PENGEMBANGAN METODA KOREKSI RADIOMETRIK CITRA SPOT 4 MULTI-SPEKTRAL DAN MULTI-TEMPORAL UNTUK MOSAIK CITRA

dokumen-dokumen yang mirip
GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

Standarisasi Koreksi Data Satelit Multi... (Bambang Trisakti et al.)

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

STANDARISASI KOREKSI DATA SATELIT MULTI TEMPORAL DAN MULTI SENSOR (LANDSAT TM/ETM+ DAN SPOT-4)

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Petunjuk teknis penggunaan software pengolahan citra Landsat-8

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

Citra Satelit IKONOS

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

THE MULTISPECTRAL DATA ANALYSIS TO IDENTIFICATE GEOTHERMAL POTENTIAL

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

BAB III METODE PENELITIAN

ix

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert.

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

ANALISIS DINAMIKA SEBARAN SPASIAL SEDIMENTASI MUARA SUNGAI CANTUNG MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTITEMPORAL

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

DETEKSI AWAN DALAM CITRA SPOT-5 (CLOUD DETECTION IN SPOT-5 IMAGES)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KONVERSI NILAI PIKSEL CITRA SATELIT KE BESARAN FISIKA

Norida Maryantika 1, Lalu Muhammad Jaelani 1, Andie Setiyoko 2.

KAJIAN KETELITIAN KOREKSI GEOMETRIK DATA SPOT-4 NADIR LEVEL 2 A STUDI KASUS: NUSA TENGGARA TIMUR

Gambar 1. Satelit Landsat

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

Perbandingan Pengaruh Koreksi Radiometrik Citra Landsat 8 Terhadap Indeks Vegetasi Pada Tanaman Padi

BAB III. METODOLOGI 2.5 Pengindraan Jauh ( Remote Sensing 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Validasi Algoritma Estimasi Konsentrasi Chl-A pada Citra Satelit Landsat 8 dengan Data In-Situ (Studi Kasus: Perairan Selatan Pulau Lombok, NTB)

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN METODE PENENTUAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU DAN SEBARAN VEGETASI AIR BERBASIS DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH TERAPAN KALIBRASI RADIOMETRIK PADA CITRA LANDSAT 8 DENGAN MENGGUNAKAN ENVI 5.1

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Uji Akurasi Produk Reflektan-Permukaan Landsat Menggunakan Data In situ di Danau Kasumigaura, Jepang

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

SUB POKOK BAHASAN 10/16/2012. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo)

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

Bab IV Hasil dan Pembahasan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print)

Ridho Kurniawan Projo Danoedoro

PEMETAAN LAHAN TERBANGUN PERKOTAAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN NDBI DAN SEGMENTASI SEMI-AUTOMATIK

KAJIAN KOREKSI TERRAIN PADA CITRA LANDSAT THEMATIC MAPPER (TM)

RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN SPEKTRAL PADA CITRA SATELIT LANDSAT, SPOT DAN IKONOS

PENGEMBANGAN MODEL KOREKSI GEOMETRI ORTHO LANDSAT UNTUK PEMETAAN PENUTUP LAHAN WILAYAH INDONESIA

PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Prediksi Spasial Perkembangan Lahan Terbangun Melalui Pemanfaatan Citra Landsat Multitemporal di Kota Bogor

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

ISTILAH DI NEGARA LAIN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

BAB 4. METODE PENELITIAN

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal.

Dedi Irawadi Kepala Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh. KLHK, Jakarta, 25 April 2016

PENELITIAN FISIKA DALAM TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING PERUBAHAN GARIS PANTAI (STUDI KASUS DI WILAYAH PESISIR PERAIRAN KABUPATEN KENDAL)

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

Di zaman modern seperti sekarang ini, semakin sering. DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari AKTUALITA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

12/1/2009. Pengamatan dilakukan dengan kanal yang sempit Sensor dapat memiliki 200 kanal masing-

JENIS CITRA

TUTORIAL TEKNIK PENENTUAN SUDUT MATAHARI PADA CITRA SATELIT MENGGUNAKAN SOFTWARE ENVI

Jurnal Geodesi Undip Januari 2016

Jurnal Geodesi Undip Januari 2016

Transkripsi:

PENGEMBANGAN METODA KOREKSI RADIOMETRIK CITRA SPOT 4 MULTI-SPEKTRAL DAN MULTI-TEMPORAL UNTUK MOSAIK CITRA Kustiyo *), Ratih Dewanti *), Inggit Lolitasari *) *) Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN e-mail: kuslapan@yahoo.com Abstract This research analyzed the radiometric correction method using SPOT 4 imageries to produce the same reflectance for the same land cover. Top of Atmosphere (TOA) method was applied in previous radiometric correction approach, this TOA approach was upgraded with the reflectance effect from difference satellite viewing angle. The 250 scene of Central Kalimantan SPOT-4 imageries from 2006 until 2012 with varies viewing angle was used. This research applied two step approaches, the first step is TOA correction, and second step is normalization using linier function of reflectance and satellite viewing angle. Gain and offset coefficient of this linier function was calculated using iterative approach to minimize the standard deviation of digital number from forest area in the selected region. The result shows that the standard deviation of digital number from forest area in the two steps approach are 8.6, 16.5, and 16.8 for band 1, band 3 and band 4. These values are smaller compared with the standard deviation of digital number result from TOA approach are 15.0, 28,3 and 34.7 for band 1, band 3 and band 4. The smaller the standard deviation results are the better in visualized the result. Key Words: Radiometric correction, Reflectance, Viewing angle Abstrak Penelitian ini mengkaji metoda koreksi radiometrik data SPOT-4 sehingga setiap obyek tutupan lahan yang sama pada citra SPOT 4 akan mempunyai nilai reflektansi yang sama. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan koreksi radiometrik dengan menggunakan pendekatan Top Of Atmosphere correction (TOA), sedangkan pada penelitian ini mengembangkan metoda TOA tersebut dengan menambahkan pengaruh sudut perekaman (viewing angle) satelit dari citra SPOT 4 multitemporal terhadap nilai reflektansi obyek. Data yang digunakan adalah 250 scene citra SPOT 4 wilayah Kalimantan Tengah perekaman tahun 2006 sampai tahun 2012 dengan berbagai sudut perekaman. Koreksi radiometrik pada penelitian ini meliputi dua tahap, pertama dilakukan koreksi radiometrik menggunakan koreksi radiometrik TOA berdasarkan parameter posisi matahari, selanjutnya dilakukan koreksi radiometrik berdasarkan sudut perekaman satelit dengan menggunakan fungsi linier antara reflektansi hasil koreksi TOA dengan sudut perekaman satelit. Koefisien gain dan offset dari fungsi linier tersebut ditentukan menggunakan teknik iterasi dengan target meminimalkan standar deviasi untuk reflektansi obyek hutan dari area yang dipilih. Evaluasi hasil dilakukan dengan membandingkan standar deviasi reflektansi obyek hutan dari area yang dipilih antara hasil koreksi radiometri koreksi TOA, dengan hasil koreksi radiometrik menggunakan metoda dua tahap yang dikembangkan. Standar deviasi nilai digital obyek hutan hasil penelitian untuk kanal 1, kanal 3, dan kanal 4 berturut turut adalah 8.6, 16.5, dan 16.8. Nilai standar deviasi ini lebih kecil dibandingkan dengan standar deviasi obyek hutan dari hasil koreksi radiometrik TOA yaitu sebesar 15.0, 28,3 dan 34.7 untuk kanal 1, kanal 3 dan kanal 4. Mengecilnya nilai standar deviasi obyek hutan dapat dilihat dari kenampakan obyek hutan yang lebih seragam atau mirip pada tampilan citra secara visual. Kata Kunci: Koreksi radiometrik, Reflektansi, Sudut perekaman 1. Pendahuluan Data penginderaan jauh telah dimanfaatkan di hampir semua aspek kehidupan di bumi, antara lain prediksi cuaca dan iklim, mitigasi bencana alam, kesehatan, pertanian, kehutanan, kelautan, perkotaan, pertahanan dan keamanan dan masih banyak bidang lainnya. Hal ini disebabkan data penginderaan jauh memberikan informasi tentang objek dan fenomena yang terjadi melalui analisis data satelit mencakup wilayah yang luas, kontinu, dan akurat tanpa diperlukan kontak langsung dengan objek atau fenomena tersebut (Lillesand et al. 2007). Akan tetapi informasi yang dihasilkan akan menjadi lebih akurat jika telah melalui dua proses koreksi, yaitu koreksi geometrik dan radiometrik, terlebih pada kebanyakan citra satelit yang digunakan adalah menggunakan sensor jenis passive. Sensor passive adalah sensor satelit yang tergantung pada sumber cahaya dari luar, umumnya adalah matahari. Namun pada penelitian ini Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 79

