ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

dokumen-dokumen yang mirip
ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

ARTIKEL ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

KORELASI ANTARA BESAR ARUS LISTRIK MELALUI MEDIUM AIR DENGAN KERUSAKAN HISTOPATOLOGI OTOT GASTROKNEMIUS TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PAPARAN ARUS LISTRIK SECARA LANGSUNG TERHADAP KERUSAKAN HISTOPATOLOGIK OTOT GASTROKNEMIUS TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 4 METODE PENELITIAN. Tikus wistar diadaptasi di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu

HUBUNGAN ANTARA VARIASI BESAR PAPARAN ARUS LISTRIK BOLAK-BALIK TERHADAP WAKTU KEJADIAN KEMATIAN TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. 50% dari jumlah korban sengatan listrik akan mengalami kematian. 1 Banyaknya

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI OTOT JANTUNG TIKUS WISTAR AKIBAT PAPARAN ARUS LISTRIK MELALUI MEDIA AIR TAWAR DAN AIR LAUT

EFEK PAPARAN ARUS LISTRIK MELALUI MEDIUM AIR TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIK OTOT JANTUNG TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN LAMA PAPARAN ARUS LISTRIK BOLAK-BALIK DI AIR TERHADAP DERAJAT KERUSAKAN OTOT EKSTREMITAS TIKUS WISTAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis mengenai sebab kematian sengatan listrik ditegakkan bila terjadi

PERBEDAAN GAMBARAN HISTOPATOLOGIS KULIT TIKUS WISTAR AKIBAT PAPARAN ARUS LISTRIK PADA MEDIA AIR TAWAR DAN AIR LAUT JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Histologi, Patologi Anatomi dan

EFEK PAPARAN ARUS LISTRIK SECARA LANGSUNG TERHADAP KERUSAKAN HISTOPATOLOGI OTOT JANTUNG TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 6 PEMBAHASAN. 6.1 Korelasi antara paparan arus listrik dosis bertingkat dengan jumlah titik hiperkontraksi serabut otot jantung

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ialah muatan listrik yang bergerak dari tempat yang berpotensial tinggi

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan

Efek Paparan Arus Listrik terhadap Jumlah Titik Hiperkontraksi Otot Jantung dan Kadar Kreatin Kinase - MB Serum Tikus Wistar

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi panas. 1 Kerusakan yang timbul

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

PERBEDAAN KERUSAKAN OTOT JANTUNG TIKUS WISTAR AKIBAT PAPARAN ARUS LISTRIK SECARA LANGSUNG DAN MELALUI MEDIA AIR

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kedokteran forensik dan

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR SELAMA 28 HARI (Studi pada tikus wistar)

BAB III METODE PENELITIAN

Efek Paparan Arus Listrik terhadap Jumlah Titik Hiperkontraksi Otot Gastrocnemius dan Kadar Kreatin Kinase Serum Tikus Wistar

SISTEM PENGAMAN KEBOCORAN ARUS LISTRIK PADA PEMANAS AIR ELEKTRIK

BAB III METODE PENELITIAN

PERBEDAAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI OTOT JANTUNG TIKUS WISTAR AKIBAR PAPARAN ARUS LISTRIK MELALUI MEDIA AIR TAWAR DAN AIR LAUT

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA GAMBARAN POST MORTEM MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS OTAK DAN HATI PADA TIKUS WISTAR SETELAH PEMBERIAN WARFARIN LD-50 DAN LD-100

PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN HEPAR PADA KELINCI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PARU TIKUS WISTAR LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi

ABSTRACT THE EFFECT OF CALCIUM AND VITAMIN D TOWARDS HISTOPATHOLOGICAL CHANGES OF WISTAR MALE RAT S KIDNEY WITH THE INDUCED OF HIGH LIPID DIET

PENGARUH PARASETAMOL DOSIS ANALGESIK TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HATI TIKUS WISTAR JANTAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOMORFOMETRI LIMPA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2012

HUBUNGAN ANTARA BESARNYA PAPARAN KUAT ARUS LISTRIK BOLAK-BALIK DI DALAM AIR TERHADAP GAMBARAN KERUSAKAN OTOT INTERKOSTALIS TIKUS WISTAR

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pemeliharaan hewan coba dilakukan di Animal Care Universitas Negeri

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TENTANG FAKTOR RISIKO PENYAKIT SEREBROVASKULAR TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Petir : Volt Volt = Kvolt PLN : Sumber 1 KVolt Gardu 1000 Volt Rumah 220 Volt Baterei : 9 Volt, 1,5 Volt

PENGARUH PEMBERIAN METHANIL YELLOW PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 30 HARI TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT BALB/C

HUBUNGAN ANTARA LAMA PAPARAN ARUS LISTRIK BOLAK-BALIK (AC) DI AIR TERHADAP KERUSAKAN OTOT JANTUNG TIKUS WISTAR

PENGARUH PARASETAMOL DOSIS ANALGESIK TERHADAP KADAR SERUM GLUTAMAT OKSALOASETAT TRANSAMINASE TIKUS WISTAR JANTAN

Kata kunci: Penyembuhan luka, Ulserasi, Mukosa Oral, Sirih Merah

BAB III METODE PENELITIAN. Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. Laboratorium Patologi Anatomi RSUP dr. Kariadi Semarang.

PENGARUH RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TESTIS TIKUS WISTAR JANTAN

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu dan lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut : dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Dr.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian. 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri

BAB IV METODE PENELITIAN. 1.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, ruang lingkup keilmuan yang digunakan adalah Ilmu

ABSTRACT THE EFFECT OF OLIVE OIL ADDITION INTO OATMEAL IN LOWERING BLOOD TOTAL CHOLESTEROL AND LDL (LOW DENSITY LIPOPROTEIN) IN WISTAR STRAIN RAT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu farmakologi,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang ilmu Anatomi, Patologi Anatomi dan

ABSTRAK. EFEK PROPOLIS INDONESIA MEREK X DALAM MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT JANTAN GALUR Swiss-Webster

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu farmakologi khususnya

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

PERBEDAAAN KERUSAKAN OTOT EKSTREMITAS TIKUS WISTAR AKIBAT PAPARAN ARUS LISTRIK SECARA LANGSUNG DAN MELALUI MEDIA AIR

PENYEMBUHAN LUKA INSISI SECARA MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS-WEBSTER

BAB III METODE PENELITIAN. Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. ini akan dilaksanakan dari bulan Februari-April tahun 2016.

BAB IV METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Pembimbing I : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Hartini Tiono, dr., M.Kes

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Biokimia. pembuatan pakan. Analisis kadar malondialdehida serum dilakukan di

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan

Kata kunci: perlemakan hati, rosela, bengkak keruh, steatosis, inflamasi lobular, degenerasi balon, fibrosis

ABSTRAK EFEK EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia Mangostana L.) TERHADAP WAKTU PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Biokimia.

ABSTRAK. PENGARUH BUBUK KULIT TELUR AYAM PETERNAK (Gallus gallus domesticus) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA INSISI PADA MENCIT Swiss-Webster JANTAN

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS GASTER TIKUS WISTAR SELAMA 4 MINGGU

PENGARUH LAMA WAKTU KEMATIAN TERHADAP KEMAMPUAN PERGERAKAN SILIA TRAKEA HEWAN COBA POST MORTEM YANG DIPERIKSA PADA SUHU KAMAR DAN SUHU DINGIN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (THT)

BAB III METODE PENELITIAN

Perbandingan Pemberian Brodifakum LD50 dan LD100 terhadap Perubahan Gambaran Patologi Anatomi Gaster Tikus Wistar

PENGARUH MENGUNYAH PERMEN KARET TERHADAP TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN PARU-PARU PADA KELINCI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Anestesiologi. proposal disetujui.

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK. PERBANDINGAN ANTARA PENGARUH OMEGA-3 DENGAN AEROBIC EXERCISE TERHADAP KADAR KOLESTEROL-LDL TIKUS JANTAN GALUR Wistar MODEL DISLIPIDEMIA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Medikolegal, Ilmu Kejiwaan, dan Ilmu Farmakologi. Semarang (UNNES) untuk pengandangan hewan coba, ekstraksi bahan, dan

ABSTRAK. PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI UJI TOKSISITAS SUBKRONIS DERMAL 28 HARI MINYAK ROSMARINI (Rosmarinus officinalis L.) PADA TIKUS PUTIH BETINA

Transkripsi:

PERBEDAAN EFEK VARIASI DOSIS PAPARAN ARUS LISTRIK SECARA LANGSUNG TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIK OTOT GASTROCNEMIUS POINT OF CONTACT LISTRIK DENGAN OTOT GASTROCNEMIUS EKSTREMITAS KONTRALATERAL TIKUS WISTAR THE DIFFERENCE OF HISTOPATHOLOGIC PRESENTATION AFTER DIRECT ELECTRICAL INSULT BETWEEN GASTROCNEMIUS MUSCLE POINT OF CONTACT AND CONTRALATERAL LIMB ON WISTAR RATS ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum COKRONINGRUM DEWI W G2A 006 039 PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO TAHUN 2010

PERBEDAAN EFEK VARIASI DOSIS PAPARAN ARUS LISTRIK SECARA LANGSUNG TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIK OTOT GASTROCNEMIUS POINT OF CONTACT LISTRIK DENGAN OTOT GASTROCNEMIUS EKSTREMITAS KONTRALATERAL TIKUS WISTAR Cokroningrum Dewi W 1, Hadi 2, Gatot Suharto 2 ABSTRAK Latar belakang : Sering terjadi kematian akibat listrik namun memiliki jejas yang minimal sehingga menyulitkan dalam mencari bukti yang tepat. Seringkali yang nampak pada kasus ini hanya kerusakan otot. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbedaan efek variasi dosis paparan arus listrik secara langsung terhadap gambaran histopatologik otot gastrocnemius point of contact listrik dengan otot gastrocnemius ekstremitas kontralateral tikus Wistar. Metode : 24 ekor tikus wistar diambil dengan simple random sampling. Sampel dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: kelompok perlakuan yang diberi paparan arus listrik secara langsung yaitu berturut-turut (P1) 1-30 ma, (P2) 31-60 ma, (P3) 61-90 ma dan (P4) 91-120 ma. Tikus pada masing-masing kelompok diberi arus listrik secara langsung selama 60 detik, dilanjutkan dekapitasi, pengambilan sampel, pembuatan preparat histopatologi dan pemeriksaan jumlah hiperkontraksi serabut otot gastrocnemius. Analisis data dilakukan dengan uji indepedent sample-t test. Hasil : Perbedaan bermakna rerata skor hiperkontraksi otot gastrocnemius (p<0,05). Rerata skor dan analisis hiperkontraksi P1, P2, P3 dan P4 otot gastrocnemius kiri depan dan kanan depan berturut-turut (110,17±55,45 dan 51,00±28,69 (p= 0.017); 126,16±29,87 dan 97,67±36,62 (p= 0,183); 207,33±74,99 dan 134,00±32 (p=0,052); dan 374,67±120,03 dan 217,50±68,54 (p= 0,019)).Terdapat perbedaan bermakna pada kelompok P1 (p = 0,017), dan P4 (p = 0,019). Simpulan : Terdapat perbedaan efek variasi dosis paparan arus listrik secara langsung terhadap gambaran histopatologik otot gastrocnemius point of contact listrik dengan otot gastrocnemius ekstremitas kontralateral tikus Wistar. Kata kunci : arus listrik, kontak langsung, otot gastrocnemius, hiperkontraksi, sengatan listrik 1 Mahasiswa program pendidikan S-1 kedokteran umum FK Undip 2 Staf pengajar Bagian Forensik Undip, Jl. Dr. Sutomo No. 18 Semarang ii

THE DIFFERENCE OF HISTOPATOLOGIC PRESENTATION AFTER DIRECT ELECTRICAL INSULT BETWEEN GASTOCNEMIUS MUSCLE POINT OF CONTACT AND CONTRALATERAL LIMB ON WISTAR RATS Cokroningrum Dewi W 1, Hadi 2, Gatot Suharto 2 ABSTRACT Background: Electrocution sometimes had no specific mark. This phenomenon caused difficulties in looking for the correct evidences of human deaths by electrical current. Electrocution tend to had only musle damage. Direct electrical insult often made hipercontraction in musles. This study was aimed to prove the differences of histopatologic presentation after direct electrical insult between gastrocnemius muscles point of contact and contralateral limb on wistar rats. Methods: 24 rats divided into 4 groups with simple random sampling. The four test groups got the electrical insult ((P1) 1 30 ma, (P2) 31 60 ma, (P3) 61 90 ma and (P4) 91 120 ma). The electrocution was done in 60 seconds then decapitation, sample collection and making speciments were performed and counted the hipercontraction afterward. Statistical analysist was conducted by using the independent sample-t test.. Result: The difference was significant if p<0,05. These were the mean scores of every left and right limbs of the groups (110,17±55,45 and 51,00±28,69 (p=0,017); 126,16±29,87 and 97,67±36,62 (p=0,183); 207,33±74,99 and 134,00±32 (p=0,052); and 374,67±120,03 and 217,50±68,54 (p= 0,019) respectively). Due to analysist of the mean score there were two significant differences between point of contact and contralateral limb on P1 (p = 0,017), and P4 (p = 0,019). Conclusion: There is different effect on histopatologic presentation after direct electrical insult between gastocnemius muscle point of contact and contralateral limb on Wistar rats. Keywords: electrical current, direct insult, gastrocnemius muscle, hypercontraction, electrocution. 1 Undergraduate Student of Medical Faculty Diponegoro University Semarng 2 Lecturer of Forensic Department Diponegoro University Semarang iii

1 PENDAHULUAN Instalasi Forensik Rumah Sakit Dokter Kariadi (RSDK) Semarang dalam rentang waktu tahun 2005 sampai 2009 mencatat adanya 15 kasus kematian karena sengatan arus listrik. 1 Instalasi Rekam Medis RSDK dalam rentang waktu tahun 2002 sampai 2009 mencatat terjadinya peningkatan jumlah pasien rawat inap dengan sebab rawat tersengat arus listrik pada 4 tahun pertama sebanyak 41 pasien dan 4 tahun terakhir sebanyak 52 pasien. 2 Penelitian Laupland et al 2002 menyebutkan bahwa penyebab kematian terbesar akibat sengatan arus listrik adalah karena trauma berat, yang pada kasus ini berupa luka bakar yang luas. 3 Trauma akibat sengatan arus listrik adalah kerusakan yang disebabkan oleh adanya aliran listrik yang melewati tubuh manusia dan membakar jaringan atau menyebabkan terganggunya suatu fungsi dari organ. Ada beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sel akibat sengatan listrik yaitu truma langsung, elektroforesis, tetani otot, panas dan trauma mekanik. 4 Penghantaran arus listrik dalam suatu konduktor dipengaruhi oleh kuat arus, tegangan listrik, hambatan atau tahanan dan waktu, serta daya hantar konduktor itu sendiri. Tubuh manusia pada dasarnya juga merupakan suatu konduktor sebab tubuh manusia dapat menghantarkan arus listrik. Proses terjadinya aliran listrik pada tubuh manusia adalah ketika ada suatu kontak tubuh dengan suatu sumber listrik lalu secara simultan menyentuh tempat lain yang memiliki perbedaan potensial dengan sumber listrik tersebut maka arus listrik akan mengalir dengan cara masuk melalui kontak pertama (point of contact) kemudian mengalir melalui sel-sel dalam tubuh dan keluar melalui kontak terakhir (point of grounded), jalur yang dilalui oleh arus listrik ini disebut electrical pathway. 5 Adanya kontak dan penghantaran listrik melewati tubuh menimbulkan jejas kontak listrik pada tubuh berupa jejas listrik masuk dan keluar. Duff dan McCaffrey (2001) menyebutkan bahwa jalur yang sering dilewati arus listrik adalah melalui tangan ke tangan, tangan ke kaki, dan kepala ke kaki. 6 Beberapa jaringan tubuh sangat sensitif terhadap rangsangan listrik karena jaringan ini secara normal menggunakan sinyal bioelektrik. 7 Sel otot jantung dan sel otot perifer menggunakan sinyal bioelektrik untuk memicu terjadinya

2 kontraksi. Sel sel ini sering disebut sebagai electrically excitable cells. 7 Lee et al (2000) mengatakan bahwa apabila arus listrik masuk dari sebelah kiri bagian tubuh lebih berbahaya daripada masuk dari sebelah kanan. 9 Tubuh yang terkena pajanan listrik arus listrik dan jangka waktu lama kerusakan jaringan bisa disebabkan karena pemanasan atau pembakaran jaringan. Pemanasan jaringan dan fatalitas kerusakan jaringan karena pajanan arus listrik dipengaruhi oleh total energi yang dihantarkan oleh jaringan dan dipengaruhi oleh besar kuat arus, tegangan, waktu pajanan, dan hambatan serta karakteristik jaringan dan jalur yang dilewati oleh arus listrik. 5,7,8,9 Kasus trauma akibat sengatan listrik tidak sedikit yang akhirnya melibatkan pengadilan. Diagnosis kematian karena sengatan listrik dalam hukum positif di Indonesia haruslah berdasarkan bukti yang ada dan bukan berdasarkan penyingkiran kemungkinan sebab-sebab lain. Para ahli mengalami kesulitan dalam hal memilih sampel jaringan yang tepat untuk membuktikan telah terjadi sengatan listrik pada korban terutama apabila sengatan listrik tersebut tidak menimbulkan luka yang khas ataupun hanya luka minimal, sehingga diagnosis pasti baru dapat jelas dipastikan apabila terdapat luka bakar khas listrik dan adanya riwayat kontak dengan sumber listrik sebelum kematian terjadi. Penelitian oleh Luo et al (2009) menyebutkan bahwa tanda khas terbakar listrik yang telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan histologi saat ini merupakan tanda yang sangat penting dengan tambahan diagnosis dari penemuan kelainan patologis organ lain. 10 Dzhokic et al (2008) menyebutkan bahwa ada tiga mekanisme utama terjadinya jejas pada tubuh karena sengatan listrik yaitu kerusakan langsung yang terjadi pada jaringan, efek panas dari listrik dan adanya peristiwa mekanis atau fisik yang menyertainya. 11 Ekstremitas sebagai salah satu anggota tubuh yang penting dan sering digunakan dalam aktivitas merupakan organ yang sering kontak dengan sumber listrik dan relatif tidak terlindung, hal tersebut menjadikan ekstremitas sebagai jalan masuk arus listrik (point of contact). Bagian Ekstremitas yang paling dekat dengan tempat masuk arus listrik (point of contact) dan yang paling dekat dengan tempat keluar arus listrik setelah melalui tubuh (point of grounded) adalah otot

3 pada bagian distal dari ekstremitas. Otot Gastrocnemius merupakan bagian tubuh yang merupakan exitable cell sehingga sangat mudah dipengaruhi oleh impuls listrik, otot ini juga merupakan otot dengan volume yang besar dan terletak paling dekat dengan tempat yang sering menjadi point of contact dan point of grounded listrik. Smith et al (1965) dalam penelitiannya dengan pemberian arus listrik tidak mematikan (non lethal dose) pada otot ekstremitas belakang anjing dan pengolahan sampel otot dilakukan tujuh hari setelah sengatan arus listrik menunjukkan bahwa kerusakan otot ekstremitas karena trauma sengatan listrik memiliki gambaran histopatologi yang spesifik dimulai dengan proliferasi sarkolema otot sebagai gambaran kerusakan awal sampai terjadinya nekrosis otot yang difus dan terjadinya hiperkontraksi otot yang khas pada paparan arus listrik bolak-balik. Hal ini menyebabkan gambaran histopatologik dari otot ekstremitas sangat penting dalam membantu diagnosis trauma sengatan listrik. 7 Penelitian tentang efek paparan arus listrik dengan dosis lethal dan prelethal terhadap gambaran histopatologik belum pernah dilakukan. Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan dengan pemberian dosis lethal arus listrik pada tikus Wistar tidak didapatkan adanya gambaran nekrosis sel otot, namun hanya didapatkan adanya gambaran hiperkontraksi serabut otot, sehingga pada penelitian selanjutnya yang akan saya lakukan; bentuk gambaran histopatologik otot akan difokuskan pada pengamatan adanya hiperkontraksi serabut otot. Penelitian tentang perbedaan efek paparan arus listrik pada jaringan yang dilalui arus listrik (sesuai electrical pathway) dan yang bukan electrical pathway belum pernah dilakukan. Derajat kerusakan akibat sengatan listrik dari masing-masing jaringan berbeda, sehingga penulis akan mengadakan penelitian eksperimental untuk membedakan efek sengatan arus listrik secara langsung dari otot gastrocnemius pada ekstremitas yang menjadi tempat masuk listrik (point of contact) dengan otot gastrocnemius pada ekstremitas kontralateralnya. Percobaan eksperimental untuk hal tersebut di atas secara etik pada manusia tidak memungkinkan, maka penelitian ini dilakukan pada hewan coba yaitu tikus Wistar. Hal tersebut disebabkan tikus Wistar memiliki karakteristik yang mirip

4 dengan manusia sehingga sering digunakan dalam eksperimen biologi sebagai organisme model. METODE PENELITIAN Penelitian ini meliputi bidang Forensik, Patologi Anatomi, dan Fisika. Penelitian dilakukan dalam selang waktu Maret-Mei 2010 di laboratorium Teknik Elektro FT UNDIP, laboratorium Patologi Anatomi FK UNDIP, laboratorium Biologi UNNES. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan desain penelitian post test only group menggunakan tikus Wistar jantan sehat dengan berat badan 150-200 gram sebagai obyek penelitian. Perlakuan dalam penelitian ini adalah pemberian arus listrik bertingkat pada tikus Wistar secara langsung. Hasil (outcome) yang dinilai adalah gambaran histopatologik otot yang berupa jumlah hiperkontraksi serabut otot gastrocnemius tikus Wistar. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah besar arus listrik bolak balik (AC). Pengukuran besar arus listrik AC menggunakan alat Amperemeter dengan satuan mili-ampere dalam skala ordinal. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah gambaran histopatologik berupa jumlah hiperkontraksi otot gastrocnemius tikus Wistar. Penghitungan jumlah hiperkontraksi serabut otot gastrocnemius tikus Wistar dengan menggunakan mikroskop cahaya dalam skala interval. Penelitian ini menggunakan 6 sampel untuk tiap kelompok. Terdapat 4 kelompok perlakuan, sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 24 sampel. Adaptasi 24 ekor tikus Wistar jantan selama 7 hari di laboratorium dengan kandang tunggal dan diberi pakan standar serta minum secukupnya. Pada hari kedelapan, membagi tikus Wistar menjadi 4 kelompok yang masing-masing terdiri dari 6 ekor tikus Wistar yang dipilih secara acak. Setiap kelompok diberi tanda dengan asam pikrat pada daerah yang berbeda yaitu kepala, punggung, ekor, dan kaki. Memberikan paparan arus listrik secara langsung dengan menjepitkan konduktor ke ekstremitas kiri depan (point of contact) dan kanan depan (kontralateral) tikus Wistar selama 60 detik pada kelompok perlakuan 1, 2, 3, dan 4. Kelompok perlakuan 1 mendapatkan paparan arus listrik 1-30 ma, kelompok

5 perlakuan 2 mendapatkan paparan arus listrik 31-60 ma, kelompok perlakuan 3 mendapatkan paparan arus listrik 61-90 ma, dan kelompok perlakuan 4 mendapatkan paparan arus listrik 91-120 ma. Mendekapitasi hewan coba yang belum mati. Memisahkan otot dari lapisan kulit, fasia, dan jaringan subkutan di atasnya, kemudian mengambil otot gastrocnemius. Sampel otot tersebut dimasukkan pada tabung berisi cairan pengawet bufer formalin 10%. Mengolah sampel otot gastrocnemius tikus Wistar mengikuti metode baku histologi dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin. Setiap sampel otot dibuat preparat dengan potongan longitudinal (memanjang). Preparat tersebut dibaca oleh seorang dokter spesialis patologi anatomi dan peneliti. Pembacaan preparat dalam lima lapangan pandang dengan perbesaran 400x. Sasaran yang dibaca adalah jumlah hiperkontraksi serabut otot sebagai gambaran histopatologik otot gastrocnemius. Data pemeriksaan dicatat dalam formulir untuk kemudian dianalisis. Analisis data dilakukan dengan SPSS for windows dengan uji hipotesis menggunakan independent sample-t test. HASIL PENELITIAN Hasil pengamatan gambaran histopatologik berupa jumlah hiperkontraksi otot gastrocnemius point of contact listrik (kiri depan) dengan otot gastrocnemius ekstremitas kontralateral (kanan depan) tikus Wistar akibat paparan arus listrik secara langsung dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Hasil jumlah hiperkontraksi otot gastrocnemius kelompok perlakuan kelompok 1 (1 30 ma) kelompok 2 (31 60 ma) kelompok 3 (61 90 ma) kelompok 4 (91 120 ma) jenis extremitas mean min max SD kiri depan 110,17 70 220 55,449 kanan depan 51,00 20 98 28,698 kiri depan 126,17 76 158 29,869 kanan depan 97,67 38 146 36,619 kiri depan 207,33 110 298 74,992 kanan depan 134,00 82 171 32,000 kiri depan 374,67 246 521 120,038 kanan depan 217,50 118 298 68,538 Perbandingan hasil analisis statistik rerata jumlah hiperkontraksi antara ekstremitas point of contact listrik (kiri depan) dengan ekstremitas kontralateral

6 (kanan depan) dengan uji hipotesis independent sample t-test ditunjukkan dalam tabel berikut. Tabel 2. Perbandingan rerata jumlah hiperkontraksi otot gastrocnemius P1 (1-30mA) P2 (31-60mA) P3 (61-90mA) P4 (91-120mA) p 0,017* 0,183 0,052 0,019* Terdapat perbedaan bermakna p<0,05 (*) Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) pada kelompok perlakuan P2 (pemberian arus listrik secara langsung sebesar 31 60 ma) dan P3 (pemberian arus listrik secara langsung sebesar 61 90 ma) dan terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) pada kelompok-kelompok P1 (pemberian arus listrik secara langsung sebesar 1-30mA) dan P4 (pemberian arus listrik secara langsung sebesar 91-120mA). PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis rerata jumlah hiperkontraksi otot gastrocnemius ekstremitas point of contact listrik (kiri depan) dan kontralateral (kanan depan) terdapat perbedaan bermakna pada pemberian arus 1 30 ma, hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pemberian arus listrik frekuensi rendah pada sirkuit dengan tipe gelombang AC (Alternating Current) otot distimulasi untuk berkontraksi sebanyak 40-110 kali perdetik. Hal inilah yang dapat menyebabkan pegangan tangan pada sumber listrik seringkali tidak dapat dilepas, akibat adanya kekuatan otot fleksor yang lebih kuat dari otot ekstensor. 12,13 Percobaan pada kelompok perlakuan ini membuktikan adanya batasan tertentu dimana hanya ada persepsi rasa geli yang masih dapat diterima atau ditolelir oleh tubuh karena belum melewati ambang sensasi nyeri namun sudah dapat menyebabkan perubahan pada otot ysng dilewati. 14 Penelitian yang dilakukan pada kelompok dengan paparan arus listrik 91 120 ma juga menunjukkan adanya perbedaan rerata jumlah hiperkontraksi otot gastrocnemius pada ekstremitas point of contact listrik (kiri depan) dan ekstremitas kontralateral (kanan depan) yang bermakna.

7 Efek sengatan listrik dapat menimbulkan efek spasme pada otot skelet jika besar arus mencapai 10 dan 40 ma pada frekuensi 50 siklus perdetik. Spasme ini terjadi seringkali titik masuk arus di tangan, kekuatan otot fleksor tangan menjadi kaku. Hal inilah yang menyebabkan benda apapun yang menyentuh tangan akan digenggam erat (hold on effect) sehingga semakin parah efeknya. 15 Pemeriksaan jaringan otot rangka pada kasus kematian akibat sengatan listrik juga ditemukan kontraksi serat otot dan pemadatan pita Z. Tanda khas yang menunjukkan trauma listrik yang patologis adalah pita otot yang terlihat keriput seperti kulit kayu. Adanya gambaran mikroskopis tersebut erat kaitannya dengan hubungan antara topografi jaringan dengan jalur arus. 12,13 Jaringan otot yang terpapar arus listrik dapat mengalami kerusakan yang bersifat reversible dan irreversible. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan mekanisme pemanasan oleh listrik, terjadinya hiperkontraksi otot maupun ruptur serabut otot. Semakin besar energi listrik yang memasuki tubuh maka akan semakin besar pula kerusakan yang terjadi sehingga semakin besar arus listrik yang masuk akan semakin besar pula kerusakan yang disebabkannya. Kerusakan yang terjadi pada tubuh ini sebanding dengan peningkatan energi yang memasuki tubuh yang juga ditentukan oleh besar arus listrik, tegangan listrik, hambatan jenis dari organ tubuh, lama kontak dan luas daerah kontak listrik. 5-9 Hasil penelitian pada kelompok perlakuan dengan paparan arus sebesar 31 60 ma dan kelompok perlakuan dengan paparan arus sebesar 61 90 ma menunjukkan bahwa pada analisis rerata jumlah hiperkontraksi ekstremitas kiri depan dan kanan depan tidak terdapat adanya perbedaan yang bermakna meskipun dari jumlah hiperkontraksi yang didapat menunjukkan adanya perbedaan nilai dimana pada ekstremitas kiri depan lebih besar daripada ekstremitas kanan depan. Peneliti mengamati bahwa tikus mencoba melepaskan diri dari kontak dengan konduktor. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan teori let go current pada manusia yang mengatakan bahwa manusia secara sadar dapat melepaskan diri dari kontak dengan listrik pada arus kurang dari 17 ma. 14,16 Peneliti membuktikan bahwa pada dosis-dosis prelethal, tikus wistar berusaha melepaskan anggota geraknya dari sumber sengatan listrik, sehingga

8 arus listrik masuk melalui semua ekstremitas. Hal ini menyulitkan pembuktian jejas pada ekstremitas point of contact listrik dengan ekstremitas lainnya. Jejas sengatan listrik pada tubuh korban tergantung dari jalur yang dilewati arus listrik, khususnya tempat listrik masuk dan keluar mengingat pada tempat tersebut ditemukan kepadatan tertinggi arus listrik. 9,17 Penelitian ini mendapatkan suatu kesimpulan bahwa terdapat perbedaan efek variasi dosis paparan arus listrik secara langsung terhadap gambaran histopatologik berupa jumlah hiperkontraksi otot gastrocnemius ekstremitas point of contact listrik dengan otot gastrocnemius ekstremitas kontralateral tikus Wistar. SARAN Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan derajat kerusakan organ tubuh akibat sengatan listrik dengan durasi kontak yang berbeda-beda. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis batas let go current dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan trima kasih kepada: 1. Allah SWT atas segala rahmat dan kemudahan yang diberikannya. 2. Bapak Suhirto dan Ibunda Suparmi tercinta serta seluruh keluarga atas semangat dan dukungannya selama ini. 3. Dr. Arfi Syamsun, Sp.KF, sebagai pembimbing karya tulis ilmiah yang telah membimbing peneliti dengan penuh kesabaran, arif dan bijaksana. 4. Dr. Udadi Sadhana,Mkes, SpPA selaku konsultan pembacaan preparat. 5. Dr. Neni Susilaningsih, MSi yang telah membantu dan memberikan masukan dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini. 6. Seluruh staf Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK UNDIP. 7. Seluruh staf Bagian Ilmu Patologi Anatomi FK UNDIP. 8. Asisten laboratorium Biologi F-MIPA UNNES yang telah membantu pelaksanaan penelitian.

9 9. Pak Karnoto, MT dan Tim Laboratorium Teknik Elektro UNDIP yang telah membantu penelitian eksperimental sengatan listrik. 10. Serta teman-teman satu tim dan semua pihak yang telah mendukung dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dari awal hingga akhir. DAFTAR PUSTAKA 1. Rekap Visum et Repertum. Instalasi Forensik. Semarang. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi; 2005 Juni 2009. 2. Indeks Rekam Medis. Semarang. Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi; 2002 Juni 2009. 3. Laupland KB, Kortbeek JB, Findlay C, Kirkpatrick AW, Hameed SM. Population-based study of severe trauma due to electrocution in the Calgary Health Region, 1996 2002. Calgary. Can J Surg;48,(4);289-92. 4. Knight B. Forensic pathology. 2 nd Ed. New York: Arnold; 1996: 319-32. 5. Bikson M. A review of hazards associated with exposure to low voltages. [home page on the internet]. C2008 [cited 2009 Sep 6] Available from: http://bme.ccny.cuny.edu/faculty/mbikson/biksonmsafevoltagereview.pdf 6. Duff K, McCaffrey RJ. Electrical injury and lightning injury: a review of their mechanisms and neuropsychological, psychiatric, and neurological sequelae. Neuropsychology Review 2001;11: 101-16. 7. Smith GT, Beeuwkes R, Tomkmewicz ZM, Abe T, Lown B. Pathological changes in skin and skeletal muscle following alternating current and capacitor discharge. Am J Physiol 1965;47: 1-17. 8. Daley BJ. Electrical injuries. [serial on the internet]. 2008 [cited 2009 Jan 16]. Available from : http://www.emedicine.com/med/topic2810.htm 9. Lee RC, Zhang D, Hannig J. Biophysical injury mechanisms in electrical shock trauma. Annu Rev Biomed Eng 2000; 02: 477-509. 10. Luo BT, Zhao YH, Chen XY, Jiang HG. Pathology of accidental electrocution: an autopsy study of 16 cases. [serial on the internet]; 2009 [cited 2009 Dec 24]. Available from:

10 http://www.library.nhs.uk/booksandjournals/details.aspx? t=*electrocution&stfo=true&sc=bnj.ovi.amed,bnj.ovi.bnia,publicationdate &sfld=fld.title&sr=bnj.pub&did=19781343&pc=32&id=9 11. Dzhokic G, Jovchevska J, Dika A. Electrical Injuries: etiology, pathophysiology and mechanism. Maced J Med Sci. 2008; 1(2):54-8. 12. Bagian kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta:FKUI; 1997: 50. 13. Gray Jr. LE, Wilson V, Noriega N, Noriega C, Lambright C, Furr J, et al. Use the Laboratory Rat as a Model in Endocrine Disrupt or Screening and Testing. [home page on the internet]. 2004 [cited 2009 Jan 14]. Available from: http://dels.nas.edu/ilar_n/ilarjournal/45_4/pdfs/v4504gray.pdf 14. Gabriel JF. Fisika kedokteran. 9th ed. Jakarta: EGC; 2002:201-75. 15. Casini V. Overview of electrical hazards [serial on the internet]. 2006 [cited 2008 Nov 26]; Available from: http://www.cdc.gov/niosh/elecovrv.html 16. Di Maio VJM, Dimaio D. Forensik pathology. 2nd ed. London: CRC Press; 2001:200-8. 17. Martinez JA, Nguyen T. Electrical injuries. Southern Medical Journal 2000;93:1165-8.