INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 -

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1972 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1977

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1978 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1973 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONESIA KE KONFERENSI TINGKAT TINGGI ISLAM DI LAHORE

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

Assamu alaikumwr. Wb. Yang Mulia Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Para Ketua Delegasi. Yang terhormat Wakil Presiden Jusuf Kalla.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR

Tentang: PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN MALAYSIA REPUBLIK INDONESIA MALAYSIA. PERJANJIAN PERSAHABATAN.

PROKLAMASI TEHERAN. Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia di Teheran pada tanggal 13 Mei 1968

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI. Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni

buku. Kalian dapat memfotokopi gambar tersebut sebelum menempelkannya. Setelah selesai, kumpulkan hasil kerja kalian kepada guru.

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

Konferensi Asia Afrika: Pentingnya Diplomasi dalam Menggalang Ingatan Dunia

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K E P U T U S A N NOMOR : KEP-438/MEN/1992 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN SERIKAT PEKERJA DI PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA R.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

SAMBUTAN KEPALA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA. PADA PERINGATAN HARI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA KE AGUSTUS 2015

PIAGAM KERJASAMA PARTAI DEMOKRAT DAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2017/2018

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA YANG BEBAS DAN AKTIF SERTA PENGARUHNYA BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dr. Ganewati Wuryandari, MA. Jakarta, 18 April 2018

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

PEMANTAPAN MATERI PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

POLITIK DAN STRATEGI KEAMANAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

Globalisasi. 1. Pengertian Globalisasi

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1961 TENTANG PEMBUATAN PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan dan politik memiliki definisinya masing-masing. Secara sederhana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ringkasan Eksekutif. Ringkasan Eksekutif. Akhiri KEMISKINAN pada Generasi Saat Ini

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

KAEDAH BELAJAR SAMBIL BERMAIN GURU-GURU CEMERLANG JPWP PADA : 15 SEPT 2005 OLEH PN. MASARIAH BT MISPARI MAKTAB TENTERA DIRAJA KUALA LUMPUR

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab 2. Bab. Bab. Bab 1. Bab 3 Bab 8. 4 Bab 9. Tingkatan 5. Bab. Bab

K98 BERLAKUNYA DASAR-DASAR DARI HAK UNTUK BERORGANISASI DAN UNTUK BERUNDING BERSAMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Islam masuk ke Rusia tidak lama setelah kemunculannya pada pertengahan kedua

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA. A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi

DUKUNGAN DIPLOMASI POLITIK INDONESIA TERHADAP KEMERDEKAAN PALESTINA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)

MULAI BERLAKU : 3 September 1981, sesuai dengan Pasal 27 (1)

SENGKETA INTERNASIONAL

INDONESIA DAN REFORMASI PBB

Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1984 Tentang : Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejarah Indonesia penuh dengan perjuangan menentang penjajahan.

BAB I PENDAHULUAN. agar kerjasama di bidang ekonomi, perdagangan, dan investasi dapat

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

Transkripsi:

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dipandang perlu untuk memberikan petunjuk pengarahan kepada Delegasi Pemerintah Republik Indonesia ke Konperensi Tingkat Tinggi Kepala-kepala Negara/Pemerintahan ke VII Negara-negara Non-Blok yang diadakan di New Delhi, India, tanggal 1 Maret sampai dengan tanggal 11 Maret 1983. Mengingat : Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. MENGINSTRUKSIKAN Kepada : Menteri Luar Negeri Republik Indonesia selaku ketua Delegasi Pemerintah Republik Indonesia ke Konperensi Tingkat Tinggi Kepala-kepala Negara/Pemerintahan ke VII Negara-negara Non-Blok. Untuk : PERTAMA : Memperhatikan petunjuk pengarahan sebagaimana terlampir pada Instruksi Presiden ini sebagai landasan dan pedoman dalam menghadapi masalah-masalah yang dibahas pada Konperensi Tingkat Tinggi Kepala-kepala Negara/pemerintahan ke VII Negara-negara Non-Blok yang diadakan di New Delhi, India tanggal 1 Maret sampai dengan tanggal 11 Maret 1983. KEDUA : KETIGA : Memberikan laporan kepada Presiden tentang perkembangan Konperensi selama berlangsungnya konperensi tersebut. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Presiden. KEEMPAT : Instruksi Presiden ini berlaku selama Delegasi Pemerintah Republik Indonesia menghadiri Konperensi Tingkat Tinggi Kepala-kepala Negara/Pemerintahan ke VII Negara-negara Non-Blok yang diadakan di New Delhi, India, tanggal 1 Maret sampai dengan tanggal 11 Maret 1983.

