INDIKATOR PREDIKSI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) CAMPAK DI PROVINSI JAWA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. tanda-tanda awal berupa salesma disertai konjungtivitis, sedangkan tanda khas

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan bayi dan anak. Penyakit tersebut disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penularan penyakit campak terjadi dari orang ke orang melalui droplet respiration

Promotif, Vol.6 No.1, Januari-Juli 2016 Hal FAKTOR RISIKO KEJADIAN CAMPAK DI DUSUN WANDU DESA SALUBOMBA WILAYAH KERJA PUSKESMAS DONGGALA

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN CAMPAK DI WILAYAH PUSKESMAS TEJAKULA I KECAMATAN TEJAKULA KABUPATEN BULELENG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit ini tetap menjadi salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh virus. Campak disebut juga rubeola, morbili, atau measles. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan terhadap beberapa penyakit yang terjadi di Kota Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi dan angka harapan hidup (Depkes RI,

I. PENDAHULUAN A. PROGRAM REDUKSI CAMPAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. suatu tindakan memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dari 17 program pokok pembangunan kesehatan adalah program

GAMBARAN EPIDEMIOLOGI KASUS CAMPAK DI KOTA CIREBON TAHUN (STUDI KASUS DATA SURVEILANS EPIDEMIOLOGI CAMPAK DI DINAS KESEHATAN KOTA CIREBON)

DAFTAR PUSTAKA. 3. Chandra B. Kontrol Penyakit Menular Pada Manusia. Jakarta: EGC; 2012.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian, karena racun yang dihasilkan oleh kuman

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Campak pada Balita di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi

BAB V HASIL PENELITIAN

Jurnal Respati, Kesehatan, Vol. 2, No. 1, April 2012: 1 5 1

Gejala Penyakit CAMPAK Hari 1-3 : Demam tinggi. Mata merah dan sakit bila kena cahaya. Anak batuk pilek Mungkin dengan muntah atau diare.

BAB I PENDAHULUAN. Gejala awal campak berupa demam, konjungtivis, pilek batuk dan bintik-bintik

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGASEM DINAS KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. xvi

DINAS KESEHATAN KABUPATEN CIANJUR PUSKESMAS CIANJUR KOTA LAMPIRAN NOMOR : TENTANG KERANGKA ACUAN KEGIATAN KAMPANYE VAKSIN MEALSES- RUBELLA (MR)

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dalam kelompok penyakit infeksi dan merupakan ancaman besar bagi

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH. Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya wabah campak yang cukup besar. Pada tahun kematian

HUBUNGAN MOTIVASI DAN PERAN KELUARGA DENGAN TINDAKAN MENDAPATKAN IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI DI

BAB I PENDAHULUAN. (droplet infection) dan masih banyak dijumpai di kalangan anak-anak pada

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Bayi adalah anak usia 0-2 bulan (Nursalam, 2013). Masa bayi ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab utama kematian anak-anak di dunia. Pada negara berkembang hampir

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus. Campak disebut juga rubeola, morbili, atau measles. Penyakit ini

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS MOJOGEDANG II KABUPATEN KARANGANYAR ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

THE SOCIO-ECONOMIC DETERMINANTS OF MEASLES IN YOUNGER CHILDREN IN UBUPA TEN SERANG, WEST JA VA

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. (1)

Lingkungan Fisik Kamar Tidur dan Pneumonia pada Anak Balita di Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

HUBUNGAN STATUS IMUNISASI DAN RIWAYAT KONTAK DENGAN KEJADIAN CAMPAK PADA BALITA DI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I. Pendahuluan. keharmonisan hubungan suami isteri. Tanpa anak, hidup terasa kurang lengkap

BAB II KAJIAN PUSTAKA. genus morbilivirus dan famili paramixovirus. Karateristik penyakit campak pada umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan zaman saat ini yang terus maju, diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. sebuah Negara, juga merupakan salah satu indikator yang paling sensitif dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

8 # #2! 2 7 3! # 4 4 #!! ! 5 0 # ! !! "4 4 7 #$ %& * -.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Optimisme Cakupan Vaksin MR Menuju Generasi Sehat Berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian target Millenium Development Goals (MDG s) merupakan

Aplikasi Surveilans Epidemiologi Penyakit Potensial Wabah Pada Anak Sekolah Menggunakan Epi Info. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

