BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah

Tim Statistik Sektor Riil BERITA PROPERTI. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter. Edisi Perdana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa secara global. Krisis ini tentunya berdampak negatif bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari, manusia

BAB I PENDAHULUAN. (subprime mortgage crisis) telah menimbulkan dampak yang signifikan secara

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara. Pasar modal menjadi media yang dapat digunakan untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara dapat mempengaruhi kinerja perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. seluruh penghasilan saat ini, maka dia dihadapkan pada keputusan investasi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik negara-negara di dunia termasuk

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang membutuhkan dana. Transaksi yang dilakukan dapat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan wahana yang mempertemukan pihak yang. kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan dana (peminjam)

BAB I PENDAHULUAN. Semakin terintegrasinya ekonomi domestik dengan ekonomi dunia membuat

BAB I PENDAHULUAN. menginvestasikan dananya adalah sektor properti. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan sektor properti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana. Fungsi

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan harganya yang cenderung selalu naik. Kenaikan harga properti

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Di era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. biasanya ditandai dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan masyarakat. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang. dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pasar modal adalah salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan sektor properti dan real estate juga mengalami kenaikan sehingga

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pendanaan dan investasi bagi masyarakat. menyebabkan pertumbuhan pasar modal melambat dan penundaan Initial Public

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun belakangan ini, pelaku bisnis di Indonesia seakan

BAB I PENDAHULUAN. Arus globalisasi dan era pasar bebas akan menimbulkan persaingan

BAB 1 PENDAHULUAN. mendorong pembentukan modal dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi. harga saham (Indeks Harga Saham Bursa Efek Indonesia, 2008).

BAB I. PENDAHULUAN. dunia yang terjadi disebabkan oleh krisis surat utang subprime mortgage

BAB 1 PENDAHULUAN. pengambilan keputusan investasi di pasar modal juga semakin kuat.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kondisi perekonomian yang semakin berkembang pada saat ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sektor property dan real estate merupakan sektor bisnis yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. dapat berkembang. Untuk mencapai hal tersebut tentu diperlukan biaya.

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB I PENDAHULUAN. tapak maupun apartemen yang dibangun oleh pengembang. Keputusan Bank Indonesia untuk menaikan Down Payment untuk kredit

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemerintah. Melalui pasar modal pemerintah dapat mengalokasikan dana dari

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal akhir-akhir ini membawa peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman era globalisasi ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya. Modal dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.

BAB V. Simpulan dan Saran. sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Gambaran Tingkat Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar dan Indeks

BAB I PENDAHULUAN. kalangan menengah kebawah hingga kalangan menengah keatas. Selain

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan masing-masing sebesar 3,2 persen dan 3,0 persen.

BAB I PENDAHULUAN. ringan pada tahun Krisis keuangan di Amerika Serikat yang bermula dari

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keputusan investasinya. Selama ini kebijakan BI rate selalu

BAB I PENDAHULUAN. Efek Indonesia maupun yang belum terdaftar, yang sudah go public. maupun yang belum go public sangat membutuhkan pasar keuangan

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut, atau pada saat yang sama, investasi portofolio di bursa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. dari penelitian yang akan dilakukan yang berhubungan dengan pengaruh. manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keputusan pendanaan merupakan sebuah keputusan yang penting untuk. kelangsungan perusahaan. Perusahaan memerlukan pendanaan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pasar dunia mengalami keruntuhan / degresi dan mempengaruhi sektor lainnya di

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara. Dalam hal ini pasar modal memiliki peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. sebuah pendanaan dari dalam negeri maupun luar negeri. Dimana penghimpunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Investasi merupakan usaha investor untuk mendapatkan hasil yang akan

BAB I PENDAHULUAN. makro adalah pandangan bahwa sistem pasar bebas tidak dapat mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat diartikan sebagai suatu komitmen untuk menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. Belakangan ini perekonomian dunia sedang mengalami krisis finansial dimana

BAB I PENDAHULUAN. lain yang ditopang oleh bank tersebut. Fungsi bank sebagai perantara (financial

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan di masa-masa yang akan datang (Sunariyah, 2003:4). Dalam

1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. indikator yang penting dalam kegiatan pasar modal.

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam pasar modal tidaklah terpisah dari stabilitas perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN. industri ini akan memiliki prospek yang baik. Dengan pertimbangan ini, saham di

I. PENDAHULUAN. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebuah indikator yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilihan gaya hidup seseorang. Sayangnya banyak di antara

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya

BAB I PENDAHULUAN. aktiva produktif selama periode tertentu (Jogiyanto, 2010:5). Dengan kata lain

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jaman era globalisasi yang modern ini investasi merupakan kegiatan positif

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia perekonomian dari masa ke masa semakin pesat, termasuk pertumbuhan perekonomian di Indonesia yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah (Wirsono, 2007:17) (Husnan, 2003 : 157).

I. PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah memasuki era globalisasi yang memberikan pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah saja, partisipasi masyarakat sangat diharapkan untuk ikut aktif melalui

BAB I PENDAHULUAN. Investasi melalui pasar modal selain memberikan hasil, juga

BAB V PEMBAHASAN. Wenny (2011) yang menyatakan bahwa tidak adanya perbedaan rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dewasa ini perkembangan teknologi terus meningkat dengan pesat,

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Pesatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi dengan teknologi yang serba canggih serta informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, arah dan besarnya pergerakan pasar modal menjadi topik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pasar modal adalah tempat bertemunya antara pihak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. mana hal ini menimbulkan persaingan yang sangat ketat antar perusahaanperusahaan

BAB I PENDAHULUAN. sektor property juga dapat dilihat dari menjamurnya real estate di kota-kota besar.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor properti. Pada umumnya banyak masyarakat yang tertarik menginvestasikan dananya di sektor properti karena harganya yang cenderung selalu naik. Harga properti cenderung naik karena harga tanah yang hampir tidak pernah turun. Ketersediaan (supply) tanah bersifat tetap sedangkan permintaan (demand) cenderung akan selalu bertambah besar, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta bertambahnya kebutuhan manusia akan tempat tinggal, perkantoran, pusat perbelanjaan, taman hiburan, dan lain-lain. Pertumbuhan sektor properti sangat sensitif terhadap indikator makro ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, tingkat suku bunga dan nilai tukar rupiah. Proyek pembangunan properti ini juga mencetak banyak lapangan pekerjaan dan menggerakkan berbagai industri lainnya. Sektor ini dipercaya oleh banyak negara sebagai obat mujarab untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi negara. Sektor ini juga menjadi indikator penting untuk menganalisis kesehatan ekonomi suatu negara, karena merupakan sektor pertama yang memberi sinyal sedang jatuh atau sedang bangunnya perekonomian sebuah negara (Santoso, 2005). Secara mengejutkan sektor ini pula yang telah menghantarkan Amerika Serikat terjangkit krisis finansial yang hingga kini masih dalam masa penyembuhan. Pada tahun 2007, pemerintah Amerika Serikat memberikan ruang lebih kepada masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan kredit 1

2 perumahan dari perbankan. Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memaksa perusahaan pembiayaan perumahan untuk meningkatkan porsi kredit bagi kaum papa (ekonomi lemah) Amerika yang sebenarnya tak layak mendapatkan kredit. Sayangnya, mekanisme ini tidak berhasil dikelola dengan baik, sehingga banyak ketidakdisiplinan dalam penyaluran kredit. Pelaku pasar yang terlalu percaya diri membuat aliran dana kredit besar-besaran mengalir begitu saja bahkan kepada para kreditor yang memiliki catatan kredit buruk. Situasi tersebut memicu terjadinya kredit macet di sektor properti (subprime mortgage). Ditambah lagi, lembaga pembiayaan sektor properti Amerika juga meminjam dana jangka pendek dari lembaga keuangan dengan jaminan surat utang (subprime mortgage securities) yang dijual kepada lembaga-lembaga investasi di berbagai negara. Padahal, surat utang tersebut tidak ditopang dengan jaminan debitur yang memiliki kemampuan membayar kredit perumahan yang baik. Banyaknya tunggakan kredit properti di Amerika Serikat menyebabkan perusahaan pembiayaan tidak bisa memenuhi kewajibannya kepada lembagalembaga keuangan. Hal ini mempengaruhi likuiditas pasar modal dan sistem perbankan, sehingga berimbas kepada negara-negara lainnya di dunia. Negara lain yang terimbas oleh hal ini terutama adalah negara-negara yang menginvestasikan dananya melalui instrumen lembaga keuangan Amerika dan negara-negara yang perekonomiannya ditopang oleh ekspor seperti Cina, Jepang, Korea, serta negaranegara ASEAN lainnya termasuk Indonesia. Dampak langsung yang signifikan ini memberikan efek domino yang menyebabkan terjadinya krisis global dunia (www.bappenas.go.id, Oktober 2012).

3 Di Indonesia, sejak krisis ekonomi tahun 1998 banyak perusahaan pengembang mengalami kesulitan karena memiliki hutang yang didominasi oleh dolar Amerika dalam jumlah yang besar. Hutang ini merupakan hutang yang telah dipinjam pada saat sebelum krisis ekonomi guna membiayai pembangunan properti. Namun, krisis ekonomi menyebabkan bunga kredit melambung tinggi bahkan hingga mencapai 50% sehingga pengembang mengalami kesulitan untuk membayar cicilan kreditnya. Keputusan penggunaan hutang dalam struktur modal perusahaan sangat penting untuk diperhatikan, karena semakin besar hutang yang digunakan perusahaan akan semakin memperbesar resiko bisnis yang dihadapi. Seperti dapat kita lihat pada kedua gambar grafik berikut ini. Sumber : IDX Statistics (2006-2011), data diolah Gambar 1.1 Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan Properti Indonesia

4 Sumber : Berita Properti BI (2011), data diolah Gambar 1.2. Indikator Ekonomi Indonesia Dari kedua gambar diatas terlihat bahwa kondisi perekonomian Indonesia secara makro sangat mempengaruhi sektor properti. Tunggakan hutang dalam jumlah yang besar menurunkan kinerja keuangan perusahaan, yang kemudian berdampak pada respon investor di pasar modal, sehingga mempengaruhi harga pasar saham termasuk pasar saham sektor properti. Hal ini menggambarkan betapa sangat sensitifnya sektor properti terhadap indikator makro ekonomi. Krisis ekonomi pada tahun 1998 membuat pasar saham properti jatuh, dan titik terendahnya adalah pada tahun 2002. Pada tahun 2003, pergerakan pasar saham properti Indonesia mulai bangkit kembali dan kemudian mencapai angka tertinggi pada tahun 2007. Namun, pada tahun 2008 angka inflasi juga ikut melambung tinggi, sehingga mengakibatkan harga saham kembali jatuh cukup dalam. Tingginya angka inflasi di Indonesia di tahun tersebut merupakan dampak

5 dari krisis keuangan global yang berawal dari runtuhnya perekonomian di Amerika Serikat. Keruntuhan perekonomian Amerika Serikat menyebabkan macetnya sistem keuangan dunia sehingga berdampak pada merosotnya aktivitas ekonomi dan volume perdagangan dunia. Hal ini pada akhirnya memicu terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia (www.bappenas.go.id, Oktober 2012). Meskipun demikian, kekuatan perekonomian Indonesia dinilai cukup mampu melawan krisis, sehingga sektor properti tidak begitu terguncang dan mampu segera bangkit kembali. Hal ini dapat dilihat dari reaksi pergerakan indeks sektor properti setelah terpuruk di tahun 2008, tetapi segera terus bergerak naik pada tahun 2009, 2010 dan 2011. Kecenderungan indeks yang segera naik ini terjadi karena sektor makro ekonomi Indonesia saat itu cukup mendukung. Tahun 2009 BI memutuskan untuk menurunkan BI rate hingga mencapai 6,5%. Penurunan ini tentunya cukup mendongkrak sektor properti, sehingga meski terpuruk dari tahun-tahun sebelumnya, tingkat pertumbuhan investasi properti di Indonesia pada tahun 2008 masih tercatat sebagai yang tertinggi di Asia Tenggara, yakni 13,4% (www.kompas.com, Oktober 2012). Posisi pasar properti di Indonesia cukup menjanjikan juga karena ditopang oleh perekonomian yang terus tumbuh positif. Potensi sektor properti di Indonesia sangat menjanjikan dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN. Harga properti di Indonesia termasuk yang paling murah dibandingkan dengan negara-negara lainnya, sementara imbal hasilnya sangat besar. Disisi lain, tingginya demand (permintaan) atas ketersediaan bangunan masih jauh lebih banyak dibanding supply (penawaran) yang disediakan oleh pengembang properti.

6 Kecenderungan ini membuat sektor properti di Indonesia, dan beberapa negara Asia lainnya seperti China, India, dan Singapura, memiliki prospek dan ekspektasi pasar tersendiri di Asia. Keunikan ini menjadi salah satu alasan yang membuat negara-negara Asia tersebut tidak terlalu terkena imbas dari krisis ekonomi global (www.bi.go.id, September 2012). Pada tahun 2011, pembicaraan mengenai bubble property di Indonesia mulai mengemuka dan masih menjadi kekhawatiran yang hangat dibicarakan oleh para pelaku properti hingga saat ini. Hal ini mengemuka ketika Menteri Keuangan, Agus Martowardoyo pada Berita Properti Bank Indonesia meminta pelaku sektor properti untuk mewaspadai terjadinya bubble property di Indonesia (www.bi.go.id, diakses September 2012). Bubble property adalah keadaan terjadinya kenaikan harga-harga properti secara tidak wajar dan terus menerus. Pecahnya kondisi bubble property akan menjadikan harga-harga properti jatuh. Terjadinya over supply menjadikan pasar jenuh dan penyaluran kredit yang terlalu masif, tidak tercapainya target inflasi dan akan diikuti dengan ambruknya ekonomi secara menyeluruh sehingga akan beresiko menimbulkan resesi ekonomi nasional. Dalam teori ekonomi, hutang adalah bagian dari struktur modal. Kondisi sektor properti sebagaimana dipaparkan diatas, menunjukkan bahwa struktur modal secara langsung sangat berpengaruh terhadap besarnya resiko keuangan yang akan ditanggung dikemudian hari. Resiko keuangan tersebut meliputi kemungkinan ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibankewajibannya dan kemungkinan tidak tercapainya laba yang ditargetkan perusahaan.

7 Disinilah muncul dilema bagi para investor bidang properti. Prospek investasi properti di Indonesia yang semakin menggairahkan juga sekaligus perlu diwaspadai. Disatu sisi, bisnis properti semakin menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Fundamental ekonomi domestik yang membaik, demand yang terus meningkat, dan didukung oleh sumber pembiayaan yang semakin berkembang serta kebijakaan pemerintah yang kondusif diperkirakan mampu mendorong perkembangan industri properti Indonesia. Di lain sisi, pada kenyataannya perkembangan yang pesat ini dapat memberikan resiko negatif. Belajar dari pengalaman Amerika Serikat, jangan sampai terjadi kepercayaan diri yang berlebihan (overconfident) yang justru akan memberikan dampak negatif berupa runtuhnya perekonomian negara. Jadi, diperlukan suatu landasan yang cukup kuat untuk dijadikan pedoman dalam berinvestasi dengan aman. Kekuatan dan keakuratan analisis yang dilakukan investor mempengaruhi besar kecilnya keuntungan yang akan diterima. Kekuatan analisis ini akan memberikan informasi kepada investor, mengenai waktu yang paling tepat untuk membeli saham tertentu dan kapan harus menjual kembali saham tersebut ke pasar. Saham merupakan salah satu sekuritas diantara sekuritas-sekuritas lainnya yang mempunyai tingkat resiko tinggi. Resiko tinggi tercermin dari ketidakpastian return yang akan diterima oleh investor di masa datang. Hal ini sejalan dengan definisi investasi menurut Sharpe dalam Tandelilin (2010), bahwa investasi merupakan komitmen dana dengan jumlah yang pasti untuk mendapatkan return yang tidak pasti di masa depan.

8 Damodaran (1997) mengemukakan bahwa gambaran terbesar dari manajemen keuangan perusahaan terdiri dari keputusan investasi, pendanaan dan deviden, yang semuanya ada dibawah pengawasan pembuat keputusan di dalam perusahaan yang dibatasi oleh kendala-kendala resiko pasar dan kondisi ekonomi. Keputusan keuangan tersebut akan mempengaruhi nilai perusahaan. Memaksimalkan nilai perusahaan juga sangat penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Sehingga persepsi investor terhadap perusahaan, sering dikaitkan dengan nilai perusahaan. Konsep pendekatan fundamental menggunakan dasar dari hasil laporan keuangan perusahaan dan perkembangan harga saham di pasar bursa efek. Dasar pertimbangannya adalah faktor-faktor internal dari perusahaan, terutama profitabilitas perusahaan, deviden, struktur modal, potensi pertumbuhan dan prospek perusahaan di masa mendatang yang menunjukkan kinerja perusahaan yang mempengaruhi harga saham, dimana harga saham mewakili nilai perusahaan (Tandelilin, 2010). Ada dua aspek yang melekat dalam suatu investasi, yaitu tingkat pengembalian (return) yang diharapkan dan resiko tidak tercapainya return yang diharapkan. Resiko yang tinggi pada saham berhubungan dengan resiko pasar yang menjadi bagian dari ekonomi makro, seperti inflasi, suku bunga, resesi ekonomi, gejolak politik, dan lain sebagainya serta industri dan karakteristik perusahaan. Hal lain yang dapat digunakan oleh investor untuk melihat kinerja perusahaan adalah struktur modal (leverage) dan profitabilitas. Profitabilias

9 adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan aset dan modal saham tertentu. Sedangkan struktur modal menggambarkan seluruh aset perusahaan dan resiko keuangan yang akan menjadi beban perusahaan di masa mendatang yang pada akhirnya akan mempengaruhi return saham. Perusahaan yang menggunakan struktur hutang yang tinggi untuk membiayai investasinya dinilai mempunyai resiko. Akibatnya investor memilih untuk memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Resiko yang tinggi cenderung menurunkan harga saham, tetapi jika diikuti dengan meningkatnya tingkat pengembalian yang diharapkan justru akan menyebabkan harga saham cenderung naik. Dewasa ini, para investor masih kerap melihat keterkaitan analisis fundamental keuangan dan resiko sistematis dalam keputusan investasinya. Oleh karena itu, banyak bermunculan penelitian mengenai pengaruh fundamental keuangan dan resiko sistematis terhadap nilai perusahaan. Namun, seberapa besar pengaruh faktor fundamental tersebut dapat mempengaruhi nilai resikonya belum banyak diteliti. Pendapat umum mengatakan bahwa resiko sistematis hanya dipengaruhi oleh variabel makro atau kondisi pasar, tetapi informasi fundamental pada dasarnya lebih menggambarkan resiko dan return yang akan diterima investor di masa yang akan datang terutama struktur modal dan profitabilitas. Indikator ekonomi Inflasi dan suku bunga menjadi perhatian besar investor dibidang Real estate dan properti. Sehingga kedua indikator ekonomi ini menjadi perhatian besar investor dibidang Real estate dan properti.

10 Penelitian ini akan melihat nilai resiko (potensi kerugian) dari beban inflasi dan beban suku bunga yang merupakan bagian dari resiko sistematis. Nilai resiko menggambarkan sensitivitas return perusahaan terhadap perubahan pasar. Artinya setiap perusahaan memiliki sensitivitas yang berbeda untuk setiap perubahan pasar, sehingga memiliki potensi kerugian yang berbeda-beda pula. Berdasarkan latar belakang teoritis dan beberapa fenomena yang telah terjadi, penulis tertarik untuk meneliti hubungan antar variabel tersebut. Penelitian ini akan menganalisis pengaruh faktor fundamental perusahaan yaitu struktur modal dan profitabilitas, terhadap nilai resiko dan nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan real estate dan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007 hingga tahun 2011. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas perusahaan? 2. Apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai resiko? 3. Apakah profitabilitas perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia?

11 4. Apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan? 5. Apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan melalui nilai resiko? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh secara langsung terhadap profitabilitas? 2. Mendeskripsikan apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh secara langsung terhadap nilai resiko? 3. Mendeskripsikan apakah profitabilitas perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh secara langsung terhadap nilai perusahaan? 4. Mendeskripsikan apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh secara langsung terhadap nilai perusahaan? 5. Mendeskripsikan apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh terhadap nilai perusahaan melalui nilai resiko?

12 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat pada berbagai bidang, diantaranya: 1. Sebagai referensi untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dalam memahami hubungan struktur modal perusahaan, profitabilitas, resiko sistematis, nilai resiko dan nilai perusahaan pada perusahaan real estate and properti di Bursa Efek Indonesia. 2. Sebagai referensi dalam menambah perbendaharaan penelitian akademisi di bidang Manajemen Keuangan khususnya Manajemen Investasi di pasar modal, dan referensi peneliti selanjutnya pada permasalahan atau subjek yang sama. 3. Sebagai bahan masukan bagi perusahaan real estate dan properti untuk meningkatkan daya tarik atas keuntungan (return) sahamnya dengan menyajikan informasi yang relevan, lengkap, akurat, dan tepat waktu bagi investor khususnya informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. 4. Sebagai pedoman bagi para investor khususnya dan masyarakat umumnya, dalam memberikan informasi yang lebih lengkap, dan jelas mengenai faktor fundamental, resiko sistematis dan nilai resiko (potensi kerugian) terhadap saham properti di Bursa Efek Indonesia, sehingga dapat mempertimbangkan pengambilan keputusan yang akurat dalam menginvestasikan dananya di pasar modal.