BAB I PENDAHULUAN. rangka menciptakan tatanan masyarakat yang tertib dan damai. 1 Putusan hakim

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Kajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Seorang hakim dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa tidak boleh

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

PEMBUKTIAN DAN PUTUSAN PENGADILAN DALAM ACARA PIDANA 1 Oleh: Susanti Ante 2

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

III. METODE PENELITIAN. Dalam analisa penelitian ini, penulis memilih jenis penelitian normatif, 47 yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB III METODE PENELITIAN

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian

BAB I PENDAHULUAN. melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah penegakan hukum merupakan hal penting dalam rangka menciptakan tata tertib, ketentraman, dan keamanan dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum pada dasarnya berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan manusia, sehingga hukum harus dijunjung tinggi dalam rangka menciptakan tatanan masyarakat yang tertib dan damai. 1 Putusan hakim akan terasa begitu dihargai dan mempunyai nilai kewibawaan, jika putusan tersebut dapat merefleksikan rasa keadilan hukum masyarakat dan juga merupakan sarana bagi masyarakat pencari keadilan untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan sebelum seorang hakim memutus suatu perkara, maka ia akan menanyakan kepada hati nurani sendiri, apakah putusan ini nantinya akan adil dan bermanfaat (kemashlahatan) bagi manusia ataukah sebaliknya, akan lebih banyak membawa kepada kemudharatan. 2 Banyak tindak pidana di Indonesia salah satu diantaranya yang dikenal dengan tindak pidana berlanjut. Tindak pidana yang dilakukan secara berlanjut adalah salah satu jenis perbarengan tindak pidana yang merupakan gabungan 1 2 Soerjono Soekanto, 1985, Perspektif Teoritis Studi Hukum Dalam Masyarakat, CV.Rajawali, Jakarta, hal.63. Rudi Suparmono, 2006, Peran Serta Hakim dalam Pembelajaran Hukum, Majalah Hukum Varia Peradilan, Jakarta, hal. 50.

2 tindak pidana yang dapat dipidana. Tindak pidana secara berlanjut merupakan beberapa perbuatan yang antara satu dengan lainnya ada kaitannya, dan dapat dianggap sebagai satu perbuatan yang berkelanjutan (yang diteruskan). 3 Dimana dalam perkara tindak pidana berlanjut penjatuhan putusan pidana, hakim biasanya tidak memperhatikan nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Penjatuhan pidana terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana yang dilakukan secara berlanjut adalah dengan menggunakan sistem absorpsi yakni hanya dikenakan satu aturan pidana, jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. Sebagaimana yang terjadi dalam penjatuhan pidana dalam putusan Pidana No.426/Pid.B/2009/PN.Bdw. 4 Dimana terdakwa yang melakukan tindak pidana berlanjut (penipuan dan penggelapan) dipidana dengan hukuman penjara 10 (sepuluh) bulan sama halnya dengan putusan terhadap terdakwa yang hanya melakukan tindak pidana penipuan biasa sebagaimana ada dalam Putusan Pidana No.407/Pid.B/2009/PN.Bdw. 5 Perbedaan jenis tindak pidana yang dilakukan, namun sama dalam hal putusan dari kedua putusan tersebut belum mencerminkan rasa keadilan dan jaminan kepastian hukum, karena bagaimanapun juga tindak pidana berlanjut yang lebih dari 1 (satu) jenis tindak pidana yang seharusnya lebih berat hukumannya dari pada 1 (satu) tindak pidana saja. 3 4 5 R. Sugandhi, 1980, KUHP dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya, hal. 80. Putusan Pengadilan Negeri Bondowoso, No.426/Pid.B/2009/PN.Bdw. Putusan Pengadilan Negeri Bondowoso, No.407/Pid.B/2009/PN.Bdw.

3 Menurut ketentuan pasal 64 KUHP yang memaparkan beberapa kriteria tentang tindak pidana berlanjut merumuskannya sebagai berikut : 1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut (voortgezette handelling), maka hanya diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat ; 2) Demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang yang dinyatakan bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang dan menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak itu ; 3) Akan tetapi, jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut dalam pasal-pasal 364, 373, 379 dan 407 ayat (1), sebagai perbuatan berlanjut dan nilai kerugian yang ditimbulkan jumlahnya melebihi dari tiga ratus tujuh puluh lima rupiah, maka ia dikenakan aturan pidana tersebut dalam ketentuan pasal 362, 372, 378 dan 406. 6 Di dalam perkara pidana perlu diperhatikan sanksi yang sesuai dengan kesalahan yang dilakukan untuk mewujudkan keadilan yang merupakan salah satu tujuan dari pemberlakuan hukum pidana. Hukum Pidana merupakan suatu upaya akhir dari upaya hukum lainnya, karena sifat hukum pidana yang memberikan 6 Adam Chazawi, 2002, Penafsiran Hukum Pidana ; Dasar Pemidanaan, Pemberatan dan Peringanan Kejahatan Aduan, Perberengan dan Ajaran Kausalitas, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.129.

4 nestapa dan sekaligus membuat jera pada pelaku tindak pidana. Sebagaimana dikemukakan oleh Wirjono Prodjodikoro, bahwa : Untuk mewujudkan keadilan dalam pemberian sanksi kepada pelaku kejahatan ini ditujukan pada dua arti keadilan, yaitu keadilan subjektif yang merupakan keadilan yang dilihat dari masa hukuman yang diberikan, menilai seberapa pantas hukuman itu diperlukan dilihat dari perbuatannya, dan keadilan objektif yang merupakan pantas tidaknya sebuah hukuman diberikan atas kesepakatan dan karena perbuatannya tersebut. 7 Demikian halnya dengan adanya putusan pengadilan yang dijatuhkan oleh hakim. Tugas Hakim sangatlah berat, karena tidak hanya mempertimbangkan kepentingan hukum saja dalam putusan perkara yang dihadapi melainkan juga mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat agar terwujud adanya kepastian hukum. Putusan hakim memang tetap dituntut oleh masyarakat untuk berlaku adil, namun sebagai manusia juga hakim dalam putusannya tidaklah mungkin memuaskan semua pihak, tetapi walaupun begitu hakim tetap diharapkan menghasilkan putusan yang seadil-adilnya sesuai fakta-fakta hukum di dalam persidangan yang didasari pada aturan dasar hukum yang jelas (azas legalitas) dan disertai dengan hati nurani hakim. 8 Bahkan hakim juga disebut sebagai wakil Tuhan di dunia dalam arti harus tercermin dalam putusan perkara yang sedang ditanganinya, maka sebagai seorang hakim tidak perlu ragu, melainkan tetap tegak dalam garis kebenaran dan tidak berpihak (imparsial), namun putusan hakim juga paling tidak dapat 7 8 Wirjono Prodjodikoro, 2003, Azas Azas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Adhitama, Bandung, hal. 23. Lilik Mulyadi, 2006, Pergeseran Perspektif dan Praktik dari Mahkamah Agung mengenai putusan Pemidanaan, Majalah Hukum Varia Peradilan, Jakarta. hal, 21.

5 dilaksanakan oleh pencari keadilan atau tidak hanya sekedar putusan yang tidak bisa dilaksanakan. Putusan hakim adalah merupakan hasil (output) dari kewenangan mengadili setiap perkara yang ditangani dan didasari pada surat dakwaan dan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dan dihubungkan dengan penerapan dasar hukum yang jelas, termasuk didalamnya berat ringannya penerapan pidana penjara (pidana perampasan kemerdekaan), hal ini sesuai azas hukum pidana yaitu azas legalitas yang diatur pada pasal 1 ayat (1) KUHP yaitu Hukum Pidana harus bersumber pada Undang-Undang artinya pemidanaan haruslah berdasarkan Undang-Undang. Putusan pengadilan merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana yaitu berguna untuk memperoleh suatu kepastian hukum (rechtszekerheids) tentang status terdakwa dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap putusan tersebut. Langkah yang dimaksud disini adalah dapat berupa menerima putusan; melakukan upaya hukum verzet, banding, atau kasasi; melakukan grasi; dan sebagainya. 9 Disisi lain putusan hakim merupakan mahkota dan puncak pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran hakiki, hak asasi manusia, penguasaan hukum atau fakta secara mapan, mumpu, faktual, serta visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari hakim yang bersangkutan. 10 9 10 Ahmad rifai, 2010, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Persfektif hukum Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 78. Rudi Suparmono, 2006, Peran Serta hakim dalam Pembelajaran Hukum, Majalah Hukum Varia Peradilan, Jakarta, hal. 42.

6 Setiap putusan pengadilan harus memuat dasar dan alasan diberikannya putusan tersebut. Selain itu, harus tercantum pasal dari peraturan perundangundangan yang terdapat dalam surat dakwaan atau sumber hukum tidak tertulis, yang dikenakan kepada terdakwa. Hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi : Segala putusan pengadilan selain memuat alasan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Untuk memberikan telaah pada pertimbangan hakim dalam berbagai putusannya akan dilihat pada dua kategori. Kategori yang pertama akan dilihat dari segi pertimbangan hakim yang bersifat yuridis dan kategori yang kedua adalah pertimbangan hakim yang bersifat non yuridis. Sesuai Pasal 197 ayat (1) sub d KUHAP yang berbunyi: putusan pemidanaan memuat pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa. 11 Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang telah menimbulkan akibat dan kerugian bagi orang lain pada prinsipnya haruslah dikenakan suatu pertanggung jawaban pidana bagi pelakunya. Seseorang untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya haruslah terlebih dahulu dilihat kepastian perbuatan 11 HMA Kuffal, 2008, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, UMM Press, Malang, hal. 354.

7 pidananya dan semua unsur-unsur kesalahan yang dihubungkan dengan perbuatan pidana yang dilakukannya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa seseorang untuk dapat dipertanggung jawabkan pidana, disamping harus melakukan perbuatan yang sifatnya melawan hukum, dalam diri orang tersebut harus terdapat adanya kesalahan-kesalahan yang sudah ditentukan oleh Undang Undang. Tindak pidana berlanjut dalam kasus ini penipuan dan penggelapan secara kualitas dan kuantitas lebih berat dari pada tindak pidana penipuan dan sudah sepantasnya bila hukuman yang diberikan kepada terdakwa pelaku tindak pidana berlanjut diberikan sanksi hukuman yang seharusnya lebih berat dari pada tindak pidana biasa. Dalam perkara pidana terhadap pelaku tindak pidana secara berlanjut, penuntut umum dan hakim mempunyai peranan penting. Perbedaan terhadap satu tindak pidana yang dilakukan secara tidak berlanjut dengan tindak pidana secara berlanjut menjadi dasar yang sangat signifikan pula dalam sistem penjatuhan pidana. Sering terjadi kesalahan dalam proses peradilan dalam menjatuhkan pidana secara tidak berlanjut. Adakalanya kuantitas hukuman atau sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap tindak pidana biasa sama dengan putusan yang diberikan terhadap tindak pidana berlanjut, padahal dari segi kualitas dan kuantitas tindak pidana yang dilakukan secara berlanjut lebih berat dari tindak pidana biasa, sehingga perlu ada kajian hukum lebih lanjut terhadap hal tersebut. 12 12 Guse Prayudi, Perbuatan Berlanjut (Voortgezette Handeling) (Suatu Bentuk Khusus Tindak Pidana atau Straftoemating Semata?), http://guseprayudi.blogspot.com/2010/11/perbuatan-berlanjutvoortgezette.html, 18 November 2010. (04 Maret 2010).

8 Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji bagaimana sistem perkara pidana terhadap terdakwa yang telah melakukan tindak pidana secara berlanjut dalam bentuk penulisan hukum dengan judul tulisan TINJAUAN YURIDIS NORMATIF TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BONDOWOSO NO.426/Pid.B/ 2009/PN.Bdw. DALAM PERKARA TINDAK PIDANA BERLANJUT B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam Putusan No.426/Pid.B/2009/ PN.Bdw. dari perspektif Hukum Pidana Materiil? 2. Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam Putusan No.426/Pid.B/2009/ PN.Bdw. dari perspektif Hukum Pidana Formil? C. Tujuan Penulisan Dengan adanya penelitian yang jelas dan terarah akan terhindar dari terjadinya ketidak jelasan arah penelitian ini. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui pertimbangan hakim dalam Putusan No.426/Pid.B/2009/PN. Bdw. dari perspektif Hukum Pidana Materiil. 2. Mengetahui pertimbangan hakim dalam Putusan No.426/Pid.B/2009/PN. Bdw. dari perspektif Hukum Pidana Formil.

9 D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat penulisan ini dibagi menjadi manfaat penulisan secara teoritis dan secara praktis, adalah : 1. Teoritis Secara teoritis mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan hukum di Indonesia, khususnya di bidang pidana umum dalam perkara tindak pidana secara berlanjut. 2. Praktis Secara praktis manfaat penulisan hukum ini meliputi : a. Bagi Penulis Untuk mengetahui tentang perkara tindak pidana secara berlanjut yang diatur dalam Undang- Undang dan sebagai persyaratan mengajukan gelar kesarjanaan Strata 1 (satu). b. Bagi Kepentingan Akademis Permasalahan perkara tindak pidana berlanjut adalah permasalahan lama yang belum di angkat dalam hukum di indonesia dan juga dalam ilmu akademik, maka dengan adanya penulisan ini akan bisa menambah pengetahuan dalam akademik dan juga menjadi kajian yang komprehensif dalam ilmu akademik.

10 c. Bagi Masyarakat Luas. Untuk memberikan Kepastian Hukum, Manfaat dan Keadilan serta membawa kemaslahatan bagi Masyarakat luas. Supaya Hakim dalam mengambil keputusan untuk memperhatikan nilai-nilai rasa keadilan dan berpandangan visioner agar putusan-putusannya tidak ketinggalan dengan perkembangan zaman. E. Metode Penelitian Untuk menjamin suatu kebenaran ilmiah, maka dalam suatu penelitian harus mempergunakan metode yang tepat karena hal tersebut merupakan pedoman dalam rangka mengadakan analisis terhadap bahan hukum hasil penelitian. 1. Metode Pendekatan Menggunakan pendekatan yuridis normatif (legal research), yaitu mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sifatnya yang normatif sehingga tipe kajiannya adalah ajaran hukum murni yang mengkaji law as it is written in the books. Dalam penelitian yuridis normatif, penelitian difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji berbagai aturan hukum yang bersifat formil seperti Undang Undang, peraturan-peraturan serta literatur yang berisi konsep-konsep teoritis yang dihubungkan dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan hukum. 13 13 Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 93.

11 2. Jenis Bahan Hukum Sumber-sumber penelitian hukum dalam penulisan hukum ini dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian hukum yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Disamping sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, penelitian hukum juga dapat menggunakan bahan-bahan non-hukum apabila dipandang perlu. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi : a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat. 14 Yang perlu dirujuk oleh peneliti adalah putusanputusan pengadilan yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Bahan hukum primer dalam penulisan hukum ini yaitu Putusan No.426/Pid.B/2009/ PN.Bdw. dalam perkara tindak pidana berlanjut. b. Bahan Hukum Sekunder adalah memberikan kepada peneliti semacam petunjuk/penjelasan mengenai bahan hukum primer kearah mana peneliti melangkah. 15 Sumber yang mendukung bahan hukum sekunder yaitu KUHP, KUHAP, Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang telah dikenal dengan nama bahan acuan bidang hukum 14 15 Ibid, hal.146. Ibid, hal.155.

12 atau bahan rujukan bidang hukum. 16 Bahan hukum tersier yang diperoleh melalui studi kepustakaan, dengan membaca literatur, majalah, koran maupun beberapa buku, kamus dan doktrin dimaksudkan untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori dan pendapat-pendapat yang berkaitaan erat dengan pokok permasalahan yang akan dibahas terkait penjatuhan pidana terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana secara berlanjut. 3. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dalam penelitian ini penulis melakukan kegiatan sebagai berikut : a. Studi Kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti. 17 Dalam hal ini Penulis akan mengumpulkan data dari berbagai sumber antara lain dari buku, materi perkuliahan, internet, surat kabar ataupun pendapat ahli hukum, para praktisi hukum dan informasi lain yang relevan dengan permasalahan yang menyangkut perkara tindak pidana secara berlanjut. b. Studi Dokumen adalah merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum karena penelitian hukum selalu bertolak dari premis normatif. Studi dokumentasi bagi penelitian hukum meliputi studi bahan-bahan hukum primer, bahan-bahan hukum sekunder, dan bahan-bahan hukum 16 17 Ibid, hal.163. Ibid, hal.194.

13 tersier. 18 Setiap bahan hukum ini harus diperiksa ulang validitas dan reliabilitasnya sebab hal ini sangat menentukan hasil suatu penelitian. 4. Analisis Bahan Hukum Proses analisis isi (content analysis) bahan hukum merupakan proses menemukan jawaban dari pokok permasalahan. Proses ini dimulai dari pengumpulan bahan-bahan Hukum untuk disusun secara sistematis dan dilanjutkan dengan analisa isi bahan penelitian. Hasil analisis isi bahan penelitian tersebut kemudian dibahas untuk mendapatkan pemahaman atas permasalahan sehingga dari pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu dengan cara pengembalian dari kesimpulan dari pembahasan yang bersifat umum menjadi kesimpulan yang bersifat khusus. Dengan demikian, maka dapat dicapai tujuan yang diiinginkan di dalam penulisan skripsi, yaitu untuk menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan. Sehingga pada akhirnya penulis dapat memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan dapat diterapkan. Bahan Hukum Tersier, yang berupa bukubuku teks, hasil penelitian dan komentar-komentar atas putusan pengadilan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. 19 18 19 Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 68. Ronny Hanitjo Soemitro, 1988, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 16.

14 Bahan hukum yang telah didapatkan kemudian disusun secara sistematis dan terarah untuk kemudian dilakukan analisis dengan memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya merupakan esensi dari penelitian hukum karena hal tersebut penelitian dilakukan. Analisis bersifat preskriptif artinya sesuai dengan karakter ilmu hukum yang mempelajari tujuan hukum, nilainilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan normanorma hukum. E. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran secara terstruktur dan menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka Penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. 20 Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) Bab yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Secara keseluruhan sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Penulis memberikan gambaran penulisan hukum mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan dan Metode Penelitian yang digunakan dalam Penelitian ini, dan Sistematika Penulisan Hukum. 20 Amirudin dan H. Zainal Asikin, op cit. hal.33.

15 BAB II : KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini berisikan diskripsi atau uraian tentang bahan-bahan teori, doktrin atau pendapat sarjana dan kajian yuridis berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, yang terkait langsung dan menjadi kerangkan ilmiah permasalahan yang menjadi obyek penulisan hukum yakni berisikan tentang Tinjauan Mengenai Pidana dan Pemidanaan, Tinjauan Mengenai Tindak Pidana Berlanjut, Tinjauan Mengenai Pembuktian, Tinjauan Mengenai Tuntutan Pidana, Tinjauan Mengenai Putusan Pengadilan. BAB III : PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang uraian pembahasan permasalahan yang diutarakan serta dianalisa secara teoritis-normatif berkaitan dengan permasalahan tersebut, penulis akan menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaturan tindak pidana secara berlanjut dalam sistem hukum diindonesia serta penegakan hukum dalam perkara tindak pidana secara berlanjut oleh hakim khususnya dari Putusan No.426/Pid.B/2009/ PN.Bdw dari perspektif Hukum Materiil dan Hukum Formil. BAB IV : PENUTUP Pada bagian ini terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan menguraikan ringkasan dari jawaban permasalahan yang telah diuraikan dalam bab 3 yaitu pembahasan. Sedangkan saran yaitu

16 masukan dan pendapat penulis yang biasa dijadikan sebagai solusi dalam mengatasi permasalahan yang ada guna memberikan kontribusi yang lebih baik bagi hukum pidana umum di Indonesia.