KELIMA : Instruksi Presiden ini mulal berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 28 Februari 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEHARTO

PETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONESIA KE KONPERERSI TINGKAT TINGGI KEPALA-KEPALA NEGARA PEMERINTAHAN KE VII NEGARA-NEGARA NON-BLOK DI NEW DELHI, INDIA, TANGGAL 1-11 MARET 1983 I. PENDAHULUlAN 1. Gerakan Non-Blok Iahir sebagat forum negara-negara berkembang untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingannya di segala bidang, dalam menghadapi polarisasi negara-negara di dunia ke dalam blok-blok di bawah pengaruh negaranegara besar. Oleh karena itu, gerakan ini merupakan suatu kekuatan yang bebas dan tidak terikat kepada salah satu blok. Sejak semula Gerakan Non-Blok mendasarkan perjuangannya pada asas-asas menentang Imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, ekspansionisme, apartheid, rasialisme, pemerasan, politik kekuatan dan segala bentuk dorninasi serta hegemoni. Asas-asas ini, pada hakekatnya bersumber pada Dasasila Bandung yang dihasilkan oleh Konperensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955. 2. Gerakan Non-Blok merupakan wadah perjuangan bersama negara-negara berkembang dalam usaha mewujudkan tata kehidupan bangsa-bangsa yang lebih adil dalam suasana perdamaian dan persamaan derajat. Berbagai pembahasan masalah-masalah dunia yang penting sering diprakarsai dalam forum-forum Non-Blok, yang kemudian dilanjutkan dengan perjuangan untuk mewujudkannya di forum-forum Internasional lainnya baik di PBB ataupun badan-badan di luar PBB. Perjuangan untuk mempercepat penghapusan penjajahan, rasialisme dan apartheid dari muka bumi, usaha-usaha untuk mengadakan Konperensi PBB mengenai perlucutan senjata dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia serta perdamaian dunia serta pencetusan cita-cita Tata Ekonomi Dunia Baru, merupakan masalah-masalah penting yang pembahasannya diprakarsai Gerakan Non-Blok. 3. Namun demikian, perkembangan Gerakan Non-Blok akhir-akhir ini memperlihatkan tanda-tanda yang memprihatinkan. prinsip-prinsip yang menjiwai Gerakan Non-Biok terasa goyah. Salah pengertian dan perselisihan yang timbul dari perbedaan kepentingan nasional berbagai negara anggota, telah melengahkan rasa persatuan, kesatuan, dan kesetiakawanan serta mengaburkan kemurnian semangat dan tujuan Gerakan ini. 4. Konperensi Tingkat Tinggi di New Delhi ini akan ditandai oleh berbagai situasi sebagai berikut : a. Adanya perpecahan di kalangan negara-negara anggota sendiri sehingga mengakibatkan pengelompokan-pengelompokan dan mungkin saling konfrontasi. b. Adanya pertentangan dan konfltk terbuka di antara negara anggota Non-Blok sendiri yang sangat membahayakan persatuan dan keutuhan Gerakan.

c. Adanya usaha-usaha dari beberapa negara untuk membelokkan Gerakan ini dan melibatkannya terhadap salah satu blok. 5. Mengingat pentingnya peranan Gerakan Non-Blok dalam usaha mewujutkan cita-cita negara berkembang, serta perkembangan-perkembangan yang mengancam kesinambungan semangat, tujuan dan prinsip-prinsipnya yang murni, yang kesemuanya membahayakan persatuan, kesatuan serta kesetiakawanan Gerakan ini, maka partisipasi Indonesia di dalam Konverensi Tingkat Tinggi New Delhi ini sangat penting. II. UMUM 1. Sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif yang diabadikan kepada kepentingan nasional, terutama untuk pembangunan di segala bidang dan sebagai salah satu negara pendiri Gerakan Non-Blok, Indonesia perlu secara aktif memperjuangkan kemurnian prinsip-prinsip, tujuan dan semangat Gerakan Non-Blok sebagaimana dicetuskan oleh para pendirinya dalam tahun 1961. 2. Dunia yang kita hadapi saat ini dan masalah-masalah pokoknya sudah berubah dan berlainan. Dewasa ini masalah yang paling besar dan mendesak adalah bagaimana menaikkan taraf hidup rakyat dari negara-negara dunia ketiga yang merupakan bagian terbesar dari umat manusia. Perjuangan ini tidak kalah pentingnya dengan perjuangan politik Gerakan Non-Blok dahulu, yaitu membebaskan dunia dari belenggu kolonialisme. Karena itu Gerakan Non-Blok memusatkan diri pada perjuangan untuk membentuk Tata Ekonomi Dunia Baru. Potensi untuk ini jelas ada, sebab dunia ketiga umumnya kaya dengan sumber bahan rnentah dan bahan-bahan strategis lainnya, serta potensi penduduknya besar, yang kesemuanya membuka banyak kemungkinan di masa mendatang. Yang diperlukan adalah satuan dan kesatuan serta kesetiakawanan di antara semua negara-negara anggota Non-Blok. Dan jaminan ke arah Itu tidak lain adalah kembali kepada kemurnian prinsip-prinsip, tujuan dan semangat Gerakan Non- Blok. 3. Kemurnian prinsip-prinsip, tujuan dan semangat Gerakan Non-Blok seperti di atas, dalam garis besarnya perlu ditekankan melalut : a. Penegasan kembali prinsip-prinsip, tujuan dan semangat tersebut sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan di Kairo tahun 1961. Dalam hubungan ini perlu sekali ditekankan peranan Gerakan Non-Blok sebagai faktor yang berpengaruh dalam hubungan Internasional dan mempunyai kekuatan moral dan politik dalam percaturan dunia. b. Penerapan atau pelaksanaan prinsip-prinsip itu secara nyata dalam politik masingmasing negara pada pergaulan internasional. 4. Usaha mempertahankan prinsip-prinsip, tujuan dan semangat Non-Blok secara murni hendaklah dilakukan bekerjasama dengan negara-negara pendiri dan negara-negara sehaluan lainnya di dalam forum ini.

5. Mengingat persatuan dan solidaritas di antara anggota-anggotanya adalah sumber utama kekuatan Gerakan Non-Blok dalam rnelaksanakan perjuangan di arena Internasional, maka persatuan dan solidaritas dl kalangan anggota-anggotanya perlu dipulihkan, dipelihara dan ditingkatkan. 6. Di dalam memperkuat persatuan dan solidaritas di antara para anggotanya, hendaklah diusahakan agar Gerakan memusatkan perhatiannya kepada masalah-masalah pokok yang merupakan kepentingan bersama dan sebaiknya menjauhkan diri dari persoalanpersoalan kontroversial di antara sesama anggotanya. 7. Partisipasi Indonesia dalam forum Non-Blok sebagai forum kerjasama ekonomi negara-negara berkembang hendaknya dapat diarahkan dan dimanfaatkan untuk memberikan pengisian kepada Gari-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang ditujukan baik untuk menunjang usaha-usaha pembangunan nasional di bidang ekonomi, sosial dan budaya, maupun untuk memperkokoh kesetiakawanan, persatuan dan kerjasama di antara anggota-anggota masyarakat internasional dalam mewujudkan Tata Ekonomi Dunia Baru. 8. Usaha dan perjuangan Delegasi RI di bidang ekonomi dalam forum Ini hendaknya juga diarahkan untuk menciptakan "kemandirian bersama" di antara negara-negara anggotanya. Dalam hubungan ini, posisi Indonesia hendaknya senantiasa memperhatikan dan diserasikan dengan keputusan-keputusan yang telah diambil dalam rangka kerjasama ekonomi ASEAN. Bahkan sejauh mungkin dapat rnenunjang usaha-usaha kerjasama ekonomi dan sosial budaya ASEAN. 9. Dalam menghadapi isyu-isyu di bidang ekonomi, sosial budaya yang bersifat global, hendaknya Indonesia memperhatikan strategi, posisi dan keputusan-keputusan yang telah diambil oleh negara-negara berkembang yang lain. III. PENGARAHAN MENGENAI BEBERAPA MASALAH POKOK A. BIDANG POLITIK 1. Suasana internasional dewasa Ini lebih menjadi suram dibandingkan dengan tahun-tahun yang lalu, khususnya jika dibandingkan dengan suasana pada waktu diadakan KTT ke-6 di Havana. Hubungan antara negara-negara besar masih tetap memburuk dan karena itu mempunyai pengaruh yang sangat negatif baik segala aspek kehidupan Internasional. Lebih dari itu dewasa ini pertentanganpertentangan dan konflik bersenjata masih saja berlangsung di berbagai kawasan sepertl di Asia Barat Daya, Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin dan Arnerika Tengah yang sangat membahayakan perdamaian dan keamanan Internasional. 2. Sejak Gerakan Non-Blok dldirikan tahun 1961, kita menyadari bahwa perdamaian dan keamanan internasional tetap merupakan hal yang sangat penting. Karena itu

