BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penegakan Hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hukum tersebut harus ditegakkan demi terciptanya tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang dirumuskan pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alenia ke-empat yaitu membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Agar tujuan dan cita-cita Bangsa Indonesia tersebut dapat tercapai, maka negara melaksanakan pembangunan dalam segala bidang demi kesejahteraan rakyat, dan rakyat Indonesia itu sendiri harus merasa aman dari berbagai macam ancaman dan bahaya baik yang datang dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Usaha pembangunan ini juga harus

2 didukung dengan tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) yang tersedia dengan baik dan bijaksana. Selain itu, negara melalui alatalat perlengkapan negara harus mampu membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung usaha pembangunan tersebut dengan tetap berpihak pada kepentingan umum. Dengan demikian, diharapkan usaha pembangunan tersebut dapat dilaksanakan dengan adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Meskipun demikian, dalam kenyataannya pemerintah masih mengalami banyak kendala. Perkembangan jaman membawa pengaruh besar pada perkembangan masyarakat, perilaku, maupun pergeseran budaya dalam masyarakat. Terlebih lagi dalam masa reformasi kondisi ekonomi bangsa ini yang semakin terpuruk. Tidak hanya mengalami krisis ekonomi saja, namun juga berdampak pada krisis moral. Karena desakan ekonomi, banyak orang yang mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Masalah ini menyebabkan semakin tingginya angka kriminalitas terutama di daerah urban terjadi kepadatan penduduk, jumlah pengangguran yang semakin bertambah, didukung dengan angka kemiskinan yang tinggi mengakibatkan seseorang tega untuk berbuat jahat.

3 Kejahatan menurut hukum adalah perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah hukum. Kejahatan terjadi di setiap tempat, waktu, dan negara. Melihat kejahatan yang menimbulkan kerugian dalam masyarakat, maka peranan hukum dalam menegakkan keadilan sangat diperlukan. Bagaimanapun bentuk kejahatan yang ada dalam masyarakat, harus dilakukan usaha untuk mencegah dan mengurangi timbulnya kejahatan yang baru serta ditetapkan cara-cara penanggulangannya. Salah satu fenomena kejahatan yang terjadi dalam masyarakat saat ini adalah praktek perdagangan orang, khususnya perdagangan perempuan dan anak. Harkat dan martabat wanita yang seharusnya dijunjung tinggi, dijual dengan beberapa uang rupiah. Perdagangan perempuan dan anak ini dilakukan dengan perorangan maupun secara kelompok dan berakhir dengan individu yang membeli korban perdagangan perempuan dan anak tersebut. Masalah perdagangan perempuan dan anak merupakan masalah yang sangat serius dan perlu ditindaklanjuti secara hukum karena menyangkut masalah hak asasi manusia yang berkaitan dengan segala bentuk kekerasan, penyiksaan, pengabaian harkat dan martabat perempuan dan anak dalam kehidupan masyarakat. Perdagangan perempuan dan anak juga dapat menghambat pembangunan sumber daya manusia mengingat

4 dampak sosial dan psikologis yang dialami para korban, menghalangi mereka untuk berfungsi secara sosial, memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan melanjutkan proses regenerasi yang berkualitas. Meningkatnya jumlah keluarga miskin dan angka putus sekolah di berbagai tingkat pendidikan, menurunnya kesempatan kerja dan kebiasaan negatif seperti dibiarkannya prostitusi di berbagai daerah yang muncul sebagai dampak krisis sangat potensial mendorong timbulnya perdagangan perempuan dan anak. Hal ini menjadi semakin parah karena melemahnya peranan lembaga keluarga dan solidaritas antar warga masyarakat untuk melaksanakan fungsi pemenuhan kebutuhan ekonomi, sosial dan psikologis sekaligus control terhadap para anggotanya. Perdagangan perempuan dan anak merupakan salah satu bentuk perlakuan yang sangat buruk dari tindak kekerasan yang dialami perempuan dan anak dan termasuk sebagai tindak kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia. Bertambah maraknya masalah perdagangan perempuan dan anak diberbagai negara, terutama negaranegara yang sedang berkembang telah menjadi perhatian masyarakat internasional dan organisasi internasional, terutama Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB).

5 Terjebaknya anak-anak perempuan dalam dunia prostitusi merupakan suatu realitas sosial yang banyak ditemukan tidak hanya di kota besar saja, sehingga korbannya tersebar ke berbagai tempat di Indonesia. Mereka dapat ditemukan di pinggir jalan, tempat-tempat hiburan malam seperti kafe, diskotik, club malam, dan tempat-tempat pariwisata atau di lokalisasi. Banyak sekali dampak buruk yang menimpa korban child trafficking dengan tujuan untuk dilacurkan baik bagi perkembangan fisik, psikis, dan sosial yang akan dirasakan oleh korban. Banyak cara dan modus operandi yang dilakukan oleh pelaku kejahatan perdagangan orang terutama perempuan dan anak, antara lain, dengan cara penipuan atau janji-janji bohong sehingga korban tidak menyadari bahwa dirinya adalah obyek dari kejahatan perdagangan yang dilakukan oleh pelaku perorangan ataupun suatu jaringan yang luas dan terorganisasi baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia. Bahkan tanpa disadari pihak anggota keluarga sendiri seperti orang tua yang mempunyai latar belakang sosial ekonomi rendah dengan berbagai faktor pendorong baik ekstern maupun intern memberikan peluang terjadinya perdagangan orang. Faktor keluarga yang lemah dan daya integrasi keluarga kurang kuat menyebabkan tidak dapat mencegah terjadinya perdagangan perempuan dan anak. Perdagangan manusia merupakan

6 kendala besar di Indonesia. PBB memasukkan Indonesia ke dalam tir 2 (tingkatan buruk). Mengatasi permasalahan perdagangan anak tidak hanya melibatkan satu lembaga, akan tetapi harus melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada di masyarakat, yaitu instansi-instansi pemerintah, LSM, organisasi kemasyarakatan yang tergabung dalam sebuah kemitraan yang diperkuat oleh peraturan pemerintah, paling tidak keputusan menteri untuk bersama-sama menangani masalah perdagangan anak. Faktor lain pendorong perdagangan anak adalah ketidak mampuan sistem pendidikan yang ada maupun masyarakat untuk mempertahankan anak supaya tidak putus dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Petugas kelurahan dan kecamatan yang membantu pemalsuan Kartu Tanda Penduduk (KTP) anak yang diperdagangkan juga menjadi faktor pendorong utama perdagangan anak. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan instrumen hukum atau kebijakan yang lebih ketat secara efektif mencegah pemalsuan KTP, 1. Aparat penegak hukum mempunyai kapasitas yang sangat penting dalam menanggulangi masalah perdagangan perempuan dan anak 1 Mira Alfirdaus.2006. Pencegahan Trafficking Anak Apa, Mengapa, dan Bagaimana?. <http://www.stoptrafiking.or.id/ > (Diakses tanggal 5 Desember 2012, Pukul 17.25 WIB)

7 walaupun instrumen yang dimiliki masih terbatas, namun setidaknya aturan hukum yang bila dilaksanakan sepenuhnya dapat membantu menanggulangi masalah perdagangan terhadap perempuan dan anak. Apabila ditinjau secara yuridis, maka tindak pidana perdagangan perempuan dan anak tersebut melanggar hak-hak asasi manusia dan hal tersebut telah bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, yaitu dapat kita lihat pada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, juga telah melanggagar Ketentuan Pasal 297 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 20 dan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Pasal 78, Pasal 83, dan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Selain itu pengaturan mengenai tindak pidana perdagangan perempuan dan anak juga tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, Pasal 433, Pasal 460, dan Pasal 498 RUU KUHP, serta beberapa konvensi Internasional seperti Konvensi Internasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, Protokol Konvensi Hak

8 Anak mengenai Perdagangan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak, dan lain sebagainya. Salah satu kendala utama dalam upaya pengungkapan perkara perdagangan anak secara tuntas, adalah berkaitan dengan masalah pembuktian di pengadilan. Pelaksanaan pembuktian yang dilakukan oleh Penuntut Umum dalam perkara pidana perdagangan anak, bukanlah pekerjaan yang mudah dan ringan. Tindak pidana perdagangan anak adalah tindak pidana yang mempunyai karakteristik tertentu, yang menyulitkan bagi penuntut umum untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Banyaknya perkara perdagangan anak yang gagal dibuktikan di pengadilan, yang ditandai dengan dijatuhkannya putusan bebas bagi terdakwa, menunjukkan bahwa perkara perdagangan anak memang mengandung tingkat kesulitan yang cukup tinggi dalam masalah pembuktian. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan Undang-Undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari hukuman.

9 Sebaliknya apabila kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan Majelis Hakim akan menjatuhkan hukuman pidana sesuai dengan pasal yang diancamkan. Tindak pidana perdagangan anak, dalam pelaksanaan pembuktiannya dilakukan sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Proses pembuktian di persidangan tidaklah selalu berjalan lancar, tidak jarang dijumpai hambatan-hambatan dalam proses pembuktian. Berdasarkan hal tersebut, Penulis tertarik untuk melakukan pengkajian secara mendalam terhadap permasalahan yang berkaitan dengan pembuktian tindak pidana perdagangan anak di persidangan oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tangerang menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 2, termasuk pelaksanaan serta hambatan-hambatannya. Sehubungan dengan hal tersebut, Penulis mengkaji proses 2 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. pembuktian pada perkara yang ditangani oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tangerang dengan Nomor Register Perkara : 942/Pid.B/den2009/TNG dengan terdakwa atas nama Gik Po Untuk itu Penulis melakukan penelitian dalam bentuk Penulisan Hukum/Skripsi yang berjudul : ANALISIS PUTUSAN 2 Indonesia, Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 23

