KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 516/KA. 604/DRJD/2002 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PENGUJIAN BANTALAN BETON UNTUK TRACK JALAN KERETA API SEPUR 1435 MM MENGGUNAKAN STANDAR UJI AREMA

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.2891 / AJ.405 / DRJD / 2007 SKK.747/HM.101/DRJD/2005 TENTANG

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.4285/AJ.402/DRJD/2007

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR: SK 3229/AJ 401/DRJD/2006 TENTANG TATA CARA PENOMORAN RUTE JALAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.2892 / AJ.405 / DRJD / 2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM. 36 TAHUN 2011 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

BAB I PENDAHULUAN 1.2. JENIS PEMBANGUNAN JALAN REL

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.3315/AJ.405/DRJD/ /HM.101/DRJD/2005 TENTANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.1187/HK.402/DRJD/2002

METODE PENGUJIAN KUAT LENTUR NORMAL DENGAN DUA TITIK PEMBEBANAN BAB I DESKRIPSI

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038)

PENGUJIAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG KONVENSIONAL

TULANGAN GESER. tegangan yang terjadi

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

REKAYASA JALAN REL MODUL 3 : KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL DAN PEMBEBANANNYA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : 1453/HK.402/DRJD/2005

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya -Krian

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertulang, mulai dari jembatan, gedung - gedung perkantoran, hotel,

tegangan pada saat beban transfer dan layan. Saat transfer, ketika beton belum

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN

b. bahwa dalam rangka kebutuhan transportasi dan penanggulangan muatan lebihdi pulau Jawa, diperlukan penetapan kelas jalan;

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memikul tekan pada semua beban bekerja distruktur tersebut.

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. JEMBATAN FLY OVER RAWABUAYA 4.2. ANALISIS STRUKTUR

KULIAH PRASARANA TRANSPORTASI PERTEMUAN KE-8 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2889/AJ.402/DRJD/2007 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REKAYASA JALAN REL. MODUL 4 : Penambat rel dan balas PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

PERHITUNGAN PLAT LANTAI (SLAB )

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

BENTUK, WARNA DAN UKURAN SURAT PERSETUJUAN PENGANGKUTAN ALAT BERAT DAN PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

Perencanaan Lengkung Horizontal Jalan Rel Kandangan-Rantau Provinsi Kalimantan Selatan

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan di atas, perlu ditetapkan Persyaratan Teknis Sabuk Keselamatan dengan Keputusan Menteri Perhubungan;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

2016, No Pelayanan Kelas Ekonomi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin

KEPUTUSAN DI REKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.1858/ HK.402/ DRJD/ 2003

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN KAYU DI LABORATORIUM

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I. 1 Data Kecelakaan Kereta Api

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Per

menahan gaya yang bekerja. Beton ditujukan untuk menahan tekan dan baja

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pe

2 2015, No.322 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722) 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publi

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

BAB III LANDASAN TEORI

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pe

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 85 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERLAKUAN KEWAJIBAN MELENGKAPI DAN MENGGUNAKAN SABUK KESELAMATAN

MESIN PEMINDAH BAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 49 TAHUN 2014 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 516/KA. 604/DRJD/2002 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN BANTALAN BETON MONOBLOK DENGAN PROSES PRETENSION DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin keandalan, keselamatan dan keamanan prasarana kereta api, maka diperlukan petunjuk teknis penggunaan bantalan beton monoblok dengan proses pretension; b. bahwa sehubungan dengan huruf a, perlu ditetapkan petunjuk teknis penggunaan bantalan beton monoblok dengan proses pretension dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor. 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor. 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3479); 2. Peraturan Pemerintah Nomor. 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3777); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1998 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 189,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3795); 4. Keputusan Presiden Nomor. 136 Tahun 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 175 tahun 1999; 5. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 52 tahun 2000 tentang Jalur Kereta Api 6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 24 tahun 2002 tentang Organisasi dan tata Kerja Departemen Perhubungan. MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PENGGUNAAN BANTALAN BETON MONOBLOK DENGAN PROSES PRETENSION

Pasal 1 (1) a. Panjang bantalan beton adalah 2.000 mm dengan toleransi + 4 mm dan - 2mm. b. lebar maksimum 260 mm dengan toleransi + 3 mm dan - 1 mm. c. Tinggi maksimum 220 mm dengan toleransi + 3mm dan - 0 mm. (2) Bentuk penampang bantalan beton harus menyerupai trapesium dengan luas penampang bagian tengah bantalan beton tidak kurang dari 85 % dari luas penampang bagian bawah rel. (3) Luas permukaan dasar bantalan minimum 0,48 m 2 dan permukaannya dikasarkan. (4) Gambar bantalan beton lihat lampiran I. Pasal 2 Penulangan bantalan beton menggunakan sistem prategang (pretension) dengan menggunakan angkur permanen pada setiap bantalannya. Pasal 3 Mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan karakteristik tidak kurang dari 500 kg / cm2, mutu baja untuk tulangan geser tidak kurang dari U-24 dan mutu baja prategang di tetapkan dengan tegangan putus minimum sebesar 17000 kg cm 2. Pasal 4 1) Pada jalur lurus digunakan bantalan beton dengan lebar sepur 1067 mm, dan untuk daerah lengkungan dengan radius lebih kecil dari 600 m, digunakan bantalan dengan kombinasi lebar sepur 1072, 1077, 1082 atau 1087. 2) Untuk lengkungan.dengan radius lebih kecil dari 200 m, bantalan beton harus mampu menahan beban yang bekerja pada Rail Guard. Pasal 5 Pusat berat baja PRETENSION diusahakan sedekat mungkin dengan pusat beton. Pasal 6 Pemeriksaan dan pengujian bantalan beton dilaksanakan : a. Terhadap bantalan beton yang diproduksi oleh pabrikan bantalan beton baru. b. Terhadap bantalan beton yang sudah disyahkan penggunaannya namun diproduksi ditempat/lokasi lain dari tempat semula.

Pasal 7 1) Pemeriksaan dan pengujian bantalan beton dilaksanakan di laboratorium independen yang terdiri atas : - uji beban statis - uji beban dinamis (uji berulang) - uji cabut (rincian pelaksanaan pengujian lihat lampiran II) 2) Pemeriksaan dan pengujian bantalan beton dilaksanakan di lapangan (test track), dilaksanakan selama minimum satu tahun, dan panjang test track minimal lima ratus meter maksimal seribu meter. Pasal 8 Pemeriksaan dan pengujian di laboratorium untuk bantalan beton prategang dengan proses pretension harus memenuhi persyaratan : a. Mampu memikul momen minimum sebesar + 1500 kgm pada bagian bawah rel. b. mampu memikul momen minimum sebesar - 765 kgm pada bagian tengah bantalan. Pasal 9 Pemeriksaan dan pengujian di lapangan/test track untuk bantalan beton harus memenuhi persyaratan tidak terjadi perubahan bentuk, crack dan deformation. Pasal 10 Pemeriksaan dan pengujian di laboratorium untuk bantalan beton yang sudah disyahkan penggunaannya dilakukan secara berkala / periodik di laboratorium independen untuk setiap pencapaian produksi sebanyak sepuluh ribu batang atau minimal satu tahun sekali dan disaksikan oleh Petugas dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Pasal 11 Ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan sebelumnya, sepanjang tidak bertentangan dengan petunjuk teknis ini masih tetap berlaku. Pasal 12 Hal-hal lain yang belum diatur dalam keputusan ini akan diatur kemudian dengan keputusan tersendiri.

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Pasal 13 Ditetapkan di : Jakarta Pada Tanggal : 5 Juli 2002 DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Ttd Ir. ISKANDAR ABUBAKAR. MSc NIP. 120 092 889 Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth: 1. Menteri Perhubungan; 2. Sekjen, Irjen, para Dirjen dan para Kepal Badan di lingkungan Departemen Perhubungan; 3. Sekditjen Perhubungan Darat; 4. Direktur Perkeretaapian, Ditjen Perhubungan Darat; 5. Direktur Utama PT. Kereta Api (persero).

LAMPIRAN I : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 576/KA.604/DRJD/2002 TANGGAL : 5 Juli 2002 GAMBAR BANTALAN BETON

LAMPIRAN II : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 576/KA.604/DRJD/2002 TANGGAL : 5 Juli 2002 JENIS-JENIS PENGUJIAN PADA BANTALAN BETON & SISTEM PENAMBATNYA No Jenis Pengujian Sketsa Pengujian Posisi Beban/ Tumpuan (mm) A. Beban Statis Pada Bantalan 1. Beban vertikal positif di dudukan rel. B = 285 mm C = 57 mm Momen Kg.m Beban kg Prosedur 1,500 13,139 Bantalan dibebani secara bertahap dengan kecepatan maksimum 2243 kg/menit hingga tercapai beban disain, dan beban ditahan selama 3 menit Syarat Selama beban P disain ditahan 3 menit : Tidak ada retak Struktural 2. Beban vertikal negative di dudukan rel B = 285 mm C = 76 mm 750 7,166 Bantalan dibebani secara bertahap dengan kecepatan maksimum 2243 kg/menit hingga tercapai beban disain, dan beban ditahan selama 3 menit Selama beban P disain ditahan 3 menit : Tidak ada retak Struktural 3. Momen positif di tengah bantalan B = 572 mm C = 76 mm 660 2,661 Bantalan dibebani secara bertahap dengan kecepatan maksimum 2243 kg/menit hingga tercapai beban disain, dan beban ditahan selama 3 menit Selama beban P disain ditahan 3 menit : Tidak ada retak Struktural

No Jenis Pengujian Sketsa Pengujian Posisi Beban/ Tumpuan (mm) Momen Beban Prosedur Syarat Kg.m kg A. Beban Statis Pada Bantalan 4. Momen negative di tengah bantalan B = 572 mm C = 76 mm 930 3,750 Bantalan dibebani secara bertahap dengan kecepatan maksimum 2243 kg/menit hingga tercapai beban disain, Selama beban P disain ditahan 3 menit : Tidak ada retak Struktural dan beban ditahan selama 3 menit

JENIS-JENIS PENGUJIAN PADA BANTALAN BETON & SISTEM PENAMBATNYA No Jenis Pengujian Sketsa Pengujian Posisi Beban/ Tumpuan (mm) B. Beban Berulang & Beban Ultimit Pada Bantalan 1. Beban Berulang di dudukan rel B. B = 285 mm C = 57 mm Momen (M) kg.m Beban (P) kg Prosedur 1,500 13,139 1) Bantalan dibebani hingga retak sampai posisi wire terbawah. 2) Bantalan diberi beban berulang selama 3 juta siklus dengan beban P min. = 1.815kg & P max, (1,1P) = 14.453 kg Syarat Setelah dibebani selama 3 juta siklus, bantalan masih mampu menahan beban 2. Beban Ultimit di dudukan rel A (Dilakukan setelah pengujian beban berulang selesai, dan pada bantalan yang sama) B = 285 mm C = 57 mm 1,500 13,139 1) Bantalan dibebani 1,5 P = 19.709 kg, dan ditahan selama 5 menit 2) kemudian bantalan dibebani hingga beban maksimum yang dapat dicapai Bantalan mampu menahan beban 1,5 P selama 5 menit (bantalan tidak runtuh/hancur) Beban maksimum yang dapat dicapai dicatat sebagai beban ultimitnya

JENIS-JENIS PENGUJIAN PADA BANTALAN BETON & SISTEM PENAMBATNYA No Jenis Pengujian Sketsa Pengujian Beban Uji (P) kg C. Pengujian Pada Bantalan & Sistem Penambatnya 1. Pengujian Cabut INSERT (shoulder / bahu bantalan) Prosedur 5,443 1) Masing-masing "insert" diuji tersendirl secara terpisah 2) Pada "insert" beban diberikan beban hingga P = 5443 kg dan ditahan selama 3 menit, kemudian Syarat Keempat "Insert" dapat menahan behan, tanpa terjadi deformasi tetap beban di-nol-kan kembali 3) Selama pembebanan direkam grafik beban Vs deformasinya 2. Pengujian Angkat Sistem Penambat Rel Catatan: Jarak garis kerja gaya ke clamp menurut Standar AREA adalah 200mm, tetapi oleh karena adanya insert yang lain maka jarak tersebut tidak dapat dipenuhi dan jarak yang digunakan adalah 160mm, 1,5 Pt 1) Beban dinaikan hingga terjadi pemisahan antara rel dg rail-pad atau antara rail-pad dg muka bantalan (mana yang lebih dulu) Besaran beban tersebut dicatat, dan beban di-nol-kan kembali. 2) Dihitung beban uji Pt = Beban terukur pada pemisahan + berat bantalan + berat rangka 3) Bantalan dibebani 1,5 Pt (tetapi tidak lebih dari 4.536 kg) Pada beban 1,5 Pt : insert tidak tercabut / lepas tidak ada komponen dari sistem penambat yang patah/ pecah/ runtuh rel tidak terlepas