Djunaedi Kosasih 1 ABSTRAK. Kata kunci: disain tebal lapisan tambahan, metoda analitis, modulus perkerasan, proses back calculation ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
urnal 1. Pendahuluan TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 September Djunaedi Kosasih 1) Abstrak

MODIFIKASI METODA AASHTO 93 DALAM DISAIN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN UNTUK MODEL STRUKTUR SISTEM 3-LAPISAN

KAJIAN PENGARUH TEMPERATUR DAN BEBAN SURVAI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS LAPISAN BERASPAL PERKERASAN LENTUR JALAN

Kajian Pengaruh Temperatur dan Beban Survai Terhadap Modulus Elastisitas Lapisan Beraspal Perkerasan Lentur Jalan

PROSES DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR YANG MEMPERHITUNGKAN VARIASI MODULUS PERKERASAN AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR

urnal Analisis Data Lendutan Perkerasan dengan Program Backcalc untuk Sistem Struktur 2-Lapisan TEKNIK SIPIL Vol. 10 No.

ANALISIS DATA LENDUTAN PERKERASAN DENGAN PROGRAM BACKCALC UNTUK SISTEM STRUKTUR 2-LAPISAN. oleh: Djunaedi Kosasih 1) Abstrak

Analisis Disain Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield. Djunaedi Kosasih 1)

Analisis Aplikasi Algoritma Genetika Dalam Proses Desain Struktur Perkerasan Djunaedi Kosasih 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Metode desain tebal lapis tambah (overlay) terkinimenggunakan. lendutan/defleksi ini menjadi lebih kecil dari lendutan ijin.

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PERKERASAN KAKU (RIGID PA VEMENT) DENGAN PROGRAM ELCON DAN METODE ASPHALT INSTITUTE TESIS

1) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, FTSP-ITB, Bandung, dan Jurusan Teknik Sipil, FT-Untar, Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, Indonesia sedang giatnya melaksanakan pembangunan, salah

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Analisis Aplikasi Algoritma Genetika dalam Proses Desain Struktur Perkerasan. Djunaedi Kosasih 1)

Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemeliharaan dan rehabilitasi. Saat ini, pemeliharaan dan rehabilitasi di Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

PERBANDINGAN MODULUS REAKSI SUBGRADE BERDASARKAN UJI CBR TERHADAP HASIL UJI BEBAN PELAT (STUDI KASUS: PERENCANAAN PERKERASAN KAKU)

ANALISIS PENGARUH SUHU PERKERASAN TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS JALAN TOL SEMARANG)

MODEL PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR BUSWAY DENGAN PENDEKATAN ANALITIS ABSTRACT ABSTRAK

ANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA 1983 TUGAS AKHIR

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

Analisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

ABSTRACT. Keywords : component analysis method, road, flexible pavement. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. air, material perkerasan, iklim dan kondisi tanah dasar. Oleh itu, evaluasi jalan

VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU

Bab VII Kesimpulan, Kontribusi Penelitian dan Rekomendasi

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008

Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku

1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA

EVALUASI KONDISI PERKERASAN LENTUR DAN PREDIKSI UMUR LAYAN JALINTIM PROVINSI SUMATERA SELATAN (Study Kasus: Ruas Batas Prov. Jambi Peninggalan)

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) METODE PD T B DAN METODE SDPJL PADA RUAS JALAN KLATEN-PRAMBANAN

PENELITIAN PENDAHULUAN PENGGUNAAN BENDA UJI KUBUS BETON PADA PERKERASAN LENTUR TYPE CEMENT TREATED BASE (CTB)

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

PENGKINIAN ANALISIS PERHITUNGAN BALIK PEDOMAN DESAIN PELAPISAN ULANG

Outline Bahan Ajar. Prasyarat : MK Perancangan Geometri Jalan (TKS 7311/2 sks/smt V) Dosen Pengampu : Dr. Gito Sugiyanto, S.T., M.T.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang merupakan sebagai negara yang berkembang,sedang

Sumber : SNI 2416, 2011) Gambar 3.1 Rangkaian Alat Benkelman Beam

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

PERENCANAAN LAPIS TAMBAHAN PERKERASAN JALAN DENGAN METODE HRODI (RUAS JALAN MELOLO WAIJELU) Andi Kumalawati *) ABSTRACT

EVALUASI KONDISI STRUKTURAL PERKERASAN DENGAN ALAT NON-DESTRUCTIVE TEST

Rentang Modulus dari Thin Layer yang Menunjukkan Kondisi Bonding Antar Lapisan Beraspal. Eri Susanto Hariyadi 1)

