pascapersalinan, yaitu 28-37%. Sayangnya, pemasangan IUD post-placenta belum terlalu banyak digunakan karena masih kurangnya sosialisasi mengenai hal ini dan masih

6 adanya ketakutan pada calon akseptor mengenai terjadinya komplikasi seperti perforasi uterus, infeksi, perdarahan, dan nyeri. Padahal pemasangan pada masa ini aman, memiliki risiko kecil untuk infeksi, sedikit perdarahan, dan angka perforasi yang rendah. Angka kehamilan yang tidak direncanakan (unplanned pregnancy) pada pemasangan alat kontrasepsi pada masa ini adalah 2-2,8 per 100 pemakai selama 24 bulan pemasangan IUD Copper Modern (T) (Edelman et al, 1981). Faktor keputusan konsumen untuk menggunakan alat kontrasepsi AKDR/IUD tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Teori Lawrence Green (1980) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012) adalah faktor predisposisi atau predisposing (pengetahuan, pendidikan, paritas, kepercayaan, nilai dan sikap), faktor pemungkin atau enabling factors (ketersediaan sumber daya kesehatan/fasilitas pelayanan kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan) dan faktor pendorong atau reinforcing factors (dukungan dari keluarga, teman kerja, tokoh masyarakat, tokoh agama, juga peran petugas kesehatan). Melalui penelitian Sambosir (2009) menemukan bahwa determinan pemakaian kontrasepsi dipengaruhi oleh faktor sosio demografi yaitu jumlah anak masih hidup, pengetahuan semua metode KB modern, pendidikan, agama, kasta, keterpaparan pada media massa dan diskusi KB dengan suami. Penelitian Kusumaningrum (2009), beberapa faktor-faktor lain yang memengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi seperti tingkat pendidikan, pengetahuan, kesejahteraan keluarga, dan dukungan dari suami. Faktor-faktor ini nantinya juga akan mepengaruhi keberhasilan

7 program KB. Sedangkan penelitian Dewi (2012), tingkat paritas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan AKDR. Semakin banyak jumlah anak yang telah dilahirkan semakin tinggi keinginan responden untuk membatasi kelahiran. Pada akhirnya hal ini akan mendorong responden untuk menggunakan AKDR. Pertimbangan akseptor dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga kurangnya pengetahuan tentang kesesuaian alat kontrasepsi dengan tujuan penggunaannya (kebutuhan), persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut, tempat pelayanan dan kontraindikasi dan alat kontrasepsi yang bersangkutan. Pemahaman keluarga tentang kesehatan reproduksi termasuk pemilihan alat kontrasepsi dipengaruhi oleh pendidikan, pendapatan, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, akses informasi dan ketersediaan pelayanan kesehatan, serta tingkat pemahaman kesehatan reproduksi (Indrawati, 2011). Sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan akan kontrasepsi, khususnya kontrasepsi jangka panjang IUD, metode pemasangannya dapat dilakukan pada masa pasca persalinan. Pemerintah melalui Program Jampersal mewajibkan pengguna dana Jampersal ini untuk menggunakan KB jangka panjang yang dipasang langsung pasca persalinan. Pasca pemasangan IUD pada 2 (dua) masa tersebut seringkali ditemukan terjadinya ekspulsi pemasangan IUD, dimana hal ini dapat memicu terjadinya kegagalan dalam ber-kb.

8 Hasil studi pendahuluan di Puskesmas Teluk Bintan tahuan 2014 bahwa jumlah seluruh aseptor KB sebanyak 1.067 orang diantaranya 625 suntik, 276 pil, 86 IUD, 2 Kondom, 12 MOW, dan 24 Implant. Di Kecamatan Teluk Bintan sudah dicanangkan program Jampersal (Jaminan Persalinan Normal) dimana program ini memiliki ketentuan yaitu peserta jampersal harus ber-kb setelah persalinan. Cara ber-kb setelah persalinan ada 2 yaitu IUD pada kala IV dan MOW. Pencapaian keluarga berencana tahun 2014 masih rendah yaitu sebesar 57,9% sedangkan target nasional yang harus dicapai sebesar 60,1% dan target MDGs tahun 2015 sebesar 65%. Klinik bersalin di Kecamatan Teluk Bintan telah memberikan pelayanan pemasangan alat kontrasepsi pasca persalinan. Data yang didapatkan dari klinik bersalin menunjukkan bahwasanya pada tahun 2014 dari 165 ibu yang bersalin di kamar bersalin hanya 14 Ibu yang menggunakan kontrasepsi pasca persalinan IUD post-placenta dengan presentase 8,48%. Berdasarkan uraian diatas, maka ingin dilakukan penelitian tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan kesediaan ibu bersalin untuk pemasangan IUD pada kala IV persalinan di Klinik Bersalin di Kecamatan Teluk Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2015. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah masih rendah kesediaan ibu bersalin untuk pemasangan IUD pada kala IV

9 persalinan yaitu sebanyak 8,48% yang masih dibawah target nasional sebesar 60,1% di Klinik Bersalin di Kecamatan Teluk Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2015. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kesediaan ibu bersalin untuk pemasangan IUD pada kala IV persalinan di Klinik Bersalin di Kecamatan Teluk Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2015. 1.4. Hipotesis 1. Ada hubungan umur dengan kesediaan ibu bersalin untuk pemasangan IUD pada kala IV persalinan di Klinik Bersalin di Kecamatan Teluk Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2015. 2. Ada hubungan jumlah anak dengan kesediaan ibu bersalin untuk pemasangan IUD pada kala IV persalinan di Klinik Bersalin di Kecamatan Teluk Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2015. 3. Ada hubungan pendidikan dengan kesediaan ibu bersalin untuk pemasangan IUD pada kala IV persalinan di Klinik Bersalin di Kecamatan Teluk Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2015. 4. Ada hubungan pengetahuan dengan kesediaan ibu bersalin untuk pemasangan IUD pada kala IV persalinan di Klinik Bersalin di Kecamatan Teluk Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2015.

10 5. Ada hubungan persepsi dengan kesediaan ibu bersalin untuk pemasangan IUD pada kala IV persalinan di Klinik Bersalin di Kecamatan Teluk Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2015. 6. Ada hubungan sikap dengan kesediaan ibu bersalin untuk pemasangan IUD pada kala IV persalinan di Klinik Bersalin di Kecamatan Teluk Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2015. 7. Ada hubungan ketersediaan IUD dengan kesediaan ibu bersalin untuk pemasangan IUD pada kala IV persalinan di Klinik Bersalin di Kecamatan Teluk Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2015. 8. Ada hubungan ketersediaan petugas kesehatan dengan kesediaan ibu bersalin untuk pemasangan IUD pada kala IV persalinan di Klinik Bersalin di Kecamatan Teluk Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2015. 9. Ada hubungan keterjangkauan klinik dengan kesediaan ibu bersalin untuk pemasangan IUD pada kala IV persalinan di Klinik Bersalin di Kecamatan Teluk Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2015. 10. Ada hubungan dukungan suami dengan kesediaan ibu bersalin untuk pemasangan IUD pada kala IV persalinan di Klinik Bersalin di Kecamatan Teluk Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2015. 11. Ada hubungan peran petugas kesehatan dengan kesediaan ibu bersalin untuk pemasangan IUD pada kala IV persalinan di Klinik Bersalin di Kecamatan Teluk Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2015.

11 1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau, sebagai bahan program keluarga berencana IUD kala IV, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan KB. 2. Memberikan masukan dan pertimbangan bagi pengelola atau pelaksana Keluarga Berencana khususnya pemasangan IUD pada kala IV ibu bersalin.