Laporan KPPIP Juni Juli 2015

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN SEKRETARIS EKSEKUTIF KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP)

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU)

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN TENAGA PENDUKUNG ADMINISTRASI RESEPSIONIS KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP)

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN TENAGA PENDUKUNG LAINNYA/PETUGAS ENTRI DATA KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP)

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

PENGAMANAN FISKAL MELALUI POLA PEMBAGIAN RISIKO ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

PERCEPATAN PROYEK INFRASTRUKTUR KPBU SPAM UMBULAN MENCAPAI FINANCIAL CLOSE DALAM 6 BULAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

Perkembangan Infrastruktur Indonesia

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 107 TAHUN 2014 TENTANG

Daftar Isi. Kata Pengantar. Bab 1 Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas 1. Bab 2 Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia 7

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah

RISALAH RAPAT. Pembahasan tindak lanjut RATAS PSN di Provinsi Kalimantan Timur

Daftar Isi. Kata Pengantar. Bab 1 Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas 1. Bab 2 Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia 7

, No.2063 melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan Menteri Keuangan menyediakan Dukunga

Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference. Development. Jakarta, 2 September 2015

PENGELOLAAN RISIKO DALAM PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN. Oleh: Sinthya Roesly, S.T., M.M., M.B.A., M.Eng.Sc.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN NOMOR 129 TAHUN 2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Alternatif Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Daerah

2012, No

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Materi Paparan Menteri ESDM

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Mengapa KPBU?

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RISALAH RAPAT. : Pembahasan tindak lanjut RATAS PSN di Provinsi Sumatera Utara

I. Permasalahan yang Dihadapi

Direktorat Bina Investasi Infrastruktur Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umumdan Perumahan Rakyat 2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG

PEMBAHASAN KERANGKA PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

FAQ. bahasa indonesia

BAB II EKSISTENSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) DALAM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA. A. Pengertian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

KOORDINASI PENGAWALAN PENGGUNAAN DANA DESA 2017

2015, No Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Ta

MEMAHAMI PROJECT BASED SUKUK (PBS)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

1 of 9 21/12/ :39

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR [*] TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Percepatan Kebijakan Satu Peta pada Skala 1:50.000

Materi. Perkenalan KPPIP. Pencapaian KPBU dan Key Success Factors

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MEKANISME PELAKSANAAN PROYEK KPBU OLEH PEMERINTAH DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

Aspek Perpajakan Viability Gap Fund 1

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR NOMOR : PER- 01 /M.

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DITJEN BINA KEUANGAN DAERAH

Assalamualaikum Wr. Wb.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH

D I R E K T O R A T J E N D E R A L B I N A K O N S T R U K S I K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K Y A T

2018, No Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerint

KPBU sebagai Skema Pengadaan Infrastruktur Yang Akuntabel, Transparan dan Kompetitif

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN INFORMASI JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN BUMN

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2017, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 12 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyiapan Infrastrukt

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan umum pembangunan nasional adalah mempercepat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

Laporan KPPIP Juni 2014 - Juli 2015

Daftar Isi DAFTAR ISI i UCAPAN TERIMA KASIH ii SAMBUTAN MENKO PEREKONOMIAN iii BAB 1 RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA 1 BAB 2 KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP) 11 BAB 3 DAFTAR PROYEK PRIORITAS KPPIP 2015 23 BAB 4 SINKRONISASI REGULASI TERKAIT INFRASTRUKTUR 105 BAB 5 RENCANA KPPIP KE DEPAN 115 DAFTAR ISTILAH 121 DAFTAR GAMBAR 123 i