kita selalu mendesak secara keras dengan harapan akan tercapainya proses peredaan ketegangan (detente) di seluruh kawasan di dunia. Namun sebaliknya, kita menyaksikan timbulnya kembali perang dingin dalam bentuk baru antara negara-negara besar yang telah mengakibatkan sangat mundurnya semangat detente. 3. Usaha negara-negara Non-Blok ke arah tercapainya perlucutan senjata secara umum dan menyeluruh, khususnya untuk menghapuskan senjata-senjata nuklir sampai sekarang belum juga mencapai hasil yang memuaskan. Bahkan sebaliknya kini dapat disaksikan peningkatan pacuan senjata serta meningkatnya persenjataan nuklir dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. 4. Situasi yang mencemaskan tersebut telah mengakibatkan terganggunya proses pembangunan negara-negara berkembang. Lebih menyedihkan lagi adanya pertentangan dan konflik bersenjata antara sesama anggota Gerakan Non-Blok sendiri. 5. Menghadapi keadaan Internasional semacam itu hendaknya diusahakan agar Gerakan Non-Blok meningkatkan peranannya dengan mendasarkannya pada prinsip-prinsip murni Gerakan Non-Blok antara tain : a. Memperluas ruang lingkup detente secara global. b. Menyelesaikan sengketa-sengketa internasional dengan jalan damai, untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri sesuatu negara, tidak menggunakan ancaman dan kekerasan dan menghormati kemerdekaan, kedaulatan serta keutuhan wilayah sesuatu nesgara c. Meningkatkan usaha dan peranan Non-Blok dalam rangka mewujudkan Tata Dunia Baru, yang lebih dapat mencerminkan aspirasi, khususnya negaranegara dunia ketiga. d. Meningkatkan kerjasama di antara negara-negara, khususnya di antara negaranegara berkembang sendiri di segala bidang. 6. Khususnya dalam masalah Timor Timur apabila ada beberapa delegasi negara anggota Non-Blok yang masih mempersoalkannya, Delegasi RI hendaknya mengambil langkah-langkah sebagai berikut : a. Mengusahakan agar secara maksimal KTT tidak menyinggung masalah Timor Timur baik di dalam acara perdebatan umum maupun di dalam deklarasi. b. Mengusahakan agar secara maksimal sebanyak mungkin negara-negara menyokong pendirian indonesia baik dengan menentang maupun dengan menyatakan "reservation" mereka terhadap disinggungnya/dimasukkannya masalah Timor Timur di dalam deklarasi KTT. c. Mengambil langkah-langkah pengamanan dalam rangka mencegah segala kemungkinan hadirnya oknum-oknum yang tidak kita inginkan di New Delhi. 7. Mengenai partisipasi wakil Democratic Kampuchea di dalam Gerakan Non-Blok, KTT Havana telah memutuskan untuk mengosongkan sementara kursi Kampuchea dalam Gerakan tersebut dan untuk selanjutnya dltugaskan kepada

Biro Koordinasi untuk membahasnya yang kemudian harus melaporkan hasil tugasnya kepada KTM. 8. Delegasi RI dan banyak negara anggota Non-Blok lainnya pada waktu itu menganggap bahwa keputusan tersebut tidak wajar. Dalam kenyataannya, RI masih tetap mengakui pemerintahan Democratic Kampuchea. Karena itu RI mengharapkan agar wakil Democratic Kampuchea dapat menduduki kembali kursinya atau sekurang-kurangnya KTT akan menyetujui agar Pangeran Sihanouk dapat berbicara di depan sidang untuk mengemukakan pandangannya. 9. Mengenai yang menyangkut masalah-masalah di kawasan Asia Tenggara khususnya mengenai situasi di kampuchea, Delegasi RI hendaknya mengadakan konsultasi dengan delegasi-delegasi lainnya dari ASEAN yang ikut dalam Gerakan Non-Blok (Malaysia, Singapura dan Philipina) dalam rangka merumuskan sikap bersama untuk menghadapi masalah tersebut. 10. Mengenai masalah Afghanistan sikap kita ialah agar segera dilaksanakan penarikan mundur semua pasukan asing dari Afghanistan, dihormatinya hak rakyat Afghanistan untuk menentukan masa depannya sesuai aspirasi mereka sendiri tanpa campur tangan dari luar. 11. Dalam menghadapi masalah Timur Tengah dan Palestina, sikap Delegasi RI adalah jelas dan konsisten, yaitu: a. Mendukung hak-hak sah rakyat Palestina untuk kembali ke tempat asalnya, menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional dan untuk membentuk negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. b. Mendukung perjuangan bangsa Arab dan Palestina untuk mendapatkan kembali wilayah mereka yang diduduki secara tidak sah oleh Israel sejak tahun 1967. Mengutuk Israel atas tindakan agresinya terhadap Lebanon yang membawa korban besar berupa kehilangan jiwa di antara penduduk sipil dan kerugian materi. Berpendapat bahwa dengan tindakan!tu Israel menunjukkan bahwa ia tidak cinta damai dan ingin memusnahkan PLO, yang merupakan wakil tunggal bangsa Palestina. c. Menentang keras keputusan Israel untuk menjadikan kota suci Jerusalem sebagai ibu kota Israel, demikian pula tindakan Israel untuk merubah wilayah yang mereka duduki secara demografik dan geografik, antara lain dengan mendirikan pemukiman-pemukiman baru. B. Bidang Ekonomi 1. Dalam usaha untuk mewujudkan Tata Ekonomi Dunia Baru, Delegasi RI hendaknya berusaha memelihara dan meningkatkan peranan Gerakan Non-Blok untuk menciptakan tata hubungan ekonomi internasional yang lebih seimbang, dan memperluas partisipasi negara-negara berkembang dalam proses pengambilan keputusan mengenai masalah-masalah ekonomi dunia.

