Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

dokumen-dokumen yang mirip
KONSISTENSI ANGIN ZONAL TERHADAP POSISI ITCZ UNTUK MENENTUKAN ONSET MONSUN

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

I. INFORMASI METEOROLOGI

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

I. INFORMASI METEOROLOGI

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018

I. INFORMASI METEOROLOGI

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

I. INFORMASI METEOROLOGI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *)

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

INTERAKSI EL-NINO, MONSUN DAN TOPOGRAFI LOKAL TERHADAP ANOMALI CURAH HUJAN DI PULAU JAWA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO

UPDATE DASARIAN III MARET 2018

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musim Hujan dan Monsun

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

MEKANISME HUJAN HARIAN DI SUMATERA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

Musim Hujan. Musim Kemarau

ANALISIS VARIASI CURAH HUJAN HARIAN UNTUK MENENTUKAN RAGAM OSILASI ATMOSFER DI KOTA PADANG (Studi Kasus Data Curah Hujan Harian Tahun )

ANALISIS VARIABILITAS CURAH HUJAN MANADO DAN FAKTOR UTAMA YANG MEMPENGARUHINYA

ANALISIS KEJADIAN EL-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP INTENSITAS CURAH HUJAN DI WILAYAH JABODETABEK SELAMA PERIODE PUNCAK MUSIM HUJAN TAHUN 2015/2016

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

IDENTIFIKASI KEJADIAN MONSUN EKSTRIM DI PULAU JAWA DAN SEKITARNYA

DAMPAK DIPOLE MODE TERHADAP ANGIN ZONAL

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

ANALISIS CUACA PADA SAAT PELAKSANAAN TMC PENANGGULANGAN BANJIR JAKARTA JANUARI FEBRUARI Abstract

STUDI DAMPAK EL NINO DAN INDIAN OCEAN DIPOLE (IOD) TERHADAP CURAH HUJAN DI PANGKALPINANG

BULETIN METEOROLOGI BMKG STASIUN METEOROLOGI SYAMSUDIN NOOR BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Agustus Volume V - No.

LAPORAN POTENSI HUJAN AKHIR JANUARI HINGGA AWAL FEBRUARI 2016 DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

2. Awal Musim kemarau Bilamana jumlah curah hujan selama satu dasarian (10 hari) kurang dari 50 milimeter serta diikuti oleh dasarian berikutnya.

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

BAB I PENDAHULUAN. permukaan Bumi (Shauji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

BAB IV Hasil Dan Pembahasan

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

PENENTUAN ONSET MONSUN DI WILAYAH INDO-AUSTRALIA BERDASARKAN LOMPATAN ITCZ

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

VARIABILITAS MUSIM HUJAN DI KABUPATEN INDRAMAYU

MONITORING DINAMIKA ATMOSFER DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN SEPTEMBER 2016 FEBRUARI 2017

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR DAN TANAH LONGSOR TANGGAL 7 MARET 2018 DI LEMBANG TUMBANG DATU SANGALLA UTARA KABUPATEN TANA TORAJA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT; ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN DASARIAN I FEBRUARI 2018

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

Transkripsi:

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ Erma Yulihastin* dan Ibnu Fathrio Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis terjadinya anomali curah hujan di Benua Maritim Indonesia pada tahun 2010 menggunakan data curah hujan dasarian tipe 3B42 Satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission). Data tersebut merupakan data curah hujan dasarian (10-harian) dan memiliki resolusi spasial 0.25 derajat di Benua Maritim Indonesia (BMI). Hasil penelitian menunjukkan, anomali curah hujan positif terjadi sepanjang tahun 2010 di BMI. Anomali positif juga terjadi selama periode musim kemarau. Pada puncak musim kemarau (bulan Juli), anomali curah hujan di BMI memiliki nilai antara +50 sampai +200 milimeter. Deret waktu anomali curah hujan di kawasan monsunal BMI sepanjang tahun 2010 menunjukkan nilai positif kecuali pada bulan Februari dan Maret. Kata kunci: Anomali, Curah hujan, BMI, Satelit TRMM, ITCZ, 2010 Pendahuluan Anomali curah hujan didefinisikan sebagai deviasi kuantitas nilai curah hujan terhadap pada wilayah tertentu terhadap nilai rata-ratanya dalam jangka waktu yang panjang [1]. Penyebab anomali curah hujan di Benua Maritim Indonesia (BMI) kerap dikaitkan dengan fenomena ENSO (El Niño-Southern Oscillation), IOD (Indian Ocean Dipole), dan pengaruh interaksi atmosferperairan lokal di wilayah BMI [2], [3], [4]. Anomali curah hujan di BMI pada 2010 telah diteliti sebelumnya menggunakan data curah hujan bulanan TRMM 3B43 [7]. Hasil tersebut menunjukkan, curah hujan meningkat pada Mei dan Juni 2010 antara 20-200 persen. Namun, penelitian tersebut tidak menjelaskan anomali curah hujan pada puncak musim kemarau yaitu bulan Juli serta tidak dilakukan analisis secara temporal. Penelitian ini bertujuan meneliti anomali curah hujan pada 2010 secara temporal dan spasial terutama pada periode puncak musim hujan dengan menggunakan tipe data TRMM dasarian yang memiliki resolusi waktu lebih tinggi dibandingkan data bulanan. Nilai anomali pada tiap grid ini selanjutnya diplot dalam bentuk grafik secara spasial. Hasil dan diskusi Curah hujan turun berlebih di sebagian besar Benua Maritim Indonesia sepanjang tahun 2010. Curah hujan maksimum bahkan terjadi selama periode musim kemarau JJA (Juli-Juli-Agustus). Pada puncak musim kemarau yaitu bulan Juli, anomali curah hujan dasarian di BMI terjadi antara +50 sampai +200 milimeter. Hal ini tampak pada Gambar 1-3. Anomali curah hujan positif bahkan terjadi pada wilayah monsunal Benua Maritim Indonesia seperti Jawa dan sekitarnya yang selama periode musim kemarau seharusnya memiliki curah hujan minimum atau mengalami anomali curah hujan negatif. Metode Penelitian ini menggunakan data curah hujan 10-harian (dasarian) satelit TRMM 3B42 tahun 2010 dan data curah hujan klimatologis (1998-2010). Resolusi spasial data yaitu 0.25 derajat. Data pendukung adalah data angin yang disediakan oleh NCEP/NCAR (National Center for Environmental Prediction/ National Center for Atmospheric Research) Reanalysis II. Data ini memiliki resolusi spasial 2.5 derajat. Metode perhitungan anomali dilakukan dengan cara mencari selisih nilai curah hujan dasarian pada tiap grid terhadap nilai rata-rata klimatologinya. Gambar 1. Anomali curah hujan pada dasarian ke-1 Juli 2010 (dalam satuan milimeter) Hal ini terjadi karena kawasan tersebut berpola curah hujan monsunal dan sangat dikontrol oleh keberadaan angin monsun timur Australia pada musim kemarau. Angin monsun timur yang ISBN : 978-602-19655-0-4 352

berasal dari benua Australia tersebut bersifat dingin dan kering. Pada Gambar 1-3 juga terlihat bahwa zona konvergensi inter-tropis atau ITCZ (Inter-tropical Convergence Zone) yang seharusnya bergeser ke bagian utara pada bulan Juli mengikuti pergerakan semu matahari tidak terjadi pada musim kemarau 2010. Wilayah di bagian selatan BMI selama puncak musim kemarau masih menjadi pusat konvergensi secara yang signifikan memblokir awan-awan konvektif untuk tetap berada di kawasan BMI. Gambar 1-3 juga menunjukkan munculnya pusat-pusat konvergensi baru di kawasan Samudera Hindia bagian barat (dekat pulau Sumatera dan pulau Jawa). Wilayah konvergensi di Samudera Hindia ini dapat diidentifikasi melalui curah hujan dasarian maksimum (> 200 milimeter). Munculnya konvergensi selama bulan Juli 2010 di Belahan Bumi Selatan (BBS) kawasan Samudera Hindia merupakan kejadian yang menyimpang karena intensifikasi pusat tekanan rendah pada periode ini seharusnya terjadi di Belahan Bumi Utara (BBU). Anomali curah hujan pada puncak musim kemarau 2010 di kawasan BMI ini terlihat sangat berbeda jika dibandingkan dengan puncak kemarau pada tahun 2009. Seperti diperlihatkan pada Gambar 4-6. Selama bulan Juli 2009 tampak di BMI bagian selatan (Jawa dan sekitarnya) tidak mengalami anomali curah hujan positif. Pada Gambar 5 bahkan terlihat dengan jelas, garis ITCZ tidak berada di kawasan BMI melainkan telah bergeser ke BBU (Filipina dan sekitarnya). Gambar 4. Anomali curah hujan pada dasarian ke-1 Juli 2009 (dalam satuan milimeter). Gambar 2. Anomali curah hujan pada dasarian ke-2 Juli 2010 (dalam satuan milimeter). Gambar 5. Anomali curah hujan pada dasarian ke-2 Juli 2009 (dalam satuan milimeter). Gambar 3. Anomali curah hujan pada dasarian ke-3 Juli 2010 (dalam satuan milimeter) Gambar 6. Anomali curah hujan pada dasarian ke-3 Juli 2009 (dalam satuan milimeter). ISBN : 978-602-19655-0-4 353

Curah hujan dasarian di kawasan Indonesia bagian selatan terjadi lebih dari 20 hingga 130 milimeter sepanjang tahun 2010. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 7. Berdasarkan grafik, pola curah hujan monsunal tidak dapat diidentifikasi dengan jelas karena selama periode musim kemarau tidak terjadi curah hujan minimum di wilayah tersebut. Awal musim kemarau yang seharusnya dapat dikenali secara tegas dengan curah hujan kurang dari 50 milimeter selama tiga dasarian berturut-turut, juga tidak terjadi selama tahun 2010 di kawasan monsunal BMI. curah hujan positif terjadi sepanjang tahun kecuali pada bulan Februari, Maret, Januari dasarian ke-3, April dasarian ke-1, dan November dasarian ke-2. Pada periode musim kemarau JJA, anomali curah hujan dasarian terjadi antara 5 hingga 40 milimeter. Hal ini seperti diperlihatkan pada Gambar 8. Untuk mengetahui lebih jauh penyebab terjadinya anomali positif curah hujan pada bulan Juli, perlu dianalisis kondisi angin monsun yang terjadi secara klimatologis dan aktual pada Juli 2010 untuk dibandingkan. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, angin monsun yang terjadi di atas kawasan selatan BMI pada bulan Juli didominasi oleh angin monsun timur. Hal ini seperti ditunjukkan oleh Gambar 9. Secara klimatologis, angin monsun timur di atas selatan BMI memiliki magnitudo antara 4 sampai 8 meter/detik. Gambar 7. Deret waktu curah hujan dasarian (milimeter) Januari-Desember 2010 di wilayah Indonesia bagian selatan (110-130BT, 5-15LS). Berdasarkan Gambar 7 dapat disimpulkan, selama tahun 2010 tidak terjadi musim kemarau jika didasarkan pada definisi yang dikeluarkan oleh penentuan musim kemarau berdasarkan curah hujan yang dikeluarkan oleh BMKG. Gambar 9. Angin monsun pada level ketinggian 850hPa klimatologi bulan Juli (kontur warna positif menunjukkan angin barat sedangkan negatif menunjukkan angin timur, dalam satuan meter/detik). Pada bulan Juli 2010, angin monsun timur juga terjadi di kawasan bagian selatan BMI. Penguatan angin monsun timur memang terjadi di bagian tenggara BMI. Angin monsun timur di wilayah tersebut lebih dari 10 meter/detik. Angin monsun timur yang lebih kuat dari normal seharusnya akan mempengaruhi kondisi kurang hujan pada musim kemarau di kawasan selatan BMI. Dengan demikian, data angin monsun tampak tidak mendukung terjadinya hujan berlebih selama musim kemarau. Gambar 8. Deret waktu anomali curah hujan (milimeter) dasarian Januari-Desember 2010 di wilayah Indonesia bagian selatan (110-130BT, 5-15LS). Berdasarkan deret waktu anomali curah hujan di kawasan monsunal BMI terlihat, anomali ISBN : 978-602-19655-0-4 354