KLB Penyakit. Penyelidikan Epidemiologi. Sistem Pelaporan. Program Penanggulangan

1 BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar

I. PENDAHULUAN. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan. Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare Depkes RI 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di dunia. kedua pada anak dibawah 5 tahun. 1

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

cita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

Arleni 1, Tri Yunis Miko Wahyono 2

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP STATUS IMUNISASI DASAR BALITA DI PUSKESMAS KARANGAMPEL KOTA INDRAMAYU

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Corynebacterium Diphtheria bersifat toxin-mediated desease yang ditandai dengan

PENDEKATAN KESEHATAN MASYARAKAT PASCA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DI KABUPATEN ASMAT PAPUA

(STUDI DI DESA SAMBIREJO KECAMATAN TRENGGALEK KABUPATEN TRENGGALEK) SKRIPSI. Oleh: Ika Fransischasari NIM

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI) CAMPAK DENGAN KECEMASAN IBU PASCA IMUNISASI DI PUSKESMAS SANGKRAH SURAKARTA

Transkripsi:

INDIKATOR PREDIKSI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) CAMPAK DI PROVINSI JAWA BARAT Agus Salim* 1, Hari Basuki N.**, Fariani Syahrul*** * Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat ** Departemen Biostatistika dan Kependudukan FKM Universitas Airlangga Kampus C Unair JL. Mulyorejo Surabaya *** Departemen Epidemiologi FKM Universitas Airlangga Kampus C Unair JL. Mulyorejo Surabaya 1 E-mail: agusalim@gmail.com ABSTRACT Measles is a communicable disease caused by measles virus and can cause outbreak. One of efforts to prevent it is by increasing measles immunization coverage for infant. It needs coverage up to 80 9% for some years. In 200 there were 34 measles outbreaks in 14 West Java districts with 646 cases (CFR = 1.24%), and in 2006, 43 measles outbreaks with 398 cases (CFR = 0%) were happened at 10 districts. The goal of this study was to develop indicator for predicting measles outbreak based on measles risk factors. The design of this research was case control with secondary data analysis and village as unit of analysis. Sample was 129 villages, divided into 2 groups, 43 villages for cases and 86 villages for controls. The result indicated that immunization coverage and nutritional status of under-five children could be used as indicators of measles outbreak. Equation model for measles outbreak prediction was P = 7.679 0.028* (immunization coverage) 0.070* (% normal weight of under-five). The value of P < 0 indicated that a village had risk of measles outbreak. Based on the result, it could be concluded that immunization coverage and nutritional status of under-five could be used as indicators to predict measles outbreak, so to prevent the outbreak, it was needed to increase both coverage. Key words: measles outbreak, indicators, immunization, nutritional status PENDAHULUAN Campak (Measles) merupakan penyakit infeksi yang sangat menular disebabkan oleh virus campak dengan gejala awal berupa demam, konjungtivitis, pilek, batuk dan bintik-bintik kecil dengan bagian tengah berwarna putih atau putih kebiru-biruan dengan dasar kemerahan di daerah mukosa pipi (bercak koplik), gejala khas bercak kemerahan di kulit timbul pada hari ketiga sampai ketujuh, dimulai di daerah muka, kemudian menyeluruh, berlangsung selama 4 7 hari, kadang-kadang berakhir dengan pengelupasan kulit berwarna kecoklatan (Chin, 2000). Di dunia, kematian akibat campak yang dilaporkan pada tahun 2002 sebanyak 777.000 dan 202.000 di antaranya di negara ASEAN serta 1% kematian campak tersebut di Indonesia (Depkes, 2006). Di Indonesia frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) campak cenderung meningkat yaitu 32 kali pada tahun 1998 menjadi 6 kali pada tahun 1999 dan angka insiden campak pada tahun 1998 paling tinggi pada kelompok balita yaitu 0,7 0,8 per 10000 penduduk. Case Fatality Rate (CFR) campak pada KLB di Indonesia juga cenderung meningkat yaitu 1,8% pada tahun 1998 menjadi 2,4% pada tahun 1999. Selama tahun 200 di Provinsi Jawa Barat dilaporkan KLB campak sebanyak 43 kali dengan jumlah kasus sebanyak 646 (CFR = 1,24%) terjadi di 11 Kabupaten dan 3 Kota di Jawa Barat. Pada tahun 2006, KLB campak terjadi sebanyak 43 kali dengan jumlah kasus 398 (CFR = 0%), terjadi di 6 kabupaten dan 4 kota (Dinkes Provinsi Jawa Barat, 2006). Imunitas terhadap campak dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya gizi. Gizi yang baik menunjukkan serokonversi terhadap imunisasi campak lebih tinggi dibandingkan dengan gizi buruk. Kematian campak sering terjadi pada penderita yang malnutrisi dengan Case fatality rate 3,% dan dapat mencapai 40% pada penderita dengan gizi buruk. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada bayi, ibu masa nifas maupun penderita campak dapat menurunkan CFR (Depkes, 2000). Pemberian Vitamin A bermanfaat dalam memproteksi perubahan oksigen yang disebabkan oleh respons host terhadap infeksi dan inflamasi, dengan demikian anak yang mendapat imunisasi campak akan lebih kebal dibandingkan anak yang tidak mendapat imunisasi. Pemberian vaksin campak satu kali dapat memberikan kekebalan sampai lebih dari 14 tahun. Untuk mengendalikan penyakit campak inii diperlukan cakupan imunisasi minimal 80 9% secara merata selama bertahun-tahun (Depkes, 2000). KLB campak biasanya terjadi pada daerah padat penduduk. Bila wilayahnya cukup luas seperti Provinsi Jawa Barat, KLB dapat terjadi sporadis setiap tahun (honey moon period), sedangkan pada kelompok masyarakat yang lebih kecil tapi belum terjangkau (virgin area seperti pulau Mentawai), interval antara KLB dapat lebih panjang namun attack rate dan CFRnya lebih tinggi. Anak yang tinggal di rumah yang padat penghuni akan berpeluang 111

untuk menderita campak 2,9 kali daripada anak yang tinggal di rumah yang tidak padat (Purnomo, 1996). Menurut WHO, apabila ditemukan satu (1) kasus campak pada satu wilayah, maka kemungkinan ada 17 20 kasus di lapangan pada jumlah penduduk rentan yang tinggi (Depkes, 2003). Hal itu dikarenakan masa penularan berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodromal (biasanya 4 hari sebelum timbulnya ruam) sampai 4 hari setelah timbulnya ruam, minimal setelah hari kedua timbulnya ruam (Chin, 2000). Pada tahun 2003 WHO-SEARO membuat strategi dan penanggulangan dengan tujuan utama menurunkan angka kematian campak sebanyak 0% pada tahun 200 dibandingkan dengan angka kematian pada tahun 1999. Strategi tersebut berupa akselerasi surveilans campak, akselerasi respons KLB, cakupan rutin imunisasi campak tinggi (cakupan 90% di 100% kabupaten/kota) dan pemberian dosis kedua campak (Depkes, 2006). Untuk mencapai hal tersebut diperlukan sistem kewaspadaan dini. Sistem Kewaspadaan Dini KLB (SKD-KLB) merupakan kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi KLB beserta faktor yang memengaruhinya dengan menerapkan teknologi surveilans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya pencegahan dan tindakan penanggulangan kejadian luar biasa yang cepat dan tepat (Depkes, 2004). SKD KLB memiliki tujuan teridentifikasi adanya ancaman KLB, terselenggaranya peringatan kewaspadaan dini KLB, terselenggaranya kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya KLB, dan terdeteksi secara dini adanya kondisi rentan KLB. Untuk mencapai hal ini diperlukan indikator yang sensitif untuk memprediksi terjadinya KLB. Penelitian ini bertujuan menyusun indikator prediksi KLB campak dengan mengkaji faktor yang memengaruhi Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di Provinsi Jawa Barat. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan pada desa/kelurahan yang dilaporkan adanya kasus campak di Provinsi Jawa Barat. Rancangan penelitian berupa kasus-kontrol dengan menggunakan data sekunder, adapun yang dimaksud dengan kasus yaitu desa/kelurahan yang melaporkan adanya kasus campak, sedangkan kontrol yaitu desa/ kelurahan yang berdekatan dengan desa/kelurahan kasus. Jumlah desa/kelurahan yang menjadi kasus sebanyak 43 buah, dan yang menjadi kontrol sejumlah 86 buah. Variabel yang diteliti meliputi status KLB (KLB atau non KLB), status wilayah administrasi, pendidikan masyarakat, kepadatan penduduk, rerata jumlah penghuni dalam satu rumah, jumlah bayi dan balita, cakupan imunisasi campak, cakupan gizi baik, cakupan gizi kurang dan buruk, cakupan vitamin A bayi, cakupan vitamin A balita, jumlah posyandu dan jumlah kader. Pengambilan data dilakukan di puskesmas/kecamatan di mana desa/ kelurahan yang menjadi unit penelitian berada. Data yang terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data dengan menggunakan analisis deskriptif dan uji Regresi Logistik. HASIL PENELITIAN Unit penelitian adalah desa atau kelurahan di mana 43 desa/kelurahan pernah mengalami KLB campak pada tahun 2006 dan 86 desa/kelurahan tidak mengalami KLB. Distribusi status KLB unit penelitian seperti pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Distribusi Desa/Kelurahan Penelitian Berdasarkan Status KLB Status Desa/Kelurahan Frekuensi Persen TIDAK KLB KLB 86 43 66,7 33,3 Total 129 100,0 Berdasarkan status administrasinya, unit penelitian dapat dikategorikan seperti pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Distribusi Desa/Kelurahan Penelitian Berdasarkan Status Wilayah Status Wilayah Frekuensi Persen Kelurahan Desa 27 102 20,9 79,1 Total 129 100,0 Data pada tabel 2 menunjukkan bahwa dari 129 wilayah penelitian, 29 wilayah kelurahan sedangkan 102 wilayah desa. Hasil pengumpulan data sekunder terhadap variabel yang diteliti dapat dilihat pada tabel 3 berikut. Dari beberapa variabel yang diteliti seperti pada tabel 3, tampak bahwa perbedaan yang cukup besar antara desa/ kelurahan yang pernah mengalami dengan tidak pernah mengalami KLB campak tampak pada variabel cakupan imunisasi campak. Variabel yang lain memiliki rerata yang hampir sama pada kedua wilayah. 112 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 4, No. 3, Maret 2007: 112-116

Tabel 3. Perbandingan Data Beberapa Variabel Penelitian antara Desa/Kelurahan yang Pernah dengan tidak Pernah Mengalami Klb Campak Variabel % masyarakat berpendidikan rendah % masyarakat berpendidikan menengah % masyarakat berpendidikan tinggi Kepadatan penduduk Jumlah penghuni/rumah Jumlah bayi dan balita % cakupan imunisasi campak % balita gizi baik % balita gizi kurang dan buruk % bayi mendapat vit A % balita mendapat vit A Jumlah posyandu Jumlah kader KLB + KLB Mean SD Mean SD 6,9 28,41,62 11.176 1.063 77,17 8,1 7,79 88,07 91,81 11 2 16,70 13,33 4,7 14.236 1,37 72 14,68,30 2,86 1,18 9,91 6 39 6,26 29,02,72 11.003 1.131 84,20 87,33 7,1 89,09 91,72 10 49 17,49 14,2 4,80 10.486 1,16 808 1,96 4,93 2,96 1,47 9,98 3 Penyusunan Indikator Untuk penyusunan indikator, terlebih dahulu dilakukan penapisan terhadap semua variabel yang diteliti dengan menggunakan nilai p < 0,2 untuk dipertimbangkan masuk ke dalam model analisis multivariat. Tabel.4. Hasil Uji Regresi Sederhana Menurut Variabel Penelitian % masyarakat berpendidikan rendah % masyarakat berpendidikan menengah % masyarakat berpendidikan tinggi Kepadatan penduduk per km 2. Jumlah penghuni dalam 1 rumah Jumlah bayi dan balita % cakupan imunisasi campak % gizi baik % gizi kurang dan buruk % bayi mendapat vit A % balita mendapat vit A Jumlah pos yandu Jumlah kader Status administrasi Variabel OR 9% C.I. p 1.002 0.997 0.997 1.111 0.972 0.933 1.034 0.996 1.001 1.020 1.002 (0.981 1.024) (0.971 1.023) (0.922 1.077) ( ) (0.829 1.489) (0.999 ) (0.90 0.996) (0.868 1.003) (0.912 1.172) (0.973 1.019) (0.964 1.039) (0.96 1.087) (0.992 1.012) (0.407 2.49) 0.830 0.816 0.931 0.937 0.481 0.642 0.018 0.09 0.60 0.723 0.963 0.2 0.638 Hasil analisis regresi logistik sederhana didapatkan dua variabel yang memiliki nilai p < 0,2, yaitu variabel cakupan imunisasi dan gizi baik, maka kedua variabel tersebut dipertimbangkan untuk pengujian selanjutnya. Hasilnya regresi logistik berganda terhadap kedua variabel tersebut tampak pada tabel. Tabel.. Hasil Analisis Regresi Logistik Berganda Cakupan Imunisasi Gizi Baik Constant B p OR 9% CI 0,028 0,070 7,679 0,020 0,061 0,02 0,972 0,932 2162,22 0,949 0,996 0,866 1,003 Indikator Prediksi Kejadian Luar Biasa (KLB) Agis Salim, Hari Basuki N, Fariani Syarul 113

Tabel menunjukkan bahwa cakupan gizi baik secara statistik kurang signifikan, akan tetapi untuk kepentingan sistem kewaspadaan dini, cakupan gizi tetap dimasukkan sebagai indikator. Selanjutnya dari hasil analisis tersebut dibuat model prediksi sebagai berikut. Probabilitas terjadi KLB = 1 1 + e (bo + b1x1 + b2x2) 1 1 + e (,.679 + ( 0.028* Cak. Imunisasi) + ( 0,070* Cak. Gizi Baik)) Model prediksi hasil uji tersebut bisa dibuat satu persamaan (indeks) untuk memilah daerah risiko KLB dengan daerah yang tidak berisiko KLB. Indeks tersebut adalah: P = 7.679 0.028*(cak.imunisasi) 0.070*(cak.gizi baik). Suatu wilayah (desa atau kelurahan) dikatakan berisiko terjadi KLB bila P 0, sedangkan bukan merupakan wilayah berisiko bila P < 0. Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan model persamaan tersebut untuk memilah wilayah risiko KLB dan bukan risiko KLB seperti tersaji pada gambar.1. Gambar 1. Nilai Batas Klasifikasi Wilayah Risiko Dari gambar 1 dapat diterangkan, apabila pencapaian cakupan imunisasi suatu desa/kelurahan diketahui sebesar 100%, maka cakupan gizi baik di wilayah tersebut minimal sebesar 69,70%. maka wilayah tersebut akan berada pada area tidak berisiko terjadi KLB. Sebaliknya apabila cakupan imunisasi hanya sebesar 24,2%, maka agar terhindar dari risiko KLB, maka cakupan gizi baik harus sebesar 100%. Bagaimana menilai suatu wilayah, merupakan wilayah berisiko atau tidak berisiko terjadi KLB campak dapat dilakukan dengan melihat posisinya pada gambar tersebut dengan cara memasukkan nilai kedua variabel yaitu cakupan imunisasi dan persentase balita gizi baik pada gambar tersebut. PEMBAHASAN Kekurangan zat gizi merupakan penyebab tidak langsung kematian pada anak usia 1 4 tahun di Indonesia, karena terdapat hubungan timbal balik antara status gizi kurang dengan penyakit infeksi. Hubungan timbal balik antara kekurangan gizi dan morbiditas penyakit infeksi dapat dijelaskan sebagai berikut yaitu kekurangan gizi yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh seperti protein dan zat besi, menyebabkan anak balita lebih rentan terhadap penyakit infeksi, sedangkan penyakit infeksi itu sendiri mempertinggi kebutuhan akan zat gizi tersebut (Pudjiadi, 2000). Penelitian Bambang Heriyanto di Jawa Tengah menunjukkan bahwa serokonversi terhadap imunisasi campak di daerah gizi buruk lebih rendah dari daerah yang bergizi baik. Pemberian imunisasi campak diperuntukan mencegah penyakit campak. Salah satu program pemerintah dalam pengendalian penyakit campak yaitu dengan pemberian imunisasi campak pada bayi dengan cakupan minimal 80 9% secara merata selama bertahun-tahun (Depkes, 2000). Penelitian pada daerah KLB campak di Papua New Guinea pada tahun 1999, menunjukkan bahwa komplikasi campak pada anak-anak yaitu pneumonia berat sangat sering terjadi pada anak-anak yang tidak divaksinasi campak dibandingkan dengan anak-anak yang telah divaksinasi campak. Penelitian di Gweru, Zimbabwe menunjukkan bahwa risiko terjadinya komplikasi pada anak balita penderita campak lebih tinggi pada anak yang tidak divaksinasi campak. Vaksinasi campak sangat melindungi terhadap terjadinya komplikasi pada penderita campak (Marufu, 2001). Berdasarkan hasil pengujian didapatkan dua variabel yang bisa dijadikan sebagai indikator untuk prediksi KLB campak yaitu cakupan imunisasi dan cakupan gizi baik. Dari hasil tersebut dapat dikembangkan indeks prediksi KLB campak yaitu: P = 7,679 0,028*(cak. imunisasi) 0,070*(gizi baik) Menurut Depkes (2003), indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Suatu indikator tidak selalu menjelaskan keadaan secara keseluruhan, tetapi sering kali hanya memberikan petunjuk (indikasi) tentang keadaan keseluruhan sebagai suatu pendugaan. Indikator yang didapatkan dari hasil penelitian ini yaitu variabel cakupan imunisasi dan variabel cakupan gizi baik. Pengumpulan data untuk cakupan imunisasi dan cakupan gizi dapat dengan mudah diperoleh dari hasil pelaksanaan kegiatan program imunisasi dan gizi dengan menggunakan rumus dari hasil penelitian ini. Hasil cakupan imunisasi dan gizi suatu wilayah dapat 114 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 4, No. 3, Maret 2007: 112-116

menggambarkan status wilayah tersebut, apakah masuk dalam wilayah risiko KLB atau tidak berisiko dan membandingkan satu wilayah dengan wilayah lainnya. Gambaran tersebut memberikan informasi yang spesifik mengenai kewaspadaan dini dan tindak lanjut yang harus dilakukan untuk menghindari terjadinya KLB campak dan juga bisa dijadikan bahan evaluasi program imunisasi dan program gizi. Dengan demikian maka indikator prediksi KLB campak ini bisa dikatakan sesuai persyaratan yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan indikator menurut Depkes (2003) yaitu: 1. Simple, 2. Measurable, 3. Atributable, 4. Reliable, dan. Timely. Indikator prediksi KLB campak hanya memberikan gambaran suatu wilayah berisiko untuk terjadi KLB campak atau tidak berisiko berdasarkan hasil cakupan imunisasi dan cakupan gizi baik. Namun tidak menjelaskan secara terinci mengenai situasi sesungguhnya, akan tetapi indikator ini dapat dijadikan sebagai sistem kewaspadaan dini KLB. KESIMPULAN Berdasarkan sejumlah variabel yang diteliti didapatkan dua variabel yang dapat dijadikan indikator prediksi KLB campak yaitu variabel cakupan imunisasi dan variabel cakupan gizi baik. Berdasarkan kedua indikator tersebut dapat disusun suatu indeks untuk prediksi KLB campak yaitu P = 7,679 0,028*(cak. imunisasi) 0,070*(gizi baik). DAFTAR PUSTAKA Bambang H. 1999. Kejadian Luar Biasa Campak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Balitbangkes RI, Jakarta. Chin J. 2006. Control of Communicable Diseases Manual. Alih Bahasa, I Nyoman Kandun, Edisi 17, Cetakan II, CV Infomedika, Jakarta. Depkes. 2006. Petunjuk Teknis Kampanye Imunisasi Campak Tahun 2006. Jakarta. Depkes. 2004. Kepmenkes No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa. Jakarta. Depkes. 2003. Kepmenkes No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan. Jakarta. Depkes. 2003. Kepmenkes No. 1202/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta. Depkes. 2003. Kepmenkes No. 109/Menkes/SK/IX/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta. Depkes. 2002. Pedoman Surveilans dan Respon KLB dalam Rangka Reduksi Campak di Indonesia. Jakarta. Depkes. 2000. Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi. Jakarta Kandun IN, dkk. 1987. Laporan Semiloka Campak dalam Kaitannya dengan Kelangsungan Hidup Anak di Indonesia. Jakarta Marufu T. 2001. Factors Associated with Measles Complications in Gweru, Zimbabwe. East African Medical Journal, Mar. 78(3): 13 8. Pudjiadi S. 2000. Ilmu Gizi Klinis pada Anak., Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Purnomo H. 1996. Faktor-faktor yang Berhubungan terhadap Kejadian Campak pada Anak Usia 12 24 Bulan di Kotamadya Jakarta Selatan. Tesis. Indikator Prediksi Kejadian Luar Biasa (KLB) Agis Salim, Hari Basuki N, Fariani Syarul 11