BAB II BAHAN RUJUKAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perpajakan. Menurut Soemitro (2010:1), pengertian pajak adalah sebagai berikut:

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian, Unsur, dan Fungsi Pajak. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha mengadakan perubahan-perubahan menuju keadaan yang lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri. yang semula dilakukan Cuma-Cuma dan sifatnya memaksa tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TELAAH PUSTAKA. Pada dasarnya pajak merupakan salah satu perwujudan dan kewajiban

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB I DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) mengatakan bahwa pengertian penghasilan adalah tambahan kemampuan

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

Pelaksanaan Penelitian Dan Pemeriksaan Spt Tahunan Pph Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying

BAB IV ANALISA DATA EVALUASI DATA.47. Belawan 47. Paksa Surat Paksa.57 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan..59. B. Saran...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan sumber pendapatan kas negara yang digunakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pada dasarnya Negara adalah sebuah rumah tangga yang besar, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut P.J.A. Adriani yang dikutip oleh Diana Sari (2013:34) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu.

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Beberapa ahli dalam perpajakan telah memberikan pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEGHAPUSAN PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

SIAPA PEMBAYAR PAJAK: WAJIB PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

BAB II BAHAN RUJUKAN

Transkripsi:

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan yang umumnya selalu ada dalam setiap aktivitas kapan dan dimanapun kita berada. Dengan demikian setiap orang sebagai anggota masyarakat suatu negara harus mengetahui segala permasalahan yang berhubungan dengan pajak, baik mengenai azaz-azaznya, jenis atau macammacam pajak yang berlaku pada setiap negara, tata cara pembayaran pajak serta hak dan kewajibanya sebagai wajib pajak. Menurut Undang-Undang dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang sifatnya dapat dipaksakan dan dipungut berdasarkan undang-undang, serta tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Terdapat beberapa pengertian atau definisi dari pajak berdasarkan pendapat para ahli yang nampak berbeda namun mempunyai inti dan tujuan yang sama. Menurut Rochmat Soemitro (1990;5) yang dikutip oleh Mardiasmo (2001;1) pajak adalah : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut P. J. A. Andriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo (1991;2) dan dikutip oleh Waluyo (2005;2) pajak adalah :

Pajak adalah iuran kepada Negara ( yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Menurut Soeparman Soemahamidjaja yang dikutip oleh Erly Suandy (2005;1) pajak adalah : Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari beberapa definisi diatas yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli bahwa terdapat ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak yaitu sebagai berikut : 1) Pajak peralihan kekayaan dari orang / badan pemerintah. 2) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya yang sifatnya dapat dipaksakan. 3) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah. 4) Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 5) Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai investasi publik. 6) Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah.

2.1.2 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Dasar hukum pemungutan pajak diatur berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi Segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-Undang. Dasar hukum pajak berdasarkan Undang-Undang RI terdiri dari : 1. Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007. 2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008. 3. Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagaiman telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang- Undang No. 12 tahun 1994. 4. Undang-Undang No.13 Tahun 1985 tentang Bea Materai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 24 tahun 2000. 5. Undang-Undang No. 18 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penjualan Atas barang Mewah (PPN & PPn BM) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2000. 6. Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sebagaiman telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2000. 7. Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) sebagaiman telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No.19 Tahun 2000. 8. Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2000.

9. Undang-Undang No. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 1999. 2.1.3 Fungsi Pajak Menurut Erly Suandy (2005;14) fungsi pajak dibagi dua, yaitu : 1. Fungsi Budgetair Finansial Fungsi budgetair Finansial yaitu memasukan uang sebanyak- banyaknya ke kas negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. 2. Fungsi Regulerend / Mengatur yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu. Contohnya dalam bidang sosial yaitu seperti menciptakan jaminan sosial untuk golongan-golongan yang berpenghasilan kecil dan mengusahakan pembagian lebih merata dalam penghasilan dan kekayaan nasional. Pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dapat dilihat dalam contoh sebagai berikut : 1) Pemberian fasilitas bebas pajak terhadap pengusaha yang membuka lapangan usaha didaerah terpencil. 2) Pengenaan pajak ekspor untuk produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri. 3) Pengenaan Bea Masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk produk-produk impor tertentu dalam rangka melindungi produk-produk dalam negeri. 2.1.4 Pembagian Pajak Pembagian Pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, dan sifatnya, yang diuraikan menurut Erly Suandy (2005;37) sebagai berikut :

1. Berdasarkan Golongan 1) Pajak Langsung Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Penghasilan. 2) Pajak Tidak Langsung Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain sehingga sering disebut juga sebagai pajak tidak langsung. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 2. Berdasarkan Wewenang Pemungut 1) Pajak Pusat / Pajak Negara Pajak pusat / Pajak Negara adalah pajak yang wewenang pemungutanya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jendral Pajak. Pajak pusat diatur dalam Undang- undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pajak pusat / pajak negara yang berlaku saat ini adalah: a. Pajak Penghasilan diatur dalam Undang- Undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1994. b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 11 tahun 1994 dan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2000. c. Pajak Bumi dan Bangunan diatur dalam Undang- Undang Nomor 12 tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1994. d. Bea Materai diatur dalam Undang-Undang nomor 13 Tahun 1985.

e. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000. 2) Pajak Daerah Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaanya dilakukan oleh Dinas Pendapatan. 3. Berdasarkan Sifatnya 1) Pajak Subjektif Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi atau keadaan wajib pajak. Dalam menentukan pajaknya harus ada alasanalasan objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya. 2) Pajak Objektif Pajak Objektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subjeknya baik orang pribadi maupun badan. 2.1.5 Sistem dan Asas Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2006;7) dijelaskan mengenai tata cara pemungutan pajak, yang dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu : 1. Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel : a. Stelsel Nyata (Riel Stelsel) Pengenaan pajak yang didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. b. Stelsel Anggapan (fictieve Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang.

c. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Asas Pemungutan Pajak a. Asas Domisili (tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. b. Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. c. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. 3. Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2006:7) dijelaskan mengenai sistem pemungutan pajak, yang dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu : 1. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus. b. Wajib pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri pajak yang terutang. Ciri-cirinya : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak ada pada wajib pajak sendiri. b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, selain fiskus dan wajib pajak. 2.2. Prosedur 2.2.1 Pengertian Prosedur Menurut pendapat La Midjan (2001:35) tentang prosedur dalam buku Accounting System and Method yang dikutip dalam buku Sistem Informasi Akuntansi adalah: Prosedur adalah suatu urutan-urutan dari pekerjaan tata usaha yang biasanya melibatkan beberapa petugas di dalam suatu bagian atau lebih yang diadakan untuk menjamin pelaksanaan yang seragam dari transaksitransaksi secara berulang-ulang di dalam perusahaan.

2.2.2 Prosedur Penerbitan Surat Paksa Prosedur penerbitan surat paksa antara lain: 1. Kantor Pelayanan Pajak akan melakukan penagihan terhadap wajib pajak dalam bentuk Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) yang harus lunas dalam jangka waktu 1 bulan setelah terbit. Jika wajib pajak belum melunasi Surat Tagihan Pajak (STP), maka akan diterbitkan surat teguran yang dikeluarkan 7 hari setelah jatuh tempo. 2. Apabila dalam 21 hari surat teguran itu tidak juga diperhatikan, maka akan diberi surat paksa. 3. Apabila utang pajak tetap tidak dilunasi oleh wajib pajak penanggung pajak, maka akan dilanjutkan dengan penyitaan dalam waktu 2x24 jam sejak surat paksa diberitahukan kepada wajib pajak / penaggung pajak. 4. Apabila dalam waktu 14 hari setelah tanggal penyitaan wajib pajak / penanggung pajak belum juga melunasi utang pajaknya, maka akan dilaksanakan pengumuman lelang. 5. Setelah 147 hari sejak tanggal pengumuman lelang dan utang pajak tetap tidak dilunasi, maka akan dilakukan penjualan barang sitaan secara lelang melalui Kantor Lelang Negara (KLN).

Gambar 2.1 Prosedur Penerbitan Surat Paksa Kantor Pelayanan Pajak Pemeriksa Pajak Wajib Pajak : STP, SKPKB, SKPKBT Penagihan Pajak Pemberitahuan Surat Teguran (7 hari setelah jatuh tempo) Penerbitan Surat Paksa (21 hari sejak tanggal surat teguran dikeluarkan) Hutang Pajak Harus lunas 1 x24 jam Barang Bergerak Penyitaan Barang Tidak Bergerak Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Sumber : Buku Perpajakan Mardiasmo Penerimaan Pajak 2.3 Surat Paksa 2.3.1 Pengertian Surat Paksa Menurut pendapat dari Prof. Dr. Mardiasmo, MBA dalam buku perpajakan edisi revisi menjelaskan tentang surat paksa adalah: Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat pajak mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat paksa sekurang-kurangnya meliputi: 1. Nama wajib pajak atau penanggung pajak

2. Dasar penagihan 3. Besar utang pajak 4. Perintah untuk membayar Republik indonesia No. 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa pasal 1 ayat 8 sebagai berikut: Pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Unsur dapat dipaksakan artinya bahwa bila utang pajak tidak dibayar, maka utang pajak tersebut dapat ditagih dengan menggunakan unsur pemaksaan seperti dengan mengeluarkan surat paksa dan melakukan penyitaan, sedangkan terhadap pembayaran pajak tersebut tidak dapat ditunjuk jasa timbal balik tertentu, akan tetapi sebelum sampai pada tahap tersebut. Penagihan pajak dengan surat paksa didefinisikan oleh Undang-undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2000 pasal 2 sebagai berikut: Orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan ditenukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu. 2.3.2 Pelaksanaan Penerbitan Surat Paksa Surat paksa diterbitkan apabila: 1. Penanggung pajak yang tidak melunasi utang pajak, maka diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis. 2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus. 3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Pemberitahuan surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh juru sita pajak kepada:

1. Penanggung pajak 2. Orang dewasa yang bertempat tunggal bersama ataupun bekerja ditempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak bersangkutan tidak dapat dijumpai. 3. Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta warisan belum dibagi. 4. Para ahli waris, pabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta waris telah dibagi. Pemberitahuan surat paksa terhadap badan pemberitahuan oleh juru sita kepada: 1. Untuk perseroan terbatas kepada pengurus meliputi direksi, komisaris, pemegang saham tertentu, karena mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan mengambil keputusan dalam menjalankan perseroan. 2. Untuk badan usaha tetap kepada kepala perwakilan, kepala cabang atau penanggung jawab. 3. Untuk badan usaha lainnya seperti persekutuan, firma, perseroan komanditer kepada direktur, pemilik modal atau orang yang ditunjuk untuk melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab perusahaan yang dumaksud. 4. Untuk yayasan kepada ketua, atau orang yang melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab atas yayasan dimaksud. Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada kantor hakim pengawas atau balai harta peninggalan, sedangkan dalam hal wajib pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, surat paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator. 2.3.3 Tinjauan Umum Tentang Prosedur Penerbitan Surat Paksa Dalam rangka menjalankan prosedur penerbitan surat paksa atas piutang pajak berdasarkan peraturan perpajakan dan ketentuan-ketentuan yang telah

ditetapkan, maka dalam pelaksanaannya harus berdasarkan teori-teori yang mendasar. 2.4. Wajib Pajak 2.4.1 Pengertian Wajib Pajak Pengertian wajib pajak didalam buku perpajakan yang dikutip oleh Erly Suandy (2002:3), adalah: Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. 2.4.2 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Menurut Undang-undang perpajakan No. 28 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, hak dan kewajiban wajib pajak adalah sebagai berikut: 1. Hak-Hak Wajib Pajak a. Mengajukan surat keberatan dan surat banding b. Menerima tanda bukti pemasukan Surat Pemberitahuan (SPT) c. Melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah dimasukkan d. Mengajukan permohonan penundaan pemasukkan Surat Pemberitahuan (SPT) e. Mengajukan permohonan penundaan pengangsuran pembayaran pajak f. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) g. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak h. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi serta pembetulan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang salah i. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya

j. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak k. Mengajukan keberatan atau banding 2. Kewajiban Wajib Pajak a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). b. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). c. Menghuitunh dan membayar sendiri pajak yang benar. d. Mengisi dengan benar Surat Pemberitahuan (SPT) dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan. e. Menyelenggarakan pembukuan atau catatan f. Jika diperiksa wajib memperlihatkan catatan atau dokumen yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh g. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak yang terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan. 2.4.3 Seksi-Seksi Terkait Tahapan dalam penerbitan surat paksa melibatkan beberapa seksi. Berikut ini seksi yang terkait adalah: 1. Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi Seksi ini bertugas melakukan urusan atau penatausahaan dan pemeriksaan Surat Pemberitahuan (SPT) masa dan tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi untuk memantau dan menyusun laporan pembayaran serta melakukan verifikasi atas surat pemberitahuan masa dan tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi. 2. Seksi Pajak Penghasilan Badan Seksi ini bertugas melakukan penatausahaan dan pemeriksaan Surat Pemberitahuan (SPT) masa dan tahunan, memantau dan menyusun

laporan pembayaran serta melakukan verifikasi atas Surat Pemberitahuan (SPT) masa dan tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan. 3. Seksi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Seksi ini bertugas melakukan urusan penatausahaan dan pemeriksaan Surat Pemberitahuan (SPT) masa dan tahunan, pemantauan dan penyusunan laporan perkembangan pengusaha kena pajak dan kepatuhan pelaporan surat pemberitahuan. 4. Seksi Tatausaha Perpajakan Seksi ini bertugas melakukan urusan tatausaha wajib pajak, penerimaan dan pengadministrasian Surat Pemberitahuan (SPT) serta keterangan pajak, yang bertugas untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) adalah subseksi ketetapan dan arsip wajib pajak. 5. Seksi Penagihan Seksi ini bertugas melakukan urusan tatausaha piutang pajak dan penagihan atas tunggakan pajak. 2.4.4 Dokumen-Dokumen yang Digunakan Penerbitan surat tagihan pajak dengan surat paksa harus berdasarkan bukti yang menunjukkan adanya utang pajak yang masih harus ditagih, maka dari itu diperlukan dokumen-dokumen yang mendukung untuk melakukan penagihan dengan surat paksa. Berikut ini dokumen-dokumen yang digunakan dalam proses penerbitan surat paksa adalah: 1. Surat Pemberitahuan (SPT) Surat yang digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak terutang menurut ketentuan peraturan Undang-undang Perpajakan. Surat pemberitahuan Tahunan ada dua jenis yaitu: a. Surat Pemberitahuan Masa Surat yang digunakan untuk memberitahukan pajak terutang dalam satu masa pajak.

b. Surat Pemberitahuan Tahunan Surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk memberitahukan pajak terutang dalam satu tahun pajak. 2. Laporan Pemeriksaan Pajak Laporan tentang hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. 3. Nota Perhitungan Laporan tentang perhitungan pajak kurang bayar dan besarnya denda harus ditagih berdasarkan pemeriksaan. 4. Surat Tagihan Pajak dengan Surat Paksa Surat untuk melakukan tagihan pajak atas sanksi berupa denda bunga administrasi.