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

Muhammad Nauval Araka Aris, Gerson Simbolan, Bagus Hario Setiadji *), Supriyono *)

EVALUASI UMUR SISA DAN TEBAL OVERLAY STRUKTUR PERKERASAN LENTUR JALAN TOL JAKARTA CIKAMPEK (STUDI KASUS: RUAS CIBITUNG-CIKARANG) TESIS

Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam. DR. Ir. Imam Aschuri, MSc

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EVALUASI FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR PADA JALAN NASIONAL BANDUNG-PURWAKARTA DENGAN METODE AUSTROADS 2011

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO

KERUSAKAN YANG TIMBUL PADA JALAN RAYA AKIBAT BEBAN ANGKUTAN YANG MELEBIHI DARI YANG DITETAPKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISA DEFLECTOMETRY DAN TEBAL LAPIS TAMBAH DENGAN METODE PD T B PADA PERKERASAN LENTUR.

PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN NASIONAL BERDASARKAN NILAI KERATAAN PERMUKAAN, NILAI LENDUTAN, DAN NILAI MODULUS ELASTISITAS PERKERASAN

COMPARISON OF PAVEMENT STRUCTURAL CHARACTERISTICS AS DETERMINED USING BENKELMAN BEAM AND FALLING WEIGHT DEFLECTOMETER

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE

PENGEMBANGAN SISTEM PEMELIHARAAN PERKERASAN SISI UDARA PADA LAPANGAN TERBANG (Studi Kasus : Bandara Supadio Pontianak) TESIS MAGISTER

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

TESIS. Oleh : Nama : Rina Martsiana Nim : Pembimbing

VARIAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) BERDASARKAN FAKTOR KESERAGAMAN (FK) PADA JALAN KELAKAP TUJUH DUMAI-RIAU

KONTRAK PEMBELAJARAN

Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Agustus 2016

BIAYA PENANGANAN JALAN NASIONAL BERDASARKAN KONDISI KERUSAKAN JALAN DAN MODULUS EFEKTIF PERKERASAN PADA RUAS JALAN NASIONAL DI DEMAK

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga memberikan kenyamanan kepada pengemudi selama masa pelayanan

SKRIPSI KAJIAN PENENTUAN SEGMEN JALAN BERDASARKAN Pd T B, AASHTO (1986), DAN THOMAS (2003)

BAB IV METODE PENELITIAN

Keywords: granular soil, subbase course, k v, CBR. Kata Kunci: tanah granuler, subbase course, nilai k v, CBR

PENGARUH VARIASI GRADASI DAN TINGKAT KEPADATAN TERHADAP NILAI KOEFISIEN DRAINASE DAN KOEFISIEN KEKUATAN RELATIF DARI LAPIS AGREGAT TESIS MAGISTER

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011

Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993 Studi Kasus: Ruas Ciasem-Pamanukan (Pantura)

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

BAB III LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN ALAT MARSHALL UNTUK MENGUJI MODULUS ELASTISITAS BETON ASPAL

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH DAN UMUR SISA PERKERASAN AKIBAT BEBAN BERLEBIH KENDARAAN (STUDI KASUS RUAS JALAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT)

ANALISIS KEKUATAN TARIK MATERIAL CAMPURAN SMA (SPLIT MASTIC ASPHALT) GRADING 0/11 MENGGUNAKAN SISTEM PENGUJIAN INDIRECT TENSILE STRENGTH

Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: Jurnal Rekayasa Sipil ASTONJADRO 13

Evaluasi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metode AASHTO 1993 dan Metode Bina Marga 2013 Studi Kasus: Jalan Nasional Losari - Cirebon

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

P U S J A T A N. Siegfried ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODEL STRUKTUR PERKERASAN LENTUR PADA KONDISI CROSS ANISOTROPIC DAN INTERFACE TIDAK KASAR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM SAP2000

BINA MARGA PT T B

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

M. Yoga Mandala Putra

Bab III Metodologi Penelitian

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

Transkripsi:

