IDENTIFIKASI POLA IRIS MATA MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI TRANSFORMASI WAVELET

dokumen-dokumen yang mirip
SEMINAR TUGAS AKHIR M. RIZKY FAUNDRA NRP DOSEN PEMBIMBING: Drs. Daryono Budi Utomo, M.Si

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA TELINGA DENGAN MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI HOUGH ABSTRAK

APLIKASI PENGENALAN SELAPUT PELANGI (IRIS) MENGGUNAKAN TRANSFORMASI HAAR WAVELET

PENERAPAN METODE DETEKSI BULUMATA UNTUK PENINGKATAN AKURASI PENGENALAN PERSONAL BERBASIS CITRA IRIS

PERANCANGAN APLIKASI SISTEM PENGENALAN IRIS MATA MENGGUNAKAN METODE GABOR WAVELET PADA EKSTRAKSI CIRI SKRIPSI PRISILIA LUKAS

EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA TESIS OLEH: ANDRI SUPRAYOGI NIM :

SISTEM PENGENALAN IRIS MATA MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WAVELET

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman dan teknologi, teknik pengenalan individu secara

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski

Bulu mata. Generalisasi= Jumlah pola dikenali dengan benar x 100% Jumlah total pola

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

YOGI WARDANA NRP

REALISASI PERANGKAT LUNAK UNTUK MEMVERIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR LOCALITY PRESERVING PROJECTION

BAB II LANDASAN TEORI

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

IDENTIFIKASI IRIS MATA MENGGUNAKAN TAPIS GABOR WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ)

Identifikasi Iris Mata Menggunakan Alihragam Wavelet Haar dan Transformasi Hough

PENGENALAN IDENTITAS MANUSIA MELALUI POLA IRIS MATA MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WAVELET DAN MAHALANOBIS DISTANCE

BAB 2 LANDASAN TEORI

APLIKASI TRANSFORMASI HOUGH UNTUK EKSTRAKSI FITUR IRIS MATA MANUSIA

PENGENALAN BILANGAN ARAB MENGGUNAKAN TEMPLATE MATCHING

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

Adiguna¹, -². ¹Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR SCALE INVARIANT FEATURE TRANSFORM

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 GAMBARAN SINGKAT MENGENAI SISTEM PENGENALAN IRIS

LANDASAN TEORI BAB Sistem Biometrik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL BERBASIS DISCRETE WAVELET TRANSFORM DAN SINGULAR VALUE DECOMPOSITION

EKSTRAKSI CIRI CITRA TELAPAK TANGAN DENGAN ALIHRAGAM GELOMBANG SINGKAT HAAR MENGGUNAKAN PENGENALAN JARAK EUCLIDEAN

Tidak ada tepat satu teori untuk menyelesaikan problem pengenalan pola Terdapat model standar yang dapat dijadikan teori acuan

APLIKASI PENGENALAN RAMBU BERBENTUK BELAH KETUPAT

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Genap tahun 2005/2006

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 1980

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI TANDA TANGAN DENGAN DETEKSI TEPI DAN KOEFISIEN KORELASI

SEGMENTASI IRIS MATA DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI HOUGH

PENGENALAN TULISAN TANGAN MENGGUNAKAN EKSTRAKSI CIRI WAVELET TRANSFORM DARI PROJECTION PROFILE

Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter

Jurnal Coding, Sistem Komputer Untan Volume 4, No. 2, Hal ISSN : x

PENGENALAN CITRA IRIS MATA MENGGUNAKAN JARAK MINKOWSKI DENGAN EKSTRAKSI CIRI ALIHRAGAM GELOMBANG SINGKAT DAUBECHIES

VERIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR CHAIN CODE ABSTRAK

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

SEGMENTASI ENDAPAN URIN PADA CITRA MIKROSKOPIK BERBASIS WAVELET

PENERAPAN DISCRETE DAUBECHIS WAVELET TRANSFORM D A L A M W A T E R M A R K I N G C I T R A D I G I T A L

PENGENALAN OBJEK PADA CITRA BERDASARKAN SIMILARITAS KARAKTERISTIK KURVA SEDERHANA

BAB 2 LANDASAN TEORI

REALISASI PERANGKAT LUNAK UNTUK IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR LOCAL LINE BINARY PATTERN (LLPB)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. berkaitan dengan pemprosesan sinyal suara. Berbeda dengan speech recognition

Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING

IMPLEMENTASI ALGORITMA FRACTAL NEIGHBOUR DISTANCE UNTUK FACE RECOGNITION

BAB I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan, pembatasan masalah, metodologi, dan sistematika

MENENTUKAN KEPADATAN LALU LINTAS DENGAN PENGHITUNGAN JUMLAH KENDARAAN BERBASIS VIDEO PROCESSING

Muhammad Reza Rukmana 1 Fakultas Informatika Universitas Telkom, Jalan Telekomunikasi No 1, 40257, Bandung, Indonesia

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDETEKSI UANG LOGAM DENGAN METODE EUCLIDEAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. mencakup teori speaker recognition dan program Matlab. dari masalah pattern recognition, yang pada umumnya berguna untuk

Implementasi Pengenalan Citra Wajah dengan Algoritma Eigenface pada Metode Principal Component Analysis (PCA)

IDENTIFIKASI SIDIK JARI DENGAN MENGGUNAKAN STRUKTUR MINUTIA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pikir

IMPLEMENTASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN ALGORITMA PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS(PCA) DAN IMPROVED BACKPROPAGATION

Pengukuran Blok Window Terbaik Berdasarkan MSE...

IMPLEMENTASI TEMU KEMBALI CITRA TEKSTUR MENGGUNAKAN ROTATED WAVELET FILTER

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Pakar (Expert System), Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network), Visi

DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGENALAN WAJAH DENGAN METODE ADJACENT PIXEL INTENSITY DIFFERENCE QUANTIZATION TERMODIFIKASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Raden Abi Hanindito¹, -². ¹Teknik Informatika, Fakultas Teknik Informatika, Universitas Telkom

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

IDENTIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR LOCAL BINARY PATTERN ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

1. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Jenis Penelitian

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II Tinjauan Pustaka

VERIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FILTER GABOR ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI

SEGMENTASI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA WATERSHED DAN LOWPASS FILTER SEBAGAI PROSES AWAL ( November, 2013 )

APLIKASI BIOMETRIKA PENCOCOKAN CITRA DAUN TELINGA BERBASIS TEKSTUR DAN BENTUK MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI WAVELET DAN CHAIN CODE

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 2 LANDASAN TEORI

APLIKASI PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR MENGGUNAKAN METODE LEARNING VECTOR QUANTIZATION

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISA HASIL PERBANDINGAN IDENTIFIKASI CORE POINT PADA SIDIK JARI MENGGUNAKAN METODE DIRECTION OF CURVATURE DAN POINCARE INDEX

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI...v DAFTAR GAMBAR...viii DAFTAR TABEL...x

PENGENALAN IRIS MATA MENGGUNAKAN METODE PENCIRIAN INDEPENDENT COMPONENTS ANALYSIS (ICA) DAN JARAK MINKOWSKI

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini

Transkripsi:

