BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi negara yang sedang berkembang. Pembangunan pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. bagi warga negaranya. Salah satu bagian Hak asasi manusia yaitu bahwa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan investasi, hak, dan kewajiban setiap manusia. Kutipan tersebut juga

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju mensyaratkan para pekerja yang cakap, profesional dan terampil.

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

BAB I PENDAHULUAN. haknya. Bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

I. PENDAHULUAN. hidup layak dan baik. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

TINJAUAN YURIDIS INFORMED CONCENT BAGI PENANGANAN PASIEN GAWAT DARURAT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG KEWAJIBAN RUMAH SAKIT DAN KEWAJIBAN PASIEN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. membuat masyarakat berlomba lomba untuk mendapatkan kehidupan yang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

MAKALAH HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA HAK ASASI MANUSIA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang sangat penting dalam suatu kegiatan produksi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum 1. Negara hukum adalah negara. yang berlandaskan hukum dan keadilan bagi warganya.

terhadap penelitian normatif (penelitian yuridis normatif), maka penting sekali

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut.

Hak Asasi Manusia Dalam Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dirugikan dan harus diperlakukan sama tanpa diskriminasi yang tidak rasional.

BAB I PENDAHULUAN. 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak dapat berjalan lancar sesuai dengan harapan dan cita-cita luhur

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. hendaya (disabilitas) pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia. Fungsi jiwa

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang menakutkan. Ketakutan akan penyakit HIV/AIDS yang

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Institute for Criminal Justice Reform

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi dan sebagainya. Setiap orang dianggap mampu untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi suatu negara, terutama bagi negara yang sedang berkembang. Pembangunan pada hakekatnya adalah proses perubahan yang terus-menerus menuju kemajuan dan perbaikan. Pembangunan ini sering didefinisikan sebagai suatu usaha yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu negara dan bangsa. Negara Republik Indonesia merupakan negara yang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di berbagai sektor kehidupan bangsa. Pembangunan nasional yang dilaksanakan bangsa Indonesia saat ini dilakukan dalam rangka mewujudkan pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya. Pembangunan masyarakat seluruhnya dilakukan guna mewujudkan masyarakat adil, sejahtera, makmur dan merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diarahkan pada peningkatan harkat, martabat dan kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa. Salah satu pembangunan yang 1

2 mendapatkan perhatian besar dari negara adalah pembangunan di bidang kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan, merupakan suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut meliputi peningkatan kesehatan masyarakat baik fisik maupun non fisik. Di dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan, bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas dan kompleks. Hal ini sesuai dengan pengertian kesehatan yang diberikan oleh dunia internasional sebagai berikut : A state of complete physical, mental, and social, well being and not merely the absence of desease or infirmity 1, yang artinya sehat adalah suatu keadaan kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Sejak berdirinya Republik Indonesia, pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan dan ketentuan hukum dalam bidang kesehatan agar pelayanan dan pemeliharaan kesehatan dapat berjalan dengan baik. Pemerintah menyadari rakyat yang sehat merupakan aset dan tujuan utama dalam mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Sampai sekarang sudah 1 Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum dan Masalah Medik, Surabaya : Erlangga University Press, 1984, hlm.17.

3 terdapat puluhan peraturan dan perundang-undangan yang diterbitkan pemerintah. Kumpulan peraturan-peraturan dan ketentuan hukum yang mengatur mengenai kesehatan inilah yang dimaksud dengan hukum kesehatan. 2 Ketentuan hukum di bidang kesehatan yang diterbitkan pemerintah misalnya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya disebut Undang-Undang Kesehatan) dan Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (selanjutnya disebut Undang-Undang Rumah Sakit). Kedua undang-undang tersebut mengatur mengenai fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit. Dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, banyak sekali hal yang dapat dilakukan rumah sakit untuk menolong pasien. 3 Belakangan ini rumah sakit ramai diberitakan belum ramah terhadap pasien miskin. Kabar penolakan pasien miskin hampir setiap hari menjadi judul berita media massa. Ungkapan orang miskin dilarang sakit merupakan sindiran terhadap pelayanan rumah sakit yang terkesan melakukan diskriminasi pelayanan terhadap pasien miskin. Hal ini terbukti dengan banyaknya keluhan pasien miskin terhadap pelayanan rumah sakit. Keluhan tersebut antara lain terkait dengan buruknya pelayanan perawat, sedikitnya kunjungan dokter pada pasien rawat inap, serta lamanya pelayanan oleh tenaga kesehatan (apoteker dan petugas laboratorium). Lebih lanjut, banyak pasien miskin yang juga menyatakan bahwa pengurusan administrasi rumah 2 M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan Edisi 3, Jakarta : ECG, 1999, hlm. 29. 3 Tjandra Yoga Aditama, Manajemen Rumah Sakit Edisi 2, Jakarta : UI-Press, 2006, hlm. 305.

4 sakit masih rumit dan berbelit-belit dengan antrian yang panjang. Pasien rawat inap misalnya mengeluhkan rendahnya kunjungan dan disiplin dokter terhadap mereka, dan juga mengeluhkan sikap perawat yang kurang ramah dan simpatik terhadap mereka. Pasien miskin juga menyatakan bahwa dalam setahun terakhir mereka pernah diminta uang muka oleh pihak rumah sakit sebagai syarat dalam mendapatkan pelayanan rumah sakit. Penetapan uang muka merupakan salah satu faktor penghambat warga miskin mendapatkan pelayanan rumah sakit. Hal ini juga dibuktikan oleh pengakuan banyaknya pasien miskin yang menyatakan bahwa mereka pernah ditolak oleh rumah sakit. Salah satu alasannya karena pihak rumah sakit menetapkan uang muka sebagai syarat kelengkapan administrasi. 4 Banyak kasus diskriminasi yang dilakukan oleh rumah sakit kepada pasien miskin yang tidak terekspos media, terutama masalah penolakan terhadap pasien miskin. Penolakan terhadap pasien miskin menjadi perhatian masyarakat karena penolakan dan tindakan diskriminasi yang dilakukan rumah sakit menyebabkan kerugian pada pasien miskin. Penolakan tersebut dapat menyebabkan bertambah parahnya penyakit yang diderita pasien miskin tersebut bahkan berimbas pada kematian, apalagi jika penolakan tersebut terjadi saat kondisi gawat darurat yang tentunya harus segera dilakukan tindakan medis. Salah satu berita media massa yang 4 Ade Irawan (et.al.), Rumah Sakit Belum Berpihak Kepada Pasien Miskin, 2009, (http://www.antikorupsi.org/new/index.php?option=com_content&view=article&id=15873:ruma h-sakit-belum-berpihak-kepada-pasien-miskin&catid=42:rokstories&itemid=106&lang=id), 28 April 2013

5 menggemparkan masyarakat adalah dengan diberitakannya bayi Dera yang meninggal dunia pada tanggal 16 Februari 2013 tepat seminggu setelah kelahirannya yang prematur setelah ditolak oleh sepuluh rumah sakit. Digambarkan pula kondisi keluarga Dera yang hidup sederhana dan miskin. Dari berita tersebut muncullah opini dan persepsi masyarakat yang terbentuk bahwa ditolaknya bayi Dera karena tak mampu bayar pengobatan akibat kemiskinan keluarganya. Bagaimana dengan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah terhadap hal ini? Beberapa undang-undang yang dibuat pemerintah nyatanya melindungi rakyat kecil untuk mendapatkan pelayanan yang layak di rumah sakit seperti pengaturan dalam Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Rumah Sakit. Dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Kesehatan, ditetapkan bahwa rumah sakit dilarang menolak pasien dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Sementara itu, pada Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan juga disebutkan dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka. Undang-Undang Rumah Sakit juga menetapkan peraturan yang sama. Pasal 29 Undang-Undang Rumah Sakit mengatur mengenai kewajiban rumah sakit. Kewajiban rumah sakit antara lain : memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya, menyediakan

6 sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin, dan melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan. Pemerintah telah berupaya membuat peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan guna melindungi pasien miskin dari tindakan penolakan yang dilakukan rumah sakit. Pemerintah mengharapkan agar seluruh lapisan masyarakat dapat mendapatkan layanan kesehatan yang merata tanpa adanya diskriminasi dan agar seluruh rumah sakit dapat melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam Pasal 3 Undang- Undang Rumah Sakit. Adapun tujuan dari penyelenggaraan rumah sakit antara lain : mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit, meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit, dan memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan rumah sakit. Namun, meskipun peraturan perundangan telah mengatur hal tersebut, dalam realita pelayanan kesehatan di negeri ini, kita masih saja mendengar rumah sakit yang tidak segan-segan menolak pasien berkantong tipis. Judul skripsi ini merupakan hasil karya dan ide sendiri dari Penulis. Penulis telah memeriksa judul skripsi di laboratorium Fakultas Hukum

7 dan tidak terdapat judul yang serupa. Terdapat judul penulisan skripsi dengan topik yang sama yang diambil oleh penulis. Judul serupa yang pertama adalah Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Sebagai Konsumen Jasa di Bidang Pelayanan Medis Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata oleh L. Niken Rosari, mahasiswi Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan NIM. E0006020. Judul yang berikutnya adalah Penolakan Pelayanan Medis Oleh Rumah Sakit Terhadap Pasien yang Membutuhkan Perawatan Darurat oleh Cahyo Agi Wibowo, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya dengan NIM. 09120042. Kedua judul skripsi tersebut mirip dengan judul penulisan skripsi ini, tetapi penulis memandang dari sudut yang berbeda, penulis menghubungkan permasalahan dengan perlindungan hukum dalam Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Rumah Sakit. Dengan demikian penulisan skripsi ini merupakan penulisan yang pertama dan asli adanya. Jadi, berdasarkan kesenjangan yang terjadi antara peraturan perundangundangan mengenai kewajiban rumah sakit untuk tidak menolak pasien miskin dan kenyataan di masyarakat yang masih terjadi penolakan pasien miskin oleh rumah sakit, maka penulis mencoba mengangkat persoalan mengenai: TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PENOLAKAN PASIEN MISKIN PADA KEADAAN GAWAT DARURAT OLEH RUMAH SAKIT DIHUBUNGKAN DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN (DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN

8 2009 TENTANG KESEHATAN jo. UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT). B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, identifikasi masalah yang akan diteliti oleh penulis dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah yang dimaksud dengan perlindungan hukum terhadap pasien miskin menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit? 2. Bagaimanakah tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pasien miskin atas tindakan penolakan yang dilakukan oleh rumah sakit pada keadaan gawat darurat? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dinyatakan sebelumnya, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengkaji perlindungan hukum terhadap pasien miskin menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Mengkaji tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pasien miskin atas tindakan penolakan yang dilakukan oleh rumah sakit pada keadaan gawat darurat.

9 D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan yang diharapkan dari rencana penulisan ini antara lain : 1. Kegunaan Teoritis Kegunaan teoritis yaitu manfaat dari penulisan hukum yang berkenaan dengan pengembangan ilmu hukum. Kegunaan teoritis dari penulisan ini sebagai berikut : a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya khususnya hukum mengenai kesehatan dan hukum rumah sakit. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang perlindungan hukum terhadap pasien miskin sebagai konsumen jasa di bidang pelayanan medis. c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitianpenilitian sejenis untuk tahap berikutnya. 2. Kegunaan Praktis Kegunaan praktis yaitu manfaat yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pasien miskin agar tidak mengalami lagi penolakan oleh rumah sakit terutama pada keadaan gawat darurat. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum baik bagi pihak rumah sakit agar mematuhi kewajiban dalam peraturan perundang-undangan, maupun bagi

10 pihak pasien agar mengetahui haknya sehingga hak tersebut tidak disalahgunakan. E. Kerangka Pemikiran Negara mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap diri masyarakatnya tanpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak, dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian, pemerintah bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, membela, dan menjamin hak asasi manusia setiap warga negara dan penduduknya tanpa diskriminasi. Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut, tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu, hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Sesuai dengan Pasal 1 ayat (3)

11 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum, perlindungan hukum dari negara terhadap hak asasi manusia bagi masyarakatnya terwujud dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disingkat menjadi UU HAM. Pasal 2 UU HAM menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan. Lebih lanjut pada Pasal 3 UU HAM ditegaskan bahwa setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dengan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum serta berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi. UU HAM menjunjung tinggi hak setiap warga masyarakat untuk mendapatkan hak-haknya tanpa adanya diskriminasi demi keadilan dalam masyarakat. Salah satu hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah kesehatan. Kesehatan sebagai salah

12 satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu. Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Pemerintah yang menyadari pentingnya pengaturan mengenai kesehatan bagi masyarakatnya mewujudkan pengaturan mengenai kesehatan tersebut ke dalam Undang- Undang No. 39 tahun 2009 tentang Kesehatan, yang selanjutnya disingkat menjadi Undang-Undang Kesehatan. Dalam Pasal 2 Undang-Undang Kesehatan dikatakan bahwa pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama. Hal ini berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membedakan golongan agama dan bangsa, dilaksanakan antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, serta antara material dan sipiritual, memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga negara, memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima pelayanan kesehatan, menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai

13 bentuk kesamaan kedudukan hukum, memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau, tidak membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki, serta memperhatikan dan menghormati serta tidak membedakan agama yang dianut masyarakat. Dalam Pasal 4 Undang-Undang Kesehatan ditegaskan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Sedangkan dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang- Undang Kesehatan dikatakan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan, setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Mengacu pada ketentuan tersebut maka setiap fasilitas pelayanan kesehatan hendaknya melaksanakan kewajibannya untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tanpa unsur diskriminasi di dalamnya. Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Pemerintah juga telah mengatur hal-hal yang berkenaan dengan rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang terwujud dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat menjadi Undang- Undang Rumah Sakit. Dalam Pasal 2 Undang-Undang Rumah Sakit ditekankan bahwa Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai

14 kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan Rumah Sakit harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan memberikan perlakuan yang baik dan manusiawi dengan tidak membedakan suku, bangsa, agama, status sosial, dan ras. Penyelenggaraan Rumah Sakit harus memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat serta pelayanan yang bermutu dengan tetap memperhatikan perlindungan dan keselamatan pasien. Kenyataan yang ada di masyarakat menunjukkan bahwa masih banyak rumah sakit yang belum memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tanpa unsur diskriminasi, banyak media massa yang memberitakan penolakan pasien miskin yang dilakukan pihak rumah sakit pada keadaan gawat darurat. Penulis menggunakan kata miskin karena ketentuan peraturan perundangundangan yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini menggunakan kata miskin. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang dimaksud dengan masyarakat miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.

15 Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Gawat darurat dapat timbul pada siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Gawat darurat dapat menimpa seseorang karena penyakit mendadak (akut) atau kecelakaan dan dapat menimpa sekelompok orang seperti pada kecelakaan massal, bencana alam atau karena peperangan. 5 Banyaknya kasus penolakan pasien miskin pada keadaan gawat darurat seringkali merugikan pasien miskin itu sendiri, baik immateriil maupun materiil, menuntut adanya suatu perlindungan hukum terhadap pasien miskin. Peraturan perundang-undangan di atas secara jelas mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap pasien miskin dan tindakan penolakan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit jelas bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan di atas. Melihat bahwa kasus penolakan pasien miskin makin marak diberitakan di media massa meskipun pemerintah telah berupaya melindungi hak pasien miskin dalam aturan perundang-undangan, nampaknya pemerintah perlu secara khusus memberikan perlindungan yang nyata bagi pasien miskin agar tidak kembali mengalami tindakan penolakan oleh rumah sakit, terutama pada keadaan gawat darurat. Mengacu pada halhal tersebut diatas, berdasarkan Pasal 32 huruf q Undang-Undang Rumah Sakit, pasien miskin yang ditolak oleh rumah sakit pada keadaan gawat darurat dapat menggugat dan/atau menuntut rumah sakit secara perdata ataupun pidana. 5 M.Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Op.Cit., hlm.166.

16 F. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan pada penulisan ini berupa pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. 1. Tahap Penelitian dan Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang hanya menggunakan dan mengolah data sekunder atau disebut juga dengan penelitian kepustakaan atau studi pustaka (library research) yang dikonsepsikan dan dikembangkan dengan kajian-kajian hukum. 6 Pendekatan yang dipakai dalam penelitian hukum ini akan menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach) mengenai masalah masalah penegakan perlindungan pasien serta digunakan pendekatan perundang- undangan (statue approach) terutama pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit sebagai instrumen hukumnya. Dalam suatu penelitian normatif, satu hal yang pasti adalah penggunaan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Dikatakan pasti karena secara logika hukum, penelitian hukum normatif didasarkan pada penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum yang ada. 7 Jadi, pendekatan ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan 6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta :UI-Press, 1986, hlm. 43. 7 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang : Bayumedia Publishing, 2005, hlm. 301.

17 hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier dari masing-masing hukum normatif. a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. 8 Bahan hukum primer dalam penelitian ini berupa Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan perundangundangan lainnya. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi sumber hukum primer serta implementasinya. 9 Jadi, bahan hukum sekunder memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil ilmiah para sarjana, hasil penelitian, buku-buku, koran, majalah, dokumen- dokumen terkait, internet, dan makalah, yang dalam penelitian ini peneliti menggunakan literatur yang berhubungan dengan hukum rumah sakit, hukum kesehatan, hukum kedokteran, hukum perdata dan hukum pidana. 8 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010, hlm. 141. 9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Raja Grafindo, 2001, hlm. 31.

18 c. Bahan hukum tersier, adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap sumber primer atau sumber sekunder. 10 Bahan hukum tersier berupa kamus bahasa Indonesia dan ensiklopedia. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian dibandingkan dan ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. Spesifikasi penelitian hukum ini adalah penelitian deskriptif analitis, yang diartikan sebagai suatu prosedur pemecahan masalah yang diteliti dan dianalisis pada saat sekarang berdasarkan gambaran fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. 2. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan cara analisis kualitatif dengan pola pikir/ logika deduktif, yaitu pola pikir untuk menarik kesimpulan dari kasus- kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Pada penelitian hukum yang berjenis normatif ini dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier tidak dapat lepas dari berbagai penafsiran hukum yang dikenal dalam ilmu hukum yang diperoleh dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari bahan pustaka baik berupa peraturan perundang- undangan, artikel,dari internet, makalah seminar nasional, jurnal, dokumen, dan data- data lain yang mempunyai kaitan dengan data penelitian ini. 10 Ibid.

19 G. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi, penulisan hukum ini akan dibagi menjadi lima bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, objek penelitian, penelitian dan pembahasan, serta penutup dengan menggunakan sistematika berikut : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini dikemukakan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : RUMAH SAKIT DAN PERLINDUNGAN HUKUM Bab kedua ini adalah bab mengenai tinjauan pustaka, membahas mengenai uraian teori, asas, norma, doktrin yang relevan yang diteliti baik dari buku, jurnal ilmiah, yurisprudensi, perundang-undangan dan sumber data lainnya. Bab ini membahas mengenai rumah sakit (hak dan kewajiban rumah sakit sebagai pelayanan kesehatan, hubungan hukum rumah sakit dengan tenaga kesehatan, kode etik rumah sakit) dan teori serta pengertian mengenai perlindungan hukum secara menyeluruh yang diberikan pemerintah bagi masyarakat di Indonesia. BAB III : KEDUDUKAN PASIEN DAN ISU PENOLAKAN PASIEN MISKIN YANG TERJADI DALAM MASYARAKAT Bab ini berisi uraian mengenai objek penelitian, yaitu mengenai pengaturan mengenai kedudukan pasien, hubungan pasien dengan rumah sakit, hak dan kewajiban pasien yang ditinjau dari referensi buku dan undang-undang,

20 termasuk hak pasien menurut UU Perlindungan Konsumen, hak pasien yang ditolak untuk melakukan pengaduan berdasarkan Permenkes No.49 Tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan, dan hak pasien miskin sebagai pemegang kartu kesehatan dari pemerintah, pengertian gawat darurat dan membahas mengenai IGD berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856/MENKES/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit, serta membahas mengenai isu penolakan pasien miskin yang terjadi dalam masyarakat yang bersumber dari koran maupun referensi internet lainnya. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini merupakan suatu penjelasan dari penelitian yang dilakukan penulis mengenai perlindungan hukum terhadap pasien miskin menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dan upaya hukum secara pidana dan perdata yang dapat dilakukan oleh pasien miskin atas tindakan penolakan yang dilakukan oleh rumah sakit. BAB V : PENUTUP Bab ini sebagai bagian akhir dari penulisan penelitian mengenai kesimpulan dan saran sebagai suatu masukan maupun perbaikan dari apa saja yang telah didapatkan selama penelitian.