BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan daya tawar. Oleh karena itu sangatlah dibutuhkan adanya undang-undang yang

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang ekonomi mendukung tumbuhnya dunia usaha. menghasilkan berbagai macam barang dan/atau jasa yang

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan oleh UUPK, BPSK Kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB I PENDAHULUAN. hukum guna menjamin adanya penegakan hukum. Bantuan hukum itu bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Penelitian Hukum Normatif (Legal Reasearch). Metode penelitian hukum

GUGATAN PELAKU USAHA DI PENGADILAN NEGERI KLAS IA PADANG YANG KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan bernegara yang dituangkan dalam alinea ke

BAB I PENDAHULUAN. pelaku usaha sangat penting artinya bagi konsumen. Penyebarluasan informasi barang

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PRODUSEN TERHADAP MAKANAN DALUWARSA 1 Oleh: Yunia Mamarama 2

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA LAYANAN JASA SPEEDY PADA PT TELKOM, Tbk CABANG PADANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Gambaran Umum Pengadilan Agama Bangil. Jln. Layur No. 51 Bangil Jawa Timur, yang berdiri di atas tanah seluas +720

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera,

KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang secara tegas dinyatakan pada Pasal

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas dan. beragam,baikitukebutuhanprimer,kebutuhansekunder maupunkebutuhan tersier.

Oleh : Made Dwi Pranata A.A. Sri Indrawati Dewa Gede Rudy Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan perekonomian, ada 2 (dua) pemain utama yang

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut sebagai UUPK). 2 Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan da

BAB III METODE PENELITIAN. Metode secara etimologi diartikan sebagai jalan atau caramelakukan atau

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM PELAYANAN AIR BERSIH PT AIR MANADO DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Internasional yang merupakan induk sepakbola dunia. Organisasi Internasional

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. 1

BAB I PENDAHULUAN. betapa besar potensi laut sebagai sumber daya alam. Laut tidak saja

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB I PENDAHULUAN. perdata maupun putusan yang bersifat erga omnes seperti putusan Mahkamah

BAB V PENUTUP. 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara

PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA PADANG SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya penjelasan Pasal 33 antara lain menyatakan bahwa kemakmuran

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bervariasi, baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara yang dapat dinilai

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. Ditengah-tengah perkembangan dunia usaha saat ini, tepatnya yang terjadi

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan dan analisa mengenai penerapan alternatif

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin meningkat sehingga, memberikan peluang bagi pelaku usaha sebagai produsen yang menghasilkan barang dan/atau jasa memproduksi kebutuhan masyarakat sebagai konsumen, yang menciptakan hubungan ketergantungan cukup tinggi antara pelaku usaha dan konsumen. Adanya hubungan tersebut pada dasarnya akan sangat mempengaruhi dan menciptakan sebuah perjanjian. Dalam praktiknya, hubungan hukum seringkali melemahkan posisi konsumen karena secara sepihak para produsen/distributor sudah menyiapkan satu kondisi perjanjian dengan adanya perjanjian baku, yang syarat-syaratnya secara sepihak ditentukan pula oleh produsen atau jaringan distributornya. 1 Keadaan tersebut menimbulkan kesenjangan kedudukan antara pelaku usaha yang relatif lebih kuat dan lemahnya posisi konsumen yang tidak mempunyai kedudukan yang aman. Demi memberikan perlindungan terhadap konsumen, pemerintah mengeluarkan Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mengatur terkait dengan hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha sebagai bentuk untuk menyeimbangkan kedudukan diantara para pihak. Selain itu, terjadinya perselisihan/sengketa yang terjadi antara pelaku usaha dengan konsumen yangsebelumnya diselesaikan melalui pengadilan terkadang tidak efektif untuk menampung sengketa konsumen, karena proses perkara yang terlalu lama dan sangat birokratis 2 Sehingga UU Perlindungan Konsumen memfasilitasi konsumen yang merasa dirugikan untuk menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan, yaitu melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen selanjutnya disebut (BPSK). 1 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 12 2 Ibid. hlm. 126

Dibentuknya Badan penyelesaian sengketa konsumen merupakan bagian untuk menciptakan keseimbangan antara pelaku usaha dengan konsumen yang merasa dirugikan serta untuk memberikan perlindungan hukum bagi konsumen. Selain itu dengan dibentuknya BPSK ini membantu pengadilan dalam menyelesaikan perkara-perkara konsumen dengan nilai kerugian yang kecil, dan pada umumnya membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang tinggi karena menumpuknya perkara umum lainnya di pengadilan. Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK diatur didalam Bab XI Pasal 49 s/d Pasal 58 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disebut (UUPK), Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan selanjutnya disebut (Kepmenperindag) Nomor 310/MPP/Kep/10/2001 tentang Pengangkatan, Pemberhentian Anggota dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK. Dalam UUPK dan Kepmenperindag tersebut mengatur tentang keanggotaan, tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, tata cara persidangan, mulai dari permohonan penyelesaian sengketa, cara atau metode penyelesaian, persidangan dengan Majelis BPSK dari unsur pelaku usaha, pemerintah dan konsumen, mekanisme pengambilan putusan oleh majelis dan putusan yang final dan mengikat. Tidak hanya itu, proses eksekusi dan bentuk upaya hukum lainnya juga dijelaskan didalam Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001. Penyelesaian sengketa di BPSK yang sederhana, cepat dan biaya murah menjadi wadah bagi masyarakat khususnya konsumen yang dirugikan untuk bersengketa. Pasal 55 UUPK menyatakan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen wajib mengeluarkan putusan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima. Berdasarkan waktu yang telah dibatasi tersebutlah menjadikan BPSK sebagai badan perlindungan hukum yang dipertimbangkan dan dipercaya oleh konsumen dalam penyelesaian sengketa yang mereka

hadapi. Penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen merupakan pilihan dari para pihak (pelaku usaha dan konsumen) yang bersengketa untuk mencapai suatu jalan damai dan kesepakatan. Dalam menyelesaikan sengketa konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dibentuk Majelis yang terdiri atas sedikitnya tiga (3) orang yang mewakili semua unsur yaitu, pelaku usaha, pemerintah dan konsumen dibantu oleh seorang panitera berdasarkan Pasal 54 ayat (1) dan (2) UUPK. Pengambilan putusan dalam Pasal 39 ayat (1) dan (2) Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat, namun jika telah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat mencapai mufakat, maka keputusan diambil dengan suara terbanyak dan putusan itu merupakan putusan BPSK. Banyaknya sengketa konsumen yang masuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, baik yang diselesaikan secara konsiliasi, mediasi dan arbitrase sesuai dengan pilihan para pihak dengan jumlah anggota dan waktu yang terbatas, terkadang menjadi kendala internal dan eksternal bagi BPSK, belum lagi para pihak (pelaku usaha) yang bersengketa terkadang sulit diajak untuk bekerja sama dalam proses pemeriksaan sengketa sehingga, untuk mencapai keefektifan penegakkan UU Perlindungan Konsumen melalui BPSK belum terpenuhi. Salah satu kasus dalam sengketa konsumen yaitu, antara Edi Yusa sebagai penggugat melawan PT. Capella Multi Dana sebagai tergugat dengan sengketa pembiayaan konsumen Perkara Nomor 05/P3K/II/2016 di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Padang. Gugatan yang dimasukkan ke BPSK Kota Padang tertanggal 04 Februari 2016 oleh Edi Yusa melawan PT. Capella Multi Dana dalam sengketa Perjanjian Pembiayaan Konsumen Nomor 000400/04134/PDG/0114/E dengan Penyerahan Hak Milik secara Fidusia. Bahwa dalam gugatan tersebut Edi Yusa sebagai konsumen (Penggugat) merasa dirugikan dengan tindakan PT. Capella Multi Dana, ia tidak terima dengan tindakan sewenang-wenang pihak Tergugat

yang mengatakan Penggugat telah menunggak angsuran/ kredit mobil Xenia 4 (empat) bulan dan telah 7 (tujuh) bulan hingga gugatan dimasukkan ke BPSK, padahal Penggugat hanya menunggak 2 (dua) bulan diluar waktu pelaporan sengketa ke BPSK. Dalam sengketa tersebut penyelesaian sengketa telah dilakukan dengan cara konsiliasi dan mediasi, namun karena tidak tercapainya kesepakatan untuk berdamai kedua belah pihak maka dilakukan melalui cara arbitrase, dengan ditunjuknya Majelis BPSK untuk memeriksa dan memutus perkara, melalui Penetapan Ketua BPSK Kota Padang Nomor 05/BPSK- PDG/M/P/II/2016 tanggal 04 Februari 2016 tentang Penunjukan Majelis dan Panitera Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Padang. Setelah berjalannya proses persidangan, pada hari Senin tanggal 14 Maret 2016 Majelis BPSK Kota Padang membacakan putusan yang menyatakan menolak gugatan penggugat seluruhnya. Penyelesaian sengketa konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), proses dan pengambilan putusan yang dilakukan oleh majelis harus sesuai aturan hukum yang ada dengan mempertimbangkan hak-hak para pihak yang bersengketa. Namun, penyelesaian sengketa pembiayaan konsumen perkara Nomor 05/P3K/II/2016 antara Edi Yusa melawan PT. Capella Multidana, salah satu majelis dari ketiga unsur majelis mengaku tidak dilibatkan dalam pengambilan hasil putusan 3. Tidak dilibatkannya majelis dari unsur konsumen, maka tidak terpenuhi salah satu unsur majelis, sebagaimana terdapat dalam Pasal 54 ayat (1) dan (2) UUPK dan Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK sehingga, akan berdampak kepada hasil putusan yang memungkinkan memberikan kerugian kepada hak-hak para pihak yang bersengketa, selain itu, juga akan berpengaruh terhadap kekuatan hukum putusan yang dikeluarkan BPSK. Sebelum putusan dibacakan dipersidangan, majelis melakukan rapat majelis yang difasilitasi oleh Panitera BPSK. Rapat Majelis dilakukan guna majelis bermusyawarah untuk 3 Wawancara dengan Erison AW. Majelis dari unsur Konsumen, pada Hari Rabu tanggal 17 Februari 2016. Jam 11.15 Wib, di Kantor BPSK Kota Padang.

mencapai mufakat dalam memutuskan perkara yang diperiksa. Rapat Majelis yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2016 inilah yang tidak diketahui dan tidak dilibatkannya salah satu majelis 4. Selain itu, Berdasarkan batas waktu penyelesaian sengketa, dalam memutus perkara BPSK melebihi waktu yang telah ditetapkan dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001. Penyelesaian sengketa perkara Nomor 05/P3K/II/2016 melebihi batas waktu wajib mengeluarkan putusan BPSK. Putusan BPSK dikeluarkan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kerja, kenyataannya dalam perkara ini, dari dimasukkannya permohonan penyelesaian sengketa yang dicatat oleh kesekretariat BPSK Kota Padang tanggal 04 Februari 2016 hingga dibacakannya putusan pada tanggal 14 Maret 2016, terhitung 27 (dua puluh tujuh) hari kerja sehingga, tidak sesuai dengan aturan hukum yang telah ditetapkan. Tidak efektifnya kinerja BPSK menjadi persoalan dan kendala dalam menjalankan aturan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang proses penyelesaian dan mekanisme pengambilan putusan di badan penyelesaian sengketa konsumen Kota Padang dengan judul PENYELESAIAN SENGKETA PEMBIAYAAN KONSUMEN PERKARA NOMOR 05/P3K/II/2016 OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA PADANG. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang saya kemukakan diatas, makaruang lingkup permasalahan ini perlu diberi batasan, agar penelitian ini tidak menyimpang dari sasaran yang hendak dicapai. Untuk itu saya memberi batasan dengan rumusan sebagai berikut: 1. Bagaimana prosedur penyelesaian sengketa pembiayaan konsumen dan kekuatan hukum putusan perkara Nomor 05/P3K/II/2016 oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Padang? 4 Ibid.

2. Bagaimana pengawasan terhadap Majelis BPSK dalam penyelesaian sengketa Pembiayaan konsumen perkara Nomor 05/P3K/II/2016 oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Padang? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui prosedur penyelesaian sengketa pembiayaan konsumen dan kekuatan hukum putusan perkara Nomor 05/P3K/II/2016 oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Padang 2. Untuk mengetahui Pengawasan terhadap majelis BPSK dalam penyelesaian sengketa pembiayaan konsumen perkara Nomor 05/P3K/II/2016 oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Padang. D. Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis dan secara praktis yaitu: 1. Manfaat Teoritis a. Menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya pengembangan ilmu hukum lebih khususnya lagi ilmu hukum acara perdata. b. Mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dibidang hukum perlindungan konsumen. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat yang ingin mengetahuiketentuan dan proses penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK.

b. Memberikan kontribusi pemikiran yang dapat digunakan dan dijadikan referensi dalam pengambilan kebijakan, pelaksanaan dan penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK Kota Padang. E. Metode Penelitian Metode adalah berupa cara yang digunakan untuk mendapatkan data yang nantinya dapat pula untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Cara utama yang dipergunakan untuk mendapatkan hasil semaksimal mungkin terhadap suatu kejadian atau permasalahan sehingga akan dapat menemukan suatu kebenaran. 5 Untuk memperoleh data tersebut digunakan metode pendekatan sebagai berikut: 1. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis, Menurut Soetandyo, penelitian hukum sosiologis memandang hukum sebagai fenomena sosial, dengan pendekatan struktural dan umumnya terkuantifikasi 6. Metode ini menekankan pada apa yang terjadi di lapangan dan peranan-peranan tokoh masyarakat dalam menanggulangi permasalahan ini dikaji dari aspek hukum. 2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, dalam penelitian ini analisis data tidak keluar dari ruang lingkup sampel, bersifat deduktif, berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data yang satu dengan seperangkat data yang lain 7 3. Sumber dan Jenis Data 5 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, Hlm. 43. 6 Soetandyo dalam Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum. Grafindo Persada. Jakarta, 2003. Hlm. 167 7 Bambang Sunggono, op.cit. Hlm. 37-38

a. Sumber Data Adapun sumber data dalam penelitian ini, yaitu: 1) Penelitan Kepustakaan Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang sumber datanya diperoleh dari bahan-bahan pustaka. 8 a) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas b) Perpustakaan Pusat Universitas Andalas c) Buku koleksi pribadi d) Bahan kuliah yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas 2) Penelitian Lapangan Data yang didapat merupakan hasil penelitian langsung yang dilakukan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Padang. b. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu: 1) Data Primer Data primer adalah suatu data pokok yang utama dan sebagai titik tolak dalam suatu hal. 9 Khususnya dalam penelitian ini data tersebut diperoleh langsung dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui wawancara dengan Ketua dan majelis BPSK Kota Padang serta Edi Yusa sebagai konsumen yang berkaitan dengan masalah-masalah dalam penelitian ini. 2) Data Sekunder Merupakan informasi-informasi dari bahan studi kepustakaan yang diperlukan bagi penelitian. Data sekunder terdiri dari : 8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta. 2010, Hlm. 12 9 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pusataka. Jakarta. 2001. Hlm. 896

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan yang mempunyai kekuatan mengikat terdiri dari : 1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif 3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006 tentang TataCara Pengajuan Keberatan terhadap Keputusan BPSK 4) Keputusan Menteri Perindustrian dan perdagangan Republik Indonesia No. 301/MPP/Kep/10/2001 tentang Pengangkatan, Pemberhentian Anggota dan Sekretariat Badan Perlindungan Konsumen 5) Keputusan Menteri Perindustrian dan perdagangan Republik Indonesia No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. b. Bahan Hukum Sekunder, merupakan bahan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa konsumen oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. c. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang pemahaman. Digunakan untuk memperjelas maksud maupun arti dari bahan baik undang-undang, ilmu pengetahuan maupun bahan yang didapat dari lapangan. Bahan hukum tersier dapat berupa kamus hukum, bibliografi hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), direktori pengadilan, ensiklopedia hukum dan seterusnya. 4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Wawancara Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur, yaitu dengan menyusun pertanyaan terlebih dahulu yang kemudian dikembangkan dengan pertanyaan lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan mencatat hasil wawancara yang akan dilakukan dengan Ketua dan majelis BPSK Kota Padang. b. Studi Dokumen Studi dokumen adalah metode pengumpulan data yang dilakukan melalui dokumen-dokumen yang ada serta juga melalui data yang tertulis. Pengumpulan data melalui penelusuran perpustakaan dengan cara menelaah buku-buku, teori-teori dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian yang mendukung data utama. 5. Pengolahan dan Analisis Data a. Pengolahan Data Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data dan hasil pengumpulan data lapangan sehingga data siap dipakai untuk dianalisis. 10 Setelah data yang diperlukan berhasil diperoleh, maka dilakukan pengolahan data melalui proses Editing yaitu langkah yang dilakukan untuk membersihkan data dengan cara memeriksa kembali untuk mengklasifikasikan mana data yang akan diperlukan dan mana yang tidak diperlukan. b. Analisis Data 10 Bambang Waluyo, 1999, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta. Hlm. 72

Analisis data menggunakan metode kualitatif, karena tidak menggunakan angkaangka, tetapi berdasarkan peraturan perundang-undangan, pandangan para pakar yang kemudian diuraikan dalam kalimat-kalimat akhirnya ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan.