UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN [LN 1999/167, TLN 3888]

dokumen-dokumen yang mirip
RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN HUTAN

BAB II PENGATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hutan dan Penguasaan Hasil Hutan. olehberbagai jenis tumbuh-tumbuhan, di antaranya tumbuhan yanh lebat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan yang berada di sebuah desa atau kota harus dilestarikan oleh

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

NOMOR 28 TAHUN 1985 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 7/Juli/2016. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM PENGRUSAKAN HUTAN MENURUT KETENTUAN YANG BERLAKU 1 Oleh: Hendra Djarang 2

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612]

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481]

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA [LN 2009/4, TLN 4959]

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 175 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 196 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1985 TENTANG PERIKANAN [LN 1985/46, TLN 3299]

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

I. PENDAHULUAN. terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang -Undang Dasar 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

3 Felix Deny, Penebangan Hutan Secara Ilegal di Indonesia, 4 Mohammad Arief Riyadi, Penebangan Hutan Secara Liar

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

Lampiran 1. Peraturan perundang-undangan terkait Pemberantasan IL di Indonesia

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 013/PUU-III/2005 (Perbaikan I tgl. 21 Juni 2005)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN [LN 1992/33, TLN 3474]

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP [LN 2009/140, TLN 5059]

UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1992 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN [LN 1992/46, TLN 3478]

Undang Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang : Kehutanan

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 91 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001

Undang Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang : Kehutanan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 7 Tahun 2000 SERI : B NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 07 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2004/118, TLN 4433]

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah Bumi, air dan kekayaan alam yang

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164]

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN

B. BIDANG PEMANFAATAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU LINTAS KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERTAMBANGAN UMUM

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN [LN 2007/65, TLN 4722]

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA HUTAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613]

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191]

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 39 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 8

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 515 TAHUN : 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN LIMBAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA [LN 1999/66, TLN 3843]

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PERIJINAN PEMANFAATAN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608]

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2001 T E N T A N G PENGENDALIAN PENEBANGAN DAN PEREMAJAAN TANAMAN KELAPA BUPATI LAMPUNG BARAT

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN [LN 1999/167, TLN 3888] BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 78 (1) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) 1, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a, huruf b, atau huruf c 2, 1 (1) Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan. (2) Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. Ayat (1) Yang dimaksud dengan orang adalah subjek hukum baik orang pribadi, badan hukum, maupun badan usaha. Prasarana perlindungan hutan misalnya pagar-pagar batas kawasan hutan, ilaran api, menara pengawas, dan jalan pemeriksaan. Sarana perlindungan hutan misalnya alat pemadam kebakaran, tanda larangan, dan alat angkut. Ayat (2) Yang dimaksud dengan kerusakan hutan adalah terjadinya perubahan fisik, sifat fisik, atau hayatinya, yang menyebabkan hutan tersebut terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya. 2 a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; b. merambah kawasan hutan; c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan: 1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; 2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; 3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai; 4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai; 5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang; 6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 499 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (3) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf d 3, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (4) Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rpl.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). (5) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf e atau huruf f 4, diancam dengan Huruf a Yang dimaksud dengan mengerjakan kawasan hutan adalah mengolah tanah dalam kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk perladangan, untuk pertanian, atau untuk usaha lainnya. Yang dimaksud dengan menggunakan kawasan hutan adalah memanfaatkan kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk wisata, penggembalaan, perkemahan, atau penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan. Yang dimaksud dengan menduduki kawasan hutan adalah menguasai kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk membangun tempat pemukiman, gedung, dan bangunan lainnya. Huruf b Yang dimaksud dengan merambah adalah melakukan pembukaan kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang. Huruf c Secara umum jarak tersebut sudah cukup baik untuk mengamankan kepentingan konservasi tanah dan air. Pengecualian dari ketentuan tersebut dapat diberikan oleh Menteri, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. 3 d. membakar hutan; Huruf d Pada prinsipnya pembakaran hutan dilarang. Pembakaran hutan secara terbatas diperkenankan hanya untuk tujuan khusus atau kondisi yang tidak dapat dielakkan, antara lain pengendalian kebakaran hutan, pembasmian hama dan penyakit, serta pembinaan habitat tumbuhan dan satwa. Pelaksanaan pembakaran secara terbatas tersebut harus mendapat izin dari pejabat yang berwenang. 4 e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang; f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;

500 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (6) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4) 5 atau ayat (3) huruf g 6, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (7) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf h 7, diancam dengan pidana Huruf e Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah pejabat pusat atau Daerah yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk memberikan izin. Huruf f Cukup jelas. 5 Pasal 38 (4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka. Pasal 38 Ayat (4) Cukup jelas. 6 g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri; Huruf g a. Yang dimaksud dengan penyelidikan umum adalah penyelidikan secara geologi umum atau geofisika di daratan, perairan, dan dari udara, dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian. b. Yang dimaksud dengan eksplorasi adalah segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti dan lebih seksama adanya bahan galian dan sifat letakannya. c. Yang dimaksud dengan eksploitasi adalah kegiatan menambang untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya. 7 h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan; Huruf h Yang dimaksud dengan "dilengkapi bersama-sama" adalah bahwa pada setiap pengangkutan, penguasaan, atau pemilikan hasil hutan, pada waktu dan tempat yang sama, harus disertai dan dilengkapi surat-surat yang sah sebagai bukti. Apabila antara isi dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan tersebut tidak sama dengan keadaan fisik

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 501 penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (8) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf i 8, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan dan denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (9) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf j 9, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (10) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf k 10, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). baik jenis, jumlah, maupun volumenya, maka hasil hutan tersebut dinyatakan tidak mempunyai surat-surat yang sah sebagai bukti. 8 i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang; Huruf i Pejabat yang berwenang menetapkan tempat-tempat yang khusus untuk kegiatan penggembalaan ternak dalam kawasan hutan. 9 j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang; Huruf j Yang dimaksud dengan alat-alat berat untuk mengangkut, antara lain berupa traktor, buldozer, truk, logging truck, trailer, crane, tongkang, perahu klotok, helikopter, jeep, tugboat, dan kapal. 10 k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang; Huruf k Tidak termasuk dalam ketentuan ini adalah masyarakat yang membawa alat-alat seperti parang, mandau, golok, atau yang sejenis lainnya, sesuai dengan tradisi budaya serta karakteristik Daerah setempat.

502 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP (11) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf l 11, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (12) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf m 12, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (13) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) adalah kejahatan, dan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (12) adalah pelanggaran. (14) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana masing-masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan. (15) Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alatalat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara. Pasal 78 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. 11 l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; Huruf l Cukup jelas. 12 m. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi Undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang. Huruf m Cukup jelas.

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 503 Selain pidana penjara dan denda kepada terpidana, pelanggaran terhadap ayat (3) huruf d, juga dapat dikenakan hukuman pidana tambahan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Ketentuan pidana yang dikenakan pada ayat ini merupakan pelanggaran terhadap kegiatan yang pada umumnya dilakukan oleh rakyat. Oleh karena itu sanksi pidana yang diberikan relatif ringan dan diarahkan untuk pembinaan. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas. Ayat (11) Cukup jelas. Ayat (12) Cukup jelas. Ayat (13) Cukup jelas. Ayat (14) Yang termasuk badan hukum dan atau badan usaha, antara lain perseroan terbatas, perseroan komanditer (comanditer venootschaap), firma, koperasi, dan sejenisnya. Ayat (15) Yang termasuk alat angkut, antara lain kapal, tongkang, truk, trailer, ponton, tugboat, perahu layar, helikopter, dan lain-lain.