BAB 1 PENDAHULUAN. Semua kegiatan manusia pada awalnya adalah untuk memanfaatkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS)

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MELALUI 3R UNTUK KADER LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengetaskan kemiskinan, tetapi hingga

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dan memberikan pengaruh satu sama lain, mulai dari keturunan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Derajat kesehatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila

BAB 1 PENDAHULUAN. umumnya termasuk Indonesia adalah pertumbuhan penduduk yang sangat

III. METODOLOGI PENELITIAN

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan sisa aktivitas manusia yang belum dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. buangan yang disebut sampah atau limbah. Laju produksi limbah akan terus

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

Lampiran 1. I. LAMA BEKERJA 1 Sudah berapa lama Bapak/Ibu memulung sampah? II. WAKTU BEKERJA. < 3 tahun 3 tahun

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU-BAU,

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MENGURANGI PERMASALAHAN SAMPAH

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berwarna hitam merupakan salah satu jenis plastik yang paling banyak beredar di

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Volume sampah setiap harinya terus bertambah banyak sampah begitu saja di

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

BAB III STUDI LITERATUR

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA 3R BERBASIS MASYARAKAT Sri Subekti Fakultas Teknik, Teknik Lingkungan Universitas Pandanaran Semarang

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTANN TIMUR TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PRODUK DAUR ULANG LIMBAH

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

Implementasi Perda No 02 Tahun 2011 Di Kota Samarinda (Ghea)

Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberadaan sampah tidak lepas dari adanya aktivitas manusia di

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL )

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

Gambar 2.1 organik dan anorganik

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

KUESIONER PENELITIAN

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

1. BAB I PENDAHULUAN. diikuti kegiatan kota yang makin berkembang menimbulkan dampak adanya. Hasilnya kota menjadi tempat yang tidak nyaman.

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

BAB 1 PENDAHULUAN. berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula

TENTANG LIMBAH PADAT

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah.

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Abstrak. Kata Kunci: tingkat pendidikan, status pekerjaan, usia, kesejahteraan, partisipasi

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK

STUDI KINERJA TEKNIK OPERASIONAL DALAM MANAJEMEN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengkaji tentang faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta adalah ibukota dari Indonesia dengan luas daratan 661,52 km 2 dan tersebar

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua kegiatan manusia pada awalnya adalah untuk memanfaatkan sumber daya alam yang berasal dari lingkungan demi memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya, yang akhirnya mengembalikan hasil aktifitas berupa buangan kembali ke lingkungan. Keseimbangan dampak positif dan dampak negatif dari pemanfaatan sumber daya alam bagi kesejahteraan manusia sangat dipengaruhi oleh penggunaan teknologi yang digunakan mengeksplorasi sumber daya alam, mengolah buangannya, serta daya asimilasi atau daya dukung lingkungan. Menurut Wardhana (2001), daya dukung lingkungan yang dimaksud yakni sebagai kemampuan alam untuk mendukung kebutuhan hidup manusia. Proses pembentukan daya dukung lingkungan membutuhkan waktu yang sangat lama. Sehingga apabila eksplorasi terhadap sumber daya alam dilakukan secara berlebihan maka kerusakan yakni ketidakseimbangan dalam lingkungan tak bisa dihindari. Karena secara teoritis, kerusakan pada daya dukung lingkungan dengan sendirinya mengalami siklus pemulihan yang alami. Agar dapat memanfaatkan dan mengolah sumber daya secara baik diperlukan campur tangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Wardhana, 2001). Namun, meningkatnya taraf hidup dan rasa puas yang tidak kunjung terpenuhi membuat masyarakat semakin konsumtif dan menyukai kebudayaan serba instan. Kecenderungan inilah yang memicu industri-industri berpacu dalam menciptakan berbagai produk yang menarik minat masyarakat, sehingga ilmu

pengetahuan dan teknologi yang awalnya digunakan untuk mengendalikan keseimbangan lingkungan, digunakan sebaliknya. Kemajuan industri dan teknologi ternyata menimbulkan jenis limbah baru yang sebelumnya jarang ditemui di peradaban masa lampau, yang tidak hanya bersifat organik namun juga bersifat anorganik (Wardhana, 2001). Limbah yang bersifat anorganik ini terbuat secara sintetis dan kebanyakan berasal dari hasil pengolahan bahan tambang yang mempunyai waktu paruh dan proses degradasi di lingkungan yang cukup lama (Basriyanta, 2007). Walaupun negara maju saat ini sudah menerapkan berbagai upaya untuk meminimalisir timbulnya sampah. Kegiatan ini tak hanya menguras banyak energi, melainkan menciptakan timbulan sampah yang tak kunjung terselesaikan hingga saat ini. Menurut Setiono, Mashjur, dkk. (2007), dengan bertambahnya pendapatan disertai meningkatnya jumlah penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2025 mendatang sekitar setengah dari limbah dunia (85% diantaranya merupakan limbah baru) akan dihasilkan oleh negara-negara berkembang. Sampah merupakan seluruh sisa dari kegiatan manusia yang berbentuk padat, tidak termasuk tinja dan air seni. Sampah masing-masing memiliki daya urai yang berbeda, ada yang mudah diuraikan oleh alam dan ada juga yang membutuhkan waktu lama sehingga lingkungan dapat mentolerirnya. Secara umum, sampah dibedakan menurut zat organik dan daya urainya, diantaranya sampah organik dan anorganik (Chandra, 2005). Sampah organik kita kenal dengan istilah sampah basah yang berupa kulit buah ataupun sisa sayuran yang

tidak dikonsumsi lagi. Sedangkan sampah anorganik terdiri dari banyak jenis seperti kertas, kaca, logam dan plastik yang tidak dipergunakan lagi. Masalah limbah kota menurut penelitian di Amerika semakin kompleks sejalan dengan pertambahan penduduk yang sangat pesat. Sejak tahun 1960, 1970, 1980, 1990 dan 2000 berturut-turut sampah kota yang ditimbulkan setiap orang per kapita adalah 5,4 kg, 6,6 kg, 7,4 kg, 9 kg dan 9,2 kg/orang/hari. Dan diketahui peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan setiap orang di atas 2 kg dalam sehari. (Cunningham, W.P. dan Cunningham M.A., 2004). Bisa dibayangkan apabila jumlah penduduk perkotaan yang lebih dari 1 juta jiwa akan menghasilkan sampah sebesar 2.000.000 kg dalam sehari. Upaya untuk mengurangi timbulan sampah sebenarnya sudah banyak dilakukan, namun tetap saja masalah tentang sampah di perkotaan tidak berhenti. Para ahli juga mencari cara agar sampah menjadi warisan bagi generasi mendatang. Mereka menemukan metode yang disebut 3 R yang merupakan singkatan dari Reduce-Reuse-Recycle atau yang kita kenal dengan slogan Mengurangi, Memakai kembali dan Melakukan daur ulang (3M) terhadap sampah (Sirait, 2009). Dan kebanyakan negara sudah menjalankan metode ini. Meskipun metode mengurangi jumlah dan volume sampah yang ditimbulkan sudah gencar dilakukan, kehadiran sampah di Kota Medan tetap saja merupakan salah satu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan pengelola kota, terutama dalam hal penyediaan sarana dan prasarananya. Menurut BPS Kota Medan tahun 2013, jumlah penduduk Kota Medan sebesar 2.122.804 jiwa. Dan menurut Pemerintah Kota Medan tahun 2013, diketahui jumlah timbulan

sampah dalam setahun sebesar 387.412 kg per m 3 atau 1.937.059 liter per m 3. Perinciannya, 48 persen merupakan sampah organik dan 52 persen lagi sampah anorganik. Jumlah sampah ini diperkirakan akan terus bertambah, dimana tingkat pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 4 persen. Dengan peningkatan jumlah sampah sebesar itu jika tidak dilakukan dengan manajemen pengelolaan yang baik akan mengalami penurunan kualitas lingkungan. Terbukti pada beberapa dasawarsa terakhir Kota Medan tidak memperoleh piagam Kalpataru (Pakpahan, 2010). Namun, sebagian masyarakat memanfaatkan masalah ini untuk melangsungkan kehidupannya. Seringkali mereka rela mencari dan memisahkan sampah yang dapat dijual kembali dengan yang tidak bernilai lagi. Mereka melakukan aktivitas ini di Tempat-tempat Pembuangan Sampah, baik di TPA, TPS maupun di tong sampah jalanan. Kelompok masyarakat ini sering kita sebut sebagai Pemulung. Dalam sehari-hari pemulung dikenal sebagai orang yang memulung dan mencari nafkah dengan jalan memungut serta memanfaatkan barang barang bekas (seperti puntung rokok, plastik, kardus bekas dan sebagainya) kemudian menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditi (Marpaung. 2012). Pemulung bukanlah hal yang baru di Indonesia terkhusus kota Medan. Tidak jarang terlihat pemulung sedang mengais-ngais tempat sampah yang banyak terdapat di pinggir jalan untuk mendapatkan barang-barang yang masih bisa dijual. Pemulung bisa saja tidak memiliki pilihan lain untuk memulung karena

tuntutan ekonomi dan kemampuan yang tidak memadai untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak (Siallagan, 2014). Menurut Listautin (2012), jumlah pemulung di TPA Terjun sebesar 450 orang. TPA Terjun ini sendiri merupakan TPA yang sudah ada sejak tahun 1993 di kota Medan. Menurut Badan Lingkungan Hidup tahun 2009, luas TPA Terjun adalah 13,8 Ha dengan daya tampung 500.000 m 3 yang menampung seluruh jenis sampah termasuk sampah dari kawasan industri. Pemulung pada awalnya tidak diizinkan oleh pihak pengawas TPA untuk mengumpulkan sampah di dalam TPA. Kondisi ini disebabkan oleh risiko gangguan kesehatan, kecelakaan dan bahaya yang dapat menimpa para pemulung pada saat sedang dan setelah bekerja di dalam TPA. Selain itu, para pemulung juga mengganggu proses penimbunan sampah karena para pemulung mengais dan menyebarkan sampah yang seharusnya tidak disebarkan lagi. Seiring berjalannya waktu, para pemulung yang tetap bersikeras mengambil sampah tersebut akhirnya tidak dilarang oleh pengawas TPA. Hal ini dilakukan oleh pengawas TPA karena tidak hanya menguntungkan pemulung, tapi juga membantu proses pengurangan jumlah serta jenis sampah yang ada di dalam TPA. Jumlah pemulung yang cukup banyak ini seharusnya memberikan perubahan yang signifikan terhadap volume sampah di Kota Medan. Namun sampai saat ini belum ada hasil yang memuaskan dari sistem pengelolaan sampah perkotaan, di mana kita masih menjumpai timbulan sampah bahkan sampah yang berserakan di tepi-tepi jalan dan tempat-tempat umum. Masalah sampah di Kota Medan yang tak kunjung selesai tersebut membuat penulis tertarik ingin melihat

gambaran peran para pemulung dalam pengelolaan sampah yang berada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. 1.2 Rumusan Masalah Sampah merupakan segala sesuatu yang dianggap tidak berguna lagi yang bersumber dari dan di sekeliling kegiatan manusia. Sampah yang timbul di lingkungan tidak hanya mengganggu estetika, namun juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat serta lingkungan. Untuk itu, keberadaan pemulung saat ini sebagai salah satu pengendali sampah di Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA) sangat diperhitungkan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apa tindakan yang dapat dilakukan pemulung dalam pengelolaan sampah di TPA Terjun Kota Medan. 2. Bagaimana peran pemulung dalam pengurangan timbulan/volume sampah di TPA Terjun Kota Medan. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum : Untuk mengetahui apa peran pemulung dalam pengelolaan sampah. 1.3.2 Tujuan khusus : 1. Untuk mengetahui volume sampah yang masuk ke dalam TPA Terjun setiap harinya. 2. Untuk mengetahui jenis-jenis penanganan sampah di TPA Terjun.

3. Untuk mengetahui volume sampah yang dikumpulkan oleh para pemulung. 4. Untuk mengetahui komposisi sampah yang dikumpulkan oleh para pemulung. 5. Untuk mengetahui metode pengelolaan sampah yang dilakukan para pemulung terhadap sampah yang ada dalam TPA Terjun. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Menambah wawasan bagi masyarakat awam sehingga mau ikutserta dalam menangani masalah sampah di lingkungan sekitarnya. 2. Menambah wawasan para pelajar ataupun mahasiswa kesehatan masyarakat tentang metode pengelolaan sampah dan dapat mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari. 3. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang melakukan analisis ataupun mencari hubungan antara peran pemulung terhadap sistem pengelolaan sampah. 4. Sebagai informasi awal kepada pengambil kebijakan khususnya Pemerintah Kota Medan untuk mengawasi dan mendukung peran para pemulung dalam mengelola sampah kota, serta mengajak masyarakat berpartisipasi dalam menangani masalah sampah di lingkungan sekitar. 5. Bagi peneliti merupakan suatu kesempatan yang baik untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian mengenai sampah, pengelolaan sampah dan peran pemulung dalam mengelola sampah di tempat pembuangan akhir sampah.