BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA A. Sejarah dan Perkembangan Waralaba Konsep waralaba atau franchise muncul sejak 200 tahun sebelum masehi. Saat itu, seorang pengusaha Cina memperkenalkan konsep rangkaian toko untuk mendistribusikan produk makanan dengan merek tertentu. Kemudian, di Prancis pada tahun 1200-an, penguasa negara dan penguasa gereja mendelegasikan kekuasaan mereka kepada para pedagang dan ahli pertukangan melalui apa yang dinamakan diartes de franchise, yaitu hak untuk menggunakan atau mengolah hutan yang berada di bawah kekuasaan negara atau gereja. Sebagai imbalannya, penguasa negara atau penguasa gereja menuntut jasa tertentu atau uang. Namun, sebenarnya waralaba dengan pengertian yang kita kenal saat ini berasal dari Amerika Serikat 13. Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu mengatakan kata franchise berasal dari bahasa Prancis kuno yang berarti bebas. Pada abad pertengahan franchise diartikan sebagai hak utama atau kebebasan. Saat itu, pemerintahan setempat atau lord (gelar kebangsawanan di Inggris biasanya dimiliki oleh tuan tanah setempat) memberikan hak khusus seperti untuk mengoperasikan kapal feri atau untuk berburu di tanah miliknya. Saat itu franchise dikenal sebagai keseluruhan aktivitas bisnis yang ditujukan untuk membangun jalan dan pembuatan bir. Pada intinya, raja memberikan hak untuk monopoli kepada seseorang dalam melaksanakan aktivitas bisnis tertentu. Di Jerman konsep franchise berkembang pada sekitar tahun 1840-an. Saat itu, telah mulai diberikan hak khusus untuk 13 Adrian Sutedi, Hukum Waralaba, Penerbit Gahlia Indonesia, Jakarta, 2008, hlm 1
menjual minuman. Hal ini merupakan konsep awal dari franchising yang kita kenal sekarang 14. Di Amerika Serikat, waralaba mulai dikenal kurang lebih 2 abad yang lalu ketika perusahaan-perusahaan bir memberikan lisensi kepada perusahaan-perusahaan kecil sebagai upaya mendistribusikan produk mereka. Sistem waralaba di Amerika Serikat pertama kali dimulai pada tahun 1851. Pada saat itu, di Amerika Serikat timbul yang dinamakan sistem waralaba Amerika generasi pertama, yang disebut sebagai straight product franchising (waralaba produksi murni). Pada mulanya, sistem ini berupa pemberian lisensi bagi penggunaan nama pada industri minuman (Coca-Cola), kemudian berkembang sebagai sistem pemasaran pada industri mobil (General-Motors). Kemudian, sistem waralaba ini dikembangkan oleh produsen bahan bakar, yang memberikan hak waralaba kepada pemilik pompa bensin sehingga terbentuk jaringan penyediaan untuk memenuhi suplai bahan bakar dengan cepat 15. Setelah Perang Dunia II, di Amerika Serikat berkembang sistem waralaba generasi kedua, yang disebut sebagai entire business franchising. Dalam sistem yang semakin berkembang ini, ikatan perjanjian tidak lagi hanya mengenai satu aspek produksi, tetapi cenderung meliputi seluruh aspek pengoperasian perusahaan pemberi waralaba. Pemberi waralaba (franchisor) membawa satu paket prestasi kepada penerima waralaba (franchise) berupa bentuk atau dekorasi tempat usaha, konsep kebijakan perusahaan, dan sistem manajemen atau organisasi perusahaan. Franchisor mengarahkan dan meleburkan para franchise ke dalam suatu sistem yang telah franchisor tetapkan. 16 14 Johannes Ibrahim dan Lindawati Sewu, Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia Modern, Penerbit Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm 121-122 15 Anonymous, Franchise dan Pengertiannya, Harian Pikiran Rakyat, 3 Februari 2007 16 Adrian Sutedi, Op. Cit, hlm.2
Di Indonesia, waralaba mulai dikenal pada 1950-an dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi atau menjadi agen tunggal pemilik merek. Waralaba di Indonesia semakin berkembang ketika masuknya waralaba asing pada tahun 80-90an. KFC, McDonald s, Burger King dan Wendys adalah sebagian dari jejaring waralaba asing yang masuk ke Indonesia pada awal-awal berkembangnya waralaba di Indonesia. Perusahaan-perusahaan waralaba lokal juga mengalami pertumbuhan pada masa itu, salah satunya adalah Es Teler 77. Pesatnya pertumbuhan penjualan sistem waralaba disebabkan oleh faktor popularitas franchisor. Hal ini tercermin dari kemampuannya untuk menawarkan suatu bidang usaha yang probabilitas keberhasilannya tinggi. Sebagai salah satu lembaga hukum hak milik intelektual, waralaba saat itu terus dijadikan sebagai sarana untuk mendorong investasi pada skala internasional dan juga teknik pemasaran yang berperan untuk membantu perkembangan bisnis kecil lokal 17. B. Pengertian Waralaba Pengertian waralaba menurut peraturan perundang-undangan dapat ditemukan pengaturannya dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, yaitu: hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Berdasarkan pengertian yang telah diberikan oleh Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, terdapat unsur-unsur penting dalam waralaba yaitu: 17 Anonymous, Mc Donald s Hamburger: Suatu Jaringan Franchise Internasional Kini telah Memiliki Outlet di Jakarta, Harian Kompas, 21 Januari 1990
1. Waralaba adalah hak khusus yang merupakan suatu Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum tertentu; 2. Waralaba diselenggarakan atas dasar perjanjian. Berikut ini defenisi waralaba yang diuraikan oleh para ahli, yaitu: kata franchise berasal dari bahasa Prancis affranchir yang artinya to free (membebaskan). Dengan istilah franchise di dalamnya terkandung seseorang memberikan kebebasan dari ikatan yang menghalangi kepada orang lain untuk menggunakan atau membuat atau menjual sesuatu 18. Franchise ini merupakan suatu metode untuk melakukan bisnis, yaitu suatu metode untuk memasarkan produk atau jasa ke masyarakat. Lebih spesifik lagi, franchising adalah suatu konsep pemasaran. Sedangkan pakar lain melihat franchise tidak hanya sekedar suatu metode atau konsep tetapi lebih merupakan suatu sistem. Suatu metode atau konsep yang dapat dioperasionalkan dalam kerangka atau tatanan yang membuat hubungan lebih teratur dan terarah, antar subsistem yang satu dengan subsistem yang lain. Oleh karenanya franchise diartikan sebagai suatu sistem pemasaran atau sistem usaha untuk memasarkan produk atau jasa tertentu 19. Franchise adalah hak istimewa untuk menggunakan nama atau untuk menjual produk/jasa layanan. Hak itu diberikan oleh pengusaha pabrik untuk penyedia pada penjual eceran untuk menggunakan berbagai produk dan nama dengan berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui bersama (dalam hubungan yang saling menguntungkan). Franchise diinterprestasikan sebagai pembebasan dari pembatasan tertentu, atau kemungkinan untuk melaksanakan tindakan tertentu, yang untuk orang lain dilarang. Dalam 20 18 Moch. Basarah, Bisnis Franchise dan Aspek-aspek Hukumnya, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hlm 33. 19 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, Penerbit Rhineka Cipta, Jakarta, 2007 hlm 57. 20 Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, Penerbit Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012, hlm 75
bahasa Inggris, franchise diterjemahkan dalam pengertian privilege (hak istimewa/hak khusus). Di Amerika Serikat, franchise diartikan konsesi 21. Menurut Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, menterjemahkan pengertian franchise dari Black s Law Dictionary sebagai berikut 1. Franchise adalah hak istimewa untuk melakukan hal-hal tertentu yang diberikan oleh pemerintah pada individu atau perusahaan yang terbentuk badan hukum, dan hak tersebut tidak dimiliki oleh penduduk pada umumnya. 2. Franchise adalah hak istimewa untuk menggunakan nama atau untuk menjual produk/jasa layanan. Hak itu diberikan oleh pengusaha pabrik atau penyedia pada penjual eceran untuk menggunakan berbagai produk dan nama dengan berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui bersama (dalam hubungan yang saling menguntungkan). 3. Franchise adalah lisensi dari pemilik merek dagang atau nama dagang yang mengizinkan orang lain untuk menjual produk atau jasa layanan di bawah nama atau merek tersebut. Douglas J. Queen memberikan pengertian franchise sebagai suatu metode perluasan pemasaran dan bisnis. Suatu bisnis memperluas pasar dan distribusi produk serta pelayanannya dengan membagi bersama standar pemasaran dan operasional. Pemegang franchise yang membeli suatu bisnis yang menarik manfaat dari kesadaran pelanggan akan nama dagang, sistem teruji dan pelayanan lain yang disediakan pemilik franchise 23. Lebih lanjut Queen mengemukakan bahwa pemilik franchise memperkenankan pemegang franchise menggunakan nama dagang, produk, teknik dan proses franchise. Selain itu diharuskan mengikuti standar melalui persetujuan lisensi. Kekuatan sistem dan kemauan baik yang diasosiasikan dengan nama dagang, sebagian besar bergantung pada taatnya pemegang franchise mengikuti sistem secara konsisten dan mutu produk yang sudah diketahui umum dimiliki oleh organisasi tersebut. 22 : 21 Adrian Sutedi, Op.Cit, hlm 6. 22 Johannes Ibrahim dan Lindawati Sewu, Op.Cit, hlm 116. 23 J. Queen, Pedoman Membeli dan Menjalankan Franchise, Terjemah, Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta, 1993, hlm 4-5.
Franchise merupakan sistem usaha yang memiliki ciri khas tertentu berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan, identitas perusahaan (logo, desain, merek bahkan termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), rencana pemasaran dan bantuan operasional 24. Di dalam kamus ekonomi bisnis perbankan mengartikan bahwa franchise adalah suatu hak tunggal yang diberikan kepada perorangan atau suatu organisasi, oleh suatu pihak lain, baik perorangan atau organisasi (perusahaan, pemerintah dan sebagainya) untuk menjalankan suatu wewenang khususnya menyangkut perbuatan atau penjualan di wilayah tertentu 25. Martin Mendelsohn mengartikan franchise sebagai pemberian sebuah lisensi kepada pihak lain, lisensi tersebut memberikan hak kepada franchisee untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang franchisor, dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seseorang yang sebelumnya belum terlatih dalam menjalankan bisnis, dan untuk menjalankan dengan bantuan terusmenerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya Martin D. Fern, melihat franchise dari aspek/unsurnya, yang mensyaratkan adanya empat unsur yaitu 27 : a. Pemberian hak untuk berusaha dalam bisnis tertentu; b. Lisensi untuk menggunakan tanda pengenal usaha, biasanya suatu merek dagang atau merek jasa, yang akan menjadi ciri pengenal dari bisnis franchise; c. Lisensi untuk menggunakan rencana pemasaran dan bantuan yang luas oleh franchisor kepada franchise; dan 26. 24 Rooseno Harjowidigno, Perspektif Pengaturan Perjanjian Franchise, Makalah Pertemuan Ilmiah tentang Usaha Franchise dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi, BPHN, Jakarta, 1993, hlm 1. 25 T. Guritno, Kamus Ekonomi Bisnis Perbankan, Cetakan I, Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1992, hlm. 24 26 Martin Mendelsohn, Franchising: Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee, Penerbit Pustaka Binaman Perssindo, Jakarta, 1997, hlm. 4. 27 Juajir Sumardi, Op.Cit, hlm. 9.
d. Pembayaran oleh franchise kepada franchisor berupa sesuatu yang bernilai bagi franchisor selain dari harga borongan bonafide atas barang yang terjual. Semua pengertian yang telah dipaparkan di atas menunjukkan bahwa franchise pada dasarnya mengandung elemen-elemen pokok sebagai berikut: a. Franchisor yaitu pihak pemilik/produsen dari barang atau jasa yang telah memiliki merek tertentu serta memberikan atau melisensikan hak eksklusif tertentu untuk pemasaran dari barang atau jasa itu. b. Franchisee yaitu pihak yang menerima hak eksklusif itu dari franchisor. c. Adanya penyerahan hak-hak secara eksklusif (dalam praktek meliputi berbagai macam hak milik intelektual/hak milik perindustrian) dari franchisor kepada franchisee. d. Adanya penetapan wilayah tertentu, franchise area dimana franchisee diberikan hak untuk beroperasi diwilayah tertentu. e. Adanya imbal prestasi dari franchisee kepada franchisor yang berupa Franchise Fee dan Royalties serta biaya-biaya lain yang disepakati oleh kedua belah pihak. f. Adanya standar mutu yang ditetapkan oleh franchisor bagi franchisee, serta supervisi secara berkala dalam rangka mempertahankan mutu. g. Adanya pelatihan awal, pelatihan yang berkesinambungan, yang diselenggarakan oleh franchisor guna peningkatan keterampilan. Dari sudut pandang ekonomi franchise adalah hak yang diberikan secara khusus kepada seseorang atau kelompok, untuk memproduksi atau merakit, menjual, memasarkan suatu produk atau jasa. Sedangkan dari sudut pandang hukum franchise adalah perjanjian legal antara dua pihak dalam bekerja sama memproduksi, merakit, menjual dan memasarkan suatu produk/jasa.
Kata waralaba pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) sebagai padanan kata franchise. Amir Karamoy menyatakan bahwa waralaba bukan terjemahan langsung konsep franchise. Dalam konteks bisnis, franchise berarti kebebasan untuk menjalankan usaha secara mandiri di wilayah tertentu. Waralaba berasal dari kata wara yang berarti lebih atau istimewa dan laba berarti untung. Jadi, waralaba berarti usaha yang memberikan keuntungan lebih/istimewa. Lebih lanjut Amir Karamoy menyatakan bahwa secara hukum waralaba berarti persetujuan legal atas pemberian hak atau keistimewaan untuk memasarkan suatu produk jasa dari pemilik (pewaralaba) kepada pihak lain (terwaralaba), yang diatur dalam suatu aturan permainan tertentu 28. C. Jenis-jenis Waralaba Pada umumnya, waralaba dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut 29 : 1. Distributorships (Product Franchise). Dalam waralaba ini, franchisor memberikan lisensi kepada franchise untuk menjual barang-barang hasil produksinya. Pemberian lisensi ini bisa bersifat eksklusif ataupun noneksklusif. Seringkali terjadi franchise diberi hak eksklusif untuk memasarkan disuatu wilayah tertentu. 2. Chain-Stale Business. Jenis waralaba inilah yang paling banyak dikenali masyarakat. Dalam jenis ini, franchise mengoperasikan suatu kegiatan bisnis dengan memakai franchisor. Sebagai imbalan dari penggunaan nama franchisor, maka franchise harus mengikuti metode-metode standar pengoperasian dan berada dibawah pengawasan franchisor. Dalam hal bahan-bahan yang digunakan, pilihan tempat usaha, desain tempat usaha, jam penjualan, persyaratan hara karyawan, dan lain-lain. hlm. 3. 157. 28 Amir Karamoy, Sukses Usaha Lewat Waralaba, Penerbit Jurnalindo Aksara Grafika, Jakarta, 1996, 29 Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Penerbit Alumni, Bandung, 1992, hlm.
3. Manufacturing atau Processing Plants. Dalam waralaba jenis ini, franchisor memberitahukan bahan-bahan serta tata cara pembuatan suatu produk, termasuk di dalamnya formula-formula rahasianya. Franchise memproduksi, kemudian memasarkan barang-barang ini sesuai standar yang telah ditetapkan franchisor. Model bisnis waralaba ada tiga macam, yaitu waralaba jasa, waralaba barang, dan waralaba distribusi. Tiga bentuk waralaba ini ditemukan dalam kategorisasi waralaba yang dibuat oleh European Court of Justice pada putusannya dalam kamus Pronuptia. Kombinasi ketiga bentuk waralaba tersebut terdapat di Indonesia yang umumnya dapat ditemui pada usaha restoran cepat saji, seperti pada McDonald s dan Kentucky Fried Chicken 30. Di Indonesia sistem waralaba setidaknya dibagi menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut : 1. Waralaba dengan sistem format bisnis. 2. Waralaba bagi keuntungan. 3. Waralaba kerjasama investasi. 4. Waralaba produk dan merek dagang. Dari keempat jenis sistem waralaba tersebut, sistem waralaba yang berkembang di Indonesia saat ini ialah waralaba produk dan merek dagang serta waralaba sistem format bisnis 31. Waralaba produk dan merek dagang (product and trade franchise) merupakan bentuk waralaba paling sederhana. Dalam waralaba produk dan merek dagang, franchisor memberikan hak kepada franchisee untuk menjual produk yang dikembangkan oleh 30 Adrian Sutedi, Op. Cit. hlm.15 31 Ibid
franchisor yang disertai dengan pemberian izin untuk menggunakan merek dagang milik franchisor 32. Waralaba format bisnis (business format franchise) adalah sistem waralaba yang tidak hanya menawarkan merek dagang dan logo, tetapi juga menawarkan sistem yang komplit dan komprehensif mengenai tata cara menjalankan bisnis, termasuk didalamnya pelatihan dan konsultasi usaha. Dalam hal pemasaran, penjualan, pengelolahan stok, akunting, personalia, pemeliharaan dan pengembangan bisnis. Dengan kata lain, waralaba format bisnis adalah pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (franchisor) kepada pihak lain (franchisee). Lisensi tersebut memberikan hak kepada franchise untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang/nama dagang franchisor dan untuk menggunakan keseluruhan paket yang terdiri dari seluruh elemen, yang diperlukan untuk membuat seorang yang sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang terus-menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan 33 Martin Mandelson menyimpulkan bahwa dalam waralaba format bisnis terdapat ciriciri sebagai berikut : 34. 1. Konsep bisnis yang menyeluruh dari franchisor. Konsep ini berhubungan dengan pengembangan cara untuk menjalankan bisnis secara sukses yang seluruh aspeknya berasal dari franchisor. Franchisor akan mengembangkan suatu cetak biru sebagai dasar pengelolaan waralaba format bisnis tersebut. 2. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis yang sesuai dengan konsep franchisor. Franchise akan diberikan pelatihan mengenai metode bisnis yang diperlukan untuk mengelola bisnis sesuai dengan cetak biru yang telah dibuat oleh franchisor. Pelatihan ini biasanya menyangkut pelatihan penggunaan peralatan khusus, metode pemasaran, penyiapan produk, dan penerapan proses. Dalam pelatihan ini diharapkan franchise menjadi ahli pada seluruh bidang yang diperlukan untuk menjalankan bisnis yang khusus tersebut. 2013. 32 Anonymous, Mengenal Istilah Waralaba, http://www.wirausaha.com, diaskes tanggal 27 September 33 Martin Mendelson, Op Cit, hlm. 87. 34 Ibid
3. Proses bantuan dan bimbingan yang terus-menerus dari pihak franchisor. Menurut Juadir Sumardi, usaha bisnis waralaba dibagi menjadi dua jenis, yaitu : 1. Waralaba Format Bisnis. Dalam waralaba format bisnis, pemegang waralaba (franchise) memperoleh hak untuk memasarkan dan menjual produk atau pelayanan dalam suatu wilayah atau lokasi yang spesifik dengan menggunakan standar operasional dan pemasaran dari franchisor. Dalam bentuk ini terdapat tiga jenis waralaba yaitu, waralaba format pekerjaan, format usaha dan format investasi. 2. Waralaba Format Distribusi Pokok. Dalam waralaba format ini, franchise memperoleh lisensi untuk memasarkan produk dari suatu perusahaan tunggal dalam lokasi yang spesifik. Franchisor juga dapat memberikan franchise wilayah tertentu, dimana franchise wilayah mendapat hak untuk menjual kepada sub franchise di wilayah geografis tertentu. Franchise itu bertanggung jawab atas beberapa atau seluruh pemasaran sub franchise melatih da membantu sub franchise baru, dan melakukan pengendalian dukungan operasi, serta program penagihan royalty 35. D. Pengembangan Peraturan Perundang-Undangan Waralaba di Indonesia Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1977 tanggal 18 Juni 1997 yang kini telah dicabut dengan dikeluarkannya peraturan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tanggal 23 Juli 2007. Waralaba menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1977 adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang atau jasa. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 pasal 1 ayat (1) menyebutkan pengertian waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka 35 Adrian Sutedi,Op.Cit.hlm.17
memasarkan barang atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Dalam franchise ada dua pihak yang terlibat yaitu franchisor atau pemberi waralaba dan franchise atau penerima waralaba dimana masing-masing pihak terikat dalam suatu perjanjian yaitu perjanjian waralaba. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 dalam pasal 1 ayat (2) yang dimaksud franchisor atau pemberi waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba. Dan dalam pasal 1 ayat (3) yang dimaksud franchise atau penerima waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba. Sementara itu dalam pasal (3) ada enam syarat yang harus dimiliki suatu usaha apabila ingin diwaralabakan yaitu : a. Memiliki ciri khas Suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru atau dibandingkan dengan usaha lain yang sejenis dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud. Misalnya sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemberi waralaba. b. Terbukti sudah memberikan keuntungan Menunjuk pada pengalaman pemberi waralaba yang telah dimiliki yang kurang lebih 5 tahun dan telah mempunyai kiat-kiat bisnis untuk mengatasi masalah-masalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan.
c. Memiliki standar atas pelayanan barang atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis Usaha tersebut sangat membutuhkan standar secara tertulis supaya penerima waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama (standar operasional prosedur). d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan Mudah dilaksanakan sehingga penerima waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan manajemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh pemberi waralaba. e. Adanya dukungan yang berkesinambungan Dukungan dari pemberi waralaba kepada penerima waralaba secara terus-menerus seperti bimbingan operasional, pelatihan dan promosi. f. Hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar Hak kekayaan intelektual yang terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta, hak paten, lisensi atau rahasia dagang sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang. Dalam sistem franchise ada pos-pos biaya yang normal dikeluarkan sebagai berikut 36 : 1. Royalty Pembayaran oleh pihak franchise kepada pihak franchisor sebagai imbalan dari pemakaian hak franchise oleh franchisee. Walaupun tidak tertutup kemungkinan pembayaran royalty pada suatu waktu dalam jumlah tertentu yang sebelumnya tidak diketahuinya (sistem lumsump) 36 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 246-347.
2. Franchise fee Franchise fee adalah biaya pembelian hak waralaba yang dikeluarkan oleh pembeli waralaba (franchisee) setelah dinyatakan memenuhi persyaratan sebagai franchisee sesuai kriteria franchisor. Umumnya franchise fee dibayarkan hanya satu kali saja dan akan dikembalikan oleh franchisor kepada franchise dalam bentuk fasilitas pelatihan awal, dan dukungan set up awal dari outlet pertama yang akan dibuka oleh franchisee 37. Franchisee dalam hal ini menerima hak untuk berdagang di bawah nama dan sistem yang sama, pelatihan, serta berbagai keuntungan lainnya. Sama halnya dengan memulai bisnis secara mandiri, franchisee bertanggung jawab untuk semua biaya yang muncul guna memulai usaha ini tetapi kemungkinan mengeluarkan uang lebih rendah karena kekuatan jaringan yang dimiliki oleh franchisor. 3. Direct Expenses Biaya langsung yang harus dikeluarkan sehubungan dengan pengembangan bisnis franchise. Misalnya, terhadap pemondokan pihak yang akan menjadi pelatih dan feenya, biaya pelatihan dan biaya pada saat pembukaan. 4. Biaya sewa Ada beberapa franchisor yang menyediakan tempat bisnis, maka dalam hal demikian pihak franchisee harus membayar harga sewa tempat tersebut kepada franchisor agar tidak timbul disputes di kemudian hari. 5. Marketing and advertising fees Franchisee ikut menanggung biaya dengan menghitungnya, baik secara persentase dari omset penjualan ataupun jika ada marketing atau iklan tertentu. 37 S. Muharam, Istilah-istilah Dalam Waralaba, SMfr Franchise, 2002
6. Assignment fees Biaya yang harus dibayar oleh pihak franchisee kepada pihak franchisor jika pihak franchisee mengalihkan bisnisnya kepada pihak lain, termasuk bisnis yang merupakan objeknya franchise. Oleh pihak franchisor biaya itu dimanfaatkan untuk kepentingan persiapan pembuatan perjanjian penyerahan, pelatihan pemegang franchise yang baru dan sebagainya. Setiap hubungan bisnis yang ada selalu saja ada faktor kerugian dan keuntungannya. Demikian juga dengan bisnis franchise ada keuntungan dan kerugian yang terjadi di dalamnya. Keuntungan dari bisnis franchise dapat dikemukakan sebagai berikut 38 : 1. Diberikannya latihan dan pengalaman yang diberikan oleh franchisor. Latihan awal ini diikuti oleh pengawasan yang berlanjut. 2. Diberikannya bantuan finansial dari franchisor. Biaya permulaan tinggi, dan sumber modal dari pengusaha sering terbatas. Bila prospek usaha dianggap suatu resiko yang baik, franchisor sering memberikan dukungan finansial kepada franchise. 3. Diberikannya penggunaan nama perdagangan, produk atau merek yang telah dikenal secara luas. Kerugian dalam bisnis franchise antara lain sebagai berikut : 1. Adanya program latihan yang dijanjikan oleh franchisor kedangkala jauh dari apa yang diinginkan oleh franchisee. 2. Perincian setiap hari tentang penyelenggaraan perusahaan sering diabaikan. 3. Hanya sedikit sekali kebebasan yang diberikan kepada franchisee untuk menjalankan akal budi mereka sendiri. Mereka mendapatkan diri mereka terikat pada suatu kontrak yang melarang untuk membeli baik peralatan maupun perbekalan dari tempat lain. Pada 38 Richard Burton Simatupang, Op.Cit, hlm. 61-62.
bisnis franchisee jarang mempunyai hak untuk menjual perusahaan kepada pihak ketiga tanpa terlebih dahulu menawarkannya kepada franchisor dengan harga yang sama. Dalam format bisnis waralaba, terdiri dari beberapa unsur yaitu : 1. Single unit franchise Format yang paling sederhana dan paling banyak digunakan karena kemudahannya. Pewaralaba memberikan hak kepada terwaralaba untuk menjalankan usaha atas nama usahanya, dengan panduan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Terwaralaba hanya diperkenankan untuk menjalankan usahanya pada sebuah cabang/unit yang telah disepakati. 2. Area franchise Hak waralaba yang diberikan kepada individu atau perusahaan meliputi wilayah geografis yang telah ditentukan dalam perjanjian waralaba (franchise agreement). Pada prakteknya area franchise dapat diberikan target dan dead line berkaitan dengan jumlah outlet yang harus dibuka. 3. Master franchise Format master franchise memberikan hak pada pemegangnya untuk menjalankan usahanya disebuah teritori ataupun sebuah negara dan bukan hanya membuka usaha, pemegang hak dapat menjual lisensi kepada sub franchise dengan ketentuan yang telah disepakati 39. Pelaksanaan perjanjian waralaba ini dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 pada pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian terulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia dan pada pasal 4 ayat (2) disebutkan pula dalam hal 39 www.franchise.com diakses tanggal 25 September 2013
perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dalam bahasa asing, perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, apabila pihak pewaralaba pihak asing, sedangkan terwaralaba adalah Indonesia, maka perjanjiannya terikat pada Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba. Sedangkan untuk format perjanjian itu sendiri tidak menyebutkan harus menggunakan akta notaris atau tidak, baik dalam peraturan yang lama maupun peraturan yang baru. Ketentuan pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007, perjanjian waralaba memuat klausula paling sedikit : a. Nama dan alamat para pihak; b. Jenis hak kekayaan intelektual; c. Kegiatan usaha; d. Hak dan kewajiban para pihak; e. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba; f. Wilayah usaha; g. Jangka waktu perjanjian; h. Tata cara pembayaran imbalan; i. Kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris; j. Penyelesaian sengketa; dan k. Tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian. Selanjutnya dijelaskan pula dalam pasal 6 ayat (1) bahwa dalam perjanjian waralaba ini dapat memuat klausula pemberian hak bagi penerima waralaba untuk menunjuk penerima waralaba lain dan dalam ayat (2) ditegaskan kembali bahwa penerima waralaba yang diberi
hak untuk menunjuk penerima waralaba lain, harus memiliki dan melaksanakan sendiri paling sedikit satu tempat usaha waralaba. Dalam pasal 7 disebutkan kewajiban pemberi waralaba, dimana pemberi waralaba harus memberikan prospektus penawaran waralaba kepada calon penerima waralaba pada saat melakukan penawaran. Selanjutnya prospektus penawaran waralaba sebagaimana dimaksud memuat paling sedikit mengenai : a. Data identitas pemberi waralaba; b. Legalitas usaha pemberi waralaba; c. Sejarah kegiatan usahanya; d. Struktur organisasi pemberi waralaba; e. Laporan keuangan dua tahun terakhir; f. Jumlah tempat usaha; g. Daftar penerima waralaba; dan h. Hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba. Selain harus memberikan prospektus penawaran waralaba kepada calon penerima waralaba, pemberi waralaba berkewajiban pula untuk memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan (Pasal 8), dan mengutamakan penggunaan barang atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh pemberi waralaba (pasal 9 ayat (1)). Seperti yang telah disebutkan dalam pasal 7,8 dan pasal 9 tentang kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan pemberi waralaba, disini ada kewajiban lain yang harus dilakukan pula oleh pemberi waralaba yaitu termuat dalam pasal 10 ayat (1) yang menyebutkan pemberi waralaba wajib mendaftarkan prospektus penawaran waralaba sebelum membuat perjanjian waralaba
dengan penerima waralaba. Kemudian disebutkan lagi bahwa pendaftaran prospektus penawaran waralaba dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi kuasa. Permohonan pendaftaran prospektus penawaran waralaba diajukan dengan melampirkan dokumen : a. Fotokopi prospektus penawaran waralaba; b. Fotokopi legalitas usaha, Di samping kewajiban yang harus dilakukan pemberi waralaba, Peraturan Pemerintah pada pasal 11 ayat (1) mengamanatkan kepada penerima waralaba agar mendaftarkan perjajian waralaba. Pendaftaran perjanjian waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi kuasa. Permohonan pendaftaran perjanjian waralaba diajukan dengan melampirkan dokumen : a. Fotokopi legalitas usaha; b. Fotokopi perjanjian waralaba; c. Fotokopi prospektus penawaran waralaba; dan d. Fotokopi kartu tanda penduduk pemilik/pengurus perusahaan. Permohonan pendaftaran waralaba tersebut selanjutnya diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan tugas pemerintahan dibidang perdagangan. Setelah diajukan kepada menteri, apabila permohonan telah memenuhi persyaratan seperti yang ditentukan maka diterbitkanlah Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) yang berlaku untuk jangka waktu lima tahun. Apabila dalam hal perjanjian waralaba belum berakhir, Surat Tanda Pendaftaran Waralaba tersebut dapat diperpanjang untuk jangka lima tahun. Adapun proses permohonan dan penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba tidak dikenakan biaya. Dalam hal ini pemerintah selain sebagai pembuat peraturan perundang-undangan juga berperan aktif melakukan pembinaan waralaba, dalam hal :
a. Pendidikan dan pelatihan waralaba; b. Rekomendasi untuk memanfaatkan sarana perpasaran; c. Rekomendasi untuk mengikuti pameran waralaba baik di dalam negeri dan luar negeri; d. Bantuan konsultasi melalui klinik bisnis; e. Penghargaan kepada pemberi waralaba lokal terbaik; dan f. Bantuan perkuatan permodalan. 40 Sementara itu Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan waralaba sesuai dengan kewenangannya masing-masing dapat mengenakan sanksi administratif bagi pemberi waralaba dan penerima waralaba yang melanggar ketentuan dalam Pasal 8, Pasal 10 dan Pasal 11 seperti tersebut diatas, sanksi yang diberikan dapat berupa : a. Peringatan Tertulis Sanksi administratif berupa peringatan tertulis dikenakan kepada pemberi waralaba dan penerima waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10 dan Pasal 11. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paling banyak tiga kali dalam tenggang waktu dua minggu terhitung sejak tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan. b. Denda Sanksi administratif berupa denda, dikenakan kepada pemberi waralaba yang tidak melakukan pendaftaran prospektus penawaran waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 atau penerima waralaba yang tidak melakukan pendaftaran perjanjian waralaba 40 Akbar Arus Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi & Bisnis, Penerbit Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010, hlm 26
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga. Denda sebagaimana dimaksud dikenakan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). c. Pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba Sanksi administratif berupa pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba dikenakan kepada pemberi waralaba yang tidak melakukan pembinaan kepada penerima waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga.