ZAKAT DAN WAKAF SEBAGAI PILAR DALAM SISTEM PEREKONOMIAN NASIONAL. Oleh: Mustafa Edwin Nasution *

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. secara layak. Menurut Siddiqi mengutip dari al-ghazali dan Asy-Syathibi

BAB I PENDAHULUAN. Menciptakan. Manifestasi dari kesadaran tersebut, bagi manusia akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN. akademis serta bermunculannya lembaga perekonomian islam di Indonesia. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997 telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, yaitu kurang dari $ USA. Pada awal tahun 1997

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan senantiasa menarik dikaji karena merupakan masalah serius

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dua hal, yaitu pertama, kemiskinan itu sebagai akibat dari kemalasan

BAB I PENDAHULUAN. di dunia dan di akhirat. Disamping itu, Islam juga mengajarkan kepada

BAB I PENDAHULUAN. muslim dengan jumlah 88,1 persen dari jumlah penduduk indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-Qur an dan Hadist. Dana zakat yang terkumpul akan diberikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dituntut untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. manusia khususnya bangsa Indonesia, dan tidak sedikit umat yang jatuh

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Badan Perencana Pembangunan (Bappenas) menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam memahami zakat masih sedikit di bawah shalat dan puasa.

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. 1 Agama Islam

BAB 1 PENDAHULUAN. Islam memandang bahwa sumber daya alam yang tersedia cukup untuk seluruh

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 38,4 juta jiwa (18,2%) yang terdistribusi 14,5% di perkotaan dan 21,1% di

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam perannya pada aspek sosial-ekonomi yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah di banyak negara,

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan adalah kurangnya atau terbatasnya barang-barang dan jasa-jasa yang

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH SEMARANG

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 238 Juta Jiwa. Dengan jumlah mayoritas muslim mencapai

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami peningkatan. Berdasarkan data pertumbuhan terakhir yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan, pengembangan. serta bantuan lainnya (Depag RI, 2007 a:1)

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal.

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara berkembang termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa,dan haji. Melaksanakan zakat adalah wajib,

BAB I PENDAHULUAN. oleh Bangsa Indonesia. Pada satu sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahun 2000, perwakilan dari 189 negara termasuk Indonesia menandatangi

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu serta menjadi unsur dari Rukun Islam, sedangkan Infaq dan Shodaqoh

BAB I PENDAHULUAN. jelas dan tegas dari kehendak Tuhan untuk menjamin bahwa tidak seorang pun. ternyata mampu menjadi solusi bagi kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. negara membuat peraturan yang dicantumkan dalam undang-undang. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Membicarakan masalah kemiskinan berarti membicarakan suatu masalah yang

BAB IV ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT NAHDLATUL ULAMA DAN PENGELOLAAN DANA TERHADAP KEBERHASILAN PENGELOLAAN LAZISNU KOTA SURABAYA

Optimalisasi Pengelolaan Zakat di BAZNAS Tulungagung dilaksanakan. dengan beberapa langkah. Adapun langkah langkah pengoptimalan diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

SKRIPSI PENGARUH ZAKAT YANG DIKELOLA BAZDA TERHADAP PENGENTASAN KEMISKINAN DI KOTA PADANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang fitrah. Sedangkan universalitas Islam menunjukkan bahwa Islam merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dijauhi. Diantara perintah-perintah tersebut adalah saling berbagi - bagi

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: CV Rajawali, 1987), h.71.

BAB I PENDAHULUAN. mampu menghilangkan kesenjangan sosio-ekonomi masyarakat. 1

PERAN STRATEGIS ORGANISASI ZAKAT DALAM MENGUATKAN ZAKAT DI DUNIA 1. Didin Hafidhuddin. Sekretaris Jenderal World Zakat Forum (WZF) Ketua Umum BAZNAS

BAB I PENDAHULUAN. disebut didalam Al-Quran, salah satunya pada surah Al-Baqarah ayat 43 : yang rukuk. (QS. Al-Baqarah Ayat 43)

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk indonesia mencapai 252,20 juta jiwa (BPS: 2015). Dimana

kewajiban zakat adalah urusan dengan Allah (vertical ),namun dalam menunaikan

BAB IV ANALISIS KONSEP ZAKAT DAN PAJAK DALAM PEMIKIRAN MASDAR FARID MAS UDI. A. Analisis Terhadap Konsep Zakat dan Pajak Dalam Pemikiran Masdar Farid

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan terhadap

BAB IV ANALISIS FAKTOR MINAT MASYARAKAT MENJADI MUZAKKI DI LAZ MASJID AL AKBAR SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Zakat merupakan salah zatu dari rukun Islam, seornag mukmin

Di dalam al-quran telah disebutkan bahwa zakat diperuntukkan kepada 8 as{na>f, sebagaimana surah al- Taubah ayat 60 berikut;

SUMMARY REPORT PENGELOLAAN ZAKAT

PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. (Studi Kasus Pada Lembaga Amil Zakat L-ZIS Assalaam Solo)

Manusia selalu dihadapkan pada masalah ekonomi seperti kesenjangan. ekonomi, kemiskinan, dan masalah-masalah lainnya. Namun banyak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada titik pergerakan lempeng tektonik sehingga banyak

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

BAB V PENGEMBANGAN STRATEGI PENGGALANGAN DANA UNTUK PENDIDIKAN. melakukan pengembangan strategi penggalangan dana Rumah Zakat dan Lembaga

BAB I PENDAHULUAN Gambar 1.1 Persentase Penduduk Miskin di Kota Bandung Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang menjadi salah satu fondasi penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. itu juga berfungsi sebagai dana masyarakat yang dimanfaatkan untuk kepentingan

BAB IV ANALISIS WAKAF UANG DI KSPPS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG BABAT

yang diwajibkan Allah kepada orang-orang yang berhak. mensucikan orang yang mengeluarkannya dan menumbuhkan pahala. Sedangkan

BAB IV ANALISIS ZAKAT PADA PRODUK WADI <AH (TABUNGAN HAJI) DI BANK BPRS BAKTI MAKMUR INDAH KRIAN

BAB I PENDAHULUAN. Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF QARDAWI DAN MASDAR FARID MAS UDI MENGENAI PENYATUAN ZAKAT DAN PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK KEMASLAHATAN UMAT

Potensi Zakat Nasional: Peluang dan Tantangan Pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (BKKBN) dalam Diskusi dua mingguan Pimpinan BKKBN dengan

Ditulis oleh Prof. Dr. DUSKI SAMAD, M.Ag./ Dekan dan Guru Besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang Rabu, 06 Agustus :11

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENGELOLAAN DANA ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH DI KJKS BMT ISTIQLAL PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. bagi seluruh rakyat Indonesia yang menjelaskan dan mengajak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. warga non-muslim agar memeluk agama Islam. Hal ini diperlukan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. seperti Sabda Nabi yang menyatakan bahwa kefakiran itu mendekati pada

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang begitu pesat membuat perusahaan harus mampu mengelola sumber. politik, lingkungan sekitar dan kondisi ekonomi makro.

Asas Filsafat Nilai Dasar, Nilai Instrumental, Prinsip-prinsip, dan Faktor-Faktor Ekonomi Islam

MANFAAT DAN HAMBATAN DALAM PENGELOLAAN WAKAF UANG * Oleh Drs. H. Asrori, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. upaya pemberdayaan ekonomi rakyat adalah koperasi. Hal ini dikarenakan

A. Ringkasan atau Isi Penting dari Artikel

BAB I PENDAHULUAN. zakat berarti memberikan sebagian dari harta yang sudah sampai nishab-nya

BAB I PENDAHULUAN. 90-an dan setelah tahun 90-an memiliki beberapa perbedaan yang mendasar. Pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang pemilihan judul

BAB LIMA KESIMPULAN DAN CADANGAN. pemeliharaan public property (harta milik am) termasuk proses peruntukan harta (dana)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

isempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

LAPORAN AKTIFITAS YBM PLN JANUARI

Transkripsi:

ZAKAT DAN WAKAF SEBAGAI PILAR DALAM SISTEM PEREKONOMIAN NASIONAL Oleh: Mustafa Edwin Nasution * Abstrak In Islamic teaching, philanthropy plays a significant role which is equal to other worships. It can be seen through the zakat position in arkanul Islam that hold the 3 rd rank after syahadah and sholat. Zakat and wakaf are not only the parts of Islamic Philanthropy aimed to make poor people well improved, but also the parts of state s policy that can be used to support the development of economy. Keyword: zakat, wakaf, Islamic Philanthropy PENDAHULUAN Islam sebagai agama rahmatan lil alamin adalah ajaran yang menghendaki kebaikan bagi sekalian alam. Untuk menjaga keseimbangan dan kebaikan tersebut, Allah menetapkan segala sesuatunya dengan syariat, yang termaktub dari al quran dan hadits. Salah satu aturan yang digariskan Allah adalah mengenai masalah kepemilikan harta. Al Quran menekankan bahwa kepemilikan harta bagi manusia sifatnya merupakan titipan dari Allah, dan bukan kepemilikan yang sifatnya absolut. Kepemilikan harta yang sifatnya titipan ini berimplikasi pada banyak hal. Salah satunya adalah konsep filantropi dalam sistem ekonomi Islam. Dalam ajaran Islam, filantropi menjadi suatu kegiatan yang sama pentingnya dengan ibadah-ibadah lainnya. Hal ini bisa kita lihat dari kedudukan zakat yang menjadi rukun Islam ketiga, menjadi ibadah wajib yang harus dilakukan setelah sholat. Dari kedudukan zakat dalam rukun Islam ini sangat jelas

bahwa Islam merupakan agama yang sangat mengedepankan filantropi. Kewajiban berfilantropi ini juga terlihat dari banyaknya ayat-ayat dalam al Quran maupun hadits rasulullah SAW yang berbicara tentang masalah tersebut. Dalam Al-Qur an terdapat 82 ayat yang mensejajarkan shalat dengan kewajiban zakat, dan satu kali disebutkan dalam konteks yang sama akan tetapi dalam ayat berbeda, yaitu Surat Al-Mukminun ayat 2 dengan ayat 4 (Yusuf Qardhawi, Fiqh Zakat, 1973). Komponen filantropi dalam Islam dapat dikategorikan kepada 2 bagian besar, yaitu yang sifatnya wajib dan yang sifatnya tidak wajib atau sunnah. Untuk filantropi yang sifatnya wajib ini adalah zakat, sedangkan untuk filantropy yang sifatnya sunnah ini antara lain; sedekah, infaq, wakaf. Jika berbicara mengenai masalah potensi filantropi, maka mestinya Indonesia memiliki potensi besar untuk masalah ini. Bagaimana tidak? Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk beragama muslim terbesar di dunia. Namun, apalah artinya potensi jika realita yang ada jauh dari apa yang diharapkan. Meski demikian, secara normatif kita dapat mengoptimalkan dana zakat dan wakaf di Indonesia, memaksimalkan pengelolaannya sehingga memiliki manfaat dalam roda pembangunan bangsa ini. Harapan yang besar akan potensi zakat dan wakaf ini kiranya bukan sesuatu yang berlebihan mengingat wakaf dan zakat pada masa pemerintahan Rasulullah, Khulafaur Rasyidin dan juga dinasti Islam dapat dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi yang spektakuler dan sangat hebat di jamannya. Pada masa pemerintahan Rasulullah dalam waktu 10 2

tahun telah berdiri suatu negara Madinah yang dapat dikatakan negara yang relatif makmur. Bahkan pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz tidak ditemukan lagi penduduk yang mau menerima zakat karena semua sudah mampu. Makalah ini secara singkat akan mencoba memaparkan peran zakat dan wakaf dalam suatu sistem perekonomian. Dengan mengacu kepada keberhasilan pengelolaan zakat dan wakaf di masa lampau dan juga dengan melihat fungsinya ke depan dalam suatu sistem perekonomian. Kedudukan Zakat dan Wakaf dalam Islam: Instrumen Distribusi Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang memberikan kebebasan kepada individu untuk mengakumulasi kapital tanpa batasan nilai moral, etika dan juga norma-norma lainnya, ekonomi islam tidak membenarkan kebebasan mutlak yang bersifat memperkaya atau pun menguntungkan diri sendiri. Larangan ini begitu nyata dalam surat Al Hasyr ayat 7, dimana disebutkan...jangan sampai harta yang ada hanya beredar pada golongan kaum tertentu. Meski demikian, berbeda dengan sistem ekonomi sosialis, Islam juga tidak mematikan kepemilikan hak individu. Hak individu tetap diakui sesuai dengan porsinya, sesuai dengan hasil usaha dan kerja kerasnya. Pengakuan akan hak individu dan prinsip keadilan dalam Islam berimplikasi pada perbedaan kepemilikan antara seseorang dengan orang lain. Perbedaan kepemilikan juga diakibatkan oleh faktor rezeki, dimana tiap orang memiliki rezeki yang berbeda. Sebagaimana janji Allah, sebahagian dari hamba- Nya, ada yang disempitkan rezekinya dan ada juga yang diluaskan. Namun 3

