ESENSI KONSERVASI DALAM PEMULIAAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN LANGKA

dokumen-dokumen yang mirip
PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SMP NEGERI 3 MENGGALA

BIODIVERSITAS 3/31/2014. Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) "Ragam spesies yang berbeda (species diversity),

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

PLASMA NUTFAH. OLEH SUHARDI, S.Pt.,MP

BAB I. PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan. Materi # T a u f i q u r R a c h m a n

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #4 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati *

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II BAGAIMANA KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL)

Dampak Kegiatan Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

PENDEKATAN EKOSISTEM DALAM KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI 1

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

Individu adalah satu makhluk hidup, misalnya seekor semut, seekor burung dan sebuah pohon.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

Keputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.

I. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia

DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KOMPONEN IKLIM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

CC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.2

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI KSDA DAN PELESTARIAN ALAM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

Konservasi Biodiversitas Indonesia

SAMBUTAN. PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G

Transkripsi:

467 Esensi konservasi dalam pemuliaan... (Lies Emmawati Hadie) ESENSI KONSERVASI DALAM PEMULIAAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN LANGKA Lies Emmawati Hadie ABSTRAK Pusat Riset Perikanan Budidaya Jl. Ragunan 20, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 E-mail: ema_hadi@yahoo.com Efek rumah kaca sebenarnya memegang peranan yang penting dalam memelihara kehidupan di bumi. Jika tidak ada efek rumah kaca, suhu dipermukaan bumi akan turun secara drastis. Problem yang terjadi dewasa ini ialah tingginya gas-gas rumah kaca karena kegiatan manusia yang mempengaruhi iklim di bumi dan menyebabkan pemanasan bumi secara global. Pada umumnya banyak spesies tidak dapat menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perubahan suhu bumi yang diakibatkan oleh manusia. Faktor lingkungan seperti pemanasan global dan penangkapan ikan secara berlebihan menjadi salah satu penyebab semakin langkanya spesies tertentu terutama yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti Arwana dan Botia. Permasalahan ini perlu dipikirkan solusinya, karena jika tidak ada kepedulian maka kekayaan plasma nutfah ikan potensial akan bergerak menuju kepunahan. Padahal dalam upaya peningkatan produktivitas perikanan budidaya, plasma nutfah ikan potensial merupakan aset dasar dalam program pemuliaan ikan. Sehingga dapat dihasilkan strain-strain ikan unggul yang toleran terhadap perubahan iklim global. KATA KUNCI: pemuliaan, ikan langka, budidaya, konservasi PENDAHULUAN Biodiversitas mencakup kekayaan hayati dalam bentuk flora, fauna, dan mikroba. Dalam bidang ini Indonesia menjadi negara megadiversitas kedua setelah Brasilia dengan 25% spesies dari jumlah total spesies ikan yang ada di dunia berada di Indonesia (BAPPENAS, 1993). Dengan demikian biodiversitas spesies ikan dalam bentuk plasma nutfah merupakan aset dasar untuk pengembangan varietas unggul baru pada program pemuliaan (Primack et al., 1998; Purwantoro & Arsyad, 2000). Namun eksistensi spesies ikan yang ada telah mengalami berbagai tekanan akibat aktivitas manusia. Tekanan lingkungan yang mempengaruhi antara lain polusi yang terjadi dari lingkungan darat kemudian terbawa air dan akhirnya menumpuk di perairan. Hal ini berpengaruh kepada ekosistem air dan dampak akhirnya adalah kepada ikan (Hadie & Hadie, 2000). Selain lingkungan, faktor penangkapan ikan secara berlebihan juga menjadi salah satu penyebab semakin langkanya spesies tertentu terutama yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti arwana dan botia. Berbagai jenis ikan langka yang ada pada berbagai ekosistem merupakan aset dasar yang perlu di konservasi untuk dapat dimanfaatkan dalam program pemuliaan dalam perakitan strain-strain ikan unggul. Perubahan Iklim Global Efek rumah kaca sebenarnya memegang peranan yang penting dalam memelihara kehidupan di bumi. Jika tidak ada efek rumah kaca, suhu dipermukaan bumi akan turun secara drastis. Problem yang terjadi dewasa ini ialah tingginya gas-gas rumah kaca karena kegiatan manusia yang mempengaruhi iklim di bumi dan menyebabkan pemanasan bumi secara global. Pada era abad ke-20 ini suhu bumi telah meningkat sebesar 0,5 C (Jones & Wingley, 1990). Pada umumnya banyak spesies tidak dapat menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perubahan suhu bumi yang diakibatkan oleh manusia. Suhu yang meningkat juga akan menyebabkan salju di gunung mencair. Es yang mencair ini akan menambah jumlah air, sehingga menyebabkan kenaikan tinggi air laut sebesar 0,2 1,5 m. Kenaikan tinggi permukaan air laut dapat membahayakan spesies-spesies terumbu karang yang hanya tumbuh pada kedalaman dan kombinasi arus serta cahaya tertentu. Beberapa spesies terumbu karang mungkin tidak dapat tumbuh dengan cepat untuk mengimbangi naiknya permukaan air laut. Tingkat kerusakan terumbu karang termasuk populasi berbagai spesies ikan karang yang langka akan lebih besar lagi apabila suhu lautan juga bertambah.