IDENTIFIKASI POLA IRIS MATA MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI TRANSFORMASI WAVELET Ledya Novamizanti Institut Teknologi Telkom, Bandung ledyamizan@gmail.com, ledya_novamizanti@yahoo.com ABSTRACT The recent advances in information technology and the increasing requirement for security have resulted in the rapid development of intelligent personal identification system based on biometrics. Iris recognition system overrates another biometric identification system in its high level of accuracy, long-term stability, easier to use, and the low factor of mistake. This research proposed a feature extracting method using wavelet decomposition transformation so that it can recognize important feature information from eye iris image. Then, Levenshtein Distance will be applied in decision making. From the testing result, it is obtained that the level of identification accuracy is 98,77% with 0,80% of False Acceptance Rate (FAR) and 1,67% of False Rejection Rate (FRR). This system also can overcome rotational inconsistency during image acquisition, and recognize image added with noise. Therefore, this iris pattern recognition system can be said as a potential, reliable, and accurate biometric technology. Keywords: Biometric, Iris Identification, Wavelet Decomposition Transformation, Levenshtein Distance. 1. Pendahuluan Kemajuan teknologi informasi dan peningkatan kebutuhan jaminan keamanaan mendorong percepatan sistem identifikasi pribadi yang cerdas berbasis biometrik. Biometrik merupakan metode otomatis untuk mengenali seseorang berdasarkan karakteristik fisiologis, misalnya pola iris/retina mata, siluet tangan, ciri khas wajah, dan sidik jari; serta karakteristik perilaku, seperti tanda tangan, pola ucapan, dan ritme mengetik [4]. Penggunaan iris sebagai fitur (feature) biometrik memberikan banyak keuntungan. Iris mata memiliki tekstur unik, terlindung dari perubahan eksternal, tingkat akurasi yang sangat tinggi, dan stabilitas jangka panjang yang baik [1]. Gambar 1. Skema Mata Beberapa model telah diusulkan sebagai sistem identifikasi iris. Di antaranya, model Daugman bekerja dengan pemfilteran Gabor Wavelet 2-D dan perhitungan uji independensi statistic [1], model James Greco dan David Kallenborn menggunakan ekstraksi ciri berbasis Fast Fourier Transform (FFT) dan pengambilan keputusan berbasis Hidden Markov [8]. Wavelet adalah fungsi matematika yang memotong-motong data menjadi komponen frekuensi dan skala yang berbeda-beda, sehingga masing-masing komponen tersebut dapat dipelajari dengan resolusi berbeda [2]. Levenshtein Distance sejauh ini digunakan untuk pengenalan suara, tanda tangan, ejaan, dan objek [3][6]. Melalui penelitian ini, penulis membuat sistem identifikasi iris menggunakan dekomposisi transformasi wavelet untuk ekstraksi cirinya, dan Levenshtein Distance dalam pengambilan keputusan sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola iris mata dengan tingkat akurasi tinggi dan kecepatan proses yang relatif cepat. 2. Landasan Teori Citra (image) dapat dinyatakan sebagai fungsi kontinu dari intensitas cahaya dalam bidang dua dimensi, f(x,y), dimana x dan y menyatakan koordinat ruang dan nilai f pada suatu koordinat (x,y) menyatakan kecerahan dan informasi warna citra. Secara matematis persamaan untuk fungsi intensitas, f(x,y), adalah 0 < f(x,y) <. Citra digital adalah representasi citra dalam bentuk diskrit, baik pada koordinat ruang maupun intensitas cahayanya. Dengan demikian citra digital dapat direpresentasikan sebagai matriks berdimensi MxN, dimana M menyatakan tinggi dan N menyatakan lebar dari citra. Pengolahan citra digital merupakan proses yang bertujuan untuk memanipulasi dan menganalisis citra dengan bantuan komputer. 2.1 Deteksi Tepi Canny Canny edge detector ditemukan oleh Marr dan Hildreth yang meneliti pemodelan persepsi visual manusia. Dalam memodelkan pendeteksi, mereka menggunakan ideal step edge, yang direpresentasikan dengan fungsi sign satu dimensi. Pendekatan algoritma Canny dilakukan berdasarkan konvolusi fungsi citra dengan operator Gaussian dan turunan- 75

turunannya. Pendeteksi tepi ini dirancang untuk merepresentasikan sebuah tepi yang ideal, dengan ketebalan yang diinginkan. 2.2 Transformasi Hough Pada awalnya, Transformasi Hough digunakan untuk mendeteksi garis lurus. Transformasi Hough dapat juga digunakan untuk mendeteksi bentuk lingkaran di dalam citra tepi. Persamaan lingkaran yang berpusat di titik (a,b) dengan jari-jari r adalah: 2 ( x a) 2 + ( y b) 2 = r (1) Jadi ruang parameter untuk lingkaran adalah r-a-b, sehingga matriks tiga dimensi P ( r a, b) menyimpan perhitungan suara. Persamaan polar untuk setiap titik ( x, y) di lingkaran: x = a + r cosθ y = b + r sinθ Pada operasi deteksi tepi, selain magnitude piksel tepi, juga dihasilkan arah tepi, θ. Karena itu, dihitung., dibutuhkan untuk (2) cos θ dan sin θ dapat 2.3 Transformasi Wavelet Transformasi wavelet diskrit secara umum merupakan dekomposisi citra pada frekuensi subband citra tersebut dimana komponennya dihasilkan dengan cara penurunan level dekomposisi. Implementasi transformasi wavelet diskrit dapat dilakukan dengan cara melewatkan sinyal frekuensi tinggi atau highpass filter dan frekuensi rendah atau lowpass filter. Di bawah ini adalah gambar dari transformasi wavelet diskrit dua dimensi dengan level dekomposisi satu [2]. dimana : merupakan downsample kolom merupakan downsample baris Gambar 2. Transformasi Wavelet Diskrit 2-Dimensi Transformasi wavelet diskrit seperti yang telah diterangkan sebelumnya, dimana citra dilakukan filtering oleh lowpass filter dekomposisi dan highpass filter dekomposisi pada proses dekomposisi (pembelahan subband). Begitu pula pada saat citra dilakukan proses inverse transformasi wavelet diskrit, citra kembali dilakukan proses upsampling yang diikuti proses filtering oleh lowpass filter rekonstruksi dan highpass filter rekonstruksi. Keluarga wavelet memiliki ordo dimana ordo menggambarkan jumlah koefisien filternya. 2.4 Levenshtein Distance Levenshtein distance dua string adalah jumlah minimum operasi yang dibutuhkan untuk mengubah satu string menjadi string yang lain, dimana suatu operasi melibatkan penyisipan (insertion), penghapusan (deletion), atau penggantian (subtitution) dari suatu karakter tunggal. Algoritma Levenshtein distance juga dapat digunakan pada aplikasi: pengenalan suara (speech recognition), analisa DNA (DNA analysis), deteksi penjiplakan (plagiarism detection), pengenalan objek (object recognition), dan sebagainya. Secara umum, Levenshtein distance menggunakan dynamic programming secara botton-up dalam proses komputasinya. Levenshtein distance melibatkan penggunaan matriks berukuran ( n + 1 ) ( m +1), dimana n dan m adalah panjang karakter dari dua string. Di bawah ini terdapat pseudocode untuk sebuah fungsi Levenshtein Distance yang menangani dua string, yaitu string s dengan panjang m, dan string t dengan panjang n. Komputasi Levenshtein distance antara keduanya, terlihat pada Tabel. 1 [6]. Tabel 1. Pseudocode Levenshtein Distance int LevenshteinDistance(char s[1..m], char t[1..n]) // d adalah tabel dengan m+1 baris dan n+1 kolom declare int d[0..m, 0..n] // i dan j digunakan untuk iterasi melalui s dan t declare int i, j, cost for i from 0 to m d[i, 0] := i for j from 0 to n d[0, j] := j for i from 1 to m for j from 1 to n 76

{ if s[i] = t[j] then cost := 0 else cost := 1 d[i, j] := minimum( d[i-1, j] + 1, // deletion d[i, j-1] + 1, // insertion d[i-1, j-1] + cost // substitution ) } return d[m, n] Invariant yang dikelola sepanjang algoritma adalah sesuatu yang dapat mengubah bentuk awal segmen s[1..i] ke dalam t[1..j] menggunakan minimum operasi d[i,j]. Pada akhirnya, elemen array pada bagian bawah kanan berisi jawabannya (distance-nya). 3. Perancangan Sistem Pada bagian ini berisi penyajian permasalahan identifikasi pola iris mata dan penerapan dekomposisi transformasi wavelet dan Levenshtein Distance dalam menentukan solusi permasalahan identifikasi. Secara umum sistem identifikasi pola iris mata yang dirancang dalam penelitian ini adalah seperti terlihat pada Gambar 3. Database Citra Mata CASIA 1.0 Tahap 1 Akuisisi Citra Citra Awal Program Libor Masek Tahap 2 Pemrosesan Awal Citra Citra Tersegmentasi Dekomposisi Transformasi Wavelet Tahap 3 Ekstraksi Ciri Kode Ciri Citra Iris Levenshtein Distance Tahap 4 Klasifikasi Threshold Keterangan : : tahap : data : hasil akhir : sumber data/metode/program yang digunakan Keputusan Sistem : diterima/ ditolak Gambar 3. Sistem Identifikasi Pola Iris Mata 3.1 Akuisisi Citra Menggunakan Database Citra Mata CASIA 1.0 Input sistem adalah citra mata yang diperoleh dari database mata CASIA, dalam bentuk citra level grayscale, berekstensi *.bmp, dan berukuran 320 x 280 piksel. Database citra mata CASIA versi 1.0, atau CASIA 1.0 terdiri dari 756 citra mata grayscale dari 108 subjek orang Asia. Citra mata yang digunakan pada penelitian ini, diambil dari 40 orang. Untuk 30 orang, dilakukan sebanyak tujuh kali pengambilan, yang terdiri dari 4 citra latih dan 3 citra uji. Dalam hal ini, citra latih dan citra uji diambil pada sesi yang berbeda. Sehingga diperoleh 120 citra latih dan 90 citra uji. Sedangkan 10 orang lainnya, dilakukan sebanyak satu kali pengambilan, yang digunakan untuk citra uji di luar citra terdaftar (non-register). Jadi, total sampel citra yang digunakan pada penelitian ini adalah 120 citra latih dan 100 citra uji. 3.2 Pemrosesan Awal dengan Program Libor Masek Pemrosesan awal (pre-processing) memiliki tujuan untuk mengolah citra agar dapat diperoleh karakteristik atau cirinya. Program Libor Masek adalah program pengenalan iris mata yang dibuat oleh seorang mahasiswa Universitas Western Australia bernama Libor Masek [5]. Program Libor Masek ini mencangkup pemrosesan awal citra mata hingga pengenalan citra iris. Pada penelitian ini hanya menggunakan program Libor Masek pada tahap pemrosesan awal saja. Pemrosesan awal pada Program Libor Masek mencangkup dua tahap, yaitu tahap segmentasi dan tahap normalisasi. Proses segmentasi bertujuan untuk memisahkan iris dari citra mata keseluruhan. Secara biologis, iris berada di antara sclera (batas luar/outer boundary) dan pupil (batas dalam/inner boundary). Dilihat dari polanya, iris dapat dianggap berbentuk lingkaran. 77

Template Gambar 4. Pemrosesan Awal pada Citra 001_1_1 Mask Proses normalisasi bertujuan untuk mengubah bentuk iris yang berupa lingkaran ke dalam bentuk persegi panjang dengan ukuran tertentu. Normalisasi di sini dilakukan dengan memetakan ulang setiap titik pada area iris (koordinat Cartesian) ke dalam koordinat polar menggunakan Daughman s rubber sheet. Citra hasil proses segmentasi dinormalkan ke dalam ukuran 240x32 pixel sehingga informasi yang diperoleh dari suatu citra iris akan lebih banyak. Terdapat dua citra sebagai hasil proses normalisasi, yaitu citra polar/template dan citra noise/mask. 3.3 Ekstraksi Ciri dengan Dekomposisi Transformasi Wavelet Proses ekstraksi ciri (feature extraction) merupakan tahap yang penting dalam identifikasi pola iris mata. Setiap pola citra iris mata adalah unik, karena itu diperlukan ekstraksi ciri yang tepat untuk membedakan masing-masing pola iris mata tersebut. Dengan ekstraksi ciri akan diperoleh informasi-informasi penting dari tekstur iris mata. 30 4 LL3 LH3 HL3 HH3 LH 2 HL 2 HH 2 LH 1 32 HL 1 HH 1 240 (a) (b) Gambar 5. (a) Proses Ekstraksi Ciri, (b) Diagram Konsep untuk Dekomposisi Transformasi Wavelet Teknik ekstraksi ciri yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dekomposisi transformasi wavelet. Gambar 5. menunjukkan proses konseptual untuk memperoleh vektor ciri. Dari citra iris 240x32 yang diperoleh dari tahap preprocessing, kemudian dilakukan transformasi wavelet sebanyak tiga level. Sehingga diperoleh citra berukuran 30x4. Vektor ciri diperoleh dari penggabungan komponen transformasi wavelet level 3 pada area HH, dan rata-rata dari masing-masing komponen HH, yaitu HH1, HH2, dan HH3. Sehingga vector ciri yang diperoleh adalah sebanyak ((30x4)+3)x2 = 246 bit. Filter transformasi wavelet yang diuji pada penelitian ini sebanyak delapan filter, yaitu sym2, sym3, db1, db2, db3, coif1, coif2, dan coif3. 3.4 Klasifikasi dengan Levenshtein Distance Levenshtein Distance dipilih dalam penelitian ini karena algoritma tersebut diyakini dapat mengatasi ketidakonsistenan rotasi pada saat pengambilan/akuisisi citra iris mata. Keunggulannya yaitu dengan mencari posisi bit yang optimal sehingga matrik ciri yang dihasilkan memiliki elemen yang mendekati elemen pada matrik ciri citra latih dan memiliki pola yang menyerupai citra latih. Pencarian batas ambang (threshold) digunakan sebagai klasifikasi, yaitu untuk memisahkan antara pola/kelas yang sama (intra-class) dengan pola/kelas yang berbeda (inter-class). Pada penelitian ini, jumlah pola yang dijadikan sebagai pelatihan adalah 30 pola berbeda yang masing-masing diambil sampel sebanyak 4 buah. Total citra yang dihasilkan pada data latih untuk memperoleh threshold adalah 180 perbandingan citra, atau 180 nilai Levehenshtein Distance. Harga paling maksimum dari ke-180 nilai Levehenshtein Distance inilah yang dijadikan sebagai threshold. 78

Nilai Levenshtein Distance pada penelitian ini, dapat diformulasikan sebagai berikut: 1 N ' ' LD = X ( XOR) Y j ( AND) X n ( AND) Y N j j n j N X ( OR) Y i= 1 k = 1 dimana X j dan Y j adalah dua buah string template yang akan dibandingkan, yang akan dibandingkan, dan N adalah jumlah bit yang dihasilkan tiap string. nk nk X n k dan (3) Y n k adalah dua buah string mask Setelah proses pelatihan, yaitu mendapatkan nilai batas ambang (threshold) yang terbaik untuk memisahkan antara pola/ kelas yang sama (intra-class) dengan pola/kelas yang berbeda (inter-class) maka tahapan selanjutnya adalah pengambilan keputusan pada saat proses pengujian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kinerja dari sistem identifikasi iris mata. Gambar 6. Proses Pengujian 4. Hasil Pengujian a. Pengaruh Filter Wavelet Parameter konstan yang digunakan sebagai pelatihan adalah level dekomposisi 1dan subband wavelet LL. Dari hasil pengujian terhadap tiga jenis filter wavelet berikut ordonya seperti terlihat pada Tabel 2., tingkat akurasi tertinggi dihasilkan oleh filter wavelet coif2, yaitu sebesar 99,17%. Tabel 2. Pengaruh Filter Wavelet terhadap Tingkat Akurasi Ukuran Jenis Ordo Tingkat Threshold Matrik Filter Filter Akurasi Ciri sym 2 0.2901 17x240 94,17 % 3 0.3069 18x240 96,67 % 1 0.2893 16x240 95 % db 2 0.2901 17x242 94,17 % 3 0.3069 18x244 96,67 % 1 0.2947 18x244 95 % coif 2 0.3084 21x250 99,17 % 3 0.2987 24x256 96,67 % Oleh karena itu, dari percobaan diatas maka filter wavelet coif2 yang digunakan untuk analisis pada tahap selanjutnya. b. Pengaruh Perbaikan Batas Ambang (Threshold) Pada sub bab ini akan dianalisis seberapa optimalkah perbaikan parameter threshold mampu menghasilkan tingkat akurasi, jika jumlah pola iris mata yang dilatihkan sebanyak 30 pola iris mata. Masing-masing pola diambil sampel sebanyak 4 buah untuk citra latih dan 3 buah untuk citra uji. Nilai threshold yang dijadikan sebagai klasifikasi antara citra di dalam kelas/pola yang sama dan citra diluar kelas adalah maksimum LD intra-class, yaitu 0.3311. Pada pengujian, dapat dilihat bahwa threshold 0.36 menghasilkan performansi sistem identifikasi yang lebih besar dibandingkan nilai threshold yang lainnya. Dengan keberhasilan terima citra didalam kelas/intra-class sebesar 98,33% dan keberhasilan tolak citra diluar kelas/inter-class sebesar 99,20%, menghasilkan performansi sistem identifikasi sebesar 98,77%. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa batas threshold 0.36 dapat memperbaiki performansi sistem identifikasi dan selanjutnya akan digunakan pada tahap pengujian. 79

Distribusi Intra-Class dan Inter-Class dari Levenshtein Distance 0.55 0.5 interclass intraclass Levenshtein Distance 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.10 threshold akhir = 0.36 threshold awal = 0.3311 0.05 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 Perbandingan Data Latih Gambar 7. Distribusi Intra-class dan Inter-class LD pada Data Uji c. Analisa Performansi Sistem Identifikasi a. FAR (False Acceptance Rate) dan FRR (False Rejection Rate) Dalam sistem identifikasi yang dirancang ini, pengujian dilakukan sebanyak 360 perbandingan citra didalam kelas/intraclass, dan 870 perbandingan citra diluar kelas/inter-class. Dari hasil pengujian, didapatkan rata-rata nilai FAR 0.80% dan FRR 1.67%. Nilai FAR yang diperoleh lebih kecil daripada nilai FRR, ini berarti kemungkinan masuknya orang yang tidak berhak akses juga lebih kecil. b. Kecepatan Sistem Pengujian kecepatan sistem dalam melakukan identifikasi citra diperlukan dalam perancangan sistem karena diharapkan sistem mampu bekerja secara real time. Dari hasil pengujian kecepatan sistem, dari proses awal sampai proses pengenalan, diperoleh total waktu pemrosesan antara 8.6263 9.9473 detik. Hasil pengujian kecepatan sistem tersebut diperoleh waktu proses yang cukup singkat untuk mengidentifikasi satu citra sampel, sehingga sangat mungkin dilakukan pengembangan sistem untuk dapat diaplikasikan pada waktu nyata (real time). 5. Kesimpulan dan Saran Dalam penelitian ini, telah dirancang dan direalisasikan program sistem identifikasi iris mata menggunakan dekomposisi transformasi wavelet dan Levenshtein Distance, dengan tingkat akurasi 98,77% dengan FAR 0,80% dan FRR 1,67%. Parameter terbaik yang digunakan untuk ekstraksi ciri dengan dekomposisi transformasi wavelet adalah filter wavelet coiflet ordo 2, dan dipilih 8 pergeseran bit dan batas ambang (threshold) 0.36 pada klasifikasi Levenshtein Distance. Waktu yang diperlukan untuk melakukan identifikasi iris mata (tidak termasuk preprocessing citra) adalah 0.321 0.3322 detik, sehingga sistem diharapkan dapat bekerja real time. Diperlukan metode preprocessing yang lebih baik, khususnya dalam hal mengatasi waktu komputasi. Pemrograman ulang dengan bahasa pemrograman lainnya, semisal C++ akan menghasilkan waktu komputasi yang lebih cepat. Penggunaan ekstraksi ciri dengan metode lain yang menghasilkan ciri yang berbeda antar citra yang dimasukkan, sehingga memiliki jarak antar pola ciri yang cukup jauh. Sistem ini dapat dikembangkan untuk proses citra secara waktu nyata (real time) untuk aplikasi identitas imigrasi, security perbankan atau sistem keamanan lainnya. Daftar Pustaka [1] Daugman, J. (2002). How Iris Recognition Works, In 2002 International Conference on Image Processing, volume 1, pages 33 36. [2] Dharma, E.M. (2004). Teknik Steganografi pada Citra Digital dengan Transformasi Wavelet. Institut Teknologi Bandung. [3] Heeringa, W. (2004). Measuring Dialect Pronunciation Differences using Levenshtein Distance, Ph.D. Thesis, University of Groningen. [4] Jain, A. K., Ross, A., and Prabhakar, S. (2004). An Introduction to Biometric Recognition, IEEE Trans. Circuits and Systems for Video Technology Journal, 14:4 20. [5] Masek, L. (2003). Recognition of Human Iris Patterns for Biometric Identification, Thesis, The University of Western Australia. [6] Schimke, S., Vielhauer, C., and Dittmann, J. (2004). Using Adapted Levenshtein Distance for On-Line Signature Authentication, IEEE Journal. [7] CASIA Iris Image Database, Chinese Academy of Sciences (CASIA). Available: www. sinobiometrics. com/ resources.htm, diakses terakhir tanggal 24 Juli 2010. [8] Greco, J and David, K. (2003). Statistical Pattern Recognition of the Iris, www. mil.ufl.edu/publications/fcrar04/ fcrar2004_iris.pdf, diakses tanggal 24 Juli 2010. 80