KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 815 K/30/MEM/2003 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 048 Tahun 2006 TENTANG

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Permohonan Izin. Pemanfaatan Tenaga Listrik. Telekomunikasi. Tata Cara. Pencabutan.

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DA VA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 437 K/30/MEM/2003 TENTANG

2012, No.28 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan te

TATA CARA PERIZINAN PEMANFAATAN JARINGAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN TELEMATIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 2052 K/40/MEM/2001 TENTANG STANDARDISASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1094 K/30/MEM/2003 TENTANG STANDAR LATIH KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR :. TAHUN TENTANG

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomo

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor: 166, Tambahan Le

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 1693 K/34/MEM/2001 TANGGAL 22 JUNI 2001 TENTANG PELAKSANAAN PABRIKASI PELUMAS DAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN TEKNIS PELAYANAN IZIN USAHA PENUNJANG TENAGA LISTRIK

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG USAHA JASA PENUNJANG TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG USAHA JASA PENUNJANG TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04P/40/M.PE/1991 TAHUN 1991 TENTANG PENYIDIK KETENAGALISTRIKAN

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH

SKEMA PSK TERSEBAR ecil Teknologi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 028 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 28 TAHUN 2012

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

TENTANG STANDARDISASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KHUSUS BIDANG GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor: 0007 tahun 2005.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1187 K/30/MEM/2002 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

POKOK-POKOK UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 001 TAHUN 2006 TENTANG

2016, No Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan Pasal 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI WAJO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAJO NOMOR 11 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WAJO,

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN

TATA CARA PERIZINAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2013)

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1273 K/30/MEM/2002 TENTANG KOMISI AKREDITASI KOMPETENSI KETENAGALISTRIKAN

TATA CARA PERIZINAN USAHA JASA PENUNJANG TENAGA LISTRIK

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS TENTANG

- 1 - PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Panas Bumi. Survei. Penugasan. Pedoman.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG JUAL BELI TENAGA LISTRIK LINTAS NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN PEMERINTAH BUPATI MUSI RAWAS,

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

WALIKOTA PANGKALPINANG

<Lampiran> KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (LN Tahun 1960 Nomor 133, TLN Nomor 2070); 2.

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 1122 K/30/MEM/2002 TENTANG

PERATURAN MENTERl ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 01 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINYAK BUM1 PADA SUMUR TUA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA AKREDITASI DAN SERTIFIKASI KETENAGALISTRIKAN

PEDOMAN TEKNIS USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN UMUM

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAVA MINERAL REP UBli KI NDONES IA

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 34); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR...TAHUN... TENTANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 815 K/30/MEM/2003 TENTANG PEMANFAATAN JARINGAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN TELEKOMUNIKASI, MULTIMEDIA, DAN INFORMATIKA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 49 ayat (3) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, perlu menetapkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Telekomunikasi, Multimedia, dan Informatika; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 (LN Tahun 1997 Nomor 68, TLN Nomor 3699); 2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 (LN Tahun 1999 Nomor 154, TLN Nomor 3881); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 (LN Tahun 1999 Nomor 60, TLN Nomor 3839); 4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 (LN Tahun 2002 Nomor 94, TLN Nomor 4226); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 (LN Tahun 1989,Nomor 24, TLN Nomor 3394); 6. Peraturan Pemeritah Nomor 25 Tahun 1995 (LN Tahun 1995 Nomor 46, TLN Nomor 3603); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 (LN Tahun 2000 Nomor 54, TLN Nomor 3952); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 (LN Tahun 2000 Nomor 107, TLN Nomor 3980); 8. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tanggal 9 Agustus 2001; 9. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tanggal 9 Agustus 2001; 10. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/40/M.PE/1990, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan

- 2 - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 437 K/30/MEM/2003; 11. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/03/M.PE/1992, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 975.K/47/M.PE/1999; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PEMANFAATAN JARINGAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN TELEKOMUNIKASI, MULTIMEDIA, DAN INFORMATIKA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Jaringan adalah jaringan untuk menyalurkan tenaga listrik yang dapat dioperasikan pada tegangan rendah, tegangan menengah, tegangan tinggi maupun tegangan ekstra tinggi, baik di atas tanah maupun di dalam tanah dan di dasar laut. 2. Penyangga adalah menara, tiang atau tower yang dipergunakan untuk menyangga jaringan. 3. Konduktor adalah pilinan kawat telanjang, kabel udara, kabel dalam tanah dan kabel dasar laut yang dipergunakan untuk menyalurkan tenaga listrik. 4. Serat optik adalah serat optik pada jaringan yang dapat berfungsi untuk menyalurkan data, internet, multimedia, dan telekomunikasi. 5. Pengamanan adalah segala kegiatan, sistem, dan perlengkapannya untuk mencegah bahaya terhadap keamanan jaringan, keselamatan ketenagalistrikan yang diakibatkan oleh pemanfaatan jaringan. 6. Pemasangan adalah segala kegiatan pelaksanaan pekerjaan instalasi yang didasarkan pada perencanaan pemanfaatan jaringan. 7. Pemeliharaan adalah segala kegiatan yang meliputi program perawatan dan perbaikan agar jaringan selalu dalam keadaan baik dan aman. 8. Pemanfaatan Jaringan adalah pemanfaatan jaringan tenaga listrik untuk keperluan Telekomunikasi, MuItimedia, dan Informatika (Telematika). 9. Pemilik Jaringan adalah Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan Pemegang Izin Operasi yang mempunyai jaringan tenaga lsitrik.

- 3-10. Pengguna Jaringan adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Swasta, dan Koperasi yang melakukan usaha pemanfaatan jaringan tenaga listrik untuk kepentingan Telematika. 11. Ruang Bebas adalah ruang sekeliling Konduktor yang dibentuk oleh jarak bebas minimum sepanjang Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), dan Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi yang harus dibebaskan dari benda-benda dan kegiatan lainnya. 12. Persetujuan Pemanfaatan Jaringan adalah izin tertulis pemanfaatan jaringan untuk kepentingan Telematika yang diberikan oleh Pemilik Jaringan kepada Pengguna Jaringan dan dituangkan dalam bentuk Kontrak antara Pemilik Jaringan dan Pengguna Jaringan. 13. Izin Menggunakan Jaringan (IMJ) adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri, Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya kepada kepada Pengguna Jaringan untuk menggunakan jaringan bagi kepentingan Telematika. 14. Keselamatan Ketenagalistrikan adalah segala upaya atau langkahlangkah pengamanan instalasi tenaga listrik, peralatan, dan pemanfaat tenaga listrik untuk mewujudkan kondisi andal bagi instalasi dan kondisi aman bagi manusia, baik pekerja maupun masyarakat umum, serta kondisi akrab lingkungan dalam arti tidak merusak lingkungan hidup di sekitar instalasi tenaga listrik. 15. Sertifikat Kompetensi adalah tanda bukti pengakuan atas kompetensi dan kemampuan melaksanakan satu pekerjaan yang mencakup pengetahuan, keterampilan, keahlian, dan sikap kerja sesuai standar yang ditetapkan. 16. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagalistrikan. 17. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang ketenagalistrikan. BAB II RUANG LINGKUP PEMANFAATAN JARINGAN Bagian Pertama Umum Pasal 2 (1) Ruang lingkup Pemanfaatan Jaringan meliputi : a. pemanfaatan Penyangga dan Jalur Sepanjang Jaringan; b. pemanfaatan Serat Optik pada Jaringan; dan c. pemanfaatan Konduktor pada Jaringan.

- 4 - (2) Pemanfaatan Jaringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus tidak mengganggu kontinuitas penyaluran tenaga listrik dan wajib memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan. (3) Pemanfaatan Jaringan untuk kepentingan telekomunikasi, multimedia, dan informatika hanya dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsi utama jaringan untuk menyalurkan tenaga listrik. Pasal 3 Pemanfaatan Jaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilakukan di dalam Ruang Bebas dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagalistrikan. Bagian Kedua Pemanfaatan Penyangga dan Jalur Sepanjang Jaringan Pasal 4 (1) Pemanfaatan Penyangga dilakukan dengan memasang alat dan atau perangkat Telematika pada penyangga. (2) Pemanfaatan Penyangga harus tetap memperhatikan kapasitas dan kemampuan penyangga. (3) Kapasitas dan kemampuan penyangga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diukur berdasarkan standar yang berlaku di bidang ketenagalistrikan. Pasal 5 Pemanfaatan jalur sepanjang jaringan mencakup kegiatan perencanaan pemasangan, pengamanan, pemeliharaan alat dan atau perangkat Telematika yang dipasang pada penyangga maupun yang terhubung antar penyangga. Bagian Ketiga Pemanfaatan Serat Optik Pasal 6 (1) Pemanfaatan Serat Optik pada jaringan dapat dilakukan, baik pada Serat Optik yang menyatu dan atau menjadi bagian dari komponen jaringan maupun pada Serat Optik yang terpisah dan atau terpasang pada penyangga. (2) Pemanfaatan Serat Optik dilakukan atas dasar optimalisasi aset, dengan mempertimbangkan bahwa kapasitas Serat Optik tersebut masih dapat digunakan untuk kepentingan lain di luar kepentingan utamanya yaitu rnendukung sistem penyaluran tenaga listrik.

5 Bagian Keempat Pemanfaatan Konduktor Pasal 7 (1) Pemanfaatan Konduktor untuk kepentingan Telematika harus memperhatikan fungsi utama dari konduktor untuk menyalurkan tenaga listrik. (2) Kegiatan pemanfaatan Konduktor yang menyatu dan atau bersamaan dengan kegiatan penyaluran tenaga listrik, harus memenuhi standar dan prosedur baku di bidang ketenagalistrikan. (3) Setiap kegiatan pemanfaatan Konduktor harus mendapat pengawasan dari pemilik jaringan. BAB III PERSYARATAN PEMANFAATAN JARINGAN Bagian Pertama Umum Pasal 8 (1) Pemanfaatan Jaringan untuk kepentingan Telematika harus memenuhi persyaratan perencanaan, pemasangan, pengamanan, dan pemeliharaan. (2) Setiap kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengikuti ketentuan di bidang ketenagalistrikan. Bagian Kedua Perencanaan Pasal 9 (1) Pengguna Jaringan harus membuat perencanaan dalam bentuk rancangan Pemanfaatan Jaringan. (2) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi desain, spesifikasi alat dan atau perangkat Telematika yang akan digunakan, serta hal-hal yang berkaitan dengan pemasangan. Pasal 10 (1) Rancangan Pemanfaatan Jaringan berupa berkas gambar dan uraian teknik sebagai hasil Perencanaan, terdiri dari : a. gambar pemasangan instalasi; b. daftar alat dan atau perangkat Telematika yang akan digunakan;

6 c. spesifikasi teknis alat dan atau perangkat Telematika yang akan digunakan; dan d. rencana usaha dan rencana kerja yang berkaitan dengan tahapan kegiatan. (2) Pengguna Jaringan menyampaikan Rancangan Pemanfaatan Jaringan kepada Pemilik Jaringan untuk mendapat persetujuan. (3) Pengguna Jaringan wajib mengubah Rancangan Pemanfaatan Jaringan apabila tidak sesuai dengan ketentuan di bidang ketenagalistrikan. Bagian Ketiga Pemasangan Pasal 11 (1) Pemasangan alat dan atau perangkat Telematika harus sesuai dengan Rancangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9. (2) Pelaksanaan kegiatan Pemasangan harus dilakukan oleh tenaga teknik yang memiliki sertifikat kompetensi di bidang ketenagalistrikan. (3) Pemasangan harus dilakukan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 12 Pemasangan alat dan atau perangkat telematika berada dalam pengawasan Pemilik Jaringan. Pasal 13 (1) Pada saat pelaksanaan pemasangan diketahui bahwa alat dan atau perangkat Telematika yang digunakan dapat mengganggu penyaluran tenaga listrik, Pengguna Jaringan harus mengubah Rancangan Pemanfaatan Jaringan. (2) Perubahan Rancangan Pemanfaatan Jaringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mendapat persetujuan Pemilik Jaringan. Bagian Keempat Pengamanan Pasal 14 (1) Setiap Jaringan yang dimanfaatkan harus diberi tanda yang jelas bahwa Jaringan tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan Telematika.

7 (2) Setiap alat dan atau perangkat telematika harus diberi petunjuk pemakaian dan atau peringatan yang jelas dan mudah dimengerti guna menjamin keselamatan dan keamanan. (3) Pemberian tanda dan atau petunjuk pemakaian dan atau peringatan menjadi tanggung jawab Pengguna Jaringan. (4) Pengamanan aset Pengguna Jaringan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pengguna Jaringan. Bagian Kelima Pemeliharaan Pasal 15 (1) Setiap alat dan atau perangkat telematika yang digunakan dalam Pemanfaatan Jaringan untuk Telematika harus dipelihara. (2) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. bagian-bagian yang mudah dan tidak mudah dilihat; b. bagian-bagian yang mudah dan tidak mudah terkena gangguan; c. tanda-tanda dan alat-alat pengaman; dan d. alat-alat pelindung beserta alat pelengkap lainnya. (3) Pelaksanaan Pemeliharaan harus memperhatikan fungsi Jaringan yang bersangkutan dan dilakukan oleh tenaga teknik yang memiliki Sertifikat Kompetensi. Pasal 16 (1) Pemeliharaan alat dan atau perangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) menjadi tanggung jawab Pengguna Jaringan. (2) Pengguna Jaringan harus memberitahukan rencana pemeliharaan alat atau perangkat telematika kepada Pemilik Jaringan. Pasal 17 Pemilik Jaringan dalam melakukan pemeliharaan jaringan harus meberitahukan kepada Pengguna Jaringan. BAB IV PERIZINAN Pasal 18 (1) Pemanfaatan Jaringan untuk kepentingan Telematika oleh Pengguna Jaringan harus didasarkan atas Persetujuan Pemanfaatan Jaringan dari Pemilik Jaringan yang dituangkan

8 lebih lanjut ke dalam bentuk Kontrak antara Pemilik Jaringan dan Pengguna Jaringan. (2) Dalam hal jaringan yang akan dimanfaatkan merupakan aset negara persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan setelah Pemilik Jaringan memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 19 (1) Pemanfaatan Jaringan untuk kepentingan Telematika hanya dapat dioperasikan setelah mendapat Izin Menggunakan Jaringan (IMJ) dari Direktur Jenderal atas nama Menteri, Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Permohonan Izin Menggunakan Jaringan (IMJ) diajukan secara tertulis oleh calon Pengguna Jaringan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal, Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya, dengan melampirkan : a. Akta Pendirian Perusahaan; b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); c. Izin Usaha dari Instansi yang berwenang di bidang Telematika; d. Profil Perusahaan; e. Data teknis dan konfigurasi teknis perangkat yang akan digunakan; f. Persetujuan Pemanfaatan Jaringan dari Pemilik Jaringan; dan g. Kontrak Pemanfaatan Jaringan antara Pemilik Jaringan dan Pengguna Jaringan. Pasal 20 (1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri, Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan Izin Menggunakan Jaringan (IMJ) atau menolak permohonan Izin Menggunakan Jaringan (IMJ) untuk kepentingan Telematika. (2) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberitahukan secara tertulis oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri, Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya, kepada calon Pengguna Jaringan disertai dengan alasan penolakan dimaksud. (3) Dalam hal terjadi penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Persetujuan Pemanfaatan Jaringan dan Kontrak Pemanfaatan Jaringan dinyatakan batal demi hukum. Pasal 21

9 Pengguna Jaringan dilarang mengalihkan Izin Menggunakan Jaringan (IMJ) kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan Pemilik Jaringan dan Direktur Jenderal atas nama Menteri, Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 22 (1) Direktur Jenderal, Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Keputusan Menteri ini. (2) Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan keselamatan ketenagalistrikan dilaksanakan oleh Inspektur Ketenagalistrikan. BAB VI SANKSI Pasal 23 Direktur Jenderal atas nama Menteri, Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dapat memberikan sanksi administratif kepada Pengguna Jaringan berupa : a. peringatan tertulis; b. pencabutan sementara Izin Menggunakan Jaringan (IMJ), dan c. pencabutan Izin Menggunakan Jaringan (IMJ). Pasal 24 (1) Sanksi administratif diberikan atas usul dari Pemilik Jaringan, apabila Usaha Pemanfaatan Jaringan secara teknis telah mengganggu penyaluran tenaga listrik. (2) Sanksi administratif diberikan kepada Pengguna Jaringan didasarkan pada tingkat gangguan yang secara langsung diakibatkan oleh kegiatan Pemanfaatan Jaringan. (3) Apabila kerusakan pada alat, bahan, atau perangkat yang digunakan dalam Pemanfaatan Jaringan menyebabkan terganggunya penyaluran tenaga listrik, Pengguna Jaringan wajib bertanggung jawab dan mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan. Pasal 25 Dalam hal Pengguna Jaringan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, Pengguna Jaringan tetap dapat menjalankan

10 usahanya sambil melakukan penyesuaian atas Pemanfataan Jaringan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 26 (1) Pengguna Jaringan harus menghentikan usahanya untuk sementara waktu, apabila Izin Menggunakan Jaringan (IMJ) dicabut untuk sementara. (2) Pengguna Jaringan dapat melakukan usahanya kembali setelah diperiksa dan mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal atas nama Menteri, Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 27 (1) Pengguna Jaringan tidak dapat menjalankan usahanya dalam hal dilakukan pencabutan atas Izin Menggunakan Jaringan (IMJ) oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri, Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Dalam hal Pengguna Jaringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan menjalankan usahanya kembali, Pengguna Jaringan harus mengajukan permohonan Izin Menggunakan Jaringan (IMJ) yang baru sebagaimana ditentukan dalam Keputusan Menteri ini. Pasal 28 Dalam hal Pengguna Jaringan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, sanksi administratif dikenakan secara langsung tanpa melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a dan b. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 29 Badan Usaha yang telah memanfaatkan jaringan sebelum ditetapkan Keputusan Menteri ini dapat tetap menjalankan usahanya dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun harus menyesuaikan dengan Keputusan Menteri ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP

11 Pasal 30 Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 2003 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ttd Purnomo Yusgiantoro