10 TINDAK PIDANA DALAM PERKARA TRAFFICKING MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus Putusan No 942/Pid.B/2009/PN Tangerang) B. Pokok Permasalahan Perumusan masalah dibuat dengan tujuan untuk memecahkan masalah pokok yang timbul secara jelas dan sistematis. Perumusan masalah dimaksudkan untuk lebih menegaskan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat ditentukan suatu pemecahan masalah yang tepat dan mencapai tujuan atau sasaran sesuai yang dikehendaki. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, perumusan masalah dalam penulisan hukum ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah yang menjadi dasar majelis hakim dalam memberikan keputusan terhadap pelaku tindak pidana perdagangan anak? 2. Apakah Keputusan No 942/Pid.B/2009/PN TNG telah sesuai dengan ketentuan UU No 23/2002 tentang perlindungan anak? C. Tujuan Penulisan Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan yang jelas. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam melangkah

11 sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh Penulis dalam penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui menjadi dasar majelis hakim dalam memberikan keputusan terhadap pelaku tindak pidana perdagangan anak. b. Untuk mengetahui Keputusan No 942/Pid.B/2009/PN TNG telah sesuai dengan ketentuan UU No 23/2002 tentang perlindungan anak D. Metodologi Penelitian 1. Jenis dan pendekatan penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini merujuk kepada keseluruhan data yang mencakup bahan hukum primer (bahan-bahan yang mengikat), bahan hukum sekunder (bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer), dan bahan hukum tersier (bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder). 3 2001), hlm. 25 3 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo,

12 2. Sumber Data Dalam penelitian hukum normatif, metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Sumber data dalam penelitian hukum normatif dalah mencakup: 4 a. Bahan hukum primer (bahan-bahan yang mengikat), yaitu: peraturan perundang-undangan, dan buku-buku ilmiah b. Bahan hukum sekunder, yaitu: yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil karya atau analisis yuridis para ahli hukum. c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, yaitu: bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti: Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum. 2005). hlm 113 4 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

13 3. Anaslisi Data Bahan-bahan yang berhasil dukumpulkan selanjutnya dianalisis dengan metode deskriptif analitis, artinya semua bahan hukum atau referensi yuridis yang dikumpulkan kemudian digunakan untuk memperoleh gambaran umum mengenai tindak pidana penjualan anak secara lengkap dan sistematis. E. Kerangka Konsepsional Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum dan masyarakat, dengan jalan menganalisisnya. Yang diadakan pemeriksaan secara mendalam terhadap fakta hukum dan permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. Agar suatu penelitian ilmiah dapat berjalan dengan baik maka perlu menggunakan suatu metode penelitian yang baik dan tepat. Metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada di dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan (Soerjono Soekanto, 1986 : 7) 5. Dalam 5 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia (UI- Press, 1986), hlm. 7

14 penulisan skripsi ini bisa disebut sebagai suatu penelitian ilmiah dan dapat dipercaya kebenarannya dengan menggunakan metode yang tepat. Dalam penulisan skripsi ini beberapa istilah yang dijadikan sebagai definisi operasional adalah sebagai berikut: 1. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatu undang-undang (Pasal 1 butir 11 KUHAP). 6 2. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara uang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan terhadap terdakwa. 7 3. Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaanya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (Pasal 1 Butir 14 KUHAP). 8 6 Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pasal 1 Butir 11 7 M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, edisi kedua, (Jakarta Sinar Grafika, 2002), hlm. 252 8 Ibid., Pasal 1 Butir 14

15 4. Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili disidang pengadilan (Pasal 1 Butir 15 KUHAP). 9 5. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. 6. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri (Pasal 1 Butir 26 KUHAP). 10 F. Sistematika Penulisan Agar Skripsi ini dapat tersusun secara teratur dan berurutan sesuai apa yang hendak dituju dan dimaksud dengan judul skripsi, maka dalam sub bab ini Penulis akan membuat sistematika sebagai berikut : 9 Ibid., Pasal 1 Butir 15 10 Ibid., Pasal 1 Butir 26

16 BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika skripsi. BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PEMBUKTIAN Dalam bab ini diuraikan, mengenai kerangka teori yang meliputi : Pengertian Pembuktian; Asas asas Pembuktian, Teori/Sistem Pembuktian dan Jenis Alat Bukti Menurut KUHAP.. BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG TRAFFICKING Dalam bab ini untuk mengetahui definisi tindak pidana perdagangan orang atau trafficking, masalah perdagangan anak, tinjauan umum tentang tindak pidana perdagangan anak, pengertian perdagangan, perdagangan anak, juga peran serta aparatur negara, masyarakat. BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini dibahas, kasus posisi, tuntutan dan dakwaan penuntut umum, pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Tangerang dalam mengambil keputusan dan analisisnya pelaksanaan pembuktian tindak pidana perdagangan anak di persidangan oleh Penuntut Umum

17 Kejaksaan Negeri Tangerang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak BAB V: PENUTUP Dalam bab ini terbagi dalam dua bagian yaitu kesimpulan dan saran.