ANALISIS METODA AASHTO 93 DALAM DISAIN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN PADA STRUKTUR PERKERASAN LENTUR YANG DIMODELKAN HANYA BERDASARKAN LAPISAN CAMPURAN BERASPAL Djunaedi Kosasih 1 ABSTRAK Penerapan metoda analitis dalam disain struktur perkerasan lentur di Indonesia masih belum dibakukan. Sementara itu, metoda AASHTO 93, yang edisi sebelumnya menjadi referensi utama dari SNI 98 mengenai Metoda Analisis Komponen, telah membakukan alternatif prosedur disain tebal lapisan tambahan secara analitis berdasarkan modulus perkerasan yang dihasilkan dari proses back calculation terhadap data cekung lendutan. Salah satu ketentuan yang penting dalam prosedur disain ini adalah ketentuan tentang pemodelan struktur sistem 2-lapisan yang digunakan. Lapisan pertama adalah lapisan perkerasan yang merupakan gabungan dari semua lapisan campuran beraspal dan lapisan agregat; dan, lapisan perkerasan tersebut bertumpu pada tanah dasar sebagai lapisan kedua. Metoda AASHTO 93 menganggap nilai Poisson ratio yang sama untuk kedua lapisan, yaitu 0.50. Makalah ini menganalisis pengaruh dari variasi Poisson ratio pada modulus perkerasan dan pada disain tebal lapisan tambahan yang dihasilkan, dan juga menganalisis alternatif model sistem 2-lapisan yang memodelkan hanya lapisan campuran beraspal sebagai lapisan perkerasan yang bertumpu pada gabungan antara lapisan agregat dan tanah dasar sebagai lapisan kedua. Kata kunci: disain tebal lapisan tambahan, metoda analitis, modulus perkerasan, proses back calculation ABSTRACT The application of an analytical overlay thickness design method for flexible pavement structures in Indonesia has not been issued as standard yet. Nonetheless, the AASHTO 93 method of which its previous edition was adopted as the main reference for the SNI 98 on Metoda Analisis Komponen has included an alternative overlay design procedure based on analytical principles by using pavement moduli resulting from back calculation process on deflection data. One important element of this design procedure is to modelling a 2- layered system structure. The first layer is to represent all pavement layers above the subgrade; and, the second layer is to represent the subgrade itself. The AASHTO 93 method assumes Poisson ratio of 0.50 for both layers. This paper analyses the effect of varying Poisson ratio on the resulting back calculated pavement moduli and on the overlay thickness design, and it also analyses an alternative 2-layered system model based only on asphalt layers as the first layer on top of granular layers and the subgrade as the second layer. Key words : overlay thickness design, analytical method, pavement modulus, back calculation process 1. Pendahuluan Metoda analitis dalam disain struktur perkerasan lentur telah cukup berkembang. Berbagai model karakteristik bahan perkerasan yang adaptif terhadap variasi faktor lingkungan dan variasi beban roda kendaraan, dan berbagai teori analisis struktur perkerasan, telah banyak tersedia (AASHTO, 1993; the Asphalt Institute, 1983; NAASRA, 1987; Powel, et.al., 1984). Di satu sisi, beberapa kendala masih sering dijumpai dalam mengaplikasikan metoda analitis untuk keperluan praktis, seperti validasi model kerusakan struktur perkerasan di lapangan yang dianggap belum konsisten dengan yang diamati di laboratorium, kebutuhan data yang cenderung lebih rinci dan khusus, karakteristik bahan lapisan aspal yang visco-elastis non-linear, proses disain iteratif yang memerlukan aplikasi program komputer, dan sebagainya. Di sisi lainnya, metoda analitis menjanjikan proses disain struktur perkerasan yang lebih realistis dan obyektif. Dalam disain tebal lapisan tambahan khususnya paling tidak telah ada metoda AASHTO 93 yang membakukan prosedur disain secara analitis berdasarkan modulus perkerasan yang dihasilkan dari proses back calculation terhadap data cekung lendutan. Untuk kemudahan, proses back calculation yang dilakukan hanya dibatasi pada model struktur sistem 2-lapisan saja. Sedangkan kenyataannya, struktur perkerasan lentur yang umum dibangun 1 Dosen Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL), Institut Teknologi Bandung dan Anggota Kelompok Keahlian (KK) Transportasi FTSL-ITB. Analisis Metoda AASHTO 93 dalam Disain Tebal Lapisan Tambahan pada struktur perkerasan lentur yang tipis 1

setidaknya memiliki tiga lapisan dengan tiga jenis bahan yang jelas berbeda, yaitu lapisan campuran beraspal, lapisan agregat dan tanah dasar. Rada, et.al. (1992) bahkan mensyaratkan proses back calculation untuk dilakukan minimal dengan model struktur sistem 5-lapisan. Oleh karena itu, salah satu ketentuan yang penting dalam metoda AASHTO 93 adalah ketentuan tentang pemodelan struktur sistem 2-lapisan yang digunakan. Lapisan pertama adalah lapisan perkerasan yang merupakan gabungan dari semua lapisan campuran beraspal dan lapisan agregat; dan, lapisan perkerasan tersebut bertumpu pada tanah dasar sebagai lapisan kedua. Keandalan dari definisi model struktur sistem 2- lapisan ini merupakan sasaran umum dari makalah. Secara khusus, makalah ini mendiskusikan tiga lingkup bahasan, yaitu: - membandingkan modulus perkerasan yang diperoleh dari proses back calculation menurut metoda AASHTO 93 dan program BackCalc. - menganalisis pengaruh dari variasi nilai Poisson ratio pada disain tebal lapisan tambahan. - menganalisis pengaruh dari variasi model struktur sistem 2-lapisan terhadap disain tebal lapisan tambahan, terutama untuk struktur perkerasan lentur yang dimodelkan hanya berdasarkan lapisan campuran beraspal sebagai lapisan perkerasan yang bertumpu pada gabungan antara lapisan agregat dan tanah dasar sebagai lapisan kedua. Sebagai kelengkapan dari makalah, pada bagian berikut diuraikan terlebih dahulu teori disain tebal lapisan tambahan menurut metoda AASHTO 93 dan proses back calculation yang dilakukan dengan menggunakan program BackCalc. 2. Teori Disain Tebal Lapisan Tambahan 2.1. Metoda AASHTO 93 Metoda AASHTO 93 menyediakan tiga cara untuk melakukan disain tebal lapisan tambahan pada struktur perkerasan lentur, yaitu cara survai visual dan uji material, cara nondestructive deflection test (NDT) dan cara umur sisa. Cara kedua yang menjadi topik kajian dari makalah ini menggunakan nilai modulus perkerasan yang diperkirakan dari proses back calculation terhadap data cekung lendutan. Berikut adalah tahapan disain yang dilakukan: (a) Menghitung modulus tanah dasar, M R (MPa), untuk masing-masing lendutan offset. Data cekung lendutan FWD pada umumnya dibentuk dari 6 lendutan offset.... (1) dimana: P = beban survai (kn) d r = lendutan pada jarak offset r dari pusat beban (mikron) r = jarak offset (mm) (b) Menghitung modulus lapisan perkerasan, E P (MPa), untuk setiap nilai M R yang diperoleh. Terlihat dari pers (2) bahwa ada keterkaitan antara nilai E P dan nilai D. Makin tebal lapisan perkerasan akan menghasilkan nilai E P yang makin kecil; dan sebaliknya, makin tipis lapisan perkerasan, maka akan makin besar nilai E P. Di sini, Nilai d o perlu dikoreksi terhadap suhu standar 20 o C.... (2) dimana: d o = lendutan maksimum di titik pusat beban (mikron) p = tekanan pada pelat beban (KPa) a = jari-jari pelat beban (mm) D = total tebal lapisan perkerasan di atas tanah dasar (mm) Analisis Metoda AASHTO 93 dalam Disain Tebal Lapisan Tambahan pada struktur perkerasan lentur yang tipis 2

Nilai M R dan nilai E P di atas berlaku jika memenuhi persyaratan berikut:... (2a) (c) Menghitung Index Tebal Perkerasan efektif, ITP eff (cm), yang merupakan fungsi dari nilai E P dan nilai D (cm).... (3) (d) Menghitung Index Tebal Perkerasan disain, ITP (cm), yang diperlukan untuk memikul total pengulangan beban sumbu standar yang diperkirakan akan lewat selama masa layan rencana lapisan tambahan.... (4) dimana: N = perkiraan total pengulangan beban sumbu standar selama masa layan (ESA) Z R = konstanta normal pada tingkat probabilitas yang diinginkan S o = kombinasi deviasi standar dari perkiraan beban lalu lintas dan kerusakan struktur perkerasan PSI = penurunan nilai kondisi struktur perkerasan yang diijinkan (e) Menghitung tebal lapisan tambahan, D ol (cm)... (5) dimana: a ol = koefisien tebal lapisan perkerasan relatif, sebagai fungsi dari nilai E P pada suhu standar 20 o C 2.2. Program BackCalc Program BackCalc (Kosasih, 2006) yang merupakan pengembangan lanjut dari program DAMA (the Asphalt Institute, 1983) mampu melakukan proses back calculation untuk menghasilkan modulus perkerasan dari data cekung lendutan pada struktur perkerasan yang dimodelkan sampai dengan sistem 4- lapisan. Poisson ratio dari masing-masing lapisan dapat ditentukan secara bebas sebagai data input. Proses back calculation dilakukan dengan menggunakan kriteria best fit, dimana cekung lendutan teoritis Gambar 1: Nilai modulus perkerasan dan kurva cekung lendutan teoritis hasil dari program BackCalc Analisis Metoda AASHTO 93 dalam Disain Tebal Lapisan Tambahan pada struktur perkerasan lentur yang tipis 3

yang dihitung menghasilkan total deviasi yang terkecil terhadap data cekung lendutan yang dianalisis. Sedangkan, data lendutan maksimum selalu dijadikan target dalam menghitung cekung lendutan teoritis (Kosasih, et.al., 2003). Gambar 1 memperlihatkan nilai modulus perkerasan dan kurva cekung lendutan teoritis yang dihasilkan dari proses back calculation untuk struktur perkerasan yang dimodelkan sebagai sistem 2-lapisan, dan nilai Poisson ratio dari lapisan perkerasan dan tanah dasar keduanya adalah 0.50, sesuai dengan metoda AASHTO 93. Nilai total deviasi yang dihasilkan antara cekung lendutan teoritis dan data cekung lendutan adalah 5.67%. Jelaslah terlihat pada gambar, bahwa total deviasi yang dihasilkan masih cukup signifikan. Nilai total deviasi merupakan salah satu indikator yang akan digunakan dalam analisis berikut untuk menetapkan model struktur sistem 2-lapisan yang relatif lebih baik. 3. Presentasi Data 3.1. Data lendutan Data lendutan tipikal yang digunakan dalam analisis merupakan salah satu dari 48 data lendutan FWD di tiga lokasi yang disurvai (Sianipar, 2004), seperti terlihat pada Gambar 1. Analisis terhadap keseluruhan data lendutan untuk meneliti pengaruh dari variasi suhu perkerasan dan variasi beban survai pada disain tebal lapisan tambahan disajikan dalam makalah lain (Kosasih, 2007). Data pendukung lain yang diperoleh dari survai lendutan FWD adalah data beban survai = 29.76 kn, diameter pelat = 300 mm, waktu survai = 06:00, suhu udara = 23 o C dan suhu permukaan perkerasan = 24 o C. 3.2. Data struktur perkerasan Data struktur perkerasan di lokasi survai, yang diperoleh dari hasil uji coring dan dari data disain, terdiri dari 5-lapisan (Sianipar, 2004). Gambar 2 berikut memperlihatkan komposisi dari masing-masing lapisan perkerasan, beserta dua alternatif model struktur sistem 2-lapisan yang dianalisis. 3.3. Data beban lalu lintas (a) Data survai (b) Model alt-1 (c) Model alt-2 Gambar 2: Data dan alternatif pemodelan struktur perkerasan Data beban lalu lintas di lokasi survai juga merupakan data sekunder yang besarnya 6.558 juta sumbu standar untuk masa layan rencana selama 5 tahun (Puslitbang Prasarana Transportasi, 2003). 4. Analisis dan Diskusi 4.1. Konsistensi antara metoda AASHTO 93 dan program BackCalc Melalui analisis yang intensif diketahui, bahwa jika dua kondisi perhitungan berikut terpenuhi, maka modulus perkerasan yang dihitung berdasarkan metoda AASHTO 93 adalah serupa dengan yang dihitung dari program BackCalc. (a) Total tebal lapisan perkerasan diukur dari muka tanah dasar. (b) Nilai Poisson ratio untuk tanah dasar dan lapisan perkerasan keduanya adalah 0.50. Analisis Metoda AASHTO 93 dalam Disain Tebal Lapisan Tambahan pada struktur perkerasan lentur yang tipis 4

Gambar 3 memperlihatkan nilai modulus perkerasan yang dihasilkan dari kedua metoda. Rentang nilai M R dan nilai E P yang dihitung dengan menggunakan metoda AASHTO 93 berturut-turut adalah 132.27 155.61 MPa dan 260.67 272.88 MPa. Sedangkan, nilai M R dan nilai E P yang dihitung dari program BackCalc masing-masing adalah 148.37 MPa dan 268.69 MPa. Konsistensi nilai modulus perkerasan yang dihasilkan dari kedua metoda dapat lebih terlihat melalui kurva cekung lendutan teoritis yang dihasilkan yang hampir saling berimpitan, termasuk kurva cekung lendutan teoritis untuk nilai M R dan nilai E P yang tidak memenuhi persyaratan pada pers (2a), yaitu pada jarak offset, r = 300 mm. Hasil ini membuktikan bahwa modulus perkerasan yang dihasilkan dari proses back calculation pada dasarnya tidak unik. Namun demikian, program BackCalc yang menggunakan algoritma best fit pasti memberikan total deviasi antara cekung lendutan teoritis dan data cekung lendutan yang terkecil. Untuk contoh kasus ini, nilai total deviasi yang dihasilkan dari program BackCalc adalah 67.36 mikron (= 5.67%). Program BackCalc juga menghitung modulus perkerasan berdasarkan kriteria matching pada setiap lendutan offset. Akan tetapi, modulus perkerasan ini hanya digunakan sebagai pembanding saja, karena total deviasi yang dihasilkan umumnya selalu lebih besar. Gambar 3: Perbandingan antara hasil proses back calculation menurut metoda AASHTO 93 dan program BackCalc Variasi modulus perkerasan yang dihasilkan kemudian dianalisis lebih lanjut untuk menghitung disain tebal lapisan tambahan. Data disain yang digunakan diperlihatkan pada Gambar 4. Penurunan nilai kondisi struktur perkerasan ( PSI) ditetapkan 1.50 sesuai dengan lokasi studi yang diklasifikasikan sebagai jalan arteri primer. Nilai deviasi standar, S o = 0.45 dan nilai probabilitas, Pr = 85% merupakan asumsi disain. Sedangkan, nilai koefisien tebal lapisan perkerasan relatif (a ol ), yang menurut metoda AASHTO 93 merupakan fungsi dari nilai modulus lapisan perkerasan, untuk sementara masih diasumsikan konstan sebesar 0.40 sesuai dengan pendekatan empiris yang berlaku (SNI, 2002). Berdasarkan modulus perkerasan yang dihasilkan dari program BackCalc diperoleh nilai ITP eff dari pers (3) dan nilai ITP dari pers (4) masing-masing sebesar 9.53 cm dan 12.12 cm. Untuk perhitungan kedua nilai ITP ini digunakan faktor koreksi modulus tanah dasar dan faktor koreksi temperatur sesuai dengan metoda AASHTO 93. Akhirnya, dari pers (5) diperoleh disain tebal lapis tambahan, D ol = 6.5 cm. Gambar 4: Data dan hasil disain tebal lapisan tambahan dari program BackCalc Disain tebal lapisan tambahan untuk rentang nilai modulus perkerasan yang dihasilkan dari metoda AASHTO 93 diperlihatkan pada Gambar 5, yang ternyata juga cukup bervariasi, yaitu antara 6.5 cm 8.0 cm. Hasil ini menunjukkan bahwa kemiripan kurva cekung lendutan teoritis yang dihasilkan dari Analisis Metoda AASHTO 93 dalam Disain Tebal Lapisan Tambahan pada struktur perkerasan lentur yang tipis 5

proses back calculation tidak menjamin keseragaman hasil disain tebal lapisan tambahan. Oleh karena itu dapat disimpulkan, bahwa proses back calculation dengan algoritma best fit tetap lebih baik. Hal lain yang kurang cocok dari metoda AASHTO 93 untuk menganalisis model sistem 2-lapisan dari struktur perkerasan lentur dengan tebal lapisan campuran beraspal yang relatif tipis dan tebal lapisan agregat yang cukup tebal (Gambar 2b) adalah tidak sensitifnya kurva cekung lendutan teoritis setelah lapisan tambahan. Kurva cekung lendutan teoritis setelah lapisan tambahan yang dihasilkan tidak begitu berbeda dengan kurva data cekung lendutan. Hal ini dapat berarti bahwa lapisan tambahan yang diberikan seakan-akan tidak berpengaruh pada kekuatan struktur perkerasan existing. Sedangkan, dari model disain tebal lapisan tambahan yang telah dikenal dapat diperkirakan, bahwa dengan disain tebal lapisan tambahan sebesar 6.5 cm, nilai lendutan maksimum seharusnya akan mengecil dari 0.400 mm menjadi sekitar 0.290 mm (Puslitbang Prasarana Transportasi, 2003). Gambar 5: Perbandingan antara hasil disain tebal lapisan tambahan menurut metoda AASHTO 93 dan program BackCalc 4.2. Pengaruh dari variasi Poisson ratio Pada bagian ini, model struktur sistem 2-lapisan yang sama seperti di atas dianalisis dengan menggunakan nilai Poisson ratio yang lebih realistis, yaitu 0.35 untuk lapisan perkerasan dan 0.40 untuk tanah dasar. Gambar 6 memperlihatkan nilai modulus perkerasan dan kurva cekung lendutan teoritis yang dihasilkan. Gambar 6: Pengaruh Poisson ratio terhadap kurva cekung lendutan teoritis Dengan menggunakan algoritma best fit dari program BackCalc, nilai M R meningkat dari hasil terdahulu, yaitu dari 148.37 MPa menjadi 162.34 MPa, dan nilai E P dari 268.69 MPa menjadi 314.07 MPa. Akan tetapi, kurva cekung lendutan teoritis yang dihasilkan tetap serupa dengan hasil terdahulu dengan nilai total deviasi yang juga masih tetap signifikan, yaitu sebesar 67.75 mikron (= 5.72%). Dalam hal ini, disain tebal lapisan tambahan yang diperlukan sedikit lebih tipis menjadi 6.0 cm. Sebaliknya dengan menggunakan metoda AASHTO 93, nilai M R dan nilai E P keduanya tetap sama dengan hasil terdahulu, karena pers (1) dan pers (2) yang digunakan dalam perhitungan sudah tidak menyertakan variabel Poisson ratio lagi. Oleh karena itu, kurva cekung lendutan teoritis yang dihasilkan dari metoda AASHTO 93 ini menjadi cukup jauh menyimpang dari target data cekung lendutan, khususnya pada nilai lendutan maksimum. 4.3. Pengaruh dari variasi model struktur sistem 2-lapisan Hasil analisis yang lebih baik diperoleh jika model struktur sistem 2-lapisan yang dianalisis hanya menggabungkan semua lapisan campuran beraspal sebagai lapisan perkerasan (D 1 = 111 mm) dan lapisan Analisis Metoda AASHTO 93 dalam Disain Tebal Lapisan Tambahan pada struktur perkerasan lentur yang tipis 6

Gambar 7: Perbandingan antara hasil disain tebal lapisan tambahan menurut metoda AASHTO 93 agregat sebagai tanah dasar, seperti diperlihatkan pada Gambar 2c dan Gambar 7. Untuk itu, nilai Poisson ratio yang digunakan adalah 0.40 untuk lapisan perkerasan dan 0.35 untuk tanah dasar. Nilai M R yang dihasilkan hanya meningkat secara marjinal menjadi 166.81 MPa. Sedangkan, nilai E P meningkat cukup tajam menjadi 1022.87 MPa yang lebih realistis. Kurva cekung lendutan teoritis yang dihasilkan juga menjadi lebih cocok (matching) terhadap data cekung lendutan, dengan nilai total deviasi hanya sebesar 25.29 mikron (= 1.81 %). Disain tebal lapisan tambahan yang diperlukan juga lebih ekonomis, yaitu 6.0 cm. Untuk perhitungan disain tebal lapisan tambahan ini, nilai ITP eff perlu dikoreksi terhadap kontribusi nilai ITP yang diberikan oleh lapisan agregat yang dalam analisis dianggap sebagai tanah dasar. Yang menarik di sini adalah perkiraan kurva cekung lendutan teoritis setelah lapisan tambahan yang menjadi lebih konsisten dengan model disain tebal lapisan tambahan yang dihasilkan dari riset lain, seperti diperlihatkan pada Gambar 8 (Puslitbang Prasarana Transportasi, 2003). Bahkan untuk disain tebal lapisan tambahan sebesar 6.0 cm, nilai lendutan maksimum yang mengecil dari 0.400 mm menjadi 0.315 mm sangat konsisten dengan model disain tebal lapisan tambahan yang diusulkan dalam standar NAASRA (1987). (sumber: Puslitbang Prasarana Transportasi, 2003) Gambar 8: Konsistensi hasil disain dengan model disain tebal lapisan tambahan tipikal Seperti telah disebutkan di atas, bahwa lapisan agregat yang digabungkan sebagai tanah dasar tetap harus diperhitungkan dalam disain tebal lapisan tambahan. Hal ini sebenarnya memberi pengertian yang sama saja dengan proses back calculation yang dilakukan dengan menggunakan model struktur sistem 3- lapisan, dimana nilai modulus lapisan agregat disamakan dengan nilai modulus tanah dasar. Temuan ini sejalan dengan usulan Croney (1977) untuk melakukan analisis struktur perkerasan minimal sebagai model struktur sistem 3-lapisan, dan akan lebih baik lagi jika model struktur sistem 4-lapisan dapat digunakan. Ini merupakan peluang untuk studi selanjutnya. Analisis Metoda AASHTO 93 dalam Disain Tebal Lapisan Tambahan pada struktur perkerasan lentur yang tipis 7

5. Kesimpulan (1) Metoda AASHTO 93, yang mengasumsikan nilai Poisson ratio 0.50 baik untuk lapisan perkerasan maupun untuk tanah dasar dan tebal lapisan perkerasan yang diukur dari muka tanah dasar, dapat menghasilkan modulus perkerasan yang konsisten dengan yang diperoleh dari program BackCalc. Namun dengan asumsi ini, cekung lendutan teoritis yang dihasilkan masih memberikan total deviasi terhadap data cekung lendutan yang cukup signifikan. (2) Untuk nilai Poisson ratio yang lebih realistis, yaitu 0.35 untuk lapisan perkerasan dan 0.40 untuk tanah dasar, tebal lapisan tambahan yang diperlukan menjadi lebih ekonomis. (3) Model struktur sistem 2-lapisan yang hanya menggabungkan semua lapisan campuran beraspal sebagai lapisan perkerasan dan lapisan agregat sebagai tanah dasar dapat menghasilkan cekung lendutan teoritis yang lebih cocok (matching) terhadap data cekung lendutan. Tebal lapisan tambahan yang dihasilkan juga lebih ekonomis jika dibandingkan dengan yang diperoleh dari metoda AASHTO 93. Demikian pula, yang terpenting, perkiraan kurva cekung lendutan teoritis setelah lapisan tambahan menjadi lebih konsisten dengan model disain tebal lapisan tambahan. (4) Perlu studi lanjutan untuk mengaplikasikan metoda AASHTO 93 dengan model struktur sistem 3-lapisan atau bahkan 4-lapisan yang tentunya akan lebih mewakili kondisi riil di lapangan. Untuk itu, program komputer seperti halnya program BackCalc diperlukan. Daftar Pustaka AASHTO (1993), AASHTO Guide for Design of Pavement Structures, Washington DC. The Asphalt Institute (1983), Computer Program DAMA User s Manual, CP-1, Maryland. Croney, D (1977), The Design and Performance of Road Pavement, halaman 345-346, HMSO, London. Kosasih, D dan Sudiarto, MR (2003), The Effect of Pavement Structure Modeling and Deflection Bowl Analysis on Calculated Layer Moduli", 5 th Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Fukuoka. Kosasih, D (2006), Program BackCalc Help, Department of Civil Engineering, ITB, Bandung. Kosasih, D (2007), Modifikasi Metoda AASHTO 93 dalam Disain Tebal Lapisan Tambahan untuk Model Struktur Sistem 3-Lapisan, sedang dipublikasikan, Bandung. NAASRA (1987), Pavement Design A Guide to the Structural Design of Road Pavements, halaman 105, New South Wales. Powell, WD; Potter, JF; Mayhew HC and Nunn, ME (1984), The Structural Design of Bituminous Roads, TRRL LR-1132, Department of Transport, Berkshire. Puslitbang Prasarana Transportasi (2003), Pengkajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambahan Perkerasan Lentur Dengan Falling Weight Deflectometer (FWD) Laporan Akhir, Bandung. Rada, GR; Richter, CA and Stephanos, PJ (1992), Layer Moduli from Deflection Measurements: Software Selection and Development of SHRP s Procedure for Flexible Pavements, TRR 1377, Washington DC. Sianipar, S (2004), Analisis Modulus Perkerasan Dengan Menggunakan FWD Akibat Pengaruh Temperatur dan Beban (Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta Bandung), Tesis S2 Transportasi, Universitas Tarumanagara, Jakarta. SNI (2002), Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metoda Analisis Komponen, No. SNI 03-1732-1989, Metoda, Spesifikasi dan Tata Cara Bagian 4: Aspal, Asbuton dan Perkerasan Jalan, Jakarta. Analisis Metoda AASHTO 93 dalam Disain Tebal Lapisan Tambahan pada struktur perkerasan lentur yang tipis 8