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 468 Perubahan iklim global dan kenaikan konsentrasi CO 2 di atmosfir mempunyai kemampuan secara radikal untuk mengubah komunitas biologi dengan cara seleksi spesies-spesies yang mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi yang baru (Bazzaz & Fajer, 1992). Bukti-bukti yang kongkret telah ada bahwa proses perubahan ini sedang berlangsung dewasa ini (Grabher et al.; Phillips & Gentry, 1994). Oleh karena perubahan iklim global mempengaruhi kondisi alam secara keseluruhan, komunitas biologi, fungsi ekosistem, dan iklim maka diperlukan monitoring secara periodik terhadap berbagai dampak yang terjadi akibat pemanasan global itu. Namun kita perlu tetap berfokus pada masalah perusakan habitat yang merupakan penyebab utama kepunahan berbagai spesies ikan. Oleh karena itu, prioritas dalam konservasi adalah tetap menjaga keberadaan komunitas dan memperbaiki komunitas yang telah rusak. PERMASALAHAN Faktor lingkungan seperti pemanasan global dan penangkapan ikan secara berlebihan menjadi salah satu penyebab semakin langkanya spesies tertentu terutama yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti arwana dan botia. Permasalahan ini perlu dipikirkan solusinya, karena jika tidak ada kepedulian maka kekayaan plasma nutfah ikan potensial akan bergerak menuju kepunahan. Padahal dalam upaya peningkatan produktivitas perikanan budidaya, plasma nutfah ikan potensial merupakan aset dasar dalam program pemuliaan ikan. Sehingga dapat dihasilkan strain-strain ikan unggul yang toleran terhadap perubahan iklim global. Kategori Spesies Langka dan Penyebabnya Suatu spesies dapat dikategorikan sebagai spesie langka (rare) jika spesies tersebut mempunyai jumlah individu yang sedikit, seringkali disebabkan oleh sebaran geografis yang terbatas atau kepadatan yang rendah. Walaupun spesies-spesies ini tidak menghadapi bahaya mutlak, namun jumlah mereka yang sedikit dapat membuat spesies tersebut menjadi terancam. Suatu spesies menjadi langka oleh karena berbagai sebab seperti degradasi habitat dan polusi pestisida, air, serta udara. Ancaman bahaya dari pestisida menjadi perhatian dunia yang dikemukakan oleh Carson dan proses tersebut diberi istilah biomagnifikasi. Pada proses ini konsentrasi DDT dan pestisida klorin organik lainnya menjadi semakin tinggi pada setiap kenaikan tingkat rantai makanan. Pestisida-pestisida ini disemprotkan pada tanaman pangan untuk membunuh serangga dan juga pada perairan untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Namun ternyata bahan kimia ini sangat berbahaya bagi populasi alamiah terutama burung yang memakan serangga, ikan, dan hewan lainnya yang telah tercemar pestisida. Di wilayah danau dan perairan payau, dampak DDT, dan pestisida lainnya terkonsentrasi pada spesies ikan pemangsa dan mamalia laut seperti lumba-lumba (Primack et al., 1998). Demikian pula perubahan iklim secara global juga sangat mempengaruhi, juga eksploitasi secara berlebihan menjadi penyebab semakin langkanya spesies ikan tertentu. PENDEKATAN MASALAH Perubahan iklim secara global sangat berpengaruh terhadap populasi dan menjadi salah satu penyebab semakin langkanya spesies ikan tertentu. Fenomena ini perlu diantisipasi mengingat pentingnya spesies ikan yang potensial dalam perakitan strain ikan unggul pada program pemuliaan ikan. Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah dengan mengembangkan strategi konservasi spesies ikan langka secara ex situ yang dikombinasikan dengan strategi konservasi secara in situ. Strategi Konservasi Spesies Ikan Langka Secara Ex situ dan In situ Dewasa ini banyak spesies ikan langka yang telah terdesak oleh pengaruh pemanasan global dan kegiatan manusia. Jumlah populasi dari spesies ikan tersebut relatif sangat sedikit di alam.sehingga diperlukan upaya konservasi dengan memelihara individu-individu tersebut dalam kondisi terkendali di bawah pengawasan manusia. Strategi ini dikenal sebagai konservasi secara ex situ. Beberapa fasilitas umum seperti kebun binatang, berbagai usaha perikanan budidaya, program-program penangkaran ikan seperti Taman Akuarium di Taman Mini dan Taman Impian Jaya Ancol, lembaga-lembaga riset di bidang perikanan merupakan fasilitas-fasilitas ex situ untuk konservasi ikan. Salah satu contoh

