I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Lalu lintas dan angkutan jalan sebagai bagian dari

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. merupakan potensi masa depan dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama. Urgensi politik hukum

I. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

III. METODE PENELITIAN. normatif. Pendekatan yuridis normatif dilakukan untuk memahami persoalan

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

I. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif

I. METODE PENELITIAN. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang menelaah hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

I. PENDAHULUAN. organisasi/perusahaan swasta, baik yang berupa surat-surat, barang-barang

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

III. METODE PENELITIAN. Untuk memecahkan masalah guna memberikan petunjuk pada permasalahan yang

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

III. METODE PENELITIAN. digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis

III. METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan yuridis normatif, yuridis empiris dan pendekatan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sekarang ini di Indonesia banyak ditemukan kasus kecelakaan

BAB I PENDAHULUAN. hukum(rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). 1

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

III. METODE PENELITIAN. metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

III.METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasari pada metode

METODE PENELITIAN. untuk itu agar diperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi yang sangat pesat pada saat ini dan tingkat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECELAKAAN LALU LINTAS DAN PELANGGARAN LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

III. METODE PENELITIAN. Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah,

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisa (Soerjono Soekanto,

BAB I PENDAHULUAN. kota karena naluri dan kebutuhan penduduk untuk bergerak atau menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap fasilitas-fasilitas umum dan timbulnya korban yang meninggal dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyelenggara pemerintahan mempunyai peran penting dalam tatanan (konstelasi)

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

III. METODE PENELITIAN. data yang dapat memecahkan suatu permasalahan. 33 Penelitian yang dilakukan

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

III. METODE PENELITIAN. yuridis normatif adalah pendekatan yang menelaah hukum sebagai kaidah yang

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

I. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang mengandung arti bahwa hukum. merupakan tiang utama dalam menggerakkan sendi-sendi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

I. PENDAHULUAN. masyarakat menimbulkan dampak lain, yaitu dengan semakin tinggi kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: hubungannya dengan peran kepolisian dalam penyidikan Tipiring.

I. PENDAHULUAN. keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya

III. METODE PENELITIAN. dalam mengolah dan menyimpulkan serta memecahkan suatu masalah.

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

III. METODE PENELITIAN. yang digunakan dalam kerangka penulisan ini adalah :

MENYOROTI MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DIBAWAH UMUR Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 13 Juni 2016; disetujui: 02 Agustus 2016

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

III. METODE PENELITIAN. Upaya untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam melakukan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberlakuan Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan masyarakat. Lalu lintas dan angkutan jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemerintah Indonesia telah berusaha melaksanakan pembangunan di berbagai bidang. Pembangunan tersebut tidak hanya meliputi pembangunan fisik saja seperti pembangunan gedung, perbaikan jalan, tetapi juga dalam segi kehidupan lain di antaranya meningkatkan keamanan bagi warga masyarakat, karena kehidupan yang aman merupakan salah satu faktor yang mendorong terciptanya kesejahteraan masyarakat, sehingga bila keamanan yang dimaksud bukan berarti tidak ada perang tetapi dapat meliputi keamanan dalam segi yang lain, salah satunya adalah keamanan menggunakan jalan raya dan fasilitas-fasilitas yang ada di jalan raya tersebut. 1 1 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Disiplin Berlalu Lintas di Jalan Raya.Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 1995. hlm.4.

2 Apabila antara alat transportasi dengan sarana dan prasarana transportasi tidak berjalan seimbang akan menimbulkan dampak yang tidak baik, misalnya kemacetan lalu lintas, terlebih lagi jika disertai dengan kurangnya kesadaran masyarakat sebagai pengguna jalan raya akan menimbulkan banyak pelanggaran lalu lintas kecelakaan yang sering terjadi di jalan banyak diartikan sebagai suatu penderitaan yang menimpa diri seseorang secara mendadak dan keras yang datang dari luar. Akibat hukum terhadap pelanggaran lalu lintas adalah sanksi yang harus diterapkan terhadap pelaku pelanggaran, terutama yang mengakibatkan korban harta benda dan manusia berupa cacat tetap, bahkan meninggal dunia. Saat ini lalu lintas yang macet merupakan suatu kejadian yang biasa kita lihat, baik di pagi hari, sore hari maupun di malam hari. Masalah ini terjadi karena pertambahan jumlah kendaraan dengan pertumbuhan jalan tidak seimbang, sehingga selain menyebabkan kemacetan juga dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Masalah lalu lintas tidak hanya karena kemacetan melainkan karena terjadinya kecelakaan, baik kecelakaan ringan maupun kecelakaan berat yang mengakibatkan meninggalnya seseorang. Kecelakaan lalu lintas bisa terjadi akibat kelalaian seseorang atau akibat ketidakpatuhan seseorang terhadap rambu dan marka lalu lintas. Kecelakaan adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh siapa pun kecuali memang ada niat untuk melakukan sesuatu yang direncanakan untuk melukai seseorang. Artinya kecelakaan lalu lintas secara umum terjadi tanpa ada niat atau unsur kesengajaan dari pelakunya, karena kejadian tersebut berlangsung tanpa dikehendaki 2 2 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil.Ibid. hlm.5.

3 Perkara tindak pidana lalu lintas umumnya terjadi tanpa kesengajaan, di sini yang ada hanya unsur kealpaan atau kelalaian. Pengenaan pidana kepada orang yang karena alpa melakukan kejahatan, artinya ada kejahatan yang pada waktu terjadinya keadaan mental terdakwa adalah tidak mengetahui dan sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan suatu perbuatan, meskipun demikian pelakunya dipandang tetap bertanggung jawab atas terjadinya perkara yang terlarang itu, walaupun sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan suatu perbuatan yang ternyata adalah kejahatan. 3 Sistem peradilan untuk perkara lalu lintas jalan sedikit berbeda dengan sistem peradilan biasa, acara pemeriksaannya terdapat peraturan beracara yang berbeda dari acara biasa yaitu: 4 1. Perkara tilang tidak memerlukan berita acara pemeriksaan, penyidik hanya mengirimkan catatan-catatan ke Pengadilan (formulir tilang) 2. Di dalam sidang pemeriksaan perkara tilang terdakwa boleh tidak hadir dan dapat menunjuk seseorang untuk wakilinya disidang dalam hal ini pemeriksaan perkara tetap dilanjutkan dan diputus dengan putusan verstek. 3. Perkara tilang tidak ada surat tuduhan dan tidak adanya putusan tersendiri yang lepas dari berkas perkara, putusan hakim tercantum dalam berita acara sidang artinya disambungkan pada berita acara tersebut. 4. Jaksa tidak perlu hadir disidang kecuali apabila kejaksaan atau jaksa menganggap perlu maka pihak kejaksaan akan hadir disidang. Perkara tilang diadili dengan acara pemeriksaan cepat dan tidak dapat diadili dengan cara pemeriksaan biasa. Sistem peradilan tilang lembaga yang terlibat sebagai subsistem adalah kepolisian, kejaksaan dan pengadilan dengan tugas dan fungsinya yang telah diatur sesuai dengan undang-undang. Acara pemeriksaan cepat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 3 Warpani P Suwardjoko, Udayana, Bali, 2001. hlm.6. 4 Ibid. hlm.7. Keselamatan Lalu Lintas, Simpusium ke-4 FSTPT, Universitas

4 meliputi acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu lintas. Pasal 211 KUHAP menyebutkan bahwa yang diperiksa menurut acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas adalah pelanggaran lalu lintas tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan. Sistem peradilan tilang pihak sama dengan sistem peradilan pidana perkara biasa, yang dilakukan oleh Kepolisian. Pemeriksaan permulaan dilakukan di tempat kejadian. Polisi yang bertugas melaksanakan penegakan hukum apabila menemukan pelanggaran lalu lintas tertentu harus menindak langsung di tempat kejadian. Dasar hukum mengenai kecelakaan lalu lintas adalah Pasal 229 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menggolongkan kecelakaan lalu lintas sebagai berikut: (1) Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas: a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau c. Kecelakaan Lalu Lintas berat. (2) Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang. (3) Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang. (4) Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat. (5) Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan. Ketentuan Pasal 230 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa perkara Kecelakaan Lalu Lintas

5 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4) diproses dengan acara peradilan pidana sesuai aturan perundang-undangan. Aparat penegak hukum dalam menangani perkara pidana lalu lintas dapat melakukan tindakan represif yaitu tindakan yang pada prinsipnya didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti KUHP, misalnya dalam bentuk penegakan hukum (penyidikan) kepada pelaku. Kriteria seperti di atas dalam praktek Polisi sebagai penyidik penegak hukum juga bisa menyelesaikan kasus yang menyangkut tindak pidana lalu lintas khususnya yang termasuk Pasal 359 KUHP yang menjelaskan bahwa barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun penjara. Pasal di atas menyebutkan adanya unsur kealpaan yang berfungsi menjelaskan unsur kesalahan yang berbentuk culpa di mana akibat yang berakibat matinya korban. Kealpaan maka satu-satunya ukuran yang diperlukan untuk adanya kealpaan tersebut ada perbuatan yang obyektif menyebabkan mati atau luka-luka ialah apakah dalam melakukan perbuatan telah memperhatikan dan mentaati norma-norma yang bertalian dengan perbuatan tersebut, baik yang telah diwujudkan sebagai peraturan tertulis maupun masih menampakkan diri sebagai perbuatan yang patut atau tidak patut. 5 Perkara pidana lalu lintas dapat diselesaikan melalui perdamaian sebagai proses penyelesaian pekara pidana lalu lintas di luar pengadilan. Polisi sebagai penyidik dalam menyelesaikan tindak pidana lalu lintas khususnya yang termasuk Pasal 5 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil Opcit. hlm.5.

6 359 KUHP di luar Pengadilan ini kalau pelaku dan pihak korban sudah ada kesepakatan kehendak. Penyelesaian di dalam Pengadilan, apabila para pihak pelaku dan keluarga korban tidak ada kesepakatan kehendak untuk diselesaikan di luar Pengadilan, Polisi sebagai penyidik sesuai dengan tugasnya membuat berita acara tentang kejadiannya dan kemudian menyerahkan ke Jaksa penuntut Umum agar dilakukan penuntutan. Hukum Pidana harus dipandang sebagai hukum yang mempunyai fungsi subsider, karena hukum pidana baru digunakan apabila upaya lain dirasakan tidak berhasil atau tidak sesuai. Perkara lalu lintas pada dasarnya termasuk jenis perkara pelanggaran. Pelanggaran lalu lintas tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tetapi ada yang menyangkut delik-delik yang disebut dalam KUHP, misalnya sebagaimana diatur dalam Pasal 359 KUHP, yaitu karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain dan sebagimana diatur dalam Pasal 360 KUHP, yaitu karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka berat. Penyelesaian perkara pidana lalu lintas ada yang penyelesaiannya dilakukan di luar pengadilan yang menyangkut kecelakaan lalu lintas antara pihak-pihak yang terlibat tanpa melalui pengadilan, baik bagi pelaku yang berstatus anak atau orang dewasa. Proses penyelesaian tersebut dilakukan oleh para pihak sendiri karena masing-masing pihak sepakat untuk menyelesaikan tanpa melalui proses yang berbelit-belit dan memakan waktu yang lama, adapun hal ini terjadi karena pengadilan akan mempelajari bukti-bukti yang ada guna mencari kebenaran dan keadilan yang dapat diterima kedua belah pihak.

7 Tugas Kepolisian dalam hal penyelesaian perkara di luar pengadilan adalah sebagai penengah dari masing-masing pihak dan apabila masing-masing pihak sudah ada kesepakatan mengenai penggantian biaya apabila sebelum meninggal korban terlebih dahulu dirawat di rumah sakit, menanggung biaya pemakaman, selamatan sampai dengan selesai dan memberikan sejumlah uang sebagai uang duka dan setelah itu membuat surat pernyataan yang berisi telah selesainya perkara tersebut dan tidak ada penuntutan kembali dari masing-masing pihak, maka perkara tersebut oleh polisi dinyatakan selesai. Pelaku tindak pidana lalu lintas salah satunya adalah pengendara yang masih digolongkan sebagai anak, yaitu di bawah usia 17 tahun. Hal ini didasarkan pada dasar hukum yaitu Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya yang menyatakan persyaratan pemohon SIM perseorangan berdasarkan usia adalah minimal berusia 16 tahun untuk memperolah SIM C dan D. Selain itu ketentuan Pasal 81 Ayat (2) Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009, bahwa batas usia minimal untuk memperoleh SIM A adalah 18 tahun. Dengan demikian maka seseorang yang belum berusia 16 tahun (untuk pengendara kendaraan roda dua) dan belum berusia 18 tahun (untuk pengendara kendaraan roda empat), dapat dikategorikan sebagai anak. Pengertian anak menurut Pasal 1 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai pengendara kendaraaan bermotor pada umumnya belum memahami dan tidak mematuhi peraturan lalu lintas di antaranya tidak memiliki kemampuan

8 mengemudikan kendaraannya dengan wajar, tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki, tidak mampu menunjukkan STNK, SIM. Para pelajar juga umumnya tidak mematuhi ketentuan tentang kelas jalan, rambu-rambu dan marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerak lalu lintas berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor dan tidak mengindahkan kecepatan minimum dan maksimum dalam berkendara. Contoh perkara tindak pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak adalah kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh AQJ (13 tahun), yang mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, sehingga menabrak pembatas jalan dan menabrak dua mobil lain, mengakibatkan 7 pengendara mobil meninggal dunia dan 9 terluka. Pihak kepolisian menetapkan AQJ sebagai tersangka, karena melanggar Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dengan ancaman 6 tahun pidana penjara. AQJ juga melanggar Pasal 281 jo. Pasal 77 UU LLAJ, karena mengemudikan kendaraan bermotor tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Selain itu melanggar Pasal 280 jo. Pasal 68 UU LLAJ karena Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang dipasang tidak sesuai dengan yang ditetapkan Polri. 6 Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mendakwa AQJ karena melanggar Pasal 310 Ayat (1), (3) dan (4), Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dengan ancaman hukuman 6 tahun pidana penjara. 7 6 http://hukum.kompasiana.com/2013/09/29/pertanggungjawaban-pidana-anak-ditengah-masatransisi. artikel/heruwijayanto.diakses Sabtu 18 Oktober 2014 7 http://www.indopos.co.id/2014/02/dul-di-tuntut-enam-jaksa.html Diakses Sabtu 18 Oktober 2014

9 Penyelesaian perkara pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak dapat ditempuh dengan menerapkan diversi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (7) Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dinyatakan bahwa diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian yang berjudul: Penegakan Hukum Terhadap Anak Yang Melanggar Undang-Undang Lalu Lintas B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap anak yang melanggar Undang- Undang Lalu Lintas? b. Mengapa terdapat faktor penghambat penegakan hukum terhadap anak yang melanggar Undang-Undang Lalu Lintas? 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah hukum pidana, dengan kajian mengenai penegakan hukum terhadap anak yang melanggar Undang-Undang Lalu Lintas dan faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap anak yang melanggar Undang-Undang Lalu Lintas. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan waktu penelitian dilaksanakan pada Tahun 2014.

10 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: a. Menganalisis penegakan hukum terhadap anak yang melanggar Undang- Undang Lalu Lintas b. Menganalisis faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap anak yang melanggar Undang-Undang Lalu Lintas 2. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini terdiri dari kegunaan secara teoritis dan praktis sebagai berikut: a. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap anak yang melanggar Undang-Undang Lalu Lintas dan faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap anak yang melanggar Undang- Undang Lalu Lintas. b. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai kontribusi positif bagi aparat penegak hukum dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap anak yang melanggar lalu lintas. Selain itu diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan informasi mengenai penegakan hukum pidana di masa-masa yang akan datang.

11 D. Kerangka Pemikiran 1. Alur Pikir Alur pikir penelitian mengenai penegakan hukum terhadap anak yang melanggar undang-undang lalu lintas adalah sebagai berikut: Gambar 1. Alur Pikir Penelitian Anak Pelanggar Lalu Lintas Undang-Undang Lalu Lintas Penegakan Hukum 1 2 Proses Penegakan Hukum Penyidikan Diversi Permasalahan Faktor-Faktor Penghambat Penegakan Hukum Substansi Hukum (UU Kepolisian) Penegak Hukum (Kualitas dan Kuantitas Penyidik) Masyarakat (Ketidaklengkapan Informasi) Kebudayaan (karakter personal) Teori Penegakan Hukum Pembahasan Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Pembahasan

12 2. Kerangka Teori Kerangka pemikian merupakan pengabstraksian hasil pemikiran sebagai kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan penelitian ilmiah, khususnya dalam penelitian ilmu hukum 8. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini didasarkan pada berbagai teori sebagai berikut: a. Konsep Penegakan Hukum Juridis Kontekstual Menurut Barda Nawawi Arief sebagaimana dikutip Heni Siswanto 9, pada hakikatnya kebijakan hukum pidana (penal policy), baik dalam penegakan in abstracto dan in concreto, merupakan bagian dari keseluruhan kebijakan system (penegakan) hukum nasional dan merupakan bagian dari upaya menunjang kebijkaan pembangunan nasional (national development). Ini berarti bahwa penegakan hukum pidana in abstracto (pembuatan/perubahan UU; law making/law reform) dalam penegakan hukum pidana in concreto (law enforcement) seharusnya bertujuan menunjang tercapainya tujuan, visi dan misi pembangunan nasional (bangnas) dan menunjang terwujudnya sistem (penegakan) hukum nasional. 10 Walaupun hukum pidana positif di Indonesia saat ini bersumber/berinduk pada KUHP buatan Belanda (WvS), tetapi dalam penegakan hukum harusnya berbeda dengan penegakan hukum pidana seperti zaman Belanda. Hal ini wajar karena kondisi lingkungan atau kerangka hukum nasional (national legal framework) sebagai tempat dioperasionalisasikannya WvS (tempat dijalankannya mobil) 8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1983, hlm.14. 9 Heni Siswanto, Rekonstruksi Sistem Penegakan Hukum Pidana Menghadapi Kejahatan Perdagangan Orang, Penerbit Pustaka Magister, Semarang, 2013, hlm.85-86. 10 Ibid, hlm.86.

13 sudah berubah. Menjalankan mobil (WvS) di Belanda atau di jaman Belanda tentunya berbeda dengan di zaman Republik Indonesia. Ini berarti penegakan hukum pidana positif saat ini (terlebih KUHP warisan Belanda) tentunya harus memperhatikan rambu-rambu umum proses peradilan (penegakan hukum dan keadilan) dalam sistem hukum nasional. Penegakan hukum pidana positif harus berada dalam konteks ke-indonesia-an (dalam konteks sistem hukum nasional/ national legal framework) dan bahkan dalam konteks bangnas dan bangkumnas. Inilah baru dapat dikatakan penegakan hukum pidana di Indonesia. 11 b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu: 12 (1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum) Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. (2) Faktor penegak hukum Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan. (3) Faktor sarana dan fasilitas Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana yang memadai, penegakan hukum tidak berjalan lancar dan penegak hukum tidak menjalankan peranan semestinya. (4) Faktor masyarakat Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat 11 Ibid, hlm.86 12 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 1986, hlm.8-11

14 maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik. (5) Faktor Kebudayaan Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilainilai yang menjadi dasar hukum adat. Semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakannya. 3. Konseptual Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian. 13 Berdasarkan definisi tersebut, maka konseptualisasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Penegakan hukum pidana adalah suatu proses yang dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum dengan menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilainilai aktual di dalam masyarakat beradab. 14 b. Perkara pidana adalah bagian dari perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum, yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan terhadap seorang pelaku 15 c. Perkara pidana lalu lintas adalah jenis perkara yang berkaitan dengan tidak dipenuhinya persyaratan untuk mengemudikan kendaraaan oleh pengemudi, pelanggaran terhadap ketentuan peraturan lalu lintas maupun yang berkaitan 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 1983, hlm.63 14 Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 23. 15 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara, 1993, hlm. 46

15 dengan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang berakibat pada timbulnya korban baik luka-luka maupun meninggal dunia. 16 d. Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana (Pasal 1 Ayat (2), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak) E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan empiris. Pendekatan secara yuridis normatif adalah pendekatan melalui studi kepustakaan (library research) dengan cara membaca, mengutip dan menganalisis teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian. Pendekatan empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan penelitian berdasarkan realitas yang ada atau studi kasus 17 2. Sumber dan Jenis Data a. Sumber Data Berdasarkan sumbernya, data diperoleh dari data lapangan dan data kepustakaan. Data lapangan diperoleh dari lapangan penelitian, sementara itu data kepustakaan diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan. 16 C,S,T, Kansil dan Christine S,T, Kansil, Disiplin Berlalu Lintas di Jalan Raya,Jakarta, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hlm.41 17 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1983, hlm. 7.

16 b. Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut: 1) Data Sekunder Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh melalui studi kepustakaan (library research) dengan cara membaca, menelaah dan mengutip terhadap berbagai teori, asas dan peraturan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum, yaitu: 1) Bahan Hukum Primer, terdiri dari: a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). c) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia. d) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan e) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana 2) Bahan Hukum Sekunder, terdiri dari teori atau pendapat para ahli di bidang ilmu hukum yang terkait dengan permasalahan penelitian.

17 3) Bahan hukum tersier, bersumber dari berbagai referensi atau literatur buku-buku hukum, dokumen, arsip dan kamus hukum yang berhubungan dengan masalah penelitian. 2) Data Primer Data primer adalah data yang didapat dengan cara melakukan penelitian langsung terhadap objek penelitian dengan cara observasi dan wawancara terhadap narasumber. 3. Penentuan Narasumber Narasumber penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Penyidik Polresta Bandar Lampung : 1 orang 2) Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 orang 3) Hakim di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang : 1 orang 4) Aktivis LSM Lembaga Advokasi Anak (LADA) : 1 orang+ Jumlah 4 orang 4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data a. Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur studi kepustakaan dan studi lapangan sebagai berikut: 1) Studi kepustakaan (library research), dilakukan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan.

18 2) Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data secara langsung di lapangan penelitian guna memperoleh data yang dibutuhkan. Studi lapangan ini dilaksanakan dengan cara: (a) Observasi (observation), yaitu melakukan pencatatan terhadap data dan fakta yang ada di lokasi penelitian. (b) Wawancara (interview), yaitu mengajukan tanya jawab kepada narasumber penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. b. Prosedur Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Adapun pengolahan data yang dimaksud meliputi tahapan sebagai berikut: 1) Seleksi data, yaitu kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti. 2) Klasifikasi data, yaitu kegiatan penempatan data menurut kelompokkelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut. 3) Penyusunan data, yaitu kegiatan penempatan dan menyusun data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data. 5. Analisis Data Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis yuridis kualitatif. Analisis yuridis kualitatif dilakukan dengan menguraikan data yang diperoleh dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis, jelas dan

19 terperinci yang kemudian diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, yaitu menguraikan halhal yang bersifat khusus lalu menarik kesimpulan yang bersifat umum. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan disusun untuk memudahkan dan memahami isi Tesis secara keseluruhan dengan rincian sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, Bab ini berisi pendahuluan penyusunan Tesis yang terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Konseptual serta Sistematika Penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka, Bab ini berisi tinjauan pustaka yang meliputi pengertian penegakan hukum, perkara pidana lalu lintas, penanggulangan tindak pidana, pengertian anak dan perlindungan terhadap anak, perdamaian dan keadilan substantif terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini berisi penyajian dan pembahasan data yang telah didapat dari hasil penelitian, yang terdiri dari análisis penegakan hukum terhadap anak yang melanggar Undang-Undang Lalu Lintas dan faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap anak yang melanggar Undang-Undang Lalu Lintas. Bab IV Penutup, Bab ini berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan penelitian serta berbagai saran yang ditujukan demi perbaikan kualitas penegakan hukum di masa mendatang.