Gambar 10. Sama seperti Gambar-9 tetapi untuk bulan Juli 2010. Namun, angin timur yang kuat pada Juli 2010 terjadi pada area yang lebih luas di kawasan Samudera Pasifik jika dibandingkan dengan kondisi normalnya secara klimatologis. Angin timur yang berhembus sangat kuat dari Samudera Pasifik ini ternyata dipengaruhi oleh fenomena La Niña intensitas sedang sekitar 1 derajat Celcius. Fenomena La Niña di Samudera Pasifik ini ternyata telah memperkuat angin monsun timur di kawasan timur dan tenggara BMI sekaligus melemahkan sifat monsun musim kering yang berasal dari Benua Australia. Terjadinya La Niña ditunjukkan oleh indeks Niño 3.4 sebagaimana Gambar 11. Gambar 11. Indeks Niño 3.4 Juli 2005-Juli 2010 (Sumber: www.bom.gov.au). Anomali musim kemarau pada 2010 ini bertentangan dengan daerah konvergensi antartropis (ITCZ) rata-rata lima tahun sebagaimana ditampilkan pada Gambar 12. Pada bulan Juli, seharusnya, daerah bertekanan rendah berada di bagian utara (Filipina, Asia) menjauhi wilayah Benua Maritim Indonesia. Dengan demikian, curah hujan maksimum juga seharusnya berada di Belahan Bumi Utara (Benua Asia dan sekitarnya). Gambar 12. Garis ITCZ rata-rata (2004-2009) bulan Juli dasarian ke-1 berdasarkan data liputan awan satelit MTSAT. Warna hijau menunjukkan data sesudah difilter, merah adalah data sebelum difilter. Kesimpulan Terjadi anomali curah hujan positif di kawasan BMI selama 2010 antara 50 hingga 200 milimeter. Curah hujan berlebih yang terjadi pada puncak musim kemarau (bulan Juli) di kawasan monsunal BMI terjadi karena pengaruh La Niña dengan intensitas sedang. Fenomena La Niña telah menyebabkan terjadinya angin timur yang sangat kuat dari Samudera Pasifik ke kawasan BMI. Angin timur tersebut telah memperkuat intensitas angin monsun timur dari benua Australia namun memperlemah sifat monsun musim dingin Australia. Hal ini mengakibatkan angin timur yang terjadi di atas kawasan selatan BMI pada bulan Juli bersifat sangat basah. Maka tak mengherankan jika kawasan BMI masih menjadi daerah aktif konvergensi karena awan-awan konvektif terblokir di kawasan tersebut. Ucapan terima kasih Penulis memberikan apresiasi kepada JAXA- NASA, organisasi penyedia data curah hujan TRMM yang terbuka untuk diakses. Makalah ini mendukung penelitian program riset PKPP mengenai Sistem Monitoring ITCZ Untuk Prediksi Awal Musim Indonesia yang didanai Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Referensi [1] Glickman TS., 2000. Anomaly, American Meteorological Society, http://amsglossary.allenpress.com/glossary/ search?p=1&query=anomaly&submit=sear ch&def=on, diunduh pada 15 Juni 2011. [2] Wu R. and Hu Z, 2003. Evolution of ENSO-Related Rainfall Anomalies in East ISBN : 978-602-19655-0-4 355

Asia, Journal of Climate, Volume 16, 3742-3758. [3] Tangang FT. and Juneng L., 2004. Mechanisms of Malaysian Rainfall Anomalies, Journal of Climate, American Meteorological Society, Volume 17, 3616-3622. [4] As-syakur AR. dan Prasetia R., 2010. Pola Spasial Anomali Curah Hujan Selama Maret Sampai Juni 2010 di Indonesia; Komparasi Data TRMM Multisatellite Precipitation Analysis (TMPA) 3B43 dengan Stasiun Pengamat Hujan, Prosiding Nasional Seminar Ilmiah Nasional Ikatan Ahli Teknik Penyehatan dan Teknik Lingkungan Indonesia. Erma Yulihastin* Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional erma.yulihastin@gmail.com Ibnu Fathrio Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional ibnufathrio@yahoo.com *Corresponding author ISBN : 978-602-19655-0-4 356