469 Esensi konservasi dalam pemuliaan... (Lies Emmawati Hadie) keberhasilan konservasi secara ex situ oleh lembaga riset adalah suksesnya penangkaran ikan botia oleh tim peneliti di Loka Riset Budidaya Ikan Hias dari Pusat Riset Perikanan Budidaya yang berkolaborasi dengan tim peneliti IRD Perancis. Hasil riset dari gabungan tim peneliti itu telah berhasil menangkarkan ikan botia, sehingga ikan yang semakin sedikit populasinya di alam ini dapat menghasilkan benih-benih yang berkualitas baik dalam sistem pembenihan secara terkontrol. Upaya secara intensif untuk mengelola populasi langka dan terancam dalam suatu kawasan perlindungan yang kecil, ini merupakan suatu contoh strategi yang menggabungkan konservasi secara in situ dengan ex situ. Populasi itu masih hidup dengan bebas, tetapi pada waktu-waktu tertentu perlu dilakukan pengaturan untuk mencegah penurunan jumlah individu. Implementasi program konservasi secara ex situ merupakan bagian terpenting dalam strategi konservasi terpadu untuk melindungi fauna yang terancam punah (Falk, 1991). Strategi konservasi secara ex situ dan in situ merupakan pendekatan yang saling menunjang (Robinson, 1992). Konservasi spesies secara in situ sangat penting bagi sintasan spesies yang sulit ditangkar. Dalam menghadapi ancaman terhadap fauna perairan yang terancam punah, maka para ahli ikan dan terumbu karang dari berbagai institusi kelautan, berbagai Departemen Perikanan milik pemerintah serta organisasi konservasi seperti Lembaga Konservasi Internasional telah meningkatkan upaya terpadu untuk melestarikan komunitas alami yang kaya dan berbagai spesies ikan yang terancam punah. Menurut Olney & Ellis (1991), dewasa ini telah didapati 580.000 spesies ikan yang dipelihara dalam akuarium yang ditangkap dari alam. Data ini memperlihatkan peran penting strategi konservasi secara ex situ untuk berbagai spesies ikan terbukti cukup efisien. Berbagai spesies yang telah berhasil ditangkarkan ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber gen yang dapat dikelola dalam program-program pemuliaan untuk menghasilkan strain-strain ikan unggul. Populasi ikan yang terkontrol dengan baik akan dapat menghasilkan keturunan yang berkualitas unggul jika pengelolaan induk dilaksanakan dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah genetik. Salah satu program pemuliaan ikan yang telah memperlihatkan hasil yang signifikan adalah program selective breeding pada ikan salmon di Norwegia. Tim Peneliti secara terpadu membentuk populasi dasar ikan salmon dengan cara mengumpulkan ikan tersebut dari 40 lokasi yang berbeda lingkungannya. Serangkaian program selective breeding di aplikasikan pada populasi dasar ikan salmon dan kini telah dihasilkan strain unggul yang memberikan kontribusi nyata dalam menunjang peningkatan produksi ikan salmon secara nasional di negara itu. Beberapa contoh keberhasilan program selective breeding memperlihatkan bahwa salah satu penentu keberhasilan adalah adanya populasi ikan yang memiliki keragaman genetik yang tinggi. Pada umumnya koleksi ikan yang berasal dari alam memiliki keragaman yang masih tinggi. Sehingga akan sangat efektif jika digunakan dalam program pemuliaan atau selective breeding (Falconer & Mackay, 1996) Dalam upaya memenuhi kebutuhan ini, maka aspek konservasi menjadi hal yang esensial untuk dilaksanakan secara konsisten. Namun dalam menjalankan program itu diperlukan strategi yang tepat dan efisien menurut kebutuhan setiap spesies yang perlu di konservasi. Dukungan Peraturan dan Perundangan Terhadap Konservasi Sumberdaya Ikan Dalam penyelenggaraan konservasi ada peraturan perundangan yaitu UU No. 31/2004 dan PP No. 60/2007 dan beberapa peraturan perundangan lain yang menjadi dasar dalam melaksanakan konservasi (Ditjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, 2008) Beberapa perundangan yang mencakup konservasi antara lain: a) UU No. 27/2007 mengenai pengelolaan wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa konservasi mencakup wilayah perairan, ekosistem terrestrial, dan situs budaya tradisional. b) UU No. 5/1990 yang mengatur konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan mencakup pengaturan semua aspek yang berkaitan dengan konservasi ruang dan alam termasuk sumberdaya hayati yang terkandung di dalamnya. c). UU No. 32/2004 yang mengatur kewenangan pemerintah daerah yang memiliki wilayah laut untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut. d) Peraturan Pemerintah (PP) No. 7/1999 yang mengatur konservasi jenis tumbuhan dan satwa.