hanya dibatasi tentang pembahasan metode koreksi radiometrik yang sesuai untuk citra satelit tertentu, yaitu SPOT 4. Koreksi radiometrik dijabarkan sebagai pengukuran nilai radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu dari sinar ultraviolet, sinar tampak, inframerah hingga radiasi gelombang mikro yang digunakan untuk mendeteksi objek dari pantulan refleksi irradiant sinar matahari disetiap kanal spektral (Schott, 2007). Manfaat dari koreksi radiometrik adalah memperbaiki kualitas citra akibat dari kesalahan pantulan permukaan atau kelengkungan bumi dan faktor lain, seperti arah sinar matahari, kondisi cuaca, kondisi atmosfer dan faktor lainnya, sehingga informasi yang dihasilkan menjadi lebih akurat, seperti dapat memperkirakan perbedaan parameter biofisik tanaman (biophysical vegetation), diantaranya tingkat konsentrasi klorofil daun (Main et al., 2011). Selain itu, koreksi radiometrik sangat bermanfaat untuk menganalisis data mutitemporal dan multi sensor yang digunakan untuk interpretasi dan mendeteksi perubahan secara kontinu. Citra satelit SPOT 4 merupakan citra satelit dengan resolusi menengah yaitu 20 meter resolusi spasial untuk citra multispectral dan 10 meter untuk citra pankromatik dengan periode pengulangan (revisit time) 4 hingga 11 kali dalam 26 hari periode putaran (CNES, 2013). Ketersediaan data SPOT 4 yang diakuisisi di LAPAN cukup banyak dari tahun 2006 2012, menjadikan data satelit ini cukup berperan dalam mensuplai informasi untuk berbagai bidang aplikasi, seperti monitoring perubahan hutan. Akan tetapi pemanfaatan data ini harus didukung oleh koreksi geometrik dan radiometrik dengan metoda yang cukup kuat, dikarenakan sifat data SPOT-4 yang memiliki sudut perekaman (viewing angle) nadir maupun off nadir. Sudut perekaman off nadir yang digunakan bervariasi mulai dari -30 degree sampai +30 degree. Hal ini berpengaruh pada proses koreksi radiometrik yang selanjutnya dilakukan penggabungan data (mosaic). Upaya pemanfaatan data SPOT 4 dengan melakukan koreksi radiometrik telah dilakukan oleh Trisakti B, dkk, untuk pemantauan tingkat kekeruhan (TSM: Total Suspended Material) di Danau Limboto selama periode 1990-2010 (2012). Pada penelitian tersebut, data citra SPOT 4 yang digunakan telah terproses koreksi radiometrik hingga tahapan koreksi Top of Atmosfer (TOA). Namun, pada penelitian tersebut hanya menggunakan citra SPOT 4 untuk satu scene lokasi di tanggal 7 Mei 2010, sedangkan citra multitemporal lain yang digunakan adalah citra Landsat di tahun 1990, 2000 dan 2002. Sedangkan pada wilayah yang lebih luas, diperlukan langkah koreksi lanjutan menginggat posisi sudut perekaman yang bervariasi dari sejumlah data SPOT 4 yang akan digabungkan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan metoda koreksi TOA dengan menambahkan pengaruh sudut perekaman satelit dari citra SPOT 4 multitemporal terhadap nilai reflektansi obyek hasil koreksi TOA, sehingga memperkecil nilai standar deviasi antara scene yang berbeda waktu perekaman dan berbeda sudut perekaman. Satelit. Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 80

2. Data dan Metoda 2.1. Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data SPOT-4 multispektral 4 kanal level pengolahan 2A (georeference), wilayah Kalimantan Tengah sebanyak 250 scene yang direkam oleh Balai Penginderaan Jauh LAPAN-Parepare dari tahun 2006 sampai tahun 2012. Beberapa wilayah direkam lebih dari 5 kali yang ditunjukkan oleh warna merah pada gambar1, sedangkan beberapa wilayah lainnya hanya 1 kali perekaman yang ditunjukkan dengan warna biru pada gambar 2-1. Data yang digunakan menutupi seluruh wilayah Kalimantan Tengah. Pada gambar 2 menunjukkan kondisi liputan awan dari data SPOT 4 yang digunakan, secara umum seluruh wilayah yang digunakan 90% bebas awan. Semua data SPOT 4 hasil perekaman Balai Penginderaan Jauh LAPAN-Parepare digunakan dalam penelitian ini, baik sudut perekaman nadir maupun off nadir. Sudut perekaman off nadir yang digunakan bervariasi mulai dari -30 degree sampai +30 degree. >=5 scene 4 scene 3 scene 2 scene 1 scene Gambar 2-1. Jumlah data SPOT-4 wilayah Kalimantan Gambar 2-2. Mosaik data SPOT-4 wilayah Kalimantan Tengah hasil perekaman Balai Penginderaan Jauh Tengah hasil perekaman Balai Penginderaan Jauh LAPAN-Parepare tahun 2006 sampai tahun 2012 LAPAN-Parepare tahun 2006 sampai tahun 2012 2.2. Koreksi Radiometrik Citra Citra satelit pada umumnya mengandung nilai Dijital Number (DN) asli yang belum diproses berdasarkan nilai spektral radian sesungguhnya yang berdampak pada hasil informasi yang kurang akurat. Hal ini disebabkan oleh perbedaan nilai sudut perekaman, lokasi matahari, kondisi cuaca dan faktor pengaruh lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi radiometrik untuk memperbaiki nilai piksel dengan cara mengkonversi nilai DN menjadi nilai unit spektral reflektan (reflectance). Proses koreksi radiometrik dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama, yaitu: a. Koreksi radiometrik akibat pengaruh kesalahan faktor internal sensor (koreksi radiometri sistematik) b. Koreksi radiometrik akibat pengaruh kesalahan faktor eksternal (reflectance) c. Koreksi atmosfer Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 81

Koreksi radiometrik akibat pengaruh kesalahan faktor internal sensor sering disebut sebagai koreksi radiometrik sistematik. Pada umumnya produk standar data citra optik resolusi menengah sudah dilakukan koreksi radiometrik sistematik. Namun informasi dari hasil koreksi sistematik belum sesuai dengan kondisi objek sesungguhnya dikarenakan pada saat radiasi elektromagnetik direkam oleh sensor satelit, radiasi elektromagnetik telah melewati atas atmosfer dan atmofer bumi sebanyak dua kali, yaitu pada saat sinar matahari mengenai objek dan pada saat objek merefleksikannya ke sensor. Pada proses ini telah terjadi absorpsi dan penghamburan radiasi yang arahnya dapat berubah. Oleh karena dampak dari proses ini adalah adanya effect haziness yang mengurangi kontras citra dan effect adjacency yang mana nilai radian direkam berdasarkan dari penggabungan dari nilai hamburan piksel yang terdekat. Untuk mengurangi efek tersebut, maka perlu untuk dilakukan koreksi akibat kesalahan faktor eksternal dan koreksi atmosfer. Koreksi rediometri akibat pengaruh kesalahan faktor eksternal adalah koreksi radiometri yang disebabkan oleh perbedaan posisi matahari, sudut perekaman, dan topografi wilayah. Sedangkan proses koreksi radiometri karena faktor eksternal atmosfer meliputi koreksi atmosfer atas (Top of Atmosphere), BRDF (Bidirectional Reflectance Difference Function), dan Slope Correction. Hasil dari koreksi radiometri karena faktor eksternal biasanya berupa nilai reflectance objek yang merupakan rasio dari radian terhadap irradian. 2.2.1. Koreksi Radiometrik Top of Atmosphere (TOA) Koreksi radiometrik TOA dilakukan melalui dua tahap, tahap pertama adalah konversi nilai DN menjadi nilai spektral radian, dan tahap ke-dua adalah konversi nilai spektral radian menjadi nilai spektral reflektan. A. Mengkonversi nilai DN ke nilai spektral radian Pada proses ini diperlukan informasi Gain dan Bias dari sensor di setiap band. Transformasi dilakukan berdasarkan kurva kalibrasi DN ke radian yang telah dihitung secara sistematik. Kalibrasi dilakukan sebelum sensor diluncurkan dan tingkat akurasi menurun seiring dengan sensitivitas senson yang berubah sepanjang waktu, sehingga diperlukan kalibrasi ulang sensor. Metode untuk mengkalibrasi nilai DN menjadi nilai spektral radian (L λ) adalah sebagai berikut: L λ = Bias + (Gain x DN) (2-1) Adapun formula yang digunakan untuk menghitung nilai Gain dan Bias adalah bervariasi untuk setiap citra yang diproses. Gain dan Bias untuk setiap band λ dihitung dari batas nilai terendah (Lmin λ ) dan tertinggi (Lmax λ ) dari jarak spektral radian setelah kalibrasi. Dimana nilai Lmax and Lmin dapat diperoleh di file header. Metode untuk menentukan nilai Gain dan Bias tersebut adalah sebagai berikut ; (2-2) B. Mengkonversi nilai spektral radian ke nilai spectral reflektan Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 82

Langkah selanjutnya adalah menormalisasi nilai irradian dengan mengkonversi nilai spektral radian dengan mempertimbangkan nilai cosinus akibat dari perbedaan sudut matahari dan nilai exoatmospheric irradian dari perbedaan nilai spektral di setiap kanal. Dengan demikian nilai reflektan exoatmospheric adalah kombinasi faktor kelengkungan permukaan dan reflektan atmosfer yang dihitung menggunakan persamaan berikut; ρ p= (2-3) Dimana: ρ p = Reflektansi L λ = Radiansi d 2 = Jarak bumi dan matahari secara satuan astronomi ESUN λ = Nilai Irradiansi θ S = Sudut zenith matahari dalam derajat Informasi Irradiansi untuk kanal SPOT 4 untuk vir 1 yang digunakan dapat dilihat pada tabel 2-1. Tabel 2-1. SPOT 4 Solar Exoatmospheric Irradiansi ESUNλ Kanal Satelit SPOT 4 Kanal-1 1858 Kanal-2 1573 Kanal-3 1043 Kanal-4 236 Berdasarkan persamaan tersebut, nilai d 2, sun zenit (sz) dan sun elevation (se), ditentukan sebagai berikut: d 2 =1-0.0168*cos(((julday/365)*360)/180*π); sz=(90.0-se)/180* π; 2.3. Koreksi Radiometrik Menggunakan Sudut Perekaman Satelit Setelah dilakukan koreksi TOA, langkah selanjutnya adalah melakukan kalibrasi atau normalisasi hasil koreksi radiometrik TOA dengan memperhitungkan pengaruh sudut perekaman satelit (viewing angle) pada citra SPOT 4 multitemporal. Koreksi radiometric ini disebut sebagi koreksi dua tahap. Kalibrasi atau normalisasi dilakukan dengan cara mengalikan nilai reflektan hasil koreksi radiometrik dengan faktor pengali, dimana faktor pengali ini merupakan fungsi dari sudut perekaman satelit. Nilai reflektan objek yang diambil adalah objek hutan, baik hutan alami maupun hutan sekunder. Hipotesa yang diambil dalam penelitian ini adalah bahwa untuk objek hutan, maka meningkatnya sudut perekaman satelit akan menurunkan nilai reflektan, sehingga nilai reflektan hasil TOA perlu dikalikan dengan nilai bilangan lebih dari 1 (satu), sebaliknya sudut perekaman satelit yang rendah akan Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 83

menaikkan nilai reflektan objek hutan sehingga nilai reflektan hasil TOA perlu dikalikan dengan nilai bilangan kurang dari 1(satu), faktor pengali satu dilakukan terhadap citra perekaman nadir atau citra dengan sudut perekaman sama dengan nol. Dimana : Faktor pengali reflektan untuk setiap kanal dari citra SPOT-4 dirumuskan sebagai berikut: FK i=1+((sdt/30)*ck i); FK i : Faktor pengali reflektan untuk kanal ke-i (i:1,2,3,4) CK i : Konstanta pengali kanal ke-i (i:1,2,3,4) sdt : Sudut perekaman satelit dalam derajat Keterangan : nilai 30 diambil karena maximum dan minimum sudut perekaman satelit yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 0. Jika diambil nilai konstanta pengali CK adalah 0.16, maka nilai factor pengali FK adalah antara 0.84 (1-0.16) sampai 1.16 (1+0.16), karena sudut perekaman satelit diantara -30 dan 30. Gambar 2-3 dibawah menunjukkan nilai factor pengali jika diambil nilai konstanta pengali CK sama dengan 0.16. Gambar 2-3. Diagram penentuan faktor pengali jika nilai konstanta pengali adalah 0.16 Selanjutnya, nilai reflektan baru ditentukan dengan fungsi linier dari reflektan hasil TOA, dimaka reflektan baru merupakan hasil kali dari faktor pengali dengan reflektan hasil TOA. RFi= FKi x RFi TOA (2-4) Dimana : RFi : reflektan hasil kalibrasi untuk kanal i (i:1,3,4) FKi : pengali reflektan untuk kanal ke-i (i:1,3,4) RFi TOA: reflektan hasil TOA untuk kanal I (i:1,2,3,4) 3. Perumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah mencari nilai konatanta pengali (CK) untuk setiap kanal pada citra SPOT-4 multispektral, sedemikian sehingga hasil mosaik citra multi spectral SPOT-4 yang dihasilkan mempunyai nilai reflektan yang sama untuk objek hutan. Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 84

Dalam penelitian ini dipilih 8 (delapan) nilai konstanta pengali yaitu (0.10,0.12,0.14,., 0.24). Reflektan hasil kalibrasi atau normalisasi ditampilkan secara visual dengan menggunakan kombinasi warna sesungguhnya (true color) yaitu kombinasi kanal 431(RGB) dan dipilih kombinasi true color yang paling baik secara visual untuk kenampakan objek hutan. Evaluasi secara digital dilakukan dengan membandingkan statistik nilai reflektan hasil normalisasi dengan statistik nilai reflektan hasil TOA untuk objek hutan, baik hutan alami maupun hutan sekunder. 4. Hasil dan Diskusi Perbandingan citra hasil koreksi radiometrik TOA dan koreksi dua tahap (koreksi radiometrik TOA dilanjutkan dengan normalisasi), disajikan dalam gambar 4-1. (a) Citra mosaik hasil koreksi TOA (b) Citra mosaik hasil koreksi TOA + normalisasi Gambar 4-1. Perbandingan hasil koreksi radiometric citra SPOT Kalimantan Tengah. Berdasarkan hasil pengolahan koreksi radiometrik yang telah dilakukan, yaitu koreksi radiometrik TOA dan koreksi radiometrik TOA dilanjutkan dengan koreksi sudut perekaman satelit terhadap beberapa sampel penutup lahan seperti hutan primer dan hutan sekunder, maka di ketahui bahwa nilai standar deviasi setelah TOA+Normalisasi adalah menurun hingga dua kali. Hal ini ditunjukkan pada perbandingan antara hasil koreksi radiometri berdasarkan TOA dan TOA+Normalisasi pada hutan primer yang disajikan pada Table 4-1 berikut : Tabel 4-1. Perbandingan Hasil Pengolahan Koreksi Radiometri TOA dan TOA+Normalisasi Pada Areal Hutan Primer TOA TOA+Normalisasi B1 B3 B4 B1 B3 B4 Min 45.0 37.0 17.0 48.0 36.0 16.0 Max 255.0 236.0 255.0 255.0 210.0 255.0 Mean 79.5 123.8 119.0 75.4 117.4 108.0 Median 75.0 114.0 105.0 75.0 116.0 108.0 Stddev 15.0 28.3 34.7 8.6 16.5 16.8

Pada tabel diatas menunjukkan telah terjadi perubahan yang cukup signifikan, yaitu penurunan standar deviasi dari 15 menjadi 8,6 untuk kanal 1, 28,3 menjadi 16,5 untuk kanal 3 dan 34,7 menjadi 16,8 untuk kanal 4. Pola penurunan standar deviasi yang sama juga terjadi pada areal Hutan Sekunder, yang ditunjukkan pada Tabel 4-2 berikut; Tabel 4-2. Perbandingan Hasil Pengolahan Koreksi Radiometri TOA dan TOA+Normalisasi Pada Areal Hutan Sekunder TOA TOA+Normalisasi B1 B3 B4 B1 B3 B4 Min 54.0 77.0 70.0 52.0 82.0 87.0 Max 159.0 240.0 255.0 255.0 251.0 255.0 Mean 84.5 153.7 160.1 81.9 149.1 151.0 Median 81.0 150.0 154.0 80.0 149.0 150.0 Stddev 16.0 28.0 37.1 11.5 17.5 20.9 Pada lokasi hutan sekunder, penurunan standar deviasi yang terjadi adalah dari 16 menjadi 11,5 untuk kanal 1, 28 menjadi 17,5 untuk kanal 3 dan 37,1 menjadi 20,9 untuk kanal 4. 5. Kesimpulan Perekaman satelit SPOT-4 dapat dilakukan secara off nadir, sehingga koreksi radiometrik citra SPOT 4 menggunakan metoda TOA harus dilanjutkan dengan normalisasi menggunakan koreksi sudut perekaman satelit. Normalisasi dilakukan untuk meminimalkan efek radiometrik dari sudut perekaman yang berbeda-beda dari scene SPOT. Hasil dari penelitian ini adalah menemukan nilai konstanta normalisai hasil koreksi radiometric TOA SPOT-4 yaitu 0,16 untuk kanal 1,2 dan 3, sedangkan kanal 4 yaitu 0,22. Perbaikaan hasil koreksi radiometrik dengan teknik TOA dilanjutkan dengan normalisasi dibandingkan dengan teknik TOA, menunjukkan peningkatan kualitas hasil koreksi radiometri yang dibuktikan dengan penurunan standar deviasi untuk objek hutan baik hutan alami maupun hutan sekunder. 6. Daftar Rujukan Arvidson, T., Gasch, J., &Goward, S. N. 2001. Landsat-7's long-term acquisition plan An innovative approach to building a global imagery archive. Remote Sensing ofenvironment, 78 (1 2), 13 26. Lillesand, T., Kiefer, R.W., Chipman, J. 2007. Remote Sensing and Image Interpretation. John Wiley & Sons, Inc, U.S.A., 6 th ed., 804 p. ISBN: 978-0470052457. Main, R., Cho, M.A., Mathieu, R., O Kennedy, M.M., Ramoelo, A., Koch, S. 2011. An investigation into robust spectral indices for leaf chlorophyll estimation. ISPRS Journal of Photogrammetry and Remote Sensing, 66(2011): 751-761. Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 86

Schott, J.R. 2007. Remote Sensing: The Image Chain Approach. Oxford University Press, New York, USA, 2nded., 688p. ISBN: 978-0195178173. SPOT CNES, (25-01-2013), The project main steps, di download pada tanggal 20 Maret 2013, dari http://smsc.cnes.fr/spot/. Teillet, P. M. 1986. Image Correction For Radiometric Effects in Remote Sensing. International Journal of Remote Sensing Volume 7, Issue 12, 1986. di download pada tanggal 20 Maret 2013, dari http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/01431168608948958#preview. Trisakti, B., dan Nugroho,G. 2012. Standarisasi Koreksi Data Satelit Multi Temporal Dan Multi Sensor (LANDSAT TM/ETM+ dan SPOT). Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 87