PERENCANAAN LANSKAP DALAM PEMBUKAAN TAMBANG

dokumen-dokumen yang mirip
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RENCANA TATA RUANG DAN WILAYAH SEKTOR ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

PENDAHULUAN Latar Belakang

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA KUNINGAN

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 58/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

KEBIJAKAN REKLAMASI PADA LAHAN BEKAS TAMBANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2012

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Inventarisasi Hutan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

A.A Inung Arie Adnyano 1 STTNAS Yogyakarta 1 ABSTRACT

AA. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan

TENTANG LAHAN DENGAN. dan dan. hidup yang. memuat. dengan. pembukaan. indikator. huruf a dan. Menimbang : Tahun Swatantra. Tingkat.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

Wahana Wisata Biota Akuatik BAB I PENDAHULUAN

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2002 KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN TERPADU DI TELUK KELABAT B U P A T I B A N G K A,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

RANCANGAN PERMEN ESDM NO. TH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

Membangun Wilayah yang Produktif

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

REKLAMASI DAN JAMINAN REKLAMASI, BAGAIMANA PENGATURANNYA?

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

REVITALISASI KEHUTANAN

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

Transkripsi:

PERENCANAAN LANSKAP DALAM PEMBUKAAN TAMBANG Oleh : Handoko Setiadji, S.T. Abstrak Berakhirnya sebuah tambang bukan merupakan berakhirnya suatu alur kegiatan pertambangan. Justru pada saat penutupan tambang inilah akan dapat diketahui seberapa baik perencanaan awal dari kegiatan tambang tersebut. Banyak tambang yang telah masuk pada tahap akhir kegiatan penambangannya tidak mempertimbangkan aspek lingkungan, banyak lokasi tambang yang ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk reklamasi/rehabilitasi. Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif. Kondisi akhir rehabilitasi dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati. Penentuan tataguna lahan pasca tambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya. Untuk menentukan tata guna lahan serta lahan pasca tambang bukan hal yang mudah, sehingga harus dilakukan sejak awal sebelum tambang itu berakhir. Kata kunci : tambang; lanskap; perencanaan tambang; reklamasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reklamasi tambang adalah kegiatan yang bertujuan rnemperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya (Permen ESDM Nomor 18 Tahun 2008). Rehabilitasi lahan dan konservasi tanah adalah usaha memperbaiki/ memulihkan, meningkatkan dan mempertahankan kondisi lahan agar dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur 1

produksi, media pengatur tata air, maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan. (Permenhut Nomor : P. 4/Menhut- II/2011) Setelah ditambang selama masa tertentu cadangan tambang akan menurun dan tambang harus ditutup karena tidak ekonomis lagi. Karena tidak mempertimbangkan aspek lingkungan, banyak lokasi tambang yang ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk reklamasi/rehabilitasi. Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif. Kondisi akhir rehabilitasi dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati. Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (lanskap) yang stabil terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai menyesuaikan dengan tataguna lahan pasca tambang. Penentuan tataguna lahan pasca tambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya (Aspek Lingkungan Dalam AMDAL Bidang Pertambangan, 2001) B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dibuat rumusan masalah/pertanyaan, yaitu : Apakah hubungan perencanaan lanskap dalam pembukaan sebuah tambang? C. Metode penulisan Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi literatur, yaitu penulis mengumpulkan berbagai literatur yang ada 2

di internet, karya tulis, serta bahan ajar yang relevan. Bahan-bahan tersebut kemudian dipelajari dan dianalisa untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang menjadi permasalah dalam tulisan ini. Beberapa bahan tulisan sengaja dikutip langsung dari sumbernya dan yang lain menjadi dasar pemikiran dalam penyusunan tulisan ini. II. KAJIAN TEORI A. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang; 2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan; 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi Dan Pascatambang; 9. Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang; 3

10. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 4/Menhut-II/2011 Tentang Pedoman Reklamasi Hutan. B. Prinsip Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Internationale Bauausstellung (IBA) dari Jerman telah merumuskan 10 (sepuluh) prinsip perlakuan untuk perencanaan lanskap pada lahan pasca tambang, yaitu : 1. Membuat Percontohan Pengembangan lanskap pasca tambang harus dapat menjadi percontohan. Sebagai suatu pembenahan dalam model pembangunan budaya lanskap maka harus memiliki karakter yang berkontribusi pada pelaksanaan tujuan dan standar internasional pembangunan berkelanjutan. Gambar 1. Diagram Elemen Suistanable Development 2. Menggunakan Sumber Daya Peninggalan pertambangan berupa tanah, bangunan, dan infrastruktur adalah warisan sumber daya untuk pembangunan berkelanjutan. Pelestarian dan penggunaan kembali komponen khas tersebut menciptakan tempat khusus yang membentuk tampilan jembatan antara masa lalu dan masa depan. 3. Mengembangkan Identitas Sebuah lanskap pasca pertambangan harus memiliki karakteristik baru tersendiri. Pemandangan asli yang telah hilang tidak dapat 4

direproduksi. Perkembangan baru harus dimulai di lokasi yang bermakna, dengan tujuan mempromosikan dan membentuk identitas baru. 4. Memperluas Cakrawala Perencanaan Perencanaan untuk lanskap pasca tambang harus dimulai sebelum penambangan beroperasi pada lahan tersebut. Dari awal, perencanaan harus mewakili tujuan untuk desain pengembangan masa depan dan harus memuat kemungkinan pilihan baru. Perencanaan harus menyertai proses penambangan dan bereaksi fleksibel terhadap perubahan kondisi kerangka kerja. 5. Membentuk Proses Proses desain ulang harus nyata. Informasi, tahap-tahap perubahan, dan operasional antaranya merupakan elemen penting dari suatu proses dalam menyampaikan perubahan dan identitas. 6. Memungkinkan Untuk Kreativitas dan Inovasi Pengembangan lanskap budaya baru memerlukan pelopor dan kreativitas, pertukaran perspektif dari dalam dan luar, serta membuka struktur pengambilan keputusan. Proses harus diatur sedemikian rupa untuk memfasilitasi solusi inovatif dan jalur baru. 7. Membangkitkan Gambaran Gambaran dan garis besar pembangunan masa depan adalah penting sebagai pembuka mata dan sarana untuk membayangkan masa depan. 8. Memastikan Transparansi Pengembangan lanskap pasca tambang harus terbuka dan transparan. Partisipasi yang komprehensif dari mereka yang terkena dampak, pengambilan kebijakan, dan pelaksana harus dijamin dalam semua tahap perencanaan. 9. Membangun Struktur Organisasi Pelaksanaan tujuan perencanaan harus dijamin oleh struktur organisasi yang mampu bertindak dan cukup dilengkapi dengan 5

pendanaan dan personil. Struktur organisasi mengambil alih manajemen proses, menetapkan jaringan, dan mengatur pendanaan dan promosi. Persyaratan untuk fungsi ini adalah suatu kerangka kerja hukum yang mengikat yang mengidentifikasi tingkat perencanaan, tugas dan tanggung jawab. 10. Mengambil Tanggung Jawab Berlakunya prinsip pencemar adalah yang bertanggungjawab membayar rehabilitasi. Tugas pembangunan kualitatif yang menghasilkan nilai tambah tidak dapat diselesaikan di tingkat lokal saja. Ini harus didukung oleh kewirausahaan dan tanggung jawab masyarakat serta oleh kerjasama antara pemerintah setempat dan mitra tambahan. III. IMPLEMENTASI PERENCANAAN LANSKAP LAHAN PASCA TAMBANG Ada beberapa daerah yang telah melakukan pengembangan lanskap lahan pasca tambang. Adanya pengembangan lahan pasca tambang pada suatu daerah membuktikan bahwa dengan habisnya sumber daya alam tak terbarukan bukan berarti berakhir pula pembangunan di daerah tersebut inilah yang merupakan prinsip dari pembangunan yang berkelanjutan. A. Pengembangan Lahan Pasca Tambang di Kota Sawahlunto Dalam Perda No.2 tahun 2001 tercantum visi kota Sawahlunto untuk dapat mewujudkan diri menjadi Kota Wisata Tambang Berbudaya tahun 2020. Upaya revitalisasi kawasan perlu dicanangkan dengan tujuan; 1) peningkatan vitalitas kota melalui peningkatan kualitas lingkungan, 2) pertimbangan aspek sosial budaya dan karakteristik kawasan, 3) Meningkatkan pertumbuhan perekonomian kota, 4) menghidupkan kembali aktivitas yang pernah ada serta rekstruturisasi aktivitas ekonomi kota. 6