perbedaan dalam hal kepemilikan ini tidak berarti bahwa mereka yang memiliki kelapangan rezeki menjadi tidak memiliki kewajiban apa pun terhadap mereka yang kekurangan. Dalam upaya menciptakan keadilan dan kesejahteraan, Islam pun memberi banyak kesempatan bagi masyarakat mampu untuk mendistribusikan pendapatannya kepada mereka yang tidak mampu. Hal ini dilihat dari banyaknya instrumen yang dapat digunakan dalam kegiatan distribusi tersebut. Zakat dan Wakaf adalah salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk proses distribusi pendapatan tersebut. Meskipun pada dasarnya zakat dan wakaf berbeda dari segi mekanisme pelaksanaan dan aturan namun secara fungsional esensinya kedua lembaga filantropi ini tidak berbeda. Bahkan jika dilakukan penggalangan secara sinergis, keduanya akan saling melengkapi dalam upaya-upaya pemberdayaan masyarakat marginal. Wakaf, yang asal katanya berarti menahan, secara bahasa dapat diartikan sebagai penahanan atau pelestarian harta benda tertentu untuk kepentingan dan tujuan mulia lainnya. Dari definisi wakaf ini jelas terlihat makna kata wakaf yang mengindikasikan sifat tahan lama atau abadi dari harta benda yang diwakafkan. Sehingga dari proses menahan sesuatu inilah hasil wakaf dapat digunakan untuk sejumlah kebaikan. Pengalokasian dana wakaf biasanya diperuntukkan untuk sarana/prasarana yang mendukung kegiatan keislaman dalam bentuk rumah ibadah. Jenis wakaf ini termasuk dalam jenis wakaf pertama, yaitu wakaf yang peruntukkannya ditujukan 4

untuk membangun rumah ibadah ataupun fasilitas keagamaan lainnya. Wakaf lainnya adalah wakaf yang peruntukannya digunakan untuk membangun fasilitas umum (jembatan, sekolah, rumah sakit, penelitian, dan lainnya). Jenis wakaf ini termasuk dalam jenis kedua yang dikenal dengan jenis wakaf filantropi, yaitu ditujukan untuk mendukung masyarakat miskin dan kepentingan umum secara menyeluruh. Untuk wakaf jenis ketiga, biasanya diperuntukkan untuk keluarga yang masih menjadi ahli waris dari pemilik harta yang meninggal. Dengan demikian jika kita menilik definisi wakaf dan juga contoh peruntukannya maka kita dapat mengalokasikan wakaf untuk membangun fasilitas keagamaan maupun fasilitas pendukung kegiatan kemasyarakatan dan pembangunan lainnya. Saat ini, dikembangkan juga jenis wakaf tunai. Wakaf tunai sebagai dana abadi ini dalam pengelolaan lebih fleksibel. Di Bangladesh, dan beberapa negara timur tengah lainnya seperti Turki dan Kuwait, wakaf tunai telah dikembangkan sebagai instrumen dalam usaha pengentasan kemiskinan. Berbeda dengan wakaf, dimana harta yang diwakafkan harus ditahan atau harus diabadikan, maka tidak demikian halnya dengan dana zakat. Dana zakat sebagaimana tercantum dalam Al Quran dialokasikan untuk kepentingan mustahik atau penerima zakat. Berbeda dengan dana wakaf yang lebih banyak diperuntukkan pada pembangunan fasilitas yang sifatnya fisik, maka peruntukan dana zakat pada lebih banyak diperuntukkan kepada bantuan untuk pengentasan kemiskinan, pengembangan SDM dan juga bantuan modal usaha bagi pengusaha kecil menengah, penciptaan lapangan kerja dan lainnya. 5

Peran Strategis Zakat dan Wakaf di Masyarakat: Success Story Keberhasilan pengelolaan zakat dan wakaf telah dibuktikan pada masa pemerintahan Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin dan juga Khilafah di zaman dinasti islam lainnya. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Umar bin Abd Aziz, tidak ditemukan lagi masyarakat yang layak untuk menerima zakat, karena semua telah mampu menjadi muzakki, sehingga zakat yang ada dibagikan kepada masyarakat di negara lain. Keberhasilan zakat tidak hanya terjadi pada masa keemasan dinasti Islam, namun juga dapat dibuktikan sampai dengan saat ini. Demikian juga halnya dengan wakaf. Di negara-negara arab yang telah mengelola wakaf secara profesional, wakaf berkembang sedemikian pesat, sehingga hasil yang dapat kita lihat antara lain sekolah Al Azhar yang ada di Kairo. Di Indonesia sendiri wakaf banyak dikembangkan dalam bentuk yayasan. Salah satunya adalah yayasan pondok pesantren Gontor. Kuran, 2001 menyebutkan bahwa wakaf dalam Islam muncul sebagai sarana komitmen yang dapat dipercaya untuk memberikan keamanan bagi pemilik harta sebagai imbangan dari layanan sosial yang diberikan. Penelitian yang dilakukan di Timur Tengah ini juga mencatat bahwa wakaf telah lama berfungsi sebagai instrumen penting untuk memberikan public goods dengan cara yang tidak sentralistik. Penelitian lain tentang wakaf diungkapkan oleh R.D McChesney (1991) yang menulis buku hasil penelitiannya tentang kegiatan wakaf di Asia Tengah selama 400 tahun. Disebutkan bahwa wakaf telah menjadi pusat penting 6

kehidupan umat Islam sehari-hari dalam kurun waktu yang lama. Banyak peran yang telah dijalankan oleh institusi wakaf ini, seperti membangun lembagalembaga keagamaan, kultural dan kesejahteraan dan menjadi sarana sah dalam menjaga keutuhan kekayaan keluarga dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bagaimana peran wakaf berfluktuasi sejalan dengan sikap pemerintah sebagai penguasa. Pada saat sebagian besar negara-negara muslim dibawah kekuasaan penjajahan barat, suasana suram menyelimuti institusi wakaf di negara-negara tersebut. Pada saat yang sama, terlihat kemunduran yang signifikan di dunia muslim. Namun kondisi segera berubah dengan merdekanya sebagian negara muslim pada abad ke-20. Kemerdekaan ini serta merta membawa perubahan besar pada manajemen pengelolaan wakaf di negara-negara tersebut. Sebagai contoh sejumlah harta wakaf di Syria, Mesir, Turki, Tunis dan Aljazair dialihkan menjadi harta publik yang diawasi oleh negara dan didistribusikan melalui land reforms dan lainnya. Beberapa negara menciptakan Undang-undang wakaf dan mendirikan departemen wakaf untuk memajukan institusi tersebut di negaranya. Dari sejumlah paparan di atas, jelas terlihat bahwa wakaf berperan signifikan dalam menentukan maju atau mundurnya suatu komunitas masyarakat. Potensi Zakat dan Wakaf di Indonesia Cerita mengenai sukses zakat dan wakaf di masa-masa yang lalu, pada akhirnya akan mengantarkan kita pada pertanyaan bagaimana dengan kondisi zakat dan wakaf di Indonesia? Indonesia dengan negara muslim terbesar, idealnya 7

akan mampu mengumpulkan dana zakat dan wakaf yang besar. Untuk melihat seberapa besar potensi zakat dan wakaf di Indonesia, perlu dilakukan perhitungan. Perhitungan potensi zakat telah banyak dilakukan dengan asumsi yang berbeda. Pada kesempatan ini maka perhitungan potensi yang dilakukan dengan mengasumsikan bahwa besaran zakat yang diterapkan adalah 2,5% dan asset masyarakat muslim dari total PDB sebesar 20%. Adapun hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1. PDB Indonesia dan Perhitungan Potensi Zakat Tahun PDB (milyar) Potensi Zakat (Trilyun) 2002 1505216 7.5 2003 1577171 7.9 2004 1656826 8.3 2005 1749547 8.7 Sumber: Data BPS, diolah Untuk potensi wakaf, perhitungan dapat dilakukan secara sederhana dengan mengasumsikan jumlah muslim kelas menengah sebanyak 10 juta jiwa dengan rata-rata penghasilan per bulan Rp 500.000 hingga Rp 10.000.000 (sepuluh juta). Masing-masing kelompok muslim dengan tingkat pendapatan yang berbeda ini diasumsikan menjadi pelanggan rutin sertifikat wakaf tunai tiap bulannya, sehingga perhitungan yang dapat dilakukan adalah sebagaimana terlihat dalam Tabel 2. Potensi Wakaf Tunai di Indonesia. 8

Tabel 2. Potensi Wakaf Tunai di Indonesia Tingkat Penghasilan/bulan Jumlah Muslim Tarif Wakaf/Bulan Potensi Wakaf Tunai/Bulan Potensi Wakaf Tunai/Tahun Rp 500.000 4 juta Rp 5000 Rp 20 Milyar Rp 240 Milyar Rp 1-2 juta 3 juta Rp 10000 Rp 30 Milyar Rp 360 Milyar Rp 2-5 juta 2 juta Rp 50000 Rp 100 Milyar Rp 1,2 Trilyun Rp 5-10 juta 1 juta Rp 100.000 Rp 100 M Rp 1,2 Trilyun Total 3 Trilyun Sumber: Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam (Nasution, 2005) Berdasarkan data potensi zakat maupun wakaf, keduanya memiliki nilai dengan besaran yang mengagumkan. Terlebih jika potensi itu dapat diwujudkan maka nilainya akan sangat bermanfaat bagi program-program pengentasan kemiskinan di Indonesia. Secara aktual, jika potensi ini kita sandingkan dengan data realisasi penghimpunan zakat yang berhasil dikumpulkan oleh pihak LAZ atau BAZ, maka kesenjangan yang terjadi cukup besar. Data Forum Zakat (FOZ) menunjukkan bahwa total zakat ditambah sedekah dan infak yang berhasil dikumpulkan oleh pihak LAZ dan BAZ pada tahun 2005 hanya mencapai 250 Milyar. Untuk mencapai potensi ini tentunya perlu kerja keras dan juga political will dari pemerintah. Tanpa adanya political will dari pemerintah tentunya upaya mencapai potensi ini akan lebih sulit diwujudkan. Sebagai kasus, untuk program keluarga berencana (KB) yang saat ini hampir dikatakan sukses terlihat dari rata-rata kepemilikan anak saat ini yang berjumlah 2-3 orang - butuh waktu 9

sekitar 30 an tahun. Kasus ini juga memberi inspirasi kepada kita untuk tidak berputus asa ketika perolehan zakat belum sampai pada nilai potensinya. Peran Zakat dan Wakaf dalam Perekonomian Pengalaman sejarah tentang pentingnya zakat dan wakaf dalam masyarakat tentunya menjadi lesson learned bagi pemerintah untuk mengembangkan kedua institusi ini. Sinergi dari kedua institusi ini tentunya bisa menjadi solusi bagi sejumlah masalah-masalah perekonomian seperti pengentasan kemiskinan, pengangguran, pengadaan fasilitas publik dan sebagainya. Upaya memberdayakan zakat dan wakaf tentunya merupakan suatu rangkaian yang saling terkait dari proses sosialisasi ke masyarakat, pengumpulan zakat, profesionalitas dan akuntabilitas serta efektifitas dari pengelolaan dana zakat dan wakaf tersebut. Jika salah satu dari mata rantai ini terputus, maka kegiatan pemberdayaan otomatis akan menghambat proses pemberdayaan itu sendiri. Untuk mengoptimalkan pengumpulan zakat dan wakaf dari masyarakat, Lembaga Amil Zakat (LAZ) perlu untuk menerapkan sejumlah strategi pemasaran. Penerapan bauran pemasaran sebagaimana dikemukakan oleh Kottler (2000), dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan realisasi penerimaan zakat dan wakaf dari masyarakat. Lebih jauh, intervensi pemerintah dalam memobilisasi dana wakaf dan zakat ini akan berperan penting dalam mengumpulkan dana zakat dan wakaf ini. Selain itu, profesionalitas lembaga pengumpul zakat dan transparansi merupakan dua hal yang tidak boleh tidak 10

harus diterapkan oleh lembaga amil zakat. Salah satu profesionalitas kelembagaan dicirikan dari bagaimana lembaga itu mengalokasikan dana wakaf dan zakat secara efektif. Efektifitas program ataupun pengalokasian dari pengelolaan dana dan wakaf dapat dinilai dari sejauh mana program-program yang dibuat oleh lembaga amil zakat (LAZ) atau BAZ bermanfaat bagi masyarakat. Jika kita lihat perbedaan aturan mengenai wakaf dan zakat, maka manajemen pengelolaan keduanya pun harus berbeda pula. Namun kita dapat memanfaatkan keduanya untuk program-program pemberdayaan masyarakat sehingga menunjang aktifitas perekonomian. Untuk zakat misalnya, dapat dimanfaatkan untuk program padat karya dan bantuan modal untuk masyarakat miskin, pendidikan dan pengobatan gratis untuk masyarakat tidak mampu, bantuan modal untuk pengusaha terutama kelompok kecil dan mikro bahkan jika dimungkinkan menjadi penjamin bagi kelompok usaha kecil dan mikro untuk dapat akses terhadap pembiayaan dari perbankan, mengingat salah satu hambatan dari pelaku usaha kecil untuk dapat akses kepada pembiayaan dari perbankan adalah ketiadaan jaminan dan ketidaklayakan usaha. Adanya program padat karya, bantuan pendidikan gratis dan juga pembuka akses terhadap modal ini akan berdampak luas dalam sistem perekonomian nasional. Setidaknya akan meningkatkan konsumsi dari masyarakat tidak mampu, dimana hal ini merupakan suatu isu yang saat ini tengah dirintis oleh sejumlah pakar ekoknomi, yaitu bagaimana mengikutsertakan kelompok miskin ini kedalam suatu sistem perekonomian. Karena dengan ikutsertanya masyarakat miskin dalam 11

sistem pasar, hal ini akan meningkatkan aktivitas perekonomian baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Berbeda dengan zakat yang peruntukannya secara khusus ditujukan pada 8 asnaf, maka untuk pengelolaan wakaf diterapkan perlakuan khusus. Hal ini karena aturan wakaf menghendaki adanya keabadian dari harta yang diwakafkan. Sebagaimana dengan pengalaman di masa yang lalu dimana dana wakaf lebih banyak diperuntukkan pada pengadaan fasilitas publik seperti mesjid, sekolah/madrasah, rumah sakit dan fasilitas umum lainnya. Kegiatan wakaf ke depan lebih banyak diarahkan dalam bentuk wakaf tunai. Dibandingkan dengan wakaf yang berwujud harta benda, wakaf tunai lebih fleksibel baik dalam pengumpulan maupun dalam pemanfaatannya. Wakaf tunai, memberikan akses yang lebih besar kepada masyarakat untuk berwakaf tanpa harus memiliki uang yang banyak untuk membeli tanah maupun mendirikan bangunan. Dalam pengelolaannya pun relatif lebih fleksibel. Wakaf tunai dapat diinvestasikan ke sejumlah investasi produktif yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk usaha-usaha pengentasan kemiskinan, pengadaan fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, jalan, jembatan dan lainnya. Dari sudut pandang ekonomi, kedua hal ini memiliki dampak yang sangat luar biasa. Kegiatan investasi dari wakaf tunai, berdampak besar pada pergerakan sektor riil perekonomian. Value lain terlihat dari multiplier efek dari keuntungan investasi yang digunakan untuk usaha pengentasan kemiskinan dan pengadaan fasilitas publik. Berdasarkan uraian tentang sejumlah manfaat keberadaan institusi zakat 12

dan wakaf ini terlihat bahwa baik zakat dan wakaf tidak hanya sekedar kegiatan filantropi yang mengangkat kehidupan kaum dhuafa. Kedua institusi ini memiliki dampak yang luar biasa terhadap pergerakan dan pertumbuhan sektor riil perekonomian. Kondisi ini bertolak belakang dengan sistem ekonomi pasar yang saat ini cenderung berinvestasi di pasar uang dan pasar modal, yang mengakibatkan pertumbuhan semu perekonomian atau bubble economic. 13

DAFTAR PUSTAKA Ali, Mohammad Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, UI-Press, Jakarta, 1988 Badan Pusat Statistik, Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2005 Badan Pusat Statistika, Statistik Indonesia, 2005 Chapra, Umer, The Future of Economics : An Islamic Perspective SEBI, Jakarta, 2001 Mannan, M.A, Sertifikat Waqf Tunai : Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, PKTTI-UI, Jakarta, 2001 Nasution, Mustafa Edwin Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam PKTTI-UI, Jakarta, 2005 Nasution, Mustafa Edwin, Yusuf Wibisono Zakat Sebagai Instrumen Pengentasan Kemiskinan, Proceeding Muktamar IAEI, Medan, 2005 * Mustafa Edwin Nasution, Ph.D, Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia 14