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 470 Menurut PP tersebut pelaksanaan pengawetan dan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa merupakan tanggung jawab menteri yang bertanggung jawab di bidang Kehutanan. PP itu mengatur ditetapkannya jenis-jenis satwa langka yang dilindungi. Jenis-jenis ikan yang dilindungi berdasarkan PP No. 7/1999 dicantumkan pada Tabel 1. Tabel 1. Spesies ikan bersirip (Pisces) yang dilindungi sesuai dengan PP No. 7/1999 Nama lokal Peyang malaya, Tangkelasa Arwana Irian, Peyang Irian Wader Goa Pari Sentani, Hiu Sentani Belida Jawa, Lopis Jawa Ikan raja laut Selusur Maninjau Nama latin Scleropagus formasus Scleropagus jardini Puntius microps Pristis microdon Notopterus spp. Latimeria chalumnae Homaloptera gymnogaster Menurut PP No. 7/1999, baru tujuh spesies yang mendapat perlindungan secara legal. Padahal masih banyak spesies ikan-ikan langka yang belum mendapat perlindungan secara legal. Dalam hal implementasi beberapa peraturan dan perundangan masih memerlukan dorongan yang lebih besar agar konservasi ikan-ikan langka dapat berlangsung secara optimal. Berkaitan dengan luas kawasan konservasi dan calon kawasan konservasi di Indonesia telah mencakup luasan 27.881.449,53 ha seperti yang tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Luasan Kawasan Konservasi dan calon Kawasan Konservasi di Indonesia yang dikelola Departemen Kehutanan dan Departemen Kelautan dan Perikanan Tipe kawasan konservasi Sumber: Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (2008) Jumlah kawasan Luas (ha) Taman nasional laut 7 4.045.049 Taman wisata alam laut 18 767.610,15 Cagar alam laut 9 274.215,45 Suaka margasatwa laut 7 339.218,25 Kawasan konservasi laut daerah 24 3.155.572,40 Daerah perlindungan laut/daerah perlindungan mangrove 2 2.085,90 Calon kawasan konservasi laut daerah 19 13.591.406,15 Suaka perikanan 3 453,23 Calon Kawasan Konservasi Perikanan Nasional Kepulauan Perairan Anambas dan Laut Sawu 2 5.705.839,0 Total 91 27.881.449,53 Luas Kawasan Konservasi yang telah ditetapkan dan calon kawasan relatif cukup baik dengan total luasan mencapai 27.881.449,53 ha. Jika manajemen dalam kawasan-kawasan konservasi dapat dilaksanakan secara optimal, maka hal ini akan sangat mendukung konservasi ikan-ikan langka secara optimal juga. Oleh karena itu, kombinasi konservasi secara in situ yang dapat dilakukan di kawasankawasan konservasi yang telah ditetapkan dengan konservasi secara in situ merupakan alternatif yang baik dan cukup efektif dalam melestarikan ikan-ikan langka. KESIMPULAN Dalam rangka mengatasi akibat pemanasan global terhadap berbagai spesies ikan langka maka strategi konservasi perlu diimplementasikan secara konsisten dengan mengembangkan strategi