Lahan pasca tambang batubara di daerah Kandi Kota Sawahlunto telah dikembangkan menjadi objek wisata yang dikenal sebagai Kawasan Wisata Kandi. Kawasan Wisata Kandi Sawahlunto memilki total area +400 ha. Bekas areal penambangan itu kini dikembangkan menjadi kawasan wisata. Disini terdapat berbagai objek wisata. Sebut saja Danau Wisata Kandi, Taman Satwa dengan Danau Tandikek-nya yang lengkap dengan aneka sarana wisata air, Arena Pacuan Kuda bertaraf Nasional, Arena Road Race, Motor Cross. Bagi wisatawan yang hobinya beternak juga dapat mengeunjungi peternakan sapi dan kuda. Gambar 2. Kawasan Wisata Kandi B. Perencanaan Lanskap Pulau Sebaik - Provinsi Kepulauan Riau Pulau Sebaik adalah sebuah pulau kecil nun jauh berada diujung barat negara Indonesia dan berdekatan dengan perbatasan negara singapura. Pulau ini memancing perhatian khusus sejenak bagi masyarakat Indonesia, disebabkan penggalian pasir darat demi memenuhi kebutuhan proyek pembangunan reklamsi negara singapura hampir-hampir saja menenggelamkan pulau tersebut dan menghilangkan dari peta negara Indonesia. 7

Pemilik Kuasa penambangan harus merehabilitasi kembali pulau yang telah menjadi kritis akibat proses penambangan (open pit mining), Keterkaitan yang sangat erat dengan perencanaan lansekap dikarenakan proyek reklamasi lahan ini harus sesuai dengan program peruntukan pasca tambangnya yaitu untuk menjadikan pulau lokasi bekas penambangan pasir darat tersebut menjadi kawasan pariwisata dan budidaya ikan air tawar. Gambar 3. Master Plan Perencanaan Lanskap Pulau Sibaik IV. PENUTUP Perencanaan lanskap pada lahan pasca tambang menggunakan prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini sangat beralasan karena banyak sekali daerah yang sangat tergantung dengan sumber daya alam tak terbarukan (bahan tambang) yang jika habis akan sangat mengancam keberlangsungan eksistensinya. Sehingga dalam suatu kegiatan pertambangan perencanaan lanskap sebagai bagian dari tahapan reklamasi lahan pasca tambang harus sudah masuk dalam kajian evaluasi pada perencanaan pembukaan suatu tambang. 8

DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim. Aspek Lingkungan Dalam Amdal Bidang Pertambangan. Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL Bapedal. Jakarta. 2001. 2. Anonim. Ten Principles Concerning the Treatment of Post-Mining Landscapes Internationale Bauausstellung (IBA). 2009. 3. Anonim. www.sawahlunto.go.id. Profil Kota Sawahlunto. diakses 2012. 4. John F. Papilaya. Sand Mining Landscape Reclamation. Http://Basedesign.Blogspot.Com/2007/09/Reklamasi-Pasca- Tambang_10.Html. 2007 5. Peraturan yang berlaku yang berkaitan dengan topik. 6. Quintarina Uniaty. Landscape Sustainability Dalam Pengembangan Kawasan Lansekap Prospektif Kota. Jurnal Arsitektur Lansekap. Universitas Trsakti. Jakarta. 2008. 9