2. Indonesia sependapat dengan pendirian bahwa usaha mengatasi masalah-masalah ekonomi dunia, khususnya yang berupa inflasi, penganguran dan resesi yang dihadapi oleh masyarakat Internasional terutama oleh negara-negara maju, hanya akan dapat diselesaikan dengan melalui perombakan struktural dari hubungan ekonomi internasional yang ada, penyelesaian secara terbatas dan non-struktural tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan ekonomi dunia secara tuntas. Dalam hubungan ini Indonesia sangat prihatin atas kemacetan yang berlanjut dalam Negosiasi Global yang merupakan prakarsa negara-negara Non-Blok. Diharapkan agar KTT New Delhi dapat mengadakan peninjauan menyeluruh menngenai masalah ini dan dapat mengusahakan jalan keiuar. 3. Mengingat hasil-hasil atau kemajuan yang dicapai dalam berbagai perundingan sektoral internasional antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang masih sangat terbatas, maka usaha-usaha untuk memperoleh Komitmen politik dari negara-negara maju perlu terus ditingkatkan, khususnya yang menyangkut perombakan struktur pasar internasional bagi komoditi negara-negara berkembang (Program Komoditi Terpadu dengan Dana Bersama), perbaikan perdagangan internasional barang-barang non-komoditi termasuk penghapusan tindakantindakan proteksionisme oleh negara-negara maju, perombakan hubungan industri internasional ke arah peningkatan bagian produksi negara-negara berkembang, serta peningkatan pengalihan dan kemampuan teknologi dari negara-negara maju kepada negara-negara berkembang. 4. Di dalam menghadapi usaha-usaha internasional serta Konperensi Internasional yang akan diadakan seperti peluncuran Negosiasi Global, UNCTAD VI, hendaknya terus diadakan penggalangan kesatuan pendapat dan penyusunan posisi bersama di antara negara-negara berkembang. 5. Untuk meningkatkan kemandirian bersama dan memperkuat posisi berunding dari negara-negara berkembang. Indonesia hendaknya terus mengusahakan pelaksanaan dari Program Kerjasama di antara negara-negara Non-Blok dan negara-negara berkembang lainnya sebagaimana telah digariskan dalam Program Aksi Havana dan Program Aksi Caracas. Dalam hubungan ini, Delegasi RI hendaknya mengusahakan agar pelaksanaan program kerjasama tersebut dapat memberikan manfaat langsung kepada kepentingan nasional. IV. HAL-HAL LAIN 1. Masalah-masalah lain yang tidak dicantumkan dalam Petunjuk ini, termasuk hal-hal khusus yang timbul dalam tiap-tiap mata acara Konperensi Tingkat Tinggi ke VII ini, ataupun masalah-masalah lain yang timbul dalam persidangan, diserahkan keputusannya kepada Ketua Delegasi RI, sedapat mungkin setelah berkonsuitasi terlebih dahulu dengan Presiden.

2. Dalam waktu satu bulan setelah tiba kembali di Jakarta, Delegasi RI supaya menyampaikan laporan lengkap tentang hasil-hasil Konperensi tersebut kepada Presiden. Jakarta, 28 Februari 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEHARTO