EVALUASI KESELAMATAN RADIASI PENGUNJUNG DI TEMPAT PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH RADIOAKTIF Pusat Teknologi Limbah Radioaktif BATAN, PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan, 15310 E-mail : kwin@batan.go.id ABSTRAK EVALUASI KESELAMATAN RADIASI PENGUNJUNG DI TEMPAT PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH RADIOAKTIF. Evaluasi keselamatan radiasi di Interm Storage -1 (IS-1) dilakukan dengan tujuan untuk memperkirakan penerimaan dosis radiasi pengunjung ke tempat penyimpanan limbah radioaktif. Evaluasi dilakukan dengan cara melakukan pemetaan IS-1 dengan mengukur laju dosis menggunakan surveymeter dan dosis kumulatif menggunakan TLD. Pengukuran dilakukan pada 5 titik pada jarak 1 meter dan 5 meter dari limbah yang disimpan. Dosis kumulatif diukur selama 1 bulan, selanjutnya diproses menggunakan TLD reader model 6600. Hasil pengukuran laju dosis rata-rata pada jarak 1 m dan 5 m masing-masing adalah 2,37 µsv/jam dan 1,06 µsv/jam, sedangkan dosis kumulatif selama 1 bulan rata-rata sebesar 1,48 msv dan 0,72 msv masing-masing pada jarak 1 dan 5 m dari tempat limbah. Dari hasil pemantauan dapat diperkirakan bahwa pekerja atau pengunjung di IS -1 pada jarak 2-3 m dari limbah akan menerima dosis rata-rata 0,6-0,5 µsv apabila berada di IS-1 selama 20 menit. Hal ini masih jauh dari batasan yang diperkenankan yaitu sebesar 10 µsv untuk pekerja radiasi dan 0,5 µsv untuk masyarakat. Kata Kunci : Keselamatan radiasi, pengunjung, limbah radioaktif, pemetaan, dosis radiasi ABSTRACT EVALUATION OF RADIATION SAFETY FOR VISITORS IN THE RADIOACTIVE WASTE INTERM STORAGE. Evaluation of radiation safety has been done in Interm Storage -1 (IS-1) with purpose to estimate the radiation dose recived by visitors to the radioactive waste storage. Evaluation is done with mapping IS-1 by measurement of the dose rate and cumulative dose using surveymeter and TLD. There are 5 points of measurement at the distance of 1 meter and 5 meters from the waste stored. The cumulative dose was measured during 1 month, then it was processed using TLD reader model 6600. The results of average dose rate measurement at distance of 1 m and 5 m are 2.37 μsv/h and 1.06 μsv/h respectively, where as the average of cumulative dose during the 1 month are 1.48 and 0.72 msv at distance of 1 and 5 m respectively from the waste places. From the results of monitoring can be concluded that the workers or visitors in the IS -1 at the distance of 2-3 m from the waste is expected to receive dose average is 0.6-0.5 µsv if they are in the IS-1 for one hour. It is still far from the limits allowed that is equal to 10 µsv for radiation workers and 0.5 µsv for the public. Keywords : Radiation safety, visitor, radioaktive waste, mapping, radiation dose PENDAHULUAN S etiap industri akan menghasilkan limbah dan limbah ini harus dikelola dengan baik sehingga tidak mengganggu lingkungan baik manusia maupun ekosistem. Demikian pula dengan industri atau yang menggunakan sumber radioaktif misal PLTN, limbah yang ditimbulkan harus dikelola Buku II hal 294
dan diproses dengan baik sehingga dampak radiasi tidak akan merugikan masyarakat dan lingkungan sekelilingnya. Menurut Undang-undang Nomor 10 tentang Ketenaganukliran, pasal 23, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) merupakan badan pelaksana yang mengelola limbah radiaoktif di Indonesia, secara teknis pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan oleh Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) [1]. Limbah radioaktif yang dikelola PTLR berupa limbah hasil penelitian dan kegiatan instalasi yang ada di BATAN baik yang berlokasi di Kawasan Nuklir Serpong, Pasar Jumat, Bandung dan Yogyakarta. Disamping itu juga dikelola limbah yang berasal dari industri dan Rumah Sakit yang memanfaatkan sumber radioaktif untuk kegiatannya. Selain limbah radioaktif tersebut di atas, PTLR juga mengelola limbah radioaktif yang berupa bahan bakar nuklir bekas maupun bahan bakar nuklir eksperimen, yang dapat menimbulkan berbagai radionuklida hasil fisi. Limbah bahan bakar nuklir ini berasal dari Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy yang berada di Kawasan Nuklir Serpong (KNS) dan dari Instalasi Radiometalurgi di Pusat Teknologi Bahan bakar Nuklir (IRM-PTBN). Limbah bahan bakar nuklir bekas disimpan dalam kolam penyimpanan sementara bahan bakar nuklir bekas, pengangkutannya dari PRSG maupun dari IRM PTBN dilakukan melalui kanal hubung. Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2010, tentang pemasyarakatan PLTN, maka masyarakat semakin ingin tahu tentang pemanfaatan radiasi sehingga beberapa kalangan atau kelompok masyarakat seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pejabat Pemerintah Daerah, institusi pemerintah, lembaga legislatif maupun akademisi ingin mengetahui lebih jauh kesiapan teknologi dan sumber daya manusia dalam persiapan pembangunan PLTN di Indonesia. Keingin tahuan ini diwujudkan dengan melihat secara langsung lebih dekat fasilitas reaktor nuklir dan bagaimana pengelolaan limbahnya di fasilitas pengelolaan limbah radioaktif, salah satu diantaranya adalah kunjungan Dewan Pertahanan Nasional di IS-1 ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1. Kunjungan Dewan Pertahanan Nasional (Wantanas) di IS-1 Untuk melindungi masyarakat dari bahaya radiasi, Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 2007 tentang keselamatan radiasi pengion dan keamanan sumber radioaktif pada pasal 21 dan 34, mengatur tentang limitasi proteksi radiasi untuk mengupayakan besarnya dosis yang diterima pekerja/ masyarakat serendah mungkin yang dapat dicapai dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi [2]. sehingga penelitian ini dilakukan sebagai usaha untuk mengetahui apakah penataan limbah hasil olahan di Interm Storage-1 ( IS-1) aman bagi pengunjung yang ingin mengetahui secara dekat pengelolaan limbah radioaktif dengan menentukan dosis yang diterima pengunjung di IS- 1 jauh dibawah batasan batasan yang diijinkan. Penelitian tingkat radiasi di IS-1 dilakukan dengan mengukur dosis kumulatif selama satu bulan menggunakan Thermoluminisence Dosimeter (TLD) sebanyak lima titik sampling pada jarak 1 m dan 5 m dari penempatan limbah yang telah diolah, dan sebagai pembanding dilakukan pengukuran langsung laju dosis pada titik pengukuran dan jarak yang sama menggunakan surveymeter. TATA KERJA Bahan dan peralatan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah dosimeter TLD tipe 0220 dan holdernya, tali dan penjepit holder. Sedangkan peralatan yang L. Kwin Pudjiastusti Buku II hal 295
digunakan adalah tiang penyangga, TLD reader model 6600, dan pengolah data. Metode 1. Pesiapan bahan dan alat Sebelum melakukan pengukuran disiapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan, meliputi kartu TLD jenis 0220 dengan holdernya, memastikan alat TLD reader dapat beroperasi dengan baik, tali, statif, radiameter dapat beroperasi dan telah terkalibrasi. Kartu TLD sebelum dipasang di Interm Storage-1 dilakukan annealing terlebih dahulu untuk menghilangkan sisa-sisa radiasi yang terperangkap di dalam chip TLD, sehingga hasil pembacaan annealing di bawah nilai 1 nc. Kartu TLD yang telah dilakukan annealing dimasukkan ke dalam holder TLD dan dilengkapi dengan penjepit, bagian depan holder diberi label kode jarak dan titik pengukuran. Disiapkan tali sepanjang 10 m dan di pasang di interm storage-1. Tali dipasang pada jarak 1 m dan 5 m dari tempat penyimpanan limbah radioaktif yang telah diproses secara paralel, masing-masing ujungnya diikatkan pada tiang penyangga. Tali dipasang pada ketinggian satu meter dari lantai 2. Pengukuran dosis kumulatif Pengukuran dosis kumulatif dilakukan dengan memasang TLD pada tali yang telah disiapkan dengan jarak 1 m dan 5 m dari penyimpanan limbah. Setiap jarak 2 m pada tali, dipasang TLD dengan menghadap ke tempat limbah. Pengukuran dilakukan didepan limbah padat yang telah dikemas dalam drum 200 liter dan limbah semi cair yang telah dikemas dalam shell beton 950 liter yang disajikan pada Gambar 2. Pengukuran dosis kumulatif dilakukan selama 30 hari (1 bulan), kemudian diambil dan dilakukan pembacaan dosis yang terakumulasi dalam TLD menggunakan alat pembaca dosis TLD Reader model 6600. Data hasil pembacaan dilakukan analisis serta dievaluasi sehingga diperoleh dosis radiasi kumulatif di tempat penyimpanan sementara limbah radioaktif yang telah diolah yang ditangkap oleh elemen TLD selama satu bulan. Hasil pengukuran ini dibandingkan dengan hasil pengukuran menggunakan surveymeter. Limbah dalam drum Limbah dalam shel shellshell P1-5 P5- P1-4 P5-4 P1-3 P5-3 1 m P1-1 P1-2 P5-1 P5-2 10 m 5 m Gambar 2. Posisi pengukuran laju dosis dan dosis kumulatif di IS-1 P1-1 = Posisi Pengukuran jarak 1 m dan titik pengukuran 1 P1-2 = Posisi Pengukuran jarak 1 m dan titik pengukuran 2 P1-3 = Posisi Pengukuran jarak 1 m dan titik pengukuran 3 P1-4 = Posisi Pengukuran jarak 1 m dan titik pengukuran 4 P1-5 = Posisi Pengukuran jarak 1 m dan titik pengukuran 5 P5-1 = Posisi Pengukuran jarak 5 m dan titik pengukuran 1 P5-2 = Posisi Pengukuran jarak 5 m dan titik pengukuran 2 P5-3 = Posisi Pengukuran jarak 5 m dan titik pengukuran 3 P5-4 = Posisi Pengukuran jarak 5 m dan titik pengukuran 4 P5-5 = Posisi Pengukuran jarak 5 m dan titik pengukuran 5 Buku II hal 296
Secara visula titik-titik penempatan TLD pada jarak 1 m dan 5 m dari tempat penyimpanan limbah dalam shell beton dan drum di tampilkan pada Gambar 3. Gambar 3. Pemasangan TLD pada jarak 1 m dan 5 m dari limbah radioaktif 3. Pengukuran laju dosis Laju dosis diukur dengan menggunakan alat digital radiameter FAG model FH40F2 yang memiliki rentang pengukuran 0,01 µsv/jam 9,99 msv/jam dan dengan rentang energi antara 45 kev - 1,3 MeV. Alat ini telah terkalibrasi dan memiliki faktor kalibrasi 1,06. Pengukuran dilakukan secara langsung pada tempat-tempat dan jarak sama dengan tempat pengukuran dosis kumulatif. Hasil pengukuran dikalikan dengan faktor kalibrasi, sehingga diperoleh laju dosis terukur.[4]. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran dosis kumulatif menggunakan TLD selama 30 hari di IS-1 pada jarak 1 m dan 5 m ditampilkan pada Gambar 4. Gambar 4. Kurva pengukuran dosis kumulatif pada berbagai titik Dari Gambar 4 di atas, menggambarkan perbedaan pengukuran dosis kumulatif pada jarak 1 m dan 5 m, pada titik pengukuran 1, 2, 3, dan 4 hampir dua kali lipat, sedangkan pengukuran pada titik 5 pada jarak 1 m dan 5 m tidak beda jauh. Pengukuran dosis kumulatif pada jarak 1 m besarannya bervariasi, sedangkan pada jarak 5 m pada titik 1, 2, 3, 4, dan 5 tidak beda jauh, hal ini karena pada jarak 1 m paparan radiasi yang diterima TLD terbatas pada sudut elevasi yang kecil dari pusat sumber dan tergantung dari aktivitas limbah yang paling dekat, sedangkan pada jarak 5 m, TLD dapat menerima paparan dari berbagai sumber limbah dengan sudut elevasi yang lebih lebar, sehingga hasil pengukuran antara titik satu dengan yang lainnya tidak beda jauh. Pada titik pengukuran 5, pengukuran pada jarak 1 m dan jarak 5 m, tidak beda nyata hal ini karena posisi titik 4 dan 5 berada pada limbah dalam shell beton, sedangkan titik 1,2 dan 3 titik pengukuran pada limbah dalam drum 200 l. Penahan radiasi dalam bentuk beton lebih baik dibandingkan dengan sementasi dalam drum. Hasil pengukuran laju dosis pada 5 titiktitik pemantauan pada jarak 1 m, dan pada jarak 5 m ditunjukkan pada Gambar 5. L. Kwin Pudjiastusti Buku II hal 297
Gambar 5. Pengukuran laju dosis pada 5 titik pemantauan dengan jarak 1m dan 5 m Dari Gambar 5 di atas terlihat bahwa besaran laju dosis pada berbagai titik pengukuran pada jarak 1 m dari limbah memberikan hasil lebih tinggi rata-rata dua kali hasil pengukuran laju dosis pada titik-titik pengukuran dengan jarak 5 m dari limbah. Hasil pengukuran rata-rata sebesar 2,37 µsv/jam pada jarak 1 m dan rata-rata sebesar 1,056 µsv/jam pada jarak 5 m dari tempat penyimpanan limbah. Laju dosis pada titik pengukuran 4 dan 5 lebih kecil dibandingkan dengan titik pengukuran 2 dan 3. Titik 4 dan 5 adalah titik pengukuran limbah yang dikondisioning menggunakan shell beton 950 liter, sedangkan titik pemantauan 1,2 dan 3 adalah titik pemantauan limbah yang dikompaksi dan dikondisioning menggunakan wadah drum 200 liter. Dari kelima titik pemantauan, maka titik 2 dan titik 3 perlu dilakukan perhitungan untuk dapat mengetahui dosis yang diterima pengunjung, sedangkan pada titik 1, 4 dan 5, relatif kecil. Pengukuran dosis menggunakan TLD dan pengukuran laju dosis daerah kerja memberikan kurva yang simetris, sehingga pengukuran laju dosis menggunakan surveymeter dapat dipergunakan untuk memperkirakan dosis secara cepat. Untuk lebih jauh dalam memperkirakan penerimaan dosis radiasi bagi pekerja radiasi maupun pengunjung di tempat penyimpanan limbah radioaktif, maka dilakukan pengukuran laju dosis pada titik-titik pengukuran dan pada jarak 1, 2, 3, 4, dan 5 m dari limbah radioaktif hasil olahan. Hasil pengukuran untuk memperkirakan penerimaan dosis pada berbagai jarak dengan waktu 60, 30 dan 20 menit yang ditampilkan pada Gambar 6. Gambar 6. Kurve perkiraan penerimaan dosis pada berbagai jarak dan waktu Buku II hal 298
Gambar 6. Menunjukkan perbandingan perhitungan perkiraan penerimaan dosis rata-rata pada waktu yang berbeda yaitu 60 menit, 30 menit dan 20 menit pada berbagai jarak, terlihat bahwa pada jarak 2 m perkiraan penerimaan dosis sebesar 1,8 µsv, sedangkan untuk waktu 20 menit perkiraan penerimaan dosis sebesar 0,6 µsv pada jarak 2 m. Untuk mengetahui jarak yang aman bagi pengunjung, berdasarkan pengukuran laju dosis dapat diperhitungkan dan membandingkan dengan batasan yang diperbolehkan untuk masyarakat, maka dengan mengambil batasan penerimaan dosis selama satu tahun sebesar 20 msv, untuk pekerja radiasi diperbolehkan menerima dosis 0,01 msv selama satu jam dengan bekerja sehari 8 jam. Sedangkan hasil perhitungan rata-rata pekerja hanya menerima dosis 2,3 µsv pada jarak 1 meter atau 1,8 µsv pada jarak 2 m dari tempat penyimpanan limbah. Pekerja radiasi berada di IS-1 hanya untuk menyimpan limbah, sedangkan kegiatan lainnya tidak ada, sehingga dosis yang diterima pekerja tentu lebih kecil dari perkiraan perhitungan. Untuk masyarakat umum (tamu /pengunjung), dengan pembatas dosis 1/20 dari batasan dosis yang diperkenankan, atau setara dengan 1 msv/tahun atau 0,5 µsv/jam. Apabila dibandingkan dengan hasil perkiraan perhitungan seperti pada Gambar 6 diatas, jika berada pada jarak 2 m dari limbah selama 1 jam dosis yang diterima akan melebihi dari batasan yang diperkenankan, namun pengunjung biasanya hanya berada di IS-1 sekitar 10-20 menit saja dan tidak pada satu titik. Berikut ditunjukkan kurve perkiraan dosis pada berbagai jarak dan titik pengkukuran selama 20 menit, ditunjukkan pada Gambar 7. Gambar 7. Kurve perkiraan dosis pada berbagai jarak dan posisi pada waktu 20 menit. Gambar 7. Menunjukkan perhitungan perkiraan penerimaan dosis yang diterima pekerja/ pengunjung yang berada di IS-1 selama 20 menit, berdasarkan hasil pengukuran laju dosis pada berbagai jarak dan berbagai titik. Kurve P1 adalah kurve pada titik pengukuran 1 pada jarak 1, 2, 3, 4, dan 5 m dari limbah, demikian pula pada kurve P2, P3, P4 dan P5 dan perhitungan rerata pada berbagai titik pengukuran. Perkiraan penerimaan dosis pekerja/pengunjung rata-rata pada jarak 2-3 m berkisar antara 0,6 0,5 µsv, sehingga pengunjung/ masyarakat berada di tempat penyimpanan limbah yang telah diolah selama 20 menit perkiraan penerimaan dosis masih aman. KESIMPULAN Dari hasil pengukuran laju dosis dan dosis kumulatif menggunakan TLD di IS-1, dapat dipergunakan sebagai perkiraan penerimaan dosis, Pengukuran menggunakan surveymeter lebih cepat untuk memperkirakan penerimaan dosis. Meskipun hasil pengukuran tidak melebih batasan bagi pekerja radiasi, namun perlu dilakukan pengaturan jarak dan waktu bagi pengunjung sehingga dosis yang diterima tidak melebihi batas yang diperkenankan yaitu dibawah 1/20 dari batasan yang diperkenankan. DAFTAR PUSTAKA 1. ANONIM, Undang Undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. 2. ANONIM, Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif 3. ANONIM, Keputusan Kepala BAPETEN No. 01/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi. L. Kwin Pudjiastusti Buku II hal 299
4. ANONIM, Dokumen No. PLR/7/PeDK/II/001/01/2006, tentang Prosedur Pemantauan Daerah Kerja. 5. ANONIM. Pedoman Proteksi Radiasi Kawasan Nuklir Serpong revisi 1, 2010. TANYA JAWAB Eddy Sumadi Paparan di sekitar tumpukan limbah seberapa besar dibandingkan dengan yang diijinkan BAPETEN dan IAEA? Bagaimana pengolahan limbah lestari dilakukan? Paparan di sekitar tumpukan limbah sebesar rata-rata 2,37 μsv/jam pada jarak satu meter dari limbah, jika dibandingkan dengan batasan perka BAPETEN No.01/1999 sebesar 25 μsv/jam, sedangkan menurut KRP-60 Nilai Batas Dosis turun menjadi 10 μsv/jam. Sampai saat ini limbah radioaktif masih disimpan di gudang penyimpanan sementara (intern storage), penyimpanan lestari dalam penelitian tapak. Jumari, S.ST Berapa paparan radiasi setelah melalui pengolahan limbah radioaktif, apakah sudah aman? Paparan radiasi setelah melalui pengolahan limbah maksimum diperbolehkan 20 μsv/jam, sedangkan hasil pengukuran rata-rata sebesar 2,37 μsv/jam, sehingga masih jauh dari batas yang diijinkan. Buku II hal 300