BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 Tentang : Penggolongan Bahan-bahan Galian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1980 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN. Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dan meningkatnya kebutuhan akan sumber daya alam. 1

BAB I PENDAHULUAN. abadi dan keadilan sosial. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, bangsa

Lokasi Aktifitas Pertambanagan di Kabupaten Magelang.

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO LEMBARAN DAERAH TAHUN 2002 NOMOR 30 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : I TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 108 TAHUN 2017 TENTANG HARGA PATOKAN PENJUALAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN UMUM, MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 13 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

ANALISA POTENSI SUMBER DAYA DAN KEBENCANAAN GEOLOGI DESA BESUKI, KABUPATEN TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2008

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TANGGAL : KOORDINAT WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR. baik gejala alam lingkungan maupun manusia yang meliputi sifat-sifat

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 44 TAHUN : 2003 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1166.K/844/M.PE/1992 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 03 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN HARGA PASAR MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hubungannya satu dengan yang lain, yang berfungsi bersama-sama untuk

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 BUPATI TANAH DATAR PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 8 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 1998

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR:11TAHUN2008 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DINAS PENDAPATAN DAERAH

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 1987

BAB II TINJAUAN TENTANG PENAMBANGAN PASIR. A. Pengertian Pertambangan dan Pengaturan Penambangan Pasir

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HARGA STANDAR PENGAMBILAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN BUPATI REJANG LEBONG,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1986

ATTN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN TAMBANG GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM DAERAH

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 1981

MATA PELAJARAN GEOGRAFI KELAS XI IPS - SEMESTER GANJIL

BAB II KAPITALISME KONFLIK KELAS -KARL MARX. Ngares Kecamatan Gedeg Kabupaten, Dari penelitian terdahulu ini secara umum meneliti tentang:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR: 09 TAHUN 2000 KEPUTUSAN BUPATI KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR : 24 TAHUN 2000 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE AC2H DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PERTAMBANGAN UMUM, MINYAK BUMI DAN GAS ALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 48. dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM DAERAH

AN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1998 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MERAUKE PERATURAN BUPATI MERAUKE NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 2 TAHUN 2008

Penyusunan neraca sumber daya - Bagian 4: Sumber daya mineral spasial

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGIRIMAN KOMODITAS TAMBANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 2 TAHUN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM

BUPATI POLEWALI MANDAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Jenis Jenis Sumberdaya Alam di Indonesia ( Pertemuan ke-3 )

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

PENGATURAN HUKUM YANG MENGATUR TENTANG PERTAMBANGAN TANAH TERHADAP PELAKU YANG MELAKUKAN KEGIATAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN DELI SERDANG

ANALISIS PERBANDINGAN NILAI PROFIT PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DAN PERTAMBANGAN PASIR DI DESA PEGIRINGAN KECAMATAN BANTARBOLANG KABUPATEN PEMALANG

PERATURAN BUPATI BERAU

BAB 4 PEMBAHASAN Lingkup Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 29 dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DELI SERDANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DELI SERDANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PP 10/2000, TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM, DAN BATUAN

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke dalam tanah (bumi) untuk mendapatkan sesuatu yang berupa hasil

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TENTANG BUPATI SRAGEN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 SERI E. 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

sumber daya alam yang tersimpan di setiap daerah. Pengelolaan dan pengembangan

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bahan Tambang Istilah bahan galian berasal dari terjemahan bahasa inggris, yaitu Mineral. Dalam Article 3 angka 1 japanese Mining Law No.289,20 December,1950 Latest Amandement In 1962 telah ditemukan pengertian mineral. Mineral adalah bijih-bijih dari emas, perak, tembaga, timah, bismut, kaleng, logam putih, seng, besi, sulpida, khorm, mangan, tangstan, molidenum, arsen, nikel, kobal, uranium, pospate, grafit, batu bara, minyak mentah, aspal, gas alam, sulfur, barit, alunit, flor, asbes, batu gamping, dolomit, silikon, peldpar, piropilet,talk,batu lempung, dan bijih tanah (bijih emas,bijih besi, timah di sungai,dan berbagaimetal lainnya). Mineral merupakan sumberdaya alam yang proses pembentukannya memerlukan waktu jutaan tahun dan sifat utamanya tidak terbarukan. Mineral dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri/produksi. Dalam hal demikian mineral lebih dikenal sebagai bahan galian. (Sukandarrumidi ; 1998) Pengertian bahan galian dapat kita baca pada dalam pasal 1 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan ketentuan pokok Pertambangan. Bahan galian adalah : 4

5 Unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih, dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan endapan alam. Sukandarrumidi juga mengemukakan pengertian bahan galian. Ia berpendapat bahwa bahan galian adalah : Bahan yang dijumpai didalam, baik berupa unsur kimia, mineral, bijih ataupun segala macam batuan. (Sukandarrumidi,1999;251) Dalam Pengertian ini, bahan galian diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu : 1. Bahan galian yang berbentuk padat. 2. Bahan galian yang berbentuk cair,dan. 3. Bahan galian yang berbentuk gas. Yang termasuk bahan galian berbentuk padat adalah emas, perak, batu gamping, lempung, dan lain-lain. Bahan galian yang berbentuk cair adalah minyak bumi dan yodium, dan lain-lain. Sementara itu bahan galian berbentuk gas adalah gas alam. B. Bahan Tambang Galian C Bahann galian merupakan mineral asli dalam bentuk aslinya, yang dapat ditambang untuk keperluan manusia. Mineral menurut Katili adalah bahan pembentuk batuan, yang merupakan persenyawaan organik asli dan mempunyai susunan kimia yang tetap, bersifat homogen baik secara kimia maupun secara fisika. Mineral - mineral dapat terbentuk menurut berbagai macam proses, seperti kristalisasi magma, pengendapan dari gas dan uap, 5

6 pengendapan kimiawi dan organik dari larutan pelapukan, metamorfisme, presipitasi dan evaporasi, dan sebagainya. (Katili, R.J dalam Pertiwi, Naurita : 2009). Bahan galian industri sebagian besar termasuk dalam bahan galian golongan C. Karena sebagian besar bahan galian golongan C lebih banyak dimanfaatkan dan diambil oleh masyarakat karena hasil pengolahannya hampir semua berkaitan dengan kehidupan sehari hari. Menurut peraturan pemerintah No. 27 tahun 1980 pasal 3 tentang penggolongan bahan galian menyatakan bahwa pada pasal 1 bahan bahan galian terbagi atas tiga golongan yaitu sebagai berikut : 1. Golongan A (Golongan bahan galian yang strategis). Golongan A adalah bahan tambang yang digunakan bagi pertahanan dan keamanan didalam perekonomian Negara. Misalnya minyak bumi, gas alam, aspal, timah dan lain - lain. 2. Golongan B (Golongan bahan yang vital). Golongan B adalah bahan tambang yang menjamin hajat hidup orang banyak. Misalnya besi, mangan, seng, emas, perak, air raksa, intan, belerang dan lain lain. 3. Golongan C (Golongan yang tidak termasuk golongan A dan B). Golongan C adalah bahan galian yang tidak termasuk keduanya, karena golongan C adalah bahan tambang yang tidak memerlukan pemasaran internasional, penambangannya mudah dan tidak memerlukan teknologi tinggi karena terdapat dipermukaan bumi. Misalnya nitrat, phospat, tawas, 6

7 batu apung, pasir kwarsa, marmer, batu kapur, tanah liat, pasir dan sebagainya. Dalam Undang-undang Pertambangan Republik Indonesia No 37 Tahun1960.Undang-undang Pokok Pertambangan Republik Indonesia No 11 Tahun1967 pasal 3, yang menyebutkan penggolongan bahan galian sebagai berikut : 1. Bahan galian golongan A, merupakan (bahan galian strategis), adalah bahan galian yang mempunyai peranan penting untuk kelangsungan kehidupan negara.dalam pasal huruf a peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan bahan galian ditentukan golongan bahan galian strategis,bahan galian strategis dibagi menjadi enam golongan yaitu : a. Minyak bumi,bitumen cair,lilin bumi, gas alam, b. Bitumen padat, aspal. c. Antrasit, batu bara, d. Uranium,radium,thorium,dan bahan galian radio aktif lainnya. e. Nikel,kobal dan f. Timah putih, bahan galian jenis ini di kuasai oleh negara. 2. Bahan galian golongan B, merupakan (bahan galian Vital), adalah bahan galian yang mempunyai peranan penting untuk kelangsungan kegiatan perekonomian negara dan dikuasai oleh negara dengan menyertakan rakyat. Bahan galian ini dibagi delapan golongan yaitu : a. Besi, Mangan, molibden, khrom,wolfram, vanadium, titan. 7

8 b. Bauksit, tembaga, timbal, seng. c. Emas, platina, perak, air raksa, intan. d. Arsin, antimon, bismut. e. Yatrium, rtutenium, cerium dan logam-logam langka lainnya. f. Berillium, korundum, zirkon, kristalkwarsa. g. Kriolit, flourspar, barit. h. Yodium, brom, klor, belerang,, bahan galian ini dapat diusahakan oleh badan usaha milik negara ataupun bersama-sama dengan rakyat. 3. Bahan galian golongan C, (bukan merupakan bahan galian strategis ataupun Vital), karena sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional. Bahan galian ini dibagi menjadi sembilan golongan, yaitu : a. Nitrat-nitra (garam dari asam sendawa, dipakai dalam campuran pupuk, HNO3) Pospat-pospat,garam batu ( halite ). b. Asbes, talk, mika, grafit, magnesit. c. Yarosit,leusit, tawas (alum),oker. d. Batu permata, batu setengah permata. e. Pasir kwarsa, kaolin, fieldspar, gips, bentonit. f. Batu apung, tras, absidian, perlit, tanah, diatome, tanah serap (fuller earth). g. Marmer, batu tulis. h. Batu kapur, dolomit, kalsit. 8

9 i. Granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, tanah pasir, sepanjang tidak mengandung unsur mineral golongan A maupun B ( Pasal 1 huruf c peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang penggolongan Bahan-bahan galian. Penggolongan bahan galian ini adalah didasarkan kepada : 1) Nilai strategis/ekomonis bahan galian terhadap negara. 2) Terdapatnya sesuatu bahan galian dalam alam (genese). 3) Penggunaan bahan galian industri. 4) Pengaruhnya terhadap kehidupan rakyat banyak. 5) Pemberian kesempatan pengembangan pengusahaan. 6) Penyebaran pembangunan didaerah (Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian). Sedangkan yang dimaksud dengan unsur-unsur pertambangan rakyat, yaitu: a. Usaha pertambangan b. Bahan galian meliputi bahan galian strategi, vital dan galian C c. Dilakukan oleh Rakyat d. Domisili di area tambang rakyat e. Untuk penghidupan sehari-hari f. Diusahakan dengan cara sederhana 9

10 C. Persebaran 1. Pengertian Persebaran Persebaran adalah menggerombol atau saling menjauhinya antara yang satu dengan yang lain, dan Pola persebaran adalah proses penjalaran atau penyebaran fenomena. Sedangkan pola persebaran kaskade adalah proses penjalaran atau penyebaran fenomena melalui beberapa tingkat atau hirarki. Proses ini adalah proses terjadinya pada difusi pembaharuan ( diffusion of innovation) misalnya proses pembaharuan yang melalui dari kota besar hingga pelosok. Persebaran kaskade selalu dimulai dari tingkat atas dan kemudian menjalar ke tingkat bawah. ( Bintarto dan Hadisumarno,1979) D. Distribusi Distriusi menurut Kotler (2007) adalah kegiatan penyimpanan produk dari produsen sampai kepada konsumen sebagai pemakaian akhir. Dalam distribusi produk akan terbentuk suatu rantai atau saluran yang dilewati oleh produk yang disebut dengan saluran distribusi. Perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain melalui jalur jalur tertentu. Tempat asal dan tempat tujuan dihubungkan satu sama lain dengan suatu jaringan atau network dalam ruang. Jaringan tersebut dapat merupakan jaringan di darat, jaringan di udara dan merupakan sebagian dari seluruh pengangkutan ( Hadisumarno dan Bintarto, 1979 ) Dengan meningkatnya jumlah barang yang diproduksi dan adanya peningkatan usaha untuk memenuhi kebutuhan manusia, menimbulkan kegiatan perdagangan dan usaha pendistribusian barang dari tangan produsen 10

11 sampai ke tangan konsumen. Kegiatan pemasaran yang dilakukan pada saat itu terutama ditekankan pada kegiatan penyaluran / saluran distribusi. Sedangkan, Saluran distribusi adalah jaringan organisasi yang melakukan fungsi fungsi yang menghubungkan produsen dengan penggunaan terakhir. Saluran distribusi terdiri dari berbagai lembaga atau badan yang saling tergantung dan saling berhubungan, yang berfungsi sebagai suatu sistem atau jaringan, yang bersama sama berusaha menghasilkan mendistribusikan sebuah produk kepada pengguna terakhir. ( W.Cravens. David : 1996 ) Gambar 2.1 Peraga Saluran distribusi dasar : Produk produk konsumen. A B C D Produsen Produsen Produsen Produsen Konsumen Pengecer Konsumen Grosir Pengecer Agen Grosir Pengecer Konsumen Konsumen 11

12 E. Penelitian Relevan Sebelum peneliti melakukan penelitian,sebelumnya telah ada peneliti yang melakukan penelitian dengan topik yang hampir sama,sehingga peneliti dapat menjadikan penelitian terdahulu sebagai panduan dalam penelitian. Naurita Pertiwi (2009) Melakukan penelitian yang berjudul Pemetaan Lokasi Tambang Bahan Galian Golongan C Di Kabupaten Semarang Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG).Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui lokasi tambang bahan galian golongan C di Kabupaten Semarang dan dapat memetakan lokasi tambang bahan galian golongan C di Kabupaten Semarang. Metode Penelitian mengunakan metode analisa deskriptif kualitatif dimana metode ini dimaksudkan untuk menjelaskan dan menggambarkan data yang telah dikumpulkan oleh peneliti. Hasil penelitian Penggunaan lahan di Kabupaten Semarang bervariasi, tidak hanya untuk pemukiman saja, namun untuk pertanian lahan basah (sawah), pertanian lahan kering (tegalan), rawa dan hutan. Lokasi penambangan bahan galian golongan C di Kabupaten Semarang misalnya batu andesit, tanah liat dan basalt sudah cukup sesuai karena letaknya di pegunungan. Silvia Riski (2015) melakukan penelitian yang berjudul Pola Distribusi Jamu Tradisional di Desa Gentasari Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap. Tujuan penelitian untuk mengetahui pola distribusi produksi jamu tradisional di Desa Gentasari Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap. Metode Penelitian mengunakan metode survei dengan pendekatan keruangan. Hasil penelitiannya adalah diketahui pola distribusi jamu tradisional di Desa 12

13 Gentasari adalah Difusi ekspansi. Hal ini dibuktikan bahwa selama tiga periode 5 tahunan (1985 1990,1990 1996, 1997 2002 ) terjadi penjalaran atau difusi dari pusat industri jamu tradisional berkembang ke ekskarasidenan, kemudian ke antar provisi dan antar pulau di Indonesia. Veranita Tyas Susilo (2016) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Persebaran DanDistribusi Bahan Tambang Golongan C Di Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga. Tujuan penelitiannya yaitu Pemetaan Persebaran bahan tambang golongan C di Kecamatan Rembang dan Mengkaji jalur distribusi bahan tambang golongan C di Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga. Metode Penelitian mengunakan metode survei dengan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa persebaran bahan tambang golongan C di Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga memiliki 8 lokasi penambangan yang tersebar, di antarnya Desa Bantarbarang Dusun rembang, Desa Bantarbarang Dusun Bantarbarang, Desa Bantarbarang Dusun Sumingkir, Desa Makam, Desa Makam Dusun Rajawana, Desa Wonagara Wetan, Desa Wonagara Kulon, dan Desa Gunung Wuled. Dan untuk jangkauan distribusinya sudah hampir merambah disemua desa di Kecamatan Rembang bahkan sampai di Kecamatan Tetangga 13

14 Tabel 2.1 Penelitian yang relevan Nama dan Tahun Naurita Pertiwi (2009) Silvia Riski (2015) Veranita Tyas Susilo (2016) Judul Pemetaan Lokasi Tambang Bahan Galian Golongan C Di Kabupaten Semarang Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Tujuan Mengetahui lokasi tambang bahan galian golongan C di Kabupaten Semarang dan dapat memetakan lokasi tambang bahan galian golongan C di Kabupaten Semarang. Pola Distribusi Jamu Tradisional di Desa Gentasari Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap Penelitian untuk mengetahui pola distribusi produksi jamu tradisional di Desa Gentasari Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap. Analisis Persebaran Dan Distribusi Bahan Tambang Golongan C Di Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga 1.Pemetaan Persebaran bahan tambang golongan C di Kecamatan Rembang. 2.Mengkaji jalur distribusi bahan tambang golongan C di Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga. Metode penelitian Metode analisa deskriptif kualitatif. Metode survei dengan pendekatan keruangan. Metode survei dengan analisis deskriptif kualitatif Hasil Penelitian Diperoleh data Penggunaan lahan di Kabupaten Semarang bervariasi, tidak hanya untuk pemukiman, namun untuk pertanian lahan basah (sawah), pertanian lahan kering (tegalan), rawa dan hutan. Lokasi penambangan bahan galian golongan C di Kabupaten diketahui pola distribusi jamu tradisional di Desa Gentasari adalah Difusi ekspansi. Hal ini dibuktikan bahwa selama tiga periode 5 tahunan (1985 1990,1990 1996, 1997 2002 ) terjadi penjalaran atau difusi dari pusat industri jamu tradisional Menunjukan bahwa persebaran bahan tambang golongan C di Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga memiliki 8 lokasi penambangan yang tersebar di kecamatan rembang Dan untuk jangkauan 14

15 Semarang misalnya batu andesit, tanah liat dan basalt sudah cukup sesuai karena letaknya di pegunungan. berkembang ke ekskarasidenan, kemudian ke antar provisi dan antar pulau di Indonesia. distribusinya sudah hampir merambah disemua desa di Kecamatan Rembang bahkan sampai di Kecamatan Tetangga. F. Kerangka Pikir Gambar 2.2 Kerangka pikir Bahan Tambang Golongan C Survei Lapangan Data yang di peroleh : 1. Lokasi bahan tambang 2. Jenis tambang 3. Jalur distribusi Pemetaan Tambang Arview 3.3 Peta Persebaran Dan Jalur Distribusi Bahan Tambang Golongan C Di Kecamatan Rembang 15