471 Esensi konservasi dalam pemuliaan... (Lies Emmawati Hadie) kombinasi konservasi secara ex situ dan in situ. Sehingga kelestarian spesies ikan langka dapat terjamin agar dapat dimanfaatkan dalam pemuliaan dan pengembangan budidaya ikan langka. DAFTRA ACUAN BAPPENAS 1993. Biodiversity Action Plan for Indonesia. Ministry of National Development Planning/ National Development Planning Agency. Bazzaz, F.A. & Fajer, E.D. 1992. Plant Life in a CO 2 rich world. Scientific America January, p. 68 74. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 2008. Konservasi Sumberdaya Ikan Di Indonesia. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency. Jakarta, 66 hlm. Falconer, D.S. & Mackay, T.F.C. 1996.Introduction to Quantitative Genetics.Longman. Longman Group Limited.Longman House,Burnt Mill, Harlow,Essex CM20 2JE, England, p. 65 71. Falk, D.A. 1991. Joining Joining Biological and Economic Models For Conserving Plant Genetic Diversity. In Falk, D.A. & Holsinger, K.E. (Eds), genetics and conservation of rare palnts, Oxford University Press, New York, p. 209 224. Grabher, G.M., Dottfried, M., & Pauli, H. 1994. Climate Rffect on Mountain Plant. Nature, 369: 448. Hadie, W. & Hadie, L.E. 2000. Konservasi plasma nutfah ikan patin. Prosiding Plasma Nutfah PERIPI. Bogor. Olney, P.J.S. & Ellis, P. (Eds.). 1991. 1990. International Zoo Year Book, Vol. 30. Zoological Society of London, London. Primack, R.B., Supriatna, J., Indrawan, M., & Kramadibrata, P. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta, hlm. 49 161. Purwantoro & Arsyad. 2000. Pengembangan varietas unggul. Prosiding Plasma Nutfah. PERIPI. Bogor. Robinson, M.H. 1992. Global change, the future of biodiversity, and the future of zoos. Biotropica (special issue), 24: 345 352.