A. Latar Belakang Masalah Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tertuang pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BLOCK BOOK HUKUM ACARA PIDANA Kode Mata Kuliah : WUI 5342

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN. Zulaidi, S.H.,M.Hum

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, tidak berdasarkan. kekuasaan belaka. Penegakan hukum harus sesuai dengan ketentuan yang

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

I. PENDAHULUAN. pengeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain diberi definisi dalam. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

Transkripsi:

A. Latar Belakang Masalah Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tertuang pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945amandemen ke 4, yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dimasukkannya ketentuan ini ke dalam bagian pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat negara, bahwa negara Indonesia adalah dan harus merupakan negara hukum.sebelumnya, landasan negara hukum Indonesiaditemukan dalam bagian Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara, yaitu sebagai berikut:indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechsstaat). Negara Indonesia berdasar atas Hukum (Rechsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat) dan Sistem Konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Sesuai Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945amandemen ke 4 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini berarti segala bentuk perilakuindividu didasarkan kepada hukum yang berlaku. Pelaku kejahatan ataupun korban kejahatan akan mendapatkan tindakan dan perlindungan hukum berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Seseorang yang diduga melakukan pelanggaran hukum tidak dapat dikatakan bersalah sebelum adanya keputusan hukum dari hakim yang bersifat tetap sesuai adanya asas praduga tidak bersalah. Oleh karena itu, dalam upaya penegakan hukum pidana sebagai hak Negara melalui alat-alat Negara penegak hukum, untuk menjaga supremasi hukum saat ini sedang gencar-gencarnya diadakan reformasi penegak hukum yang bersih dan berwibawa.hukum bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah 1

Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampakyang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telahmendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuanuntuk menyaring informasi dan budaya yang masuk sehingga sangat mungkinkrisis moral ini akan memacu timbulnya kejahatan dalam masyarakat. Kejahatandapat dilihat sebagai sesuatu yang menimbulkan rasa sakit atau kematian, atauyang menghalangi kebebasan hidup, ekspresi, atau sumber daya. Perlu disadari bahwa kejahatan dapat dilakukan oleh siapapun dan terhadapsiapapun, seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju maka semakinmeningkat pula kejahatan yang terjadi di lingkungan masyarakatsepertikejahatan pencurian, pembunuhan, pengeroyokan dan sebagainya. Akhir akhir ini sering terjadinya kasus perkara penganiayaan yang dilakukan dengan bersama sama mengeroyok yang sampai mengakibatkan hilangnya nyawa dari seseorang akibat perselisihan oleh para remaja. Tindak pidana pengeroyokan sampai mengakibatkan korban meninggal dunia merupakan pelanggaran hukum atas tindak pidana yang mendapati suatu delik yang dilakukan dengan sengaja. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi adalah Pengeroyokan yang menyebabkan kematian. Oleh karena itu tindak pidana Pengeroyokan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma hukum sehingga dilarang oleh undang-undang. Dalam Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat KUHP)diatur sebagai berikut: (1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Yang bersalah diancam: 2

(a) (b) (c) dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka; dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat; dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut. (3) Pasal 89 tidak diterapkan. Adanya tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka, maka langkah-langkah penegakan hukum merupakan proses yang panjang harus dilalui. Adapun menurut sistem yang dipakai dalam Kitab Hukum Acara Pidana (selanjutnya disingkat KUHAP), maka pemeriksaan pendahuluan merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik Polri termasuk di dalamnya tahap pra penuntutan pemeriksaan tambahan atas dasar petunjuk-petunjuk dari Penuntut Umum dalam rangka penyempurnaan hasil penyidikannya. Langkah selanjutnya adalah pemeriksaan yang dilakukan di Pengadilan yang dipimpin oleh hakim. Di hadapan hakim, Penuntut Umum akan mengajukan tuntutannya sesuai tindak pidana yang dilakukan terdakwa. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan untuk diperiksa dan diputus oleh hakim. Kejaksaan adalah satu-satunya lembaga pemerintahan negara yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang penuntutan dalam penegakan hukum dan keadilan di lingkungan peradilan umum. Kejaksaan dalam menjalankan tugas penuntutan tindak pidana setelah dilakukan tindakan penyidikan oleh Kepolisian, maka Penuntut Umum harus melakukan penuntutan dengan melimpahkan ke pengadilan untuk pemeriksaan guna membuktikan bahwa seseorang itu bersalah atau tidak, kecuali untuk perkara-perkara tertentu dimungkinkan dikesampingkan penuntutannya (pendeponiran perkara) oleh Jaksa Agung demi kepentingan negara dan/atau kepentingan umum. 3

Penetapan alat bukti berhubungan erat dengan kewenangan Penuntut Umum membuktikan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa sesuai pasal yang didakwakan, maka Penuntut Umum akan berusaha mencari alat-alat bukti selengkap mungkin untuk meyakinkan Hakim bahwa terdakwa memang benar-benar telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.pembuktian dalam perkara pidana menurut Pasal 184 KUHAP memerlukan adanya alat bukti yang sah, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Hakim dapat menjatuhkan pidana berdasarkan Pasal 183 KUHAP, sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah yang dapat membentuk keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa. Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarakan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan dalam persidangan. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi adalah Pengeroyokan yang menyebabkan kematian. Oleh karena itu tindak pidana Pengeroyokan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma hukum sehingga dilarang oleh undangundang. Pembuktian merupakan unsur vital yang dijadikan bahanpertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan.oleh karena itu, proses pembuktian memegang peran yang sangat penting dalam penyelesaian suatu tindak pidana dipersidangan pengadilan. Penerapan hukum materil dalam kasus kasus kongkrit yang dihadapi dipengadilan, kasus mecerminkan atau mewujudkan keadilan prosedural disamping keadilan substantife, artinya Hakim dalam menerapkan ketentuan hukum materil harus berdasarkan ketentuan hukum acara pidana, oleh karena itu dikatakan bahwa ketentuan hukum acara pidana bertujuan untuk mempertahankan hukum pidana materil. Fungsi hukum acara pidana menurut van Bemmelen ( dalam Andi Hamzah, 2005 : 18) adalah : 1. Mencari dan menemukan kebenaran (materiil). 2. Pemberian keputusan oleh hakim. 3. Pelaksanaan keputusan hakim 4

Berdasarkan pendapat tersebut hukum acara pidana dalam rangka penegakan hukum pidana menduduki peran yang sangat penting dan menentukan, khususnya dalam rangka mencari dan menemukan kebenaran materiil. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang, hal ini sebagaimana ditentukandalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Dengan adanya ketentuan perundang-undangan tersebut, maka dalam proses penyelesaian perkara pidana penegak hukum wajib mengusahakan pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditangani dengan selengkap mungkin. Di dalam usaha memperoleh bukti-bukti yang diperlukan guna kepentingan pemeriksaansuatu perkara pidana, seringkali para penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu yang tidak dapat diselesaikan sendiri dikarenakan masalah tersebut berada di luar kemampuan atau keahliannya. Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses peradilan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut Umum. Maka tata cara pembuktian tersebut terikat pada Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Alat bukti sah untuk membuktikan kebenaran materiil tersangka / terdakwa bersalah atau tidak bersalah. Bagi aparat penegak hukum bagi Polisi, Jaksa maupun Hakim akan mudah membuktikan kebenaran materiil bila saksi dapat menunjukan bukti kesalahan tersangka / terdakwa yang melakukan tindak pidana tersebut. tetapi hal ini akan sulit untuk 5

membuktikan kebenaran materiil, bila saksi tidak dapat menunjukan bukti perbuatan tindak pidana yang dilakukan tersangka / terdakwa. Bukti-bukti yang ditemukan di tempat kejadian, saksi tidak dapat menunjukan bahwa bukti tersebutlah yang digunakan atau milik korban/saksi yang diambil oleh tersangka/terdakwa. Di dalam menilai alat bukti, Hakim harus bertindak teliti dan berpedoman pada ketentuan yang telah digariskan dalam ketentuan hukum acarapidana agar nantinya dapat meyakinkan hakim dari hasil pemeriksaan di persidangan. Salah satu kasus yang dilakukan Terdakwa Egi Riyandi Alias Thole Bin Dominggus bersama-sama dengan beberapa orang memukuli korban Zulfikar Majid dengan menggunakan balok kayu dan bambu yang dibawa dan sebatang bambu mengenai bagian punggung dan kaki korbanzulfikar Majid. Akibat perbuatan terdakwa, dan beberapa orang teman terdakwa tersebut menyebabkan korbanzulfikar Majid mengalami luka-luka dan kemudian meninggal dunia setelah menjalani pengobatan di RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta. Memperoleh sebuah putusan yang sesuai denganapa yang dicari dalam KUHAP yakni kebenaran materiilmaka hakim dalam melaksanakan pemeriksaan harusmengindahkan aturan-aturan tentang pembuktian,ketidakpastian hukum dan kesewenang-wenangan akantimbul apabila hakim dalam melaksanakan tugasnya diperbolehkan menyandarkan putusannya hanya ataskeyakinan, biarpun itu sangat kuat dan sangat murni.keyakinan hakim itu harus didasarkan pada sesuatu, yangoleh undang-undang dinamakan alat bukti. Pembuktianyang sesuai dengan ketentuan KUHAP yang diaturdalam Pasal 183. Ketentuan Pasal 183 KUHAP,hakim dalam memutuskan suatu perkara harus minimal 2(dua) alat bukti yang sah untuk memperoleh keyakinanbahwa suatu tindak pidana terjadi. Hal tersebut mencerminkan bahwa hakim dalammemutuskan perkara berdasarkan alat bukti dan rasiopemikiran hakim (keyakinan), barulah hakim bolehmenjatuhkan pidana kepada seseorang melalui 6

suatuputusan. Pembuktian ini menjadi penting apabila suatuperkara tindak pidana telah memasuki tahap penuntutan didepan sidang pengadilan, karena dalam hal penuntutan JaksaPenuntut Umum harus menunjukkan segala fakta yang terungkap di persidangan terhadap apa yang menjadidakwaan dalam Surat Dakwaan. Tujuan adanya pembuktianini adalah untuk membuktikan apakah terdakwa benarbersalah atas tindak pidana yang didakwakan kepadanya.pembuktian dalam hal ini bukanlah upaya untuk mencari-cari kesalahan pelaku saja namun yang menjadi tujuanutamanya adalah untuk mencari kebenaran dan keadilanmateril. Dengan berdasar alat bukti yang cukup serta prosesyang menimbulkan keyakinan hakim. Berkaitan dengan Pembuktian dan pertimbangan Hakim, Penulis menemukan hal yang menarik untuk dikaji tentang Pembuktian sebagaimana terdapat dalam putusan PN Yogyakarta Nomor : 11/Pid. B/ 2015/PN.YYK) tentang Pengeroyokan yang menyebabkan kematian.berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis hendak meneliti lebih lanjut dan menuangkannya dalam penelitian hukumdengan judul PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DAN PERTIMBANGAN HAKIM MEMUTUSKAN PIDANA PENJARA SESUAI DENGAN TUNTUTAN PIDANA PENUNTUT UMUM ( Studi Putusan Nomor 11/PID.B/2015/PN.Yyk ) 7