Tingkat Ketergantungan Fiskal dan Hubungannya dengan Pertumbuhan Ekonomi di Kota Jambi

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Tingkat Ketergantungan Fiskal dan Hubungannya dengan Pertumbuhan Ekonomi Kota Jambi

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT

Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN PADA ERA OTONOMI DAERAH (PERIODE ) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kemampuan anggaran pendapatan desa: studi komparatif pada Desa Tanjung Mulia dan Desa Ujung Tanjung di Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/PMK.07/2015 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Kota Jambi. oleh :

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. peraturan sebagai tujuan, dan bukan sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH DI JAWA TIMUR PADA MASA DESENTRALISASI FISKAL

KETERKAITAN PENERIMAAN DAERAH DAN PDRB PROPINSI JAMBI (PENDEKATAN SIMULTAN)

BAB IV METODA PENELITIAN

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN BELANJA PUBLIK KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN KETERGANTUNGAN KEUANGAN DAERAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SAROLANGUN. Amelia Sutriani C0E013027

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

PENDAPATAN ASLI DAERAH BERDAMPAK PADA KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH. Rosmiaty Tarmizi. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

KAJIAN TENTANG KEUANGAN DAERAH KOTA MEDAN DI ERA OTONOMI DAERAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PAJAK DAERAH SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH PERIODE

2015, No Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kapasitas Fiskal Daerah yang selanjutnya disebut Kapasitas Fiskal adalah g

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat dengan orang lain (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

I. PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

224/PMK.07/2008 PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTODA DI KABUPATEN NGANJUK

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

Transkripsi:

Tingkat Ketergantungan Fiskal dan Hubungannya dengan Pertumbuhan Ekonomi di Kota Jambi M.Ariansyah, Amri Amir, Erni Achmad Program Magister Ilmu Ekonomi Fak.Ekonomi Universitas Jambi Abstract. This research aims to calculate Fiscal Needs in Jambi City and analyze the level of dependence on Fiscal relations with the Economic Growth in Jambi and see how much the rate dependence of the Fiscal Jambi City to the Central Government. These results indicate that the Fiscal Needs in Jambi city has increased significantly each year, the average growth of 46.28 %. Local Government Fiscal Dependence level of Jambi City to the Central Government is very High, the average in the past 11 years (2000 s / d 2010) the proportion of PAD to the total of the local revenue obtained an average of 9.6% and the proportion of average fund balance of the total of local revenues obtained an average of 90.4%, The relationship between the level of fiscal dependence with the Economic Growth in Jambi is very low, amounting to only 0.068. Keywords: Fiscal Need, Local Revenue, Fiscal Dependence PENDAHULUAN Negara Indonesia sebagai negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai produk di era reformasi telah menandai dimulainya era otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab dengan kewenangan luas pada daerah kabupaten dan kota. Kebijakan otonomi daerah dimaksudkan untuk mendekatkan pemerintahan dengan masyarakatnya sehingga diharapkan pemerintah dapat memberikan pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dibanding bila diformulasikan secara sentralistis. Undang-Undang Nomor: 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 15 ayat 1, menyatakan: Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah meliputi: a) pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah; b) pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan c) pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah. Undangundang tersebut mengandung pengertian bahwa kepada daerah diberikan kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan didukung oleh perimbangan keuangan pusat dan daerah, antara lain Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan hal tersebut, salah satu indikator penting dari kewenangan keuangan daerah adalah besarnya otonomi fiskal daerah. Otonomi fiskal (Pendapatan Asli Daerah) memberikan gambaran kemandirian atau kemampuan suatu daerah dalam berotonomi. Dalam prosesnya otonomi daerah tergantung pada ketersediaan dana yang ada semakin banyak dana yang tersedia maka semakin tercapai proses otonomi tersebut. Seperti yang terjadi di di Kota Jambi memiliki jumlah Penduduk tinggi dibandingkan Kota Lain. Hal ini mencerminkan tingkat kebutuhan fiskal 159

yang tinggi karna diperlukan fasilitasfasilitas umum yang lebih banyak dibandingkan daerah Kabupaten/Kota lain. Selain itu tuntutan peningkatan PAD menjadi semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan, dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam jumlah besar. Salah satu ciri utama daerah mampu dalam melaksanakan otonomi daerah terletak pada kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya dengan tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat memiliki proporsi yang semakin mengecil dan diharapkan PAD harus menjadi kontribusi terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintahan daerah. Latar belakang tersebut merupakan gambaran kebutuhan fiskal Kota Jambi secara riel sehingga perlu dilakukan kajian penelitian dengan tujuan : (1) Menganalisis Kebutuhan Fiskal Kota Jambi selama periode tahun anggaran 2004 sampai 2010; (2) Menganalisis tingkat ketergantungan Fiskal Kota Jambi selama periode tahun anggaran 2000 sampai 2010; dan (3) Menganalisis hubungan tingkat ketergantungan fiskal dengan pertumbuhan ekonomi di Kota Jambi. METODE PENELITIAN Data yang Digunakan Data yang digunakan bersumber dari data sekunder yang dikumpulkan dari instansi instansi terkait. yang meliputi data: Data Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. Alat Analisis Model analisis untuk menghitung kebutuhan fiskal dirumuskan sebagai berikut (Tan, S., 2010) : KF = TPR ( 1 IP + 2 IW + 3 IKR + 4 IH ) Dimana : KF = kebutuhan fiskal TPR = total pengeluaran rata-rata APBD IP = indeks variable penduduk IW = indeks variable luas wilayah IKR = indeks variable kemiskinan relative IH = indeks harga I = bobot variable Bobot i ditentukan dengan menggunakan pertimbangan proporsional dan uji statistic sederhana. Adapun bobot masing-masing 1= 0,4; 2= 0,1; 3= 0,1; 4= 0,4. Kemudian metode menghitung indeks penduduk, wilayah dan indeks harga dijelaskan dalam formula berikut : Jumlah Penduduk IP Rata Rata Jumlah Penduduk Nasional Luas Wilayah IW Rata Rata Luas Wilayah Nasional Penduduk Miskin Daerah i IW Jumlah Penduduk Daerah i Selanjutnya untuk mengukur kinerja keuangan daerah adalah mengukur desentralisasi fiskal, yang menjelaskan kemampuan penerimaan daerah dibandingkan total pendapatan atau pengeluaran daerah. Dengan formula yang dapat digunakan sebagai berikut (Tan, S., 2010) : PAD TPD BHPB TPD SUM TPD PAD TKD PAD KR BPHB+PAD DDF = ------------------- x 100 TKD 160

Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan DaerahVol. 1 No.2,Oktober 2013 ISSN: 2338-4603 Dimana : DDF = Derajat Desentralisasi Fiskal PAD = Pendapatan Asli Daerah TPD = Total Penerimaan Daerah BHPB= Bagi Hasil Pajak Dan Bukan Pajak KR = Pengeluaran Rutin TKD = Total Pengeluaran Daerah SUM = Sumbangan Dari Pusat Tinggi rendahnya kemandirian keuangan daerah dapat ditentukan dengan tolok ukur sebagai berikut : 1. Nilai rasio antara 0,00 % - 10,00 % dikategorikan kriteria sangat kurang 2. Nilai rasio antara 10,01 % - 20,00 % dikategorikan krteria kurang 3. Nilai rasio antara 20,01 % - 30,00 % dikategorikan krteria sedang 4. Nilai rasio antara 30,01 % - 40,00 % dikategorikan krteria cukup 5. Nilai rasio antara 40,01 % - 50,00 % dikategorikan krteria baik 6. Nilai rasio diatas 50 % dikategorikan sangat baik Selanjutnya, untuk menghitung hubungan Pertumbuhan ekonomi dengan Tingkat Ketergantungan Fiskal di Kota Jambi digunakan Koefisien Korelasi. Koefisien Korelasi ini merupakan besar kecilnya hubungan antara dua variable dinyatakan dalam bilangan yaitu antara hubungan Pertumbuhan ekonomi dengan Tingkat Ketergantungan Fiskal di Kota Jambi. Korelasi Merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menguji ada atau tidaknya hubungan serta arah hubungan dari dua variabel atau lebih. Besarnya Koefisien korelasi antara - 1, 0 dan +1, besaran koefisien korelasi -1 dan 1 adalah korelasi yang sempurna sedangkan Koefisien korelasi 0 atau mendekati 0 dianggap tidak berhubungan antara dua variable yang diuji. HASIL DAN PEMBAHASAN Kebutuhan Fiskal Kota Jambi Kebutuhan fiskal merupakan anggaran yang dibutuhkan oleh suatu daerah untuk memenuhi total kebutuhan pengeluaran pembangunan suatu daerah. Yang secara konsepnya total pengeluaran rata-rata daerah sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk, besarnya wilayah, jumlah penduduk miskin Dan perkembangan harga. Adapun kebutuhan Fiskal di kota Jambi dari tahun 2004-2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 1. Kebutuhan Fiskal Kota Jambi Tahun Anggaran 2004 S/D 2010 Kebutuhan Perkembangan Tahun Fiskal (%) 2004 891.760.529.920-2005 2.106.229.542.251 136,19 2006 2.101.521.908.340-0,22 2007 1.755.568.140.840-16,46 2008 3.534.649.969.379 101,34 2009 1.272.404.194.261-64,00 2010 3.518.941.078.896 176,56 Rata-rata 46,28 Sumber : Data Diolah Tabel diatas menunjukkan bahwa kebutuhan fiskal di Kota Jambi mengalami peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya, rata-rata pertumbuhannya sebesar 46,28 persen. Peningkatan terbesar pada tahun 2010 yaitu meningkat sebesar 176,56 persen dari tahun sebelumnya, itu semua disebabkan karena pada tahun 2010 terjadi perkembangan harga atau inflasi yang cukup besar dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 2,50 persen. Meningkatnya kebutuhan fiskal di kota Jambi setiap tahunnya disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, dan perkembangan harga atau inflasi. Kapasitas fiskal di kota Jambi yang merupakan kemampuan kota Jambi dalam membiayai kebutuhan daerahnya. Dapat dilihat dari kemampuan kota Jambi didalam memperoleh PAD dan dana bagi hasil dari pusat. Semakin besar kapasitas fiskal suatu daerah menunjukkan kemampuan daerah yang semakin besar dalam membiayai pembangunan daerah, demikian sebaliknya. Dengan demikian diharapkan pemerintah kota jambi dapat 161

meningkatkan kapasitas fiskal daerahnya agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan dalam rangka membiayai pembangunan daerah. Dengan kondisi kebutuhan fiskal yang cukup tinggi di kota Jambi, pemerintah kota Jambi harus berupaya meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, menggunakan anggaran secara efisien, serta selalu menjaga stabilitas ekonomi di Kota Jambi agar perekonomian di kota Jambi dapat selalu stabil dan terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi mengingat hal ini merupakan faktor penting untuk meningkatkan kemandirian fiskal di kota Jambi. Dan diharapkan kebutuhan fiskal yang tinggi di Kota Jambi dapat dipenuhi oleh Kapasitas fiskal yang tinggi pula di kota Jambi. Tingkat Ketergantungan Fiskal Kota Jambi Tingkat ketergantungan fiskal adalah rasio besarnya jumlah penerimaan dana alokasi dari pemerintah pusat terhadap penerimaan asli daerah (PAD). tingkat ketergantungan fiskal ini merupakan cerminan dari kemandirian suatu daerah, semakin kecil tingkat ketergantungan fiskal suatu daerah maka semakin baik daerah tersebut. Untuk melihat kemandirian daerah tersebut dilakukan dengan menganalisa mengenai seberapa besar PAD yang ada dan jumlah besarnya kebutuhan fiskal yang ada. Dari hasil perhitungan, seperti yang terlihat pada Tabel 2, rata-rata dalam kurun waktu 11 tahun (2000 s/d 2010) diperoleh proporsi PAD terhadap TPD sebesar 9,6 persen dan proporsi Dana perimbangan terhadap TPD rata-rata sebesar 90,4 persen, ini menunjukkan bahwa kemampuan keuangan pemerintah daerah kota Jambi Masih belum siap dalam menghadapi otonomi daerah ini terindikasi dari masih tingginya tingkat ketergantungan terhadap pemerintah. Tabel 2. Ketergantungan Fiskal Kota Jambi Tahun Anggaran 2004 S/D 2010 TAHUN PAD / TPD DANA PERIMBANGAN /TPD 2000 10,01 89,99 2001 9,70 90,30 2002 9,25 90,75 2003 8,67 91,33 2004 10,66 89,34 2005 10,74 89,26 2006 9,29 90,71 2007 8,69 91,31 2008 9,12 90,88 2009 9,15 90,85 2010 10,24 89,76 Rata- Rata Sumber : Data Diolah 9,6 90,4 Berkaitan dengan hal tersebut maka kiranya pemerintah daerah Kota Jambi perlu segera melakukan pembenahanpembenahan baik yang bersifat administratif maupun teknis. Hal ini sebagai upaya guna meningkatkan kinerja pemerintah daerah yang utamanya untuk peningkatan PAD. Dengan meningkatnya PAD maka dapat menjadi tumpuan atau andalan dalam pembiayaan baik rutin maupun pembangunan. Selain itu tidak kalah pentingnya diharapkan secara bertahap dapat mengurangi tingkat ketergantungan fiskal dari pemerintah pusat. Ketergantungan fiskal yang relatif tinggi di Kota Jambi terjadi karena pendapatan asli daerah Jambi (PAD) kontribusinya masih sangat kecil bagi pendapatan daerah kota Jambi, itu semua dikarenakan sumber PAD di Kota Jambi sebagian besar hanya berasal dari sektor perdagangan dan jasa saja dikarenakan di Kota Jambi tidak terdapat sumber potensial yang berasal dari sumber daya alam seperti minyak bumi ataupun batubara sehingga apabila pengelolaan sumber yang berasal dari perdagangan dan jasa tersebut tidak dapat dikelola dengan baik, maka pendapatan asli daerah (PAD) yang dihasilkanpun akan semakin kecil, namun 162

Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan DaerahVol. 1 No.2,Oktober 2013 ISSN: 2338-4603 apabila dikelola dengan tepat sumber yang berasal dari perdagangan dan jasa tersebut bisa memberikan kontribusi atau hasil yang cukup besar bagi pendapatan asli daerah oleh karena itu pemerintah kota Jambi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah di Kota Jambi dari sumber yang telah tersedia yaitu dari sektor perdagangan dan jasa dengan lebih baik lagi baik, melalui intensifikasi dan ekstensifikasi serta menggunakan anggaran secara efisien, agar secara bertahap dapat mengurangi ketergantungan fiskal dari pemerintah pusat. Hubungan Tingkat Ketergantungan Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Jambi. Analisis hubungan tingkat ketergantungan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di kota Jambi dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi di kota Jambi dalam mengurangi ketergantungan fiskal di kota Jambi, karena dengan adanya pertumbuhan ekonomi di kota Jambi maka basis pajak pun akan meningkat yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan pemerintah daerah kota Jambi sehingga diharapkan dapat mengurangi tingkat ketergantungan fiskal di kota Jambi. Berdasarkan hasil perhitungan hubungan antara tingkat ketergantungan fiskal dengan pertumbuhan ekonomi sangat lemah. hal ini terindikasi dari hasil koefisien korelasi hanya sebesar 0,068. ini artinya bahwa pertumbuhan ekonomi di kota Jambi tidak dapat mengurangi tingkat ketergantungan fiskal di Kota Jambi. ini artinya besarnya pertumbuhan ekonomi tidak meningkatkan PAD Kota Jambi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kebutuhan fiskal Kota Jambi mengalami peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya, rata-rata pertumbuhannya sebesar 46,28 %. 2. Tingkat ketergantungan fiskal Kota Jambi terhadap pemerintah pusat masih sangat tinggi. Proporsi PAD terhadap TPD rata-rata sebesar 9,6 % dan proporsi dana perimbangan terhadap TPD rata-rata sebesar 90,4 %. Dengan demikian secara keseluruhan dapat dinyatakan bahwa kemampuan keuangan Pemerintah Daerah Kota Jambi ditinjau dari derajat derajat desentralisasi fiskal dinilai masih sangat kurang. 3. Terdapat hubungan yang rendah antara tingkat ketergantungan fiskal dengan pertumbuhan ekonomi Kota Jambi, sehingga pertumbuhan ekonomi Kota Jambi yang seharusnya mampu mengurangi tingkat ketergantungan fiskal di kota jambi belum bisa berpengaruh banyak Saran 1. Diharapkan Pemerintah Kota Jambi dapat menjaga stabilitas ekonomi dan terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi mengingat hal ini merupakan faktor penting untuk menigkatkan kemandirian fiskal di kota jambi. 2. Terus berupaya meningkatkan penerimaan anggaran melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, menggunakan anggaran secara efisien, serta secara bertahap mengurangi ketergantungan fiskal dari pemerintah pusat. DAFTAR PUSTAKA Amir, A., 2009, Pengaruh Inflasi, Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap pengangguran di Provinsi Jambi,Jurnal Paradigma Ekonomi, Vol 2 No 2 Oktober 2009 Devas, Nick, Brian Binder, Anne Booth, Kenneth Davey and Roy Kelly, 1989, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, ( 163

terjemahan oleh Masri Maris), UI- Press, Jakarta Fathillah, G. 2001, Evaluasi Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Kutai Kalimantan Timur (Tesis S-2 Tidak dipublikasikan), Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Giroth, Lexie M dan Giroth, Jacson F.R. 2005. Reformasi dan Performansi Pamong Praja, CV. Indra Prahasta, Bandung Harun, Hamrolie, 2004, Analisis Peningkatan PAD, BPFE,Yogyakarta. Irawan, Prasetya. 2000. Logika dan Prosedur Penelitian, Jakarta: STIA-LAN Press. Jusuf SK, 2007, Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Tarakan (Pengalaman Pemerintah Kota Tarakan Dalam Melaksanakan Anggaran berbasis Kinerja, Jurnal Ilmu Pemerintahan, No.1 Vol. 33 Tahun 2007 Narso, 2002, Evaluasi Proses Dan Alokasi Anggaran Pengeluaran Pemerintah Daerah Propinsi Lampung Tahun 2000 (Tesis S-2 Tidak dipublikasikan), Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Nasir, M, 1996, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia. Petrus, D. 2001, Evaluasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Sikka (Tesis S-2 Tidak dipublikasikan), Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Riduwan. 2006. Dasar-dasar Statistika, Alfabeta, Bandung. Sanusi, Anwar, 2003, Metodologi Penelitian Praktis, Buntara Media, Malang. Sanusi, A. 2002, Evaluasi Kemampuan Keuangan Daerah Provinsi Jambi (Tesis S-2 Tidak dipublikasikan), Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sidik, Machfud, 1994, Keuangan Daerah, Universitas Terbuka, Jakarta Suparmoko, M. 1992. Keuangan Negara, Dalam Teori dan Praktek, Edisi Empat, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta Suprajitno, P. 2003, Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemandirian Fiskal Daerah studi kasus di Kabupaten Banjarnegara (Tesis S-2 Tidak dipublikasikan), Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. Tan, S., 2010, Perencanaan Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Jambi, Jambi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Widayat, Wahyu, 1994, Maksimalisasi Pendapatan Asli Daerah Sebagai Kekuatan Ekonomi Daerah, Jurnal Akuntansi dan Manajemen, Edisi September 1994, 28-34 Walangare, LW., 2006, Keuangan Negara Dasar, Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jatinangor. 164