Ucapan Terima Kasih Laporan pelaksanaan KPPIP ini disusun dalam rangka memenuhi amanat Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 pasal 29. Pada Laporan yang pertama ini, informasi yang disajikan adalah informasi pencapaian KPPIP yang efektif beroperasi sejak Januari 2015. Laporan ini dapat terwujud berkat dukungan informasi yang telah diberikan berbagai pihak dari jajaran dan pejabat Kementerian dan Lembaga terkait, jajaran dan pimpinan Pemerintah Daerah, serta jajaran dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara/Daerah. Selain memberikan informasi terkini secara lengkap, berbagai pihak di atas juga terlibat secara aktif dalam upaya mendukung percepatan implementasi pembangunan infrastruktur dari mulai persiapan teknis dan regulasi, melakukan debottlenecking untuk memfasilitasi penyelesaian masalah koordinasi yang dihadapi, sampai dengan percepatan implementasi proyek-proyek prioritas. Secara khusus, laporan ini tidak akan tersusun tanpa dukungan dan pembinaan oleh Yang Terhormat: Dr. Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua KPPIP; Dr. Sofyan Djalil, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional yang merupakan mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; Dr. Rizal Ramli, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Dr. Dwisuryo Indroyono Soesilo, mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman; Dr. Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan selaku anggota KPPIP; Drs. Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang selaku anggota KPPIP; Dr. Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Wakil Ketua Tim Pelaksana KPPIP; Dr. Ir. Ridwan Djamaluddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman; Dr. Ir. Dedy S. Priatna, mantan Deputi Sarana dan Prasarana, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional; Prof. Dr. Budi Mulyanto, Direktur Jenderal Pengadaan Tanah selaku anggota Tim Pelaksana KPPIP; dan Dr. Ir. Wahyu Utomo, Staf Ahli Pembangunan Daerah selaku Sekretaris Tim Pelaksana KPPIP. Berdasarkan berbagai arahan yang telah diperoleh dari para petinggi di atas, naskah laporan ini disusun oleh Sekretariat Tim Pelaksana dan para profesional dalam Project Management Office (PMO) KPPIP, dengan dukungan Tusk Advisory. Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran profesional dan tim konsultan yang telah menyiapkan naskah laporan pelaksanaan yang sangat komprehensif ini. Sekali lagi, dengan perasaan yang tulus, kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas dukungan dan kerjasamanya. Marilah kita terus bekerja keras untuk bersama membangun infrastruktur yang berkualitas demi kejayaan negeri kita tercinta di masa yang akan datang. Luky Eko Wuryanto Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Selaku Ketua Tim Pelaksana KPPIP ii

Sambutan Menko Perekonomian Assalamuálaikum Wr. Wb., Dalam membangun sebuah negara dan bangsa, apapun tahapan kemajuannya, penyediaan dan pembangunan infrastruktur senantiasa memiliki peran yang strategis. Hal tersebut adalah karena pembangunan infrastruktur adalah tugas hakiki dari sebuah pemerintahan. Bila pada tahap awal kemajuan ekonomi, sebagian pembangunan umumnya diarahkan untuk lebih besar pada penyediaan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan dasar, maka seiring dengan peningkatan kemajuan ekonomi, konsentrasinya perlu dititikberatkan pada peningkatan kapasitas dan kehandalan sedemikian rupa hingga dapat mendorong daya saing ekonomi dan pada akhirnya mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Tersedianya infrastruktur yang handal dan berkualitas, sering digunakan sebagai ukuran yang representatif untuk menakar kualitas hidup atau kondisi yang sering diyakini menggambarkan kesejahteraan sebuah masyarakat. Walaupun terkesan klise, hal tersebut sesungguhnya benar adanya karena dengan hanya melalui sediaan infrastruktur yang akses dan kualitasnya senantiasa memadai sesuai perkembangan ekonomi, masyarakat pada akhirnya memiliki banyak pilihan untuk melakukan usaha, bertempat tinggal ataupun hanya sekedar memilih cara bersosialisasi. Dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo dewasa ini, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu prioritas utama. Hal tersebut tercermin dari tingginya target-target pencapaian sebagaimana dirumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 2019. Perwujudan target dari kebijakan pembangunan infrastruktur tersebut tentunya membutuhkan kerja keras dan komitmen yang tinggi. Belajar dari pengalaman selama ini, berbagai langkah terobosan untuk mempercepat implementasinya sangat diperlukan, bahkan merupakan prasyarat mutlaknya. Salah satu langkah penting yang telah dilakukan pemerintah adalah menerbitkan Perpres No. 75 Tahun 2014 tentang Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas dimana Menteri Koordinator Perekonomian menjadi Ketuanya. Mandat utama dari Komite ini adalah merevitalisasi berbagai kebijakan pembangunan infrastruktur terkait dalam rangka mendorong percepatan ke arah impelementasi sekaligus memperluas berbagai potensi pendanaan di luar pemerintah. Selain itu, mandat lain yang tidak kalah pentingnya adalah mengawal pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur yang dikategorikan sebagai infrastruktur prioritas, mulai dari proses perencanaan, penetapan skema pendanaan yang paling efisien dan efektif, sampai pada fasilitasi koordinasi penyelesaian masalah untuk percepatan implementasi. Komite ini telah mulai aktif menjalankan tugaskan sejak awal tahun 2015 dan sejumlah langkah konkrit telah dilakukan, baik pada tataran kebijakan maupun pada tataran koordinasi untuk penyelesaian masalah operasional. Memang belum semuanya menghasilkan kemajuan sebagaimana diharapkan, namun setidaknya dengan mekanisme kerja yang disusun berdasarkan standard operating procedure yang dipelajari dari pengalaman terbaik internasional, langkