KARAKTERISTIK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT LOKAL DALAM KEBERLANJUTAN PENGEMBANGAN KAWASAN RAWA JOMBOR KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami

BAB 1 PENDAHULUAN. adakalanya turun, bahkan suatu ketika dapat pula mengering. Rawa terbentuk

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI MENDUT KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA RAWA JOMBOR, KLATEN

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004).

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

STUDI PERAN STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN SARANA PRASARANA REKREASI DAN WISATA DI ROWO JOMBOR KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh:

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

IDENTIFIKASI PERAN DAN MOTIVASI STAKE HOLDER DALAM PENYEDIAAN PRASARANA PERMUKIMAN DI WILAYAH PERBATASAN

V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sosial (social development); pembangunan yang berwawasan

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EVALUASI PERAN FORUM KLASTER PARIWISATA CEPOGO SELO SAWANGAN (FCSS) DALAM PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI LOGAM TUMANG BOYOLALI TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA (WANAWISATA) CINDELARAS DI KABUPATEN GROBOGAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kesimpulan dari hasil penelitian berikut dengan beberapa rekomendasi yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT.

PEREMPUAN DALAM PEMANFAATAN AIR SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK TUGAS AKHIR

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kompetensi petani tepi hutan dalam melestarikan hutan lindung perlu dikaji

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN. PAR ini adalah kepanjangan dari Participatory Action Research. Pendekatan PAR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

DAFTAR PERTANYAAN (KUISIONER)

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Kerangka Berpikir

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya air yaitu Air Tanah, saat ini telah menjadi

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN. rencana pembangunan jangka menengah daerah, maka strategi dan arah

BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kuningan berada di provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAGIAN I. PENDAHULUAN

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN SEKITAR KARS GOMBONG SELATAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN WILAYAH TUGAS AKHIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

BAB I PENDAHULUAN. negara ataupun bagi daerah objek wisata tersebut. antara lain unsur budaya, transportasi, akomodasi, objek wisata tersebut

Transkripsi:

KARAKTERISTIK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT LOKAL DALAM KEBERLANJUTAN PENGEMBANGAN KAWASAN RAWA JOMBOR KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR Oleh: SEPTIYATI GANJARSARI L2D 004 352 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

ABSTRAK Kawasan Rawa Jombor sebagai potensi lokal dengan kepemilikan lahan oleh Pemerintah yang didukung adanya izin bagi masyarakat lokal untuk berpartisipasi mengelolanya, telah memberikan manfaat yang signifikan bagi pengembangan aktivitas perikanan keramba dan usaha warung apung. Namun, terkadang muncul berbagai permasalahan akibat pendayagunaan kawasan Rawa Jombor yang dilakukan oleh beberapa orang dengan kepentingan berbeda-beda, bahkan pada tingkat pemerintahan. Hal itu terkadang menjadi penyebab ketidakmaumengertian masyarakat terhadap peraturan yang ditetapkan, termasuk persaingan kurang sehat yang terjadi pada usaha warung apung. padahal, sifat multi fungsi tersebut mengindikasikan pentingnya pengembangan kawasan yang memberikan manfaat keberlanjutan. Hal itu dapat dilakukan strategi pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut melatarbelakangi pentingnya diketahui aktivitas pemberdayaan masyarakat lokal yang dapat memberikan manfaat keberlanjutan, maka dirumuskan pertanyaan penelitian Bagaimana karakteristik pemberdayaan masyarakat lokal dalam keberlanjutan pengembangan kawasan Rawa Jombor Kabupaten Klaten?. Tujuan studi ini mengkaji karakteristik pemberdayaan masyarakat lokal dalam keberlanjutan pengembangan kawasan. Sasaran meliputi analisis keamanan lahan, karakteristik kelompok masyarakat lokal, keterkaitan pihak pemberdaya, aktivitas pemberdayaan masyarakat lokal dan karakteristik pemberdayaan masyarakat lokal dalam keberlanjutan pengembangan kawasan. Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran metode Sequential Exploratory Strategy, yang berarti terdapat penekanan pada pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisis hasil wawancara, survei instansional, telaah dokumen serta observasi (pengamatan). Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menganalisis hasil kuesioner yang diberikan kepada kelompok petani keramba dan pemilik warung apung. Dalam analisis menggunakan metode kualitatif deskriptif, kualitatif normatif dan kuantitatif melalui distribusi frekuensi relatif. Teknik sampling yang digunakan adalah snowball sampling. Terdapat perbedaan upaya pemberdayaan yang dilakukan pihak internal dan eksternal. Pada lingkup internal terdapat potensi untuk terus terjadinya pemberdayaan, dilihat dari kemampuan masyarakat dalam pengembangan kelembagaan, identifikasi kebutuhan dan permasalahan komunitas serta berkerja sama untuk mencapai sasaran. Sedangkan pada lingkup eksternal, upaya keberlanjutan muncul karena adanya stimulus modal dan pendampingan, meskipun demikian keberadaan pihak ekternal tidak mutlak. Walaupun saat ini pihak eksternal telah menyelesaikan kegiatannya, namun masyarakat dapat melanjutkannya secara mandiri. Hingga tahun 2008, terjadi kenaikan signifikan pada anggota petani keramba dengan pendekatan kekeluargaan. Penyebabnya adalah kemauan masyarakat untuk meningkatkan perekonomian melalui pemanfaatan kawasan Rawa Jombor sebagai potensi lokal yang dimiliki, dukungan jaminan kemanan lahan dan dukungan stimulus modal dari pihak eksternal (IOM) tersebut. Berdasarkan hasil analisis diatas, kaitannya dengan manfaat keberlanjutan, keberadaan tokoh masyarakat cukup berpengaruh sebagai awal perolehan stimulus modal dari pihak eksternal dalam pengembangan aktivitas perikanan keramba. Hal tersebut menjadi penyebab ketergantungan masyarakat kepada tokoh tersebut. Sedangkan perkembangan usaha warung apung mengalami hambatan akibat kurang baiknya hubungan sosial kemasyarakatan karena persaingan usaha. Kondisi tersebut memicu perlunya stimulan dari pihak Pemda Kabupaten Klaten untuk meningkatkan aktivitas pada sektor wisata kuliner warung apung dan perikanan keramba yang mampu memberikan multiplier effect dan peningkatan partisipasi antara masyarakat lokal dengan pemerintah. Hal itu dapat dilakukan melalui pengadaan tim terpadu sebagai pihak penghubung. Kata kunci: pemberdayaan, masyarakat lokal, keberlanjutan (aktivitas)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan wilayah (regional development) sangat penting sebagai strategi pembangunan nasional karena tujuannya disesuaikan pada permasalahan serta karakteristik spesifik suatu wilayah, yang ditujukan untuk pendayagunaan potensi serta manajemen sumber daya lokal. Dengan 65% dari total penduduk Indonesia bermukim di daerah pedesaan yang tingkat pendapatannya rendah, serta kurangnya akses terhadap modal usaha dan informasi, mengindikasikan pentingnya pemberian prioritas pembangunan. Dalam prosesnya, hal tersebut harus didasarkan pada analisis kebutuhan masyarakat karena mereka memiliki local knowledge sesuai dengan lingkungan dan prinsip lokalitasnya. Hal tersebut berarti mempersiapkan manusia untuk ikut aktif dalam proses pembangunan yang berkesinambungan (sustainable) yang diarahkan untuk menumbuhkan prakarsa dan partisipasi masyarakat. Pemahaman diatas memberikan kontribusi lahirnya konsep pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat secara tidak langsung merupakan strategi penting untuk mengurangi peluang terjadinya eksploitasi oleh kelompok lain (Suparjan dan Hempri Suyatno, 2003: 11). Dukungan terhadap hal tersebut diatur dalam pranata yang mencakup peraturan (aspek legal), norma-norma berperilaku (unsur nilai), serta aturan main (penegakan) yang diciptakan masyarakat sendiri sebagai pendukung kekuatan partisipasi. Meilantina (2006) juga menyebutkan bahwa pendayagunan suatu potensi perlu didukung oleh pengakuan pemanfaatan dan penguasaan lahan masyarakat lokal dalam perencanaan formal Pemerintah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa aturan main merupakan salah satu kekuatan masyarakat lokal dalam melakukan pengembangan potensi lokal melalui pengkapasitasan (capacity building) sistem nilai sebagai tahapan kedua dalam proses pemberdayaan masyarakat, termasuk dalam mencari penyelesaian atas konflik yang terjadi (Wrihatnolo dan Nugroho Dwidjowijoto, 2007: 4). Kabupaten Klaten sebagai kota Orde III (berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lokal) termasuk dalam WP VIII, memiliki potensi pengembangan kegiatan pertanian, perkebunan, industri, perdagangan dan pariwisata. Dalam konteks agregat, upaya pengembangannya cukup potensial karena terletak di antara dua kota yakni DI Yogyakarta dan Solo. Kecamatan Bayat sebagai SWP IV (berfungsi sebagai daerah konservasi, hutan produksi, pertanian, serta permukiman) yang merupakan salah satu kecamatan miskin di Kabupaten Klaten, bahkan se-propinsi Jawa Tengah telah melatarbelakangi banyaknya kegiatan program pembangunan yang difokuskan pada kecamatan tersebut, salah satunya adalah Desa Krakitan. Wilayah tersebut dianggap sesuai dijadikan sebagai obyek pemberdayaan masyarakat karena sebagai wilayah terbelakang yang memiliki Rawa Jombor, yang dalam konteks intraregional merupakan potensi lokal yang 1

2 diharapkan dapat memiliki kesatuan interaksi antara aktivitas penduduk, perekonomian, serta lingkungan di Kabupaten Klaten. Jika dilihat dari sejarahnya, Rawa Jombor awalnya berupa perkampungan dan rawa kecil yang terletak di dataran rendah dengan fungsi untuk menampung air hujan. Dalam kurun waktu lama, rawa tersebut meluas dan menggusur perkampungan hingga akhirnya terbentuk waduk dan penduduk pindah ke lokasi yang lebih tinggi. Namun, saat ini Rawa Jombor digunakan sebagai sumber irigasi pertanian untuk daerah timur sejak tahun 1967, aktivitas perikanan keramba sejak tahun 1986 dan usaha warung apung sejak tahun 1998, selain adanya perayaan wisata Tradisi Syawalan. Maka, dengan melihat Rawa Jombor sebagai potensi lokal dengan sifat publik, obyek tersebut memiliki peluang dalam pengembangan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang saling mendukung. Dilihat dari aspek ekonomi, Rawa Jombor sebagai potensi lokal diharapkan dapat memberikan peran ganda (multiplier effect) (Setiawan, 2007), salah satunya adalah upaya pengurangan kemiskinan. Peluang pemberdayaan masyarakat kawasan Rawa Jombor mulai terlihat sejak tahun 2006 dengan adanya kepedulian IOM selaku NGO saat pasca gempa bumi Yogya. IOM memberikan bantuan pemulihan ekonomi sesuai dengan potensi Rawa Jombor, yaitu pengembangan sektor perikanan. Saat itu masyarakat tidak mampu menghidupkan aktivitas perikanan keramba akibat kurangnya modal untuk mendirikan kembali keramba yang rusak dan pembibitan. Dalam menjaga keberlanjutan, SMEDC yang dikontrak IOM melakukan pendampingan untuk aktivitas pengguliran dana hibah yang diberikan IOM. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat tersebut memegang peranan penting karena dapat menggambarkan sejauh mana upaya masyarakat lokal sebagai subyek sekaligus obyek pembangunan mampu mengusahakan peningkatan pendapatannya dan pendapatan daerah melalui pemanfaatan potensi yang dimiliki, yaitu sektor perikanan keramba dan pariwisata yang dapat dilihat pada Tabel I.1. TABEL I.1 POTENSI SEKTOR PERIKANAN DAN PARIWISATA KAWASAN RAWA JOMBOR Potensi Tahun 2006 Tahun 2007 Luas lahan perairan perikanan keramba 4.131 m 2 4.590 m 2 Pendapatan sektor pariwisata 109 juta 130 juta Sumber: Sunudi, 2008 Sedangkan dari aspek sosial, Rawa Jombor memiliki lima kebutuhan fungsi, antara lain perikanan, usaha warung apung, irigasi pertanian, tempat wisata, serta menjaga lingkungan hidup. Kondisi tersebut secara langsung merupakan peluang dalam memacu masyarakat lokal untuk ikut berpartisipasi. Guna mempermudah pengorganisasian pada masing-masing kebutuhan fungsi, maka diwujudkan melalui pembentukan wadah kelompok sesuai dengan aktivitas mata pencaharian, yaitu petani keramba dan

3 pemilik warung apung yang difasilitasi oleh institusi lokal, seperti Sub Dinas Pengairan, Sub Dinas Perikanan, Kantor Pariwisata, IOM dan SMEDC untuk mendorong tindakan bersama terhadap proses pembangunan di lingkungannya. Manfaat adanya kelompok-kelompok tersebut adalah adalah keikutsertaan masyarakat lokal dalam musyawarah desa serta penyuluhan-penyuluhan yang diberikan oleh NGO maupun Pemerintah. Sikap partisipatif tersebut secara tidak langsung mampu memunculkan rasa bangga dalam diri masyarakat lokal. Disisi lain, Rawa Jombor merupakan potensi lokal alam yang dapat dijadikan sebagai penopang kelestarian lingkungan hidup karena adanya aktivitas perikanan keramba dan irigasi pertanian. Dukungan terhadap lingkungan tersebut diperkuat dengan adanya Surat Keputusan tentang Izin Pemakaian Tanah Pengairan, yang menyebutkan bahwa bagi pemegang izin tidak diperkenankan menggunakan tanah diluar peruntukannya, mendirikan bangunan permanen, memasang lampu dengan aliran listrik di lokasi perairan Rawa Jombor, menanam tanaman keras/ turus untuk pagar keramba, serta membuang limbah/ kotoran hewan ke lokasi perairan Rawa Jombor. Melihat adanya potensi pengembangan kawasan Rawa Jombor melalui pemberdayaan masyarakat yang dapat memberikan manfaat pada ekonomi dan masyarakat lokal, mengindikasikan bahwa peranannya cukup penting. Dengan demikian, hal tersebut mendasari dilakukannya studi mengenai Karakteristik Pemberdayaan Masyarakat Lokal dalam Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Rawa Jombor Kabupaten Klaten. 1.2 Perumusan Masalah Kabupaten Klaten yang memiliki banyak potensi lokal, seyogyanya dalam upaya pengembangannya dilakukan secara berkelanjutan melalui strategi pemberdayaan masyarakat sebagai proses masyarakat yang tinggal pada lokasi tertentu yang mengembangkan prakarsa untuk melaksanakan tindakan sosial guna mengubah situasi ekonomi, sosial, budaya atau lingkungannya. Konsep tersebut menyebutkan bahwa strategi pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu bentuk penerapan konsep berkelanjutan (yang mensyaratkan adanya sumber daya manusia sebagai pelaksana pembangunan) dan konsep pengembangan wilayah (yang mengandung unsur pembangunan ekonomi dan manusia). Namun terkadang proses tersebut terhalang oleh adanya benturan kepentingan antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya sehingga menimbulkan konflik dimana satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain sehingga mereka tidak berdaya (powerless). Emila dan Suwito (2006), mencontohkan lahan sebagai potensi lokal tersebut dalam pendayagunaannya tidak jarang memicu permasalahan, terkait dengan adanya orang atau kelompok orang yang berbeda-beda namun memiliki hak pada sumber daya yang sama, yang biasa dikenal dengan istilah tenure system is a bundle of rights. Kondisi demikian mengindikasikan pentingnya jaminan keamanan lahan (tenure security) karena tanpa adanya jaminan keamanan akan hak-haknya, para pihak yang memanfaatkan dikhawatirkan mendapatkan