ANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

KAJIAN JURISDIS TERHADAP PERSOALAN PENGHUKUMAN DALAM CONCURSUS DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. :

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

KARYA TULIS ILMIAH HANS C. TANGKAU NIP

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA. Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

Lex Crimen Vol. III/No. 2/April/2014

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

Kata kunci: Perintah, Jabatan, Tanpa Wewenang

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

BAB III PENAMBAHAN 1/3 HUKUMAN MENURUT HUKUM POSITIF. sempit yang berkaitan dengan hukum pidana. 1. suatu pembalasan tersirat dalam kata pidana.

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana tersebut sebagai

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN. A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DAN PENCEMARAN NAMA BAIK, MELALUI INTERNET

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT

Lex Crimen Vol. VI/No. 9/Nov/2017

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PERBUATAN SUMBANG (INCEST) DALAM KONSEP KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) BARU

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

BAB III TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENYEBABKAN KEMATIAN PADA JANIN DALAM KUHP

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN YANG MENGHILANGKAN NYAWA

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang,

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

KAJIAN TENTANG PERINTAH JABATAN YANG DIATUR PASAL 51 KUH PIDANA 1 Oleh: Ines Butarbutar 2

UNSUR KESALAHAN DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

TINJAUAN PUSTAKA. akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu

BAB I PENDAHULUAN. pelakunya disebut penjahat. Labelling Theory memandang bahwa para

BAB III SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012

Transkripsi:

ANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING DALAM PERKARA PIDANA (SUATU TINJAUAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PERKARA No. 184/Pid.B/2010/PN.Bgr) Oleh Fadli Indra Kusuma 010104084 (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan) ABSTRAK Pencurian adalah suatu perbuatan yang tercela dan perbuatan yang sangat tidak disukai oleh masyarakat. Faktor yang menyebabkan timbulnya pencurian adalah tingkat sosial yang berbeda. Bentuk perbuatan berlanjut apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan dan beberapa perbuatan itu merupakan tindak pidana sendiri-sendiri tetapi diantara perbuatan itu ada hubungan yang sedemikian eratnya satu sama lain, sehingga beberapa perbuatan itu harus dianggap sebagai satu perbuatan berlanjut. Latar Belakang Masalah kejahatan pencurian ini merupakan suatu persoalan yang tidak hanya dialami oleh masyarakat atau negara berkembang saja tetapi juga oleh masyarakat atau negara yang maju (modern). Bahkan pada realitannya perkembangan masyarakat yang pesat mempunyai peluang yang besar, untuk timbulnya kejahatan pencurian tersebut. Sejalan dengan hal tersebut sesuai dengan pendapat Sahetaty, dimana beliau mengatakan bahwa kejahatan erat hubungannya dengan bagian dari hasil budaya itu sendiri. Ini berarti semakin tinggi budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin 1

modern pula kejahatan itu dalam bentuk dan sifat serta pelaksanaannya. 1 Pencurian adalah suatu perbuatan yang tercela dan perbuatan yang sangat tidak disukai oleh masyarakat. pada dasarnya penyebab utama yang menimbulkan pencurian adalah karena keadaan yang memaksa, kebutuhan ekonomi yang mendesak, sedangkan lapangan pekerjaan sulit didapatkan membuat mereka melakukan pencurian, meskipun mereka sendiri menyadari bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tercela yang dapat dikenakan sanksi hukuman. Faktor lain yang menyebabkan timbulnya pencurian adalah tinggkat sosial yang berbeda. Perbedaan tingkat sosial kadang-kadang membuat mereka mengambil jalan pintas untuk berbuat sesuatu agar keadaan sama dengan lain atau sifat ingin memiliki kepunyaan orang lain tetapi karena keadaan tidak mampu, ada kalanya orang tersebut melakukan pencurian. Dalam Pasal 64 KUHP hanya memuat suatu peraturan mengenai 1 Sahetapy, Kuasa dan Beberapa Analisis Kriminalitas, (Bandung: Alumni 1981), hal.116. penjatuhan hukuman dan bukan mengatur masalah pembentukan sejumlah tindak pidana menjadi satu keseluruhan menurut undang-undang, hal ini mempunyai arti yang sangat penting bagi lembaga-lembaga locus delicti, kedaluwarsa dan keturutsertaan. Mengenai masalah bilamana beberapa perilaku itu harus dianggap sebagai suatu tindakan yang berlanjut, yaitu tentang kriteria yang bagaimana yang harus dipergunakan orang untuk menganggap bahwa beberapa perilaku itu sebenarnya merupakan suatu tindakan yang berlanjut. Menurut Wirjono Projodikoro mengenai voorgezette handeling atau perbuatan berlanjut adalah dianggap sebagai perbuatan yang dilanjutkan adalah apabila adanya seorang melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing merupakan tindak pidana, yang masing-masing tindak pidana itu ada hubungan satu sama lain. Mengenai adanya hubungan yang mengacu pada penafsiran Hoge Raad tentang Pasal 64 KUHP yang harus dipenuhi tiga syarat yaitu, kesatu harus ada satu penentuan kehendak dari si pelaku yang meliputi semua perbuatan 2

itu, kedua perbuatan-perbuatan itu harus sejenis, ketiga tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu harus pendek. 2 Satochid Kartanegara, menyatakan bahwa seseorang dapat dipertanggungjawabkan jika : 1) keadaan jiwa itu adalah sedemikian rupa sehingga ia dapat mengerti atau tahu akan nilai perbuatannya itu dan juga akan mengerti akibatnya; 2) keadaan jiwa itu adalah sedemikian rupa sehingga ia dapat menentukan kehendaknya atas perbuatan yang dilakukan; 3) orang itu harus sadar, insyaf, bahwa perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan yang terlarang atau tidak dapat dibenarkan dari sudut hukum, masyarakat maupun tata susila. Bentuk perbuatan berlanjut ini terdapat apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan dan beberapa perbuatan itu merupakan tindak pidana sendiri-sendiri tetapi diantara perbuatan itu ada hubungan yang sedemikian 2 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2002), hal.132. eratnya. Satu sama lainnya, sehingga beberapa perbuatan itu harus dianggap sebagai satu perbuatan berlanjut. Bentuk tindakan berlanjut dirumuskan dalam Pasal 64 KUHP yang menyatakan : 1. Jika antara beberapa tindakan yang masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungan sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai satu tindakan berlanjut, maka hanya satu ketentuan pidana yang diterapkan, jika berbeda maka yang diterapkan adalah yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. 2. Begitu juga hanya diterapkan satu ketentuan pidana, jika petindak dinyatakan bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan demikian juga menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak itu. 3. Akan tetapi, jika yang dilakukan itu kejahatan-kejahatan tersebut Pasal 364, Pasal 373, Pasal 379, 3

dan Pasal 407 ayat (1), sebagai tindakan berlanjut sedangkan nilai kerugian yang ditimbulkan tidak melebihi Rp. 250, maka padanya diterapkan ketentuan pidana tersebut Pasal 362, Pasal 372, Pasal 378, dan Pasal 406. Dikatakan berbarengan tindakan berlanjut, apabila tindakan-tindakan itu masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, akan tetapi ada hubungan sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai tindakan berlanjut. Di dalam KUHP tidak dijelaskan kapan seseorang itu dapat dikatakan telah melakukan suatu perbuatan berlanjut. Namun hal ini dapat dilihat di memorie van Toelecting (MvT) diaman terhadap perubahan voorgezette handeling harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1) Tindakan-tindakan yang terjadi adalah sebagai perwujudan dari satu kehendak jahat (one criminal intention). 2) Delik-delik yang terjadi itu sejenis, dan 3) Tenggang waktu antara terjadinya tindakan-tindakan tersebut tidak terlampau lama. Menurut R. Soesilo, dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan itu apabila beberapa perbuatan satu sama lain ada hubungannya dan juga hubungan itu harus memenuhi syarat, yaitu : 3 a. Harus memenuhi dari satu niat atau kehendak atau keputusan, misalnya seorang berniat mempunyai (mencuri), tetapi tidak ada kesempatan untuk mencuri satu pesawat radio yang komplit. b. Perbuatan-perbuatannya itu harus sama atau sama macamnya, misalnya pencurian dengan pencurian, termasuk pula segala macam pencurian dari yang teringan sampai yang terberat, begitu juga pada penganiayaan. Namun apabila seseorang yang amat marahnya memaki-maki pada 3 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (KUHP) Serta Komentar- Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal,(Bogor: Politeia, 1993), hal. 81. 4

temannya, kemudian memukulnya, pada akhirnya merusak barangnya itu tidak dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan karena perbuatan-perbuatan itu tidak sama macamnya. c. Waktu antara tidak boleh terlalu lama. Penyeselaiannya mungkin sampai tahunan, akan tetapi perbuatnperbuatan. d. Berulang untuk menyelesaikannya itu diantaranya tidak boleh terlalu lama. Syarat-Syarat Voorgezette Handeling Syarat-syarat voorgezette handeling menurut MVT, yaitu : 1. Timbul dari satu kehendak. 2. Perbuatan tersebut sejenis. 3. Jangka waktu pelaksanaan antara perbuatan yang satu dengan perbuatan lainnya tidak terlalu lama. Syarat voorgezette handeling menurut Pasal 64 ayat (1) KUHP, yaitu : 4 4 P.A.F Lamintang dan Djisman Samosir. Hukum Pidana Indonesia (Bandung : Sinar Baru, 1983). hal.48-49 a. Apabila perilaku - perilaku seorang tertuduh itu merupakan pelaksanaan satu keputusan terlarang. b. Apabila perilaku perilaku seorang tertuduh itu telah menyebabkan terjadinya beberapa tindak pidana yang sejenis dan. c. Apabila pelaksanaan tindak pindana yang satu dengan tindak pidana yang lain itu tidak dipisahkan oleh satu jangka waktu yang relatife cukup lama. Bahwa ada ciri pokok yang membedakan suatu perbuatan atau tindakan merupakan tindak pidana internasional atau bukan merupakan tindak pidana internasional. Ciri pokok dimaksud ialah tindakan tersebut harus mengandung unsur-unsur transnasional dan atau internasional serta harus diukur apakah mengandung unsur necessity atau necessity element. Perbedaan Penerapan Voorgezette Handeling Dengan Voorgezette Delic Concursus murni adalah apabila satu perbuatan melanggar beberapa 5

ketentuan pidana, sebab Undangundang sendiri mengetahui bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan concursus. Concursus tidak murni merupakan voorgezette handeling atau perbuatan yang dilanjutkan yaitu suatu perbuatan pidana yang timbul dari satu kehendak tetapi pelaksanaannya dilakukan beberapa kali atau tidak dilakukan sekaligus, dikatakan concursus tidak murni sebab Undangundang tidak secara tegas menyebut perbuatan tersebut perbuatan concursus. Concursus murni terbagi 2 (dua), yaitu : 5 1. Concursus Idealis Yaitu satu orang melakukan satu perbuatan yang melanggar beberapa ketentuan pidana. Dimana antara ketentuan yang dilanggar tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, artinya apabila ketentuan yang satu dihapuskan maka ketentuan yang lain tidak akan dilanggar sehingga dalam concursus 5 Leden Marpaung. Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana. (Jakarta: Sinar Grafika, 2005). hal.45. idealis terdapat hubungan conditio sine quo non (hubungan yang sangat erat). 2. Concursus Realis Yaitu apabila seseorang melakukan perbuatan yang berdiri sendiri dan melanggar beberapa ketentuan pidana. Concursus realis dipengaruhi oleh tempat dan waktu, artinya perbuatan tersebut terjadi bukan pada waktu dan tempat yang sama atau walaupun tempatnya sama tetapi waktunya berbeda. Dalam concursus realis tidak terdapat hubungan conditio sine qua non. Berdasarkan rumusan ayat (1), dapat ditarik unsur-unsur dari perbuatan berlanjut, yaitu : 1. Adanya beberapa perbuatan, meskipun berupa pelanggaran ataupun kejahatan; 2. Antara perbuatan yang satu dengan yang lain terdapat hubungan yang sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan yang berlanjut. Perbuatan berlanjut itu sendiri terdiri dari perbuatan pidana yang masing- 6

masing adalah berdiri sendiri, akan tetapi mempunyai pertalian satu sama lain. Jadi masing-masing perbuatan pidana itu mempunyai tempat, waktu dan daluarsanya sendiri-sendiri. 6 Yang dikategorikan sebagai perbuatan berlanjut atau kegiatan berlanjut (Voorgezette Handeling) adalah apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan-perbuatan, dimana masing-masing merupakan kejahatan sendiri, akan tetapi diantara perbuatanperbuatan itu terdapat hubunganhubungan yang demikian eratnya, sehingga rangkaian perbuatan itu harus di artikan sebagai perbuatan lanjutan. Sedangkan pengaturan hukum tentang perbuatan berlanjut ini telah diatur pada Pasal 64 KUHP ayat (1) dan yang berbunyi Jika beberapa perbuatan perhubungan, sehingga dengan demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, maka hanya satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun masing-masing 6 Moeliatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011). Cet. Ke-29. Hal.28. perbuatan itu menjadi kejahatan atau pelanggaran, jika hukumannya utama. perbedaan voorgezette handeling dengan voorgezette delic yaitu Voorgezette handeling lebih berpegang teguh kepada pasal 64 ayat 1 meskipun kejahatan yang dilakukannya berat ataupun ringan. Sedangkan voorgezette delic lebih berpegang teguh dan mengambil suatu hukum dengan melihat pada sisi kejahatannya dan bisa digunakan pasal yang lain dan tidak hanya terpaku pada satu pasal saja. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Moeljatno berpendapat bahwa : 7 7 Perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan tersebut diajukan pada perbuatannya, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang Moejatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), hal. 56. 7

menimbulkan kejadian tersebut. Seseorang atau beberapa orang dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana pencurian, apabila perbuatan yang dilakukan telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang terdapat dalam KUHP. Unsur-unsur tindak pidana yang dimaksud menurut Moelyanto terdiri dari: 8 a. Unsur kelakuan akibat Yaitu perbuatan pidana yang mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya adalah suatu kejadian dalam alam lahir. b. Unsur hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan c. Unsur keadaan tambahan yang memberatkan d. Unsur melawan hukum obyektif Yaitu sikap pantang dilakukan perbuatan itu sudah tampak dengan wajar, sifat yang demikian ini ialah sifat yang melawan hukumnya perbuatan tidak perlu dirumuskan lagi sebagai elemen atau unsur tersendiri seperti Pasal 285 KUHP tentang perkosaan. e. Unsur melawan hukum subyektif Yaitu perbuatan pidana yang seharusnya tidak dilakukan seperti Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Pertanggung Jawaban Tindak Pidana Pencurian Unsur-unsur strafbaarfeit menurut Simon merupakan pertanggungjawaban dari orang yang melakukan tindak pidana adalah mutlak, dimana perumusan strafbaarfeit adalah sebagai berikut : a. Suatu perbuatan manusia. 8 Moelyanto, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), hal. 63. b. Perbuatan itu bertentangan dengan hukum. 8

c. Perbuatan itu dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. d. Orang itu dapat dipesalahkan. 9 Pertanggungjawaban adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang perbuatan itu dilakukan dengan jiwa yang sehat atau keadaan jiwa orang itu benar-benar menyadari perbuatannya ada akibat dari perbuatannya itu, orang tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Adapun sistem pertanggungjawaban dalam hukum pidana yang dimaksud adalah: 10 1. Sistem pertanggungjawaban menurut ajaran kesalahan atau schuldleer Dalam hukum pidana dikenal suatu asas yang disebut dengan geen straf zonder schuld artinya tiada hukuman tanpa kesalahan. Asas ini merupakan asas tidak tertulis 9 Ibid., hal. 153. 10 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Eresco, 1986), hal. 63. artinya asas ini tidak ditemukan dalam KUHP Indonesia. Namun demikian berlakunya asas ini dalam hukum pidana tetap diakui dan merupakan suatu asas yang sangat penting sekali. Asas ini sejalan san seiring dengan asas yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yaitu asas legalitas. Menurut Pasal 1 ayat (1) KUHP bahwa : tiada suatu perubahan dapat dipidana, kecuali berdasarkan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya. Menurut pandangan tradisional bahwa untuk dapat dijatuhi pidana sesseorang yang telah melakukan perbuatan pidana maka harus dipenuhi unsur obyektif dan unsur subyektif. Jadi unsur subyektif di sini adalah kesalahan baik berupa kesengajaan maupun kealpaan. Kemudian orang tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Pengertian dapat dipertanggungjawabkan adalah mampu bertanggungjawab. Orang yang tidak mampu bertanggungjawab adalah orang yang tidak mengerti akan perbuatan 9

dan akibat dari perbuatannya seperti orang gila, dan sebagainya 2. Vicarious Liability Pengertian vicarious liability adalah seseorang bertanggungjawab atas perbuatan orang lain. Menurut Undang-undang bahwa vicarious liability terjadi berdasarkan prinsip pendelegasian bahwa seseorang dipertanggungjawabkan atas perbuatan orang lain. Jika ia telah mendelegasikan kewenangannya menurut Undang-undang kepada orang lain. Jadi sistem ini dipergunakan dalam ruang lingkup pekerjaan. 3. Strict Liability Strict liability artinya pertanggungjawaban tanpa kesalahan. Sering menjadi persoalan apakah strict liability ini sama dengan absolute liability. Permasalahan Kasus pencurian pipa tembaga untuk Air Conditioner (AC). Ini jarang terungkap oleh pihak kepolisian karena dapat banyak permasalahan, antara lain yaitu waktu kejadian yang di malam hari ketika fasiltas-fasilitas ini tidak terjaga dan tidak ada masyarakat yang menyaksikan saat pelaku melakukan pencurian. Pencurian ini sebetulnya dapat terdeteksi oleh alaram yang dipasang oleh pihak Plaza. Karena kelalaian petugas yang berjaga pada waktu. Kesulitan lain yaitu menurut pengakuan warga bahwa walaupun terdapat saksi yang menyaksikan peristiwa pencurian tersebut, kadangkadang pelaku terlebih dulu mengancam para warga sekitar lokasi pencurian apabila melaporkan hal ini kepada pihak yang berwajib. Kasus yang penulis temukan di Pengadilan Negeri Bogor ini terungkap ketika timbul kecurigaan salah satu petugas penjaga satpam. Kemudian setelah diperiksa ke lokasi yang diduga terdapat gangguan. Orang tersebut adalah pelaku pencurian yang tidak sempat melarikan diri. Dalam proses pengadilan terhadap kasus pencurian pipa tembaga untuk Air Conditioner (AC) tidak ada terdapat 10

hambatan, semua berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam acara persidangan. Terdakwa mengakui semua perbuatan yang telah dilakukannya dan tidak berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Sedangkan dalam proses penyidikan kasus tersebut yang dilakukan oleh polisi tidak pula terdapat hambatan. Hasil dari penyidikan dibuat dalam berita pemeriksaan dan diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum. Kasus pencurian pipa Air Conditioner (AC) yang merupakan pencurian dengan pemberatan ini merupakan suatu gejala sosial dalam masyarat, maka diperlukan peranan hukum sebagai upaya terakhir dalam menentukan keadilan dan mencegah supaya kejahatan ini tidak semakin merajalela sehingga menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Untuk mencegah supaya pencurian pipa Air Conditioner (AC) serta fasilitas-fasilitas lain milik plaza matahari ini terus berlanjut dan menyebabkan banyak gangguan terhadap operasional plaza matahari yang bukan tidak mungkin akan menyebabkan kecelakaan yang tentunya akan menimbulkan keresahan bagi pengunjung plaza matahari, maka diperlukan upaya penyelesaian yang efektif, yaitu : 1. Masyarakat hendaknya melaporkan kepada aparat kepolisian apabila menyaksikan pencurian terhadap fasilitas-fasilitas plaza. 2. Meningkatkan kesigapan petugaspetugas penjagaan disekitar halaman plaza Matahari. 3. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang akibat yang di timbulkan oleh pencurian dan perusakan fasilitas Plaza Matahari. 4. Menerapkan sanksi terhadap para pelaku pencurian yang diatur dalam undang-undang. Penutup Dari pembahasan di atas tersebut dapat diberikan suatu kesimpulan bahwa voorgezette handeling adalah perbuatan yang dilakukan tidak sejenis, boleh berbeda asal timbul dari satu kehendak yang tujuannya untuk melaksanakan 11

suatu perbuatan pidana yang dikehendaki, dimana dalam suatu tindak pidana pencurian jika antara beberapa tindakan yang masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungan sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai satu tindakan berlanjut, maka hanya ada satu ketentuan pidana yang diterapkan, jika berbeda maka yang diterapkan adalah yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. DAFTAR PUSTAKA Sahetapy, Kuasa dan Beberapa Analisis Kriminalitas, Bandung: Alumni 1981., Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Eresco, 1986. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT. Refika Aditama, 2002. R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (KUHP) Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia, 1993. P.A.F Lamintang dan Djisman Samosir. Hukum Pidana Indonesia Bandung : Sinar Baru, 1983. Leden Marpaung. Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2005. Moeliatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara, 2011. Cet. Ke-29. Moejatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1983. 12