PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1431 H

dokumen-dokumen yang mirip
SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

Radiasi Elektromagnetik

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

ISTILAH DI NEGARA LAIN

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

Di zaman modern seperti sekarang ini, semakin sering. DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari AKTUALITA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

ix

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

BAB I PENDAHULUAN. Maret hingga Agustus. Kondisi ini didukung oleh suhu rata-rata 21 0 C 36 0 C dan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Titik Panas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN HIGH TEMPORAL AND SPASIAL IMAGERY DALAM UPAYA PENCARIAN PESAWAT YANG HILANG

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster

BAB I PENDAHULUAN I-1

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)

SATELITCUACA PENGINDERAAN JAUH SATELIT UNTUK LINGKUNGAN ATMOSFER. Meteorologi laut Nov, 21-22/2014

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

Sistem Pengolahan Data NOAA dan METOP

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR GIATIKA CHRISNAWATI Oleh

JENIS CITRA

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

SUB POKOK BAHASAN 10/16/2012. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

TINJAUAN PUSTAKA. Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

Pengamatan kebakaran dan penyebaran asapnya dari angkasa: Sebuah catatan kejadian kebakaran hutan/lahan di Sumatera Selatan tahun 2014

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Geografi

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS (STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH) Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Oleh : Reny Eko Afniati 103093029685 PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1431 H

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS (STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH) Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta oleh : Reny Eko Afniati 103093029685 PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1431 H ii

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS (STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH) Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta oleh : Reny Eko Afniati 103093029685 Pembimbing I Menyetujui, Pembimbing II Nur Aeni Hidayah, MMSI NIP. 19750818 200501 2 008 Ir. Mahdi Kartasasmita M.S, Ph.D NIP. 19460404 197611 1 001 Mengetahui, Ketua Program Studi Sistem Informasi A ang Subiyakto, M. Kom NIP. 150 411 252 iii

PENGESAHAN UJIAN Skripsi yang berjudul Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) yang ditulis oleh Reny Eko Afniati, NIM : 103093029685 telah diuji dan dinyatakan Lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, tanggal 05 Mei 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Sistem Informasi. Jakarta, Mei 2010 Penguji I Tim Penguji, Penguji II Zainul Arham, M. Si NIP. 150 411 259 Pembimbing I Menyetujui, Ir. Bakri La Katjong, MT NIP. 470 035 764 Pembimbing II Nur Aeni Hidayah, MMSI Ir. Mahdi Kartasasmita M.S, Ph.D NIP. 19750818 200501 2 008 NIP. 19460404 197611 1 001 Mengetahui, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Sistem Informasi DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP. 19680117 200112 1 001 A ang Subiyakto, M. Kom NIP. 150 411 252 iv

PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Jakarta, Maret 2010 Reny Eko Afniati 103093029685 v

ABSTRAK RENY EKO AFNIATI, Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan Dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah), di bawah bimbingan Ibu NUR AENI HIDAYAH dan Bapak MAHDI KARTASASMITA. Provinsi Kalimantan Tengah merupakan urutan frekuensi kebakaran tertinggi pada Pulau Kalimantan. Pemanfaatan sarana penginderaan jauh adalah cara yang efisien dalam memantau dan mendeteksi kebakaran hutan atau lahan untuk skala wilayah yang luas, oleh karena itu digunakanlah satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yang merupakan citra satelit hiperspektral generasi baru di gunakan untuk pengamatan daratan dan perairan. Parameter yang digunakan untuk memantau kebakaran hutan dan lahan dari satelit adalah titik panas yang merupakan indikasi terjadinya kebakaran. Untuk mendapatkan sebaran titik panas di Provinsi Kalimantan Tengah diperlukan data satelit Terra yang terdiri dari 4 (empat) file dalam format HDF (Hierarchical Data Format) yaitu: (1) MOD02QKM = Quarter Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 250 meter, (2) MOD02HKM = Half Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 500 meter, (3) MOD021KM = 1 Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 1000 meter, dan (4) MOD03 = geolocation hotspot. Kemudian digunakan program imapp2bin yang berfungsi menyaring band yang diperlukan dari 4 file HDF (Hierarchical Data Format), sedangkan program mod2rect berfungsi untuk memetakan kembali band ke area yang terpilih, sehingga menghasilkan file dalam format ers. Algoritma mod14 digunakan untuk pendeteksian titik panas secara global, dalam pendeteksian titik panas apabila data pada band 22 hilang atau rusak dapat digantikan dengan band 21 yang mempunyai saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif. Hasil dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) terbagi menjadi 2 (dua) yaitu peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas dalam bentuk vektor dan peta citra satelit dalam bentuk raster. Dengan begitu informasi tersebut bagi para pengguna dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan seperti bila diketahui titik panas pada area tertentu masih kecil maka dapat mempermudah pemadamannya. Selain itu dapat bermanfaat untuk melakukan perencanaan terhadap kerusakan-kerusakan hutan akibat kebakaran hutan atau lahan dan pencegahan adanya penyebaran asap. Kata Kunci: Penginderaan Jauh, Titik Panas, MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer), algoritma mod14, band 21, serta band 22 xviii + 95 Halaman + 31 Gambar + 13 Tabel + 31 Lampiran + 33 Daftar Pustaka (1994-2007) viii

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS (STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH). Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan syafa atnya kepada kita semua. Dalam penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari rekanrekan kerja. Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini yaitu kepada: 1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi. 2. Ibu Nur Aeni Hidayah, MMSI, selaku pembimbing I yang telah memberikan dorongan agar cepat selesai. 3. Bapak Ir. Mahdi Kartasasmita M.S, Ph.D, selaku pembimbing II atau pembimbing lapangan dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) yang telah memberikan bimbingan, saran, serta waktunya. 4. Alm. Bapak Muji Haryadi, S. Hut, MT, yang pernah membimbing penulis. 5. Bapak A ang Subiyakto, M. Kom, selaku Ketua Program Studi Sistem Informasi. vi

6. Orang Tuaku yang senantiasa memberikan doa, serta suamiku. My Baby Adi sebagai pelipur lara dari hati yamg gundah. 7. Bapak Kustio yang telah mengajarkan mengenai pengolahan titik panas. 8. Bu Dianovita yang sebagai perantara Pak Mahdi atau asistennya yang telah banyak membantu penulis. Terima kasih juga kepada staf lainnya seperti Mbak Iken, Mbak Aida, Pak Wiji, serta rekan-rekan kerja sekalian yang tidak disebutkan satu persatu. 9. Terima kasih pula kepada temanku Farrah, Yati, Dede, dan Uut yang telah memberikan saran dan bantuan kepada penulis. 10. Serta teman-teman sekalian SI angkatan 2003 dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung selesainya penulisan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya untuk penulis maupun mahasiswa lain pada umumnya. Jakarta, Maret 2010 Reny Eko Afniati vii

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN... iv PERNYATAAN... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR ISTILAH... xvi TABEL KARAKTERISTIK DATA CITRA SATELIT TERRA DENGAN SENSORNYA MODIS (MODERATE RESOLUTION IMAGING SPECTRORADIOMETER)... xviii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 LATAR BELAKANG... 1 1.2 PERUMUSAN MASALAH... 3 1.3 BATASAN MASALAH... 4 1.4 TUJUAN DAN MANFAAT... 4 1.4.1 Tujuan... 4 1.4.2 Manfaat... 5 1.5 SISTEMATIKA PENULISAN.... 5 ix

BAB II LANDASAN TEORI... 2.1 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH... 2.1.1 Keadaan Geografis... 2.1.2 Titik Panas di Provinsi Kalimantan Tengah... 2.2 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS... 2.2.1 Konsep Dasar Sistem... 2.2.2 Konsep Dasar Sistem Informasi... 2.2.3 Konsep Dasar SIG (Sistem Informasi Geografis)... 2.2.4 Model Data Spasial di Dalam SIG (Sistem Informasi Geografis)... 2.2.4.1 Model Data Raster... 2.2.4.2 Model Data Vektor... 2.3 PENGINDERAAN JAUH... 2.3.1 Konsep Dasar Penginderaan Jauh... 2.3.2 Komponen Sistem Penginderaan Jauh... 2.4 KARAKTERISTIK CITRA... 2.5 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT SECARA UMUM... 2.5.1 Resolusi Spasial... 2.5.2 Resolusi Spektral... 2.5.3 Resolusi Temporal... 2.5.4 Resolusi Radiometrik... 2.6 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT TERRA-MODIS... 2.6.1 Resolusi Spasial... 2.6.2 Resolusi Spektral... 2.6.3 Resolusi Temporal... 2.6.4 Resolusi Radiometrik... 2.7 KARAKTERISTIK TITIK PANAS... 2.8 KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN... 2.9 PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE)... 2.9.1 Penggunaan Software MODIS... 2.9.2 Algoritma Mod14... 7 7 7 9 9 9 10 10 12 12 12 13 13 14 19 20 20 21 24 24 24 27 27 31 32 33 37 39 39 40 x

2.9.3 HDFView 2.3... 2.9.4 ER Mapper 7.0... 2.9.5 Microsoft Excel 2003... 2.9.6 ArcView 3.2... 2.10 TELAAH PENELITIAN SEBELUMNYA... 40 41 41 41 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 3.1 ALAT DAN BAHAN.. 3.1.1 Alat... 3.1.2 Bahan... 3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN... 3.3 PENGUMPULAN DATA... 3.4 PENGOLAHAN DATA... 3.4.1 Data Satelit Terra Dengan Sensornya MODIS... 3.4.2 Quicklook Serta Nilai Yang Diolah... 3.4.3 Menghasilkan Titik Panas Dengan Algoritma Mod14... 3.4.4 Input Nilai Pada Program Imapp2bin dan Mod2rect... 3.4.5 Pemotongan Citra (Cropping)... 3.4.6 Pembuatan Layout... 48 50 50 50 51 51 52 52 54 55 61 63 66 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 4.1 HASIL... 4.2 PEMBAHASAN... 68 68 69 BAB V PENUTUP... 5.1 KESIMPULAN... 5.2 SARAN... 93 93 94 DAFTAR PUSTAKA xi

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Sistem penginderaan jauh........... Gambar 2.2 Energi elektromagnetik.... Gambar 2.3 Spektrum elektromagnetik..... Gambar 2.4 Inframerah..... Gambar 2.5 Citra Landsat komposit..... Gambar 2.6 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran Gambar 2.7 Pola pikir pengolahan......... Gambar 3.1 Gambaran pola pikir penelitian........ Gambar 3.2 Quicklook...... Gambar 3.3 Algoritma mod14...... Gambar 3.4 Tampilan HDF...... Gambar 3.5 Tampilan excel.......... Gambar 3.6 Open table dbf...... Gambar 3.7 Add event theme.......... Gambar 3.8 Titik panas setelah dikonversi dari dbf........ Gambar 3.9 Program imapp2bin dan mod2rect...... Gambar 3.10 Tampilan tipe data ers...... Gambar 3.11 Window algorithm...... Gambar 3.12 Raster region... Gambar 3.13 Hasil cropping...... Gambar 3.14 Layout...... Gambar 4.1 Peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas.... Gambar 4.2 Peta citra satelit... Gambar 4.3 Sebaran titik panas pada bulan September tahun 2007... Gambar 4.4 Grafik sebaran titik panas berdasarkan batas administrasi... Gambar 4.5 Query builder untuk mencari nilai confidence tertinggi... Gambar 4.6 Query builder untuk mencari nilai confidence terendah... 14 14 18 18 19 30 35 49 55 57 58 58 59 60 60 61 63 64 65 66 67 68 69 76 78 80 81 xii

Gambar 4.7 Grafik sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan.. Gambar 4.8 Kombinasi band 721..... Gambar 4.9 Peta citra satelit Provinsi Kalimantan Tengah... Gambar 4.10 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran 86 87 88 89 xiii

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Karakteristik sensor AVHRR dan fungsi masing-masing band pada NOAA... Tabel 2.2 MODIS mempunyai 36 saluran spektral untuk memotret darat, laut, dan atmosfer dari jarak jauh... Tabel 2.3 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran aktif... Tabel 2.4 Standard klasifikasi penutupan lahan hasil penafsiran citra satelit Landsat untuk kepentingan kehutanan... Tabel 4.1 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007... Tabel 4.2 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan batas administrasi selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007... Tabel 4.3 Perbandingan hasil pengolahan titik panas antara data NOAA dengan data Terra-MODIS pada tanggal 20 September tahun 2007...... Tabel 4.4 Hasil pengolahan titik panas pada bulan September tahun 2007 Tabel 4.5 Hasil sebaran titik panas berdasarkan batas administrasi pada bulan September tahun 2007... Tabel 4.6 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan pada bulan September tahun 2007... Tabel 4.7 Hasil sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan pada bulan September tahun 2007... Tabel 4.8 Luas kelas penutupan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah Tabel 4.9 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran aktif... 21 28 29 37 71 72 74 76 77 83 84 85 90 xiv

DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil pengolahan sebaran titik panas harian berdasarkan peta tutupan lahan dan berdasarkan peta citra satelit 2. Perbandingkan antara tabel data NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang diperoleh dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dengan hasil pengolahan yang telah dilakukan dari data yang diperoleh melalui satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) 3. Definisi level pengolahan data MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) 4. Spatial Resolution 5. Kode-kode program projectl1b.csh (yang menjalankan program imapp2bin v4.4 dan program mod2rect v1.10) 6. Julian Day Calendar xv

DAFTAR ISTILAH Band atau saluran adalah informasi dari range panjang gelombang yang berdekatan dikumpulkan menjadi satu dan disimpan dalam band. Citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu obyek dari pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik obyek, yang direkam dengan cara optik, elektro optik, optik mekanik, atau elektronik. Koreksi geometrik adalah proses perbaikan kesalahan geometrik dan transformasi citra penginderaan jauh agar memberikan hasil citra yang mempunyai skala tertentu dan mengikuti proyeksi peta tertentu. Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat cacat atau kesalahan radiometrik, yaitu kesalahan pada sistem optik, kesalahan karena gangguan energi radiasi elektromagnetik pada atmosfer, dan kesalahan karena pengaruh sudut elevasi matahari. Level 1B merupakan data L 1A (dengan Geolocation) dikalibrasi, sehingga diperoleh data terkalibrasi baik radiometrik maupun geometriknya. xvi

MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) adalah sensor utama pada satelit Terra dan satelit Aqua yang mengorbit bumi secara polar (arah utara selatan) pada ketinggian 705 Kilometer dan melewati garis khatulistiwa pada jam 10:30 dan pada jam 22:30 waktu lokal (Justice, 2006). Lebar cakupan lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2330 Kilometer. Resolusi radiometrik ditunjukkan oleh jumlah nilai data yang dimungkinkan pada setiap band. Resolusi spasial adalah ukuran obyek terkecil yang masih dapat disajikan, dibedakan, dan dikenali pada citra. Resolusi spektral merupakan daya pisah obyek berdasarkan besarnya spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman data. Resolusi temporal ditunjukkan dengan seringnya citra merekam suatu daerah yang sama. Sensor dipergunakan untuk menangkap energi dan mengubahnya dalam bentuk sinyal dan menyajikannya ke dalam bentuk yang sesuai dengan informasi yang ingin disadap (Colwell, 1983). xvii

TABEL KARAKTERISTIK DATA CITRA SATELIT TERRA DENGAN SENSORNYA MODIS (MODERATE RESOLUTION IMAGING SPECTRORADIOMETER) Platform Visible Bands (μm) Near IR Bands (μm) Thermal IR Bands (μm) Image Size Pankromatik Sensor Satelit MODIS Band 1 (0,620 0,670) Band 3 (0,459 0,479) Band 4 (0,545 0,565) Band 8 (0,405 0,420) Band 9 (0,438 0,448) Band 10 (0,483 0,493) Band 11 (0,526 0,536) Band 12 (0,546 0,556) Band 13 (0,662 0,672) Band 14 (0,673 0,683) Band 2 (0,841 0,876) Band 5 (1,230 1,250) Band 6 (1,628 1,652) Band 7 (2,105 2,155) Band 15 (0,743 0,753) Band 16 (0,862 0,877) Band 17 (0,890 0,920) Band 18 (0,931 0,941) Band 19 (0,915 0,965) Band 26 (1,360 1,390) Band 20 (3,660 3,840) Band 21 (3,929 3,989) Band 22 (3,929 3,989) Band 23 (4,020 4,080) Band 24 (4,433 4,498) Band 25 (4,482 4,549) Band 27 (6,535 6,895) Band 28 (7,175 7,475) Band 29 (8,400 8,700) Band 30 (9,580 9,880) Band 31 (10,780 11,280) Band 32 (11,770 12,270) Band 33 (13,185 13,485) Band 34 (13,485 13,785) Band 35 (13,785 14,085) Band 36 (14,085 14,385) 1000 meter MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) Terra xviii

xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, menurunnya populasi satwa, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Titik panas merupakan indikasi terjadinya kebakaran hutan atau lahan. Titik panas menunjukkan bahwa daerah tersebut mengeluarkan panas melebihi ambang batas yang sudah ditentukan sehingga tertangkap sensor panas satelit. Parameter ini sudah digunakan secara meluas di berbagai negara untuk memantau kebakaran hutan dan lahan dari satelit. Berbeda dengan daerah-daerah di Sumatera, wilayah Kalimantan memiliki daerah-daerah yang termasuk rawan kebakaran hutan dan lahan dengan puncak jumlah titik panas yang hampir sama, 1

yaitu bulan Agustus sampai September. Jumlah titik panas akan benar- benar berkurang mulai Oktober, karena mulai bulan tersebut curah hujan meningkat. Provinsi Kalimantan Tengah merupakan urutan frekuensi kebakaran tertinggi pada Pulau Kalimantan dengan jumlah titik panas sebanyak 223 titik panas yang dilanjutkan dengan Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 152 titik panas, Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 45 jumlah titik panas, serta yang terakhir Provinsi Kalimantan Selatan sejumlah 34 titik panas dari hasil pantauan pada bulan September 2001 dengan menggunakan satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration - Advanced Very High Resolution Radiometer) (Dewanti, 2001; hal 26). Sedangkan berdasarkan penyebarannya dalam periode Juli sampai November pada tahun 2006, jumlah titik panas yang tercatat menurut data satelit NOAA 12 (National Oceanic and Atmospheric Administration) masih dipimpin oleh Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 46.285 titik panas, diikuti oleh Kalimantan Barat 28.061 titik panas, Sumatera Selatan 21.030 titik panas, dan Riau sebanyak 10.784 titik panas (Fire Bulletin, 2007; hal 1). Pemanfaatan sarana penginderaan jauh adalah cara yang efisien dalam memantau dan mendeteksi kebakaran hutan atau lahan untuk skala wilayah yang luas. Dalam Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) ini memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan data dari satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) yang merupakan citra satelit hiperspektral generasi baru di 2

gunakan untuk pengamatan daratan dan perairan. Selain itu dalam Pemanfaataan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Ttik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) sekaligus melakukan proses pengolahan sehingga menghasilkan titik panas, untuk mengetahui jenis penggunaan lahan yang terbakar digunakan peta digital klasifikasi tutupan lahan yang bersumber dari Departemen Kehutanan dan untuk mengetahui informasi lokasi keberadaan titik panas digunakan peta digital batas administrasi berdasarkan Kabupaten yang berasal dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). 1.2 PERUMUSAN MASALAH Masalah yang dibahas dalam Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah: 1. Bagaimana mendeteksi titik panas dan lokasinya dari data satelit? 2. Bagaimana penyebaran titik panas pada tiap kabupaten selama 1 bulan? 3. Bagaimana mengetahui area atau tutupan lahan yang terbakar? 3

1.3 BATASAN MASALAH Batasan masalah di dalam Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah: 1. Batasan daerah yang diteliti hanya pada Provinsi Kalimantan Tengah. 2. Waktu yang diteliti selama 1 bulan di bulan September 2007. 3. Sumber data utama yang digunakan yaitu data satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer). 1.4 TUJUAN DAN MANFAAT 1.4.1 Tujuan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) bertujuan untuk mengetahui terdeteksinya titik panas dan lokasinya dari data satelit sehingga dapat diperoleh informasi spasial penyebaran titik panas. 4

1.4.2 Manfaat Manfaat-manfaat yang diperoleh dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah: 1. Memudahkan mendeteksi titik panas secara penginderaan jauh dengan satelit khususnya untuk daerah yang luas seperti Kalimantan Tengah. 2. Hal ini akan mempermudah pemadamannya bila diketahui titik panas pada area tertentu masih kecil. 3. Dapat dilakukan perencanaan terhadap kerusakan-kerusakan hutan akibat kebakaran hutan atau lahan dan pencegahan adanya penyebaran asap. 1.5 SISTEMATIKA PENULISAN Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi menjadi 5 (lima) bab, yaitu: BAB I: PENDAHULUAN Bab ini mengemukakan mengenai latar belakang yaitu alasan mengapa topik atau masalah ini dipilih, serta terdapat perumusan masalah yang memaparkan secara ringkas dan jelas tentang permasalahan utama penelitian, batasan masalah yaitu aspek-aspek apa saja yang dikaji dalam penelitian ini, tujuan yaitu menjelaskan hasil yang hendak dicapai setelah penelitian selesai, manfaat yaitu kontribusi yang 5

diberikan atas hasil penelitian, dan sistematika penulisan yaitu sistematika yang direncanakan untuk penulisan skripsi. BAB II: LANDASAN TEORI Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan atau dasar dari penulisan skripsi. BAB III: METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini menjelaskan alur pola pikir penelitian, alat dan bahan yang digunakan, waktu dan tempat penelitian, pengumpulan data, pengolahan data yang mencakup beberapa proses didalamnya seperti menghasilkan titik panas dengan algoritma mod14, input nilai pada program imapp2bin dan mod2rect, pemotongan citra (cropping), kemudian lakukan pembuatan layout. BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini menguraikan hasil dan pembahasan dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah). BAB V: PENUTUP Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah). 6

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2.1.1 Keadaan Geografis Provinsi Kalimantan Tengah secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, yaitu 0 0 45 LU sampai 3 0 30 LS, 111 0 BT sampai 116 0 BT (Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006). Provinsi Kalimantan Tengah merupakan Provinsi terluas nomor 4 (empat) setelah Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Papua, dan Provinsi Kalimantan Timur. Provinsi ini dihuni oleh 1.958.428 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 12 jiwa/km 2 (Kalimantan Tengah, 2006). Luas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah 157.983 Km 2 mencakup 13 Kabupaten dan 1 Kota dengan 85 Kecamatan terdiri dari 1.340 Desa dan 101 Kelurahan. Jumlah Kecamatan akan meningkat seiring dengan pemekaran Kabupaten tersebut (Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006). Semula, daerah Kalimantan Tengah terdiri dari tiga Kabupaten Otonom berasal dari eks Daerah Dayak Besar dan Swapraja Kotawaringin yang termasuk dalam wilayah Keresidenan Kalimantan Selatan. Ketiga Kabupaten otonom itu adalah Kabupaten Barito, Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Kotawaringin (Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006). 7

Pemekaran daerah otonom Kabupaten dan Kota terjadi dalam masa Provinsi Kalimantan Tengah menjadi daerah otonom (Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006). Kabupaten Barito dimekarkan menjadi Kabupaten Barito Utara dan Barito Selatan, sedangkan Kabupaten Kotawaringin dimekarkan menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Kotawaringin Timur. Sementara itu, daerah otonom Kota diberikan kepada Palangka Raya sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Tengah. Sejak tahun 2002 lalu, dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002, telah berlangsung pemekaran wilayah, ditambah 8 (delapan) Kabupaten baru, sehingga jumlahnya saat ini menjadi 13 Kabupaten dan 1 (satu) Kota, yaitu (Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006): (1))Kabupaten Kapuas, (2) Kabupaten Kotawaringin Timur, (3) Kabupaten Kotawaringin Barat, (4) Kota Palangka Raya, (5) Kabupaten Katingan dengan ibukotanya Kasongan, (6) Kabupaten Barito Selatan, (7) Kabupaten Pulang Pisau dengan ibukotanya Pulang Pisau, (8) Kabupaten Seruyan dengan ibukotanya Kuala Pembuang, (9) Kabupaten Barito Utara, (10) Kabupaten Barito Timur dengan ibukotanya Tamiyang Layang, (11) Kabupaten Murung Raya dengan ibukotanya Puruk Cahu, (12) Kabupaten Gunung Mas dengan ibukotanya Kuala Kurun, (13) Kabupaten Lamandau dengan ibukotanya Nanga Bulik, dan (14) Kabupaten Sukamara dengan ibukotanya Sukamara. 8

2.1.2 Titik Panas di Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Tengah merupakan urutan frekuensi kebakaran tertinggi pada Pulau Kalimantan dengan jumlah titik panas sebanyak 223 titik panas yang dilanjutkan dengan Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 152 titik panas, Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 45 jumlah titik panas, serta yang terakhir Provinsi Kalimantan Selatan sejumlah 34 titik panas dari hasil pantauan pada bulan September 2001 dengan menggunakan satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration - Advanced Very High Resolution Radiometer) (Dewanti, 2001; hal 26). Sedangkan berdasarkan penyebarannya dalam periode Juli sampai November pada tahun 2006, jumlah titik panas yang tercatat menurut data satelit NOAA 12 (National Oceanic and Atmospheric Administration) masih dipimpin oleh Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 46.285 titik panas, diikuti oleh Kalimantan Barat 28.061 titik panas, Sumatera Selatan 21.030 titik panas, dan Riau sebanyak 10.784 titik panas (Fire Bulletin, 2007; hal 1). 2.2 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 2.2.1 Konsep Dasar Sistem Penggunaan kata sistem sering dimaksudkan untuk menyatakan kelengkapan sesuatu yang kompleks, bahwa semua bagian yang ada adalah merupakan bagian keseluruhan dalam bentuk sistem. Pengertian sistem 9

dalam kaitan dengan SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah keterkaitan antara berbagai komponen seperti komputer dengan berbagai bagiannya yang bervariasi, perangkat lunak yang rancangannya juga berbeda-beda, dan informasi serta proses-proses analisis yang secara implisit tercakup didalamnya (Barus dan Wiradisastra, 2000; hal 3). Sistem merupakan integrasi pemakai dengan sarana atau alat untuk menghasilkan informasi, untuk mendukung operasi, manajemen, analisis dan pengambil keputusan dalam suatu organisasi (Meijerink et.al., 1994). 2.2.2 Konsep Dasar Sistem Informasi Sistem informasi adalah suatu jaringan perangkat keras dan lunak yang dapat menjalankan operasi perencanaan pengamatan dan pengumpulan data, penyimpanan, dan analisis data, termasuk penggunaan informasi dalam proses pengambilan keputusan (Barus dan Wiradisastra, 2000; hal 3). Fungsi sistem informasi adalah sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu peta merupakan bagian dari sistem informasi spasial. Peta baru dianggap sebagai sistem apabila sudah terjadi interaksi antara pemakai dengan peta itu sendiri. 2.2.3 Konsep Dasar SIG (Sistem Informasi Geografis) SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang berreferensi spasial atau berkoordinat geografi (Barus dan Wiradisastra, 2000; hal 3). Pendapat lain mengenai SIG (Sistem Informasi Geografis) yaitu dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi, yang juga mengoperasikan dan 10

menyimpan data non spasial (Star dan Estes, 1990). Disebutkan juga SIG (Sistem Informasi Geografis) telah terbukti kehandalannya untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, menganalisa, dan menampilkan data spasial baik biofisik maupun sosial ekonomi. Star dan Estes mengemukakan bahwa secara umum SIG (Sistem Informasi Geografis) menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mengambil, mengelola, memanipulasi dan menganalisa data serta menyediakan hasil baik dalam bentuk grafik maupun dalam bentuk tabel, namun demikian fungsi utamanya adalah untuk mengelola data spasial Keuntungan SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah kemampuan untuk menyertakan data dari sumber berbeda untuk aplikasi deteksi perubahan. Walaupun, penggabungan sumber data dengan perbedaan akurasi sering mempengaruhi hasil deteksi perubahan. Pendekatan SIG (Sistem Informasi Geografis) untuk menghitung dampak pengembangan kota baru di Hong Kong, melalui integrasi data multi temporal foto udara pada land use dan menemukan bahwa overlay citra dengan teknik masking biner bermanfaat dalam menyatakan secara kuantitatif dinamika perubahan pada masing-masing kategori landuse (Lo dan Shipman, 1990). Banyak pendekatan aplikasi SIG (Sistem informasi Geografis) terdahulu untuk deteksi perubahan yang difokuskan pada daerah urban. Ini mungkin karena metoda deteksi perubahan tradisional sering menghasilkan deteksi perubahan yang tidak benar karena kompleksitas landscape urban dan model tradisional tidak bisa digunakan secara efektif menganalisa data 11

multi sumber. Sehingga, kekuatan fungsi SIG (Sistem Informasi Geografis) memberikan alat untuk pengolahan data multi sumber dan efektif dalam menangani analisa deteksi perubahan yang menggunakan data multi sumber. Banyak penelitian difokuskan pada integrasi SIG (Sistem Informasi Geografis) dan teknik penginderaan jauh yang diperlukan untuk analisis deteksi perubahan yang lebih akurat. 2.2.4 Model Data Spasial di Dalam SIG (Sistem Informasi Geografis) 2.2.4.1 Model Data Raster Model data raster menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid (Prahasta, 2001; hal 146). Setiap piksel atau sel ini memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik. Akurasi model data ini sangat bergantung pada resolusi atau ukuran pikselnya (sel grid) di permukaan bumi. Entity spasial raster disimpan di dalam layers yang secara fungsionalitas direlasikan dengan unsur-unsur petanya. Contoh sumber-sumber entity spasial raster adalah citra satelit (misalnya NOAA, SPOT, Landsat, Ikonos). 2.2.4.2 Model Data Vektor Model data vektor menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis, atau poligon beserta atributnya (Prahasta, 2001; hal 158). Bentuk-bentuk dasar representasi data spasial ini, di dalam sistem model data vektor, 12

didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian dua dimensi (x, y). Di dalam model data spasial vektor, garis merupakan sekumpulan titiktitik terurut yang dihubungkan. Sedangkan area atau poligon juga disimpan sebagai sekumpulan list titik-titik, tetapi dengan catatan bahwa titik awal dan titik akhir poligon memiliki nilai koordinat yang sama (poligon tertutup sempurna). 2.3 PENGINDERAAN JAUH 2.3.1 Konsep Dasar Penginderaan Jauh Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994 dalam Purwadhi, 2001; hal 2). Prinsip dasar penginderaan jauh (inderaja) adalah sumber energi seperti yang terlihat pada gambar 2.1 dijelaskan bahwa dalam hal ini energi matahari memancarkan gelombang elektromagnetik, apabila gelombang tersebut mengenai permukaan bumi akan terjadi penyerapan dan pemantulan gelombang (Sutanto, 1994; hal 54). Dan ada pula energi yang diserap dipancarkan dalam bentuk panas, dimana semua gelombang elektromagnetik tersebut kemudian direkam oleh sensor. Setiap objek di bumi memiliki daya pantul yang bervariasi, sehingga berdasarkan tinggi rendahnya gelombang elektromagnetik yang terpantul, objek tersebut dapat dideteksi. 13

Gambar 2.1 Sistem penginderaan jauh 2.3.2 Komponen Sistem Penginderaan Jauh Energi elektromagnetik adalah sebuah komponen utama dari kebanyakan sistem penginderaan jauh untuk lingkungan hidup yaitu sebagai medium untuk pengiriman informasi dari target kepada sensor (Yaslinus, 2002). Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa diukur yaitu: panjang gelombang atau wavelength, frekuensi, amplitudo, dan kecepatan. Amplitudo adalah tinggi gelombang, sedangkan panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak (Yaslinus, 2002). Gambar 2.2 Energi elektromagnetik 14

Energi elektromagnetik dipancarkan atau dilepaskan oleh semua masa di alam semesta pada level yang berbeda-beda. Semakin tinggi level energi dalam suatu sumber energi, semakin rendah panjang gelombang dari energi yang dihasilkan, dan semakin tinggi frekuensinya. Perbedaan karakteristik energi gelombang digunakan untuk mengelompokkan energi elektromagnetik. Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya disebut spektrum elektromagnetik (Yaslinus, 2002). Spektrum elektromagnetik merupakan berkas dari tenaga elektromagnetik, yang meliputi spektra kosmis, Gamma, X, ultraviolet, tampak, inframerah, gelombang mikro, dan gelombang radio (Purwadhi, 2001; hal 3). Gambar spektrum elektromagnetik di bawah pada gambar 2.3 disusun berdasarkan panjang gelombang (diukur dalam satuan μm) mencakup kisaran energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang tinggi dan frekuensi rendah, seperti gelombang radio sampai ke energi yang sangat tinggi, dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi seperti radiasi X-ray dan Gamma Ray. Beberapa contoh kelompok energi pada spektrum elektromagnetik yaitu: 1. Radio merupakan energi yang termasuk dalam bentuk level energi elektromagnetik terendah dengan kisaran panjang gelombang dari ribuan Kilometer sampai kurang dari satu Meter. Penggunaan paling banyak adalah komunikasi, untuk meneliti luar angkasa dan sistem radar. Radar berguna untuk 15

mempelajari pola cuaca, badai, membuat peta 3D permukaan bumi, mengukur curah hujan, pergerakan es di daerah kutub dan memonitor lingkungan. Panjang gelombang radar berkisar antara 0,8 Centimeter sampai 100 Centimeter. 2. Microwave: panjang gelombang radiasi microwave berkisar antara 0,3 Centimeter sampai 300 Centimeter. Penggunaannya terutama dalam bidang komunikasi dan pengiriman informasi melalui ruang terbuka, memasak, dan sistem penginderaan jauh aktif. Pada sistem penginderaan jauh aktif, pulsa microwave ditembakkan kepada sebuah target dan refleksinya diukur untuk mempelajari karakteristik target. Sebagai contoh aplikasi adalah TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission s) TMI (Microwave Imager), yang mengukur radiasi microwave yang dipancarkan dari spektrum elektromagnetik energi elektromagnetik atmosfer bumi untuk mengukur penguapan, kandungan air di awan dan intensitas hujan. 3. Inframerah atau infrared: radiasi inframerah atau infrared bisa dipancarkan dari sebuah obyek ataupun dipantulkan dari sebuah permukaan. Pancaran inframerah atau infrared dideteksi sebagai energi panas dan disebut thermal infrared. Energi yang dipantulkan hampir sama dengan energi sinar nampak dan disebut dengan reflected IR atau near IR karena 16

posisinya pada spektrum elektromagnetik berada di dekat sinar nampak. Panjang gelombang near IR atau reflected IR berkisar antara 0,7 μm sampai 3 μm, sedangkan panjang gelombang thermal IR berkisar antara 3 μm sampai 15 μm. Untuk aplikasi penginderaan jauh lingkungan hidup menggunakan citra Landsat, Reflected IR pada band 4 (near IR), band 5,7 (Mid IR) dan thermal IR pada band 6, merupakan karakteristik utama untuk interpretasi citra. Sebagai contoh, gambar 2.4 menunjukkan suhu permukaan laut global (dengan thermal IR) dan sebaran vegetasi (dengan near IR). 4. Visible: posisi sinar nampak pada spektrum elektromagnetik adalah di tengah. Tipe energi ini bisa dideteksi oleh mata manusia, film dan detektor elektronik. Panjang gelombang berkisar antara 0,4 μm sampai 0,7 μm. Perbedaan panjang gelombang dalam kisaran ini dideteksi oleh mata manusia dan oleh otak diterjemahkan menjadi warna. Gambar 2.5 adalah contoh komposit dari citra Landsat 7. 5. Radiasi ultraviolet, X-Ray, Gamma Ray berada dalam urutan paling kiri pada spektrum elektromagnetik. Tipe radiasinya berasosiasi dengan energi tinggi, seperti pembentukan bintang, reaksi nuklir, ledakan bintang. Panjang gelombang radiasi ultraviolet berkisar antara 0,3 μm sampai 0,4 μm. 17

Radiasi UV bisa dideteksi oleh film dan detektor elektronik, sedangkan X-ray dan Gamma-ray diserap sepenuhnya oleh atmosfer, sehingga tidak bisa diukur dengan penginderaan jauh. Gambar 2.3 Spektrum elektromagnetik Gambar 2.4 Inframerah 18

Gambar 2.5 Citra Landsat komposit 2.4 KARAKTERISTIK CITRA Dalam penginderaan jauh, citra berkaitan dengan representasi pictorial tanpa peduli media apa yang digunakan untuk mendeteksi dan merekam energi elektromagnetik (Samsuri, 2004; hal 3). Pendapat lain mengemukakan bahwa secara definitif citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu obyek dari pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik obyek, yang direkam dengan cara optik, elektro optik, optik mekanik, atau elektronik (Purwadhi, 2001; hal 22). Normalnya foto dapat direkam diluar dari range panjang gelombang 0,3 μm sampai 0,9 μm. Semua foto dapat dikategorikan sebagai citra tetapi tidak semua citra dapat dikatakan foto. Sebuah citra terbentuk dalam format digital yang tersusun dari beberapa unsur gambar atau disebut piksel (Samsuri, 2004; hal 3). Tingkat kecerahan piksel ini direpresentasikan oleh nilai numerik atau DN (Digital Number) pada masingmasing piksel. Sensor secara elektronik merekam energi elektromagnetik sebagai sekumpulan DN (Digital Number) yang akan menyusun gambar. 19

2.5 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT SECARA UMUM Untuk informasi yang detail (skala besar) dapat menggunakan citra satelit Quickbird, Ikonos, dan SPOT. Untuk informasi regional (skala menengah) dapat menggunakan citra satelit SPOT, Aster, dan Landsat. Untuk informasi global (skala kecil) dapat menggunakan citra satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dan MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer). Salah satu satelit yang sangat terkenal adalah satelit NOAA- AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration Advanced Very High Resolution radiometer) yang dikembangkan oleh lembaga antariksa Amerika NASA sejak tahun 1978 untuk pemantauan iklim dan kelautan global (Anonim, 2007). 2.5.1 Resolusi Spasial Resolusi spasial adalah ukuran obyek terkecil yang masih dapat disajikan, dibedakan, dan dikenali pada citra (Purwadhi, 2001, hal 18). Semakin kecil ukuran obyek yang dapat direkam, semakin baik kualitas sensornya. Contoh: bila sebuah sensor memiliki resolusi spasial 20 meter, maka citra yang dihasilkannya ditampilkan dengan resolusi penuh, maka setiap piksel mewakili luasan area 20 x 20 meter di lapangan. Semakin tinggi resolusinya, maka semakin kecil area yang dapat dicakupnya. Contoh lain seperti satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang merupakan satelit yang berfungsi mengamati lingkungan dan cuaca dengan ketinggian 850 Kilometer. Luas liputan AVHRR (Advanced Very High Resolution radiometer) setara dengan 3000 x 20

3000 Kilometer permukaan bumi. Kelebihan lainnya, sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution radiometer) dapat dimanfaatkan dalam pemantauan kondisi lingkungan suatu areal pengamatan secara kontinyu dalam suatu periode. 2.5.2 Resolusi Spektral Resolusi spektral merupakan daya pisah obyek berdasarkan besarnya spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman data (Purwadhi, 2001; hal 19). Semakin sempit panjang gelombang, resolusi spektral akan menjadi semakin tinggi, sebagai contoh dapat dilihat tabel 2.1. Tabel 2.1 Karakteristik sensor AVHRR dan fungsi masing-masing band pada NOAA Band Spektrum Radiasi Panjang Pemanfaatan Gelombang (μm) 1 Visibel 0,58 0,68 Berpotensi dalam perhitungan albedo permukaan bumi dan puncak awan, mendeteksi kondisi permukaan darat dan laut, memantau kondisi vegetasi, mendeteksi lapisan salju dan es di muka bumi dan mendeteksi jenis awan tertentu 21

Tabel 2.1 (lanjutan) Band Spektrum Radiasi Panjang Pemanfaatan Gelombang (μm) 2 Inframerah dekat 0,728 1,10 Berpotensi dalam pemantauan kondisi vegetasi, deteksi es dan salju di muka bumi, dan komputasi albedo permukaan bumi atau puncak awan 3B Inframerah sedang 3,550 3,930 Digunakan dalam estimasi temperatur permukaan laut atau darat, mendeteksi distribusi awan pada pengamatan malam hari, mendeteksi daerah hutan yang rawan kebakaran dan mendeteksi titik panas 22

Tabel 2.1 (lanjutan) Band Spektrum Radiasi Panjang Pemanfaatan Gelombang (μm) 4 Inframerah jauh 10,30 11,30 Berpotensi dalam ekstraksi parameter temperatur permukaan bumi atau laut, mendeteksi mengestimasi awan, temperatur puncak awan dan pemantauan bencana alam seperti letusan gunung berapi 5 Inframerah jauh 11,50 12,50 Berpotensi dalam ekstraksi parameter temperatur permukaan bumi atau laut, mendeteksi mengestimasi awan, temperatur puncak awan dan pemantauan bencana alam seperti letusan gunung berapi 23

2.5.3 Resolusi Temporal Resolusi temporal ditunjukkan dengan seringnya citra merekam suatu daerah yang sama (Samsuri, 2004; hal 4). Contoh : jika citra Landsat TM melewati suatu daerah yang sama sebanyak 16 hari sekali, sedangkan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dapat 2 kali sehari melewati daerah yang sama di permukaan bumi. Oleh kerena itu resolusi temporal NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) lebih tinggi daripada Landsat TM. 2.5.4 Resolusi Radiometrik Resolusi radiometrik ditunjukkan oleh jumlah nilai data yang dimungkinkan pada setiap band (Samsuri, 2004; hal 4). Hal ini ditunjukkan dengan jumlah bit perekaman. Contoh pada Landsat TM mencakup 8 bit, sehingga jumlah nilai data pada spektral untuk setiap piksel adalah 0 sampai 255. Untuk satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) mencakup 10 bit, sehingga jumlah nilai data pada spektral untuk setiap piksel adalah 0 sampai 1.023. Resolusi ini lebih tinggi dibanding dengan Landsat TM. 2.6 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT TERRA-MODIS Pada tahun 1999, NASA (National Aeronautics and Space Administration) meluncurkan satelit Terra dan Aqua yang membawa sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectro-radiometer). Kedua satelit 24

tersebut melengkapi sistem pemantauan titik panas menggunakan satelit, sehingga dapat diperoleh informasi pada jam-jam yang berbeda. MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) adalah sensor utama pada satelit Terra dan satelit Aqua yang mengorbit bumi secara polar (arah utara selatan) pada ketinggian 705 Kilometer dan melewati garis khatulistiwa pada jam 10:30 dan pada jam 22:30 waktu lokal (Justice, 2006; hal 1). Lebar cakupan lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2330 Kilometer. Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) sebanyak 36 band (36 interval panjang gelombang), mulai dari 0,620 μm sampai 14,385 μm (1 μm = 1/1.000.000 meter). MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan citra satelit hiperspektral generasi baru di gunakan untuk pengamatan daratan dan perairan. Citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan salah satu sensor yang dimiliki oleh EOS (Earth Observing System) dan dibawa oleh dua wahana yaitu Terra yang diluncurkan pada 18 Desember 1999 dan Aqua pada tanggal 4 Mei 2002 (Darmawan, 2006). Sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan turunan dari sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer), SeaWIFS (Sea Viewing Wide Field of view sensor), dan HIRS (High Resolution Imaging Spectrometer) yang dimiliki EOS yang sebelumnya telah mengorbit (Darmawan, 2006). Layaknya sebuah kamera, satelit-satelit tersebut menangkap citra atau memotret bumi dengan sensor-sensor optiknya. Namun sensor yang digunakan 25

memotret bumi dengan gelombang infra merah dan termal infra merah, karena itu suhu permukaan bumilah yang terpantau oleh sensor tersebut. Dengan berbagai formula yang diterapkan di berbagai stasiun pemantau, jumlah titik panas yang terpantau juga cenderung berbeda-beda. Sebagai contoh data titik panas NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) menerapkan ambang batas 318 0 Kelvin ( 0 Kelvin = 0 Celcius + 273) atau setara dengan 45 0 Celcius (Anonim, 2007). Artinya adalah jika suatu daerah yang dipantau oleh satelit memiliki suhu diatas ambang batas tersebut, maka areal tersebut terdeteksi sebagai titik panas. Sementara itu MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) menerapkan ambang batas suhu yang lebih tinggi yaitu sebesar 320 0 Kelvin atau sekitar 47 0 Celcius (Anonim, 2007). Sehingga secara teori, jumlah titik panas NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang cenderung lebih banyak dibandingkan data titik panas MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer), jika waktu pemantauannya sama. Namun demikian pemantauan kebakaran melalui satelit juga memiliki beberapa kelemahan. Sensor optik satelit-satelit tersebut tidak mampu menembus awan, sehingga kebakaran yang terjadi di bawahnya tidak dapat terdeteksi. Adapun kelebihan dari MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) berupa kalibrasi radiometrik, spasial dan spektral dilakukan waktu mengorbit, peningkatan akurasi atau presisi radiometrik dan peningkatan akurasi posisi geografis. Dikarenakan resolusi spasial citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) hanya mampu menghasilkan informasi dengan skala global (1:500.000 s.d. 1:1.000.000). MODIS (Moderate 26

Resolution Imaging spectroradiometer) memiliki beberapa kelebihan dibanding NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration Advanced Very High Resolution radiometer). Diantara kelebihannya adalah lebih banyaknya spektral panjang gelombang (resolusi radiometrik) dan lebih telitinya cakupan lahan (resolusi spasial) (Mustafa, 2004). Sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) dapat digunakan dalam riset untuk pendeteksian kebakaran hutan, pendeteksian perubahan tutupan lahan dan pengukuran suhu permukaan bumi. 2.6.1 Resolusi Spasial Kelebihan dari sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) dibandingkan dengan sensor global lainnya adalah dalam hal resolusi spasial 250 meter, 500 meter dan 1 Kilometer (Steber, 2007; hal 6). Resolusi spasial citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) hanya mampu menghasilkan informasi dengan skala global (1:500.000 sampai dengan 1:1.000.000) (Darmawan, 2006). 2.6.2 Resolusi Spektral MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) mempunyai 36 band atau saluran spektral dapat dilihat pada tabel 2.2, yang terbagi menjadi 2 (dua) gelombang yaitu gelombang reflektif dan gelombang emisif. Gelombang Reflektif cocok untuk mengamati daratan yang membutuhkan transmisi atmosfer tinggi, sedangkan gelombang emisif cocok untuk mengamati daratan yang membutuhkan penyerapan atmosfer rendah (Steber, 2007; hal 8). Namun band atau saluran spektral MODIS 27

(Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran aktif terdapat pada tabel 2.3. Tabel 2.2 MODIS mempunyai 36 saluran spektral untuk memotret darat, laut, dan atmosfer dari jarak jauh (Steber, 2007) Gelombang Reflektif Panjang Gelombang Band (µm) Penggunaan 1, 2 0.645, 0.865 Vegetasi darat atau batas awan 3, 4 0.470, 0.555 Darat atau properti awan 5-7 1.24, 1.64, 2.13 Darat atau properti awan 8-10 0.415, 0.443, 0.490 Warna laut atau klorofil 11-13 0.531, 0.565, 0.653 Warna laut atau klorofil 14-16 0.681, 0.75, 0.865 Warna laut atau klorofil 17-19 0.905, 0.936, 0.940 Penguapan air atmosfer 26 1.375 Awan cirrus Gelombang Emisif Band Panjang Gelombang (µm) Penggunaan 20 23 3.750, 3.959(2), 4.050 Suhu permukaan atau awan 24, 25 4.465, 4.515 Suhu atmosfer 27, 28 6.715, 7.325 Uap air 29 8.550 Suhu permukaan atau awan 30 9.730 Ozon 31, 32 11.030, 12.020 Suhu permukaan atau awan 33 34 13.335, 13.635 Properti puncak awan 35 36 13.935, 14.235 Properti puncak awan 28

Tabel 2.3 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran aktif (Steber, 2007) Band Panjang Gelombang (µm) Kegunaan Saluran 1 0,620 0,670 Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran palsu dan balutan awan 2 0,841 0,876 Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran palsu dan balutan awan 7 2,105 2,155 Menolak sunglint dan menolak tanda kebakaran palsu 20 3,660 3,840 Saluran jangkauan untuk deteksi kebakaran aktif (330 0 Kelvin) 21 3,929 3,989 Saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif (500 0 Kelvin) 22 3,929 3,989 Saluran jangkauan rendah untuk deteksi kebakaran aktif (331 0 Kelvin) 31 10,780 11,280 Latar belakang suhu untuk deteksi kebakaran tertentu dan balutan awan (340 0 Kelvin) 32 11,770 12,270 Balutan awan (388 0 Kelvin) Kurva pada gambar 2.6 menunjukkan adanya pergeseran puncak distribusi radiasi benda hitam ke arah panjang gelombang yang semakin pendek apabila suhunya naik (Lillesand dan Kiefer, 1997; hal 7). Dapat diketahui bahwa panjang gelombang dengan pancaran maksimum berbanding terbalik terhadap suhu absolut benda pemancarnya. Contohnya apabila sebuah logam seperti sepotong besi dipanasi, ketika besi tersebut bertambah panas, benda tersebut mulai bersinar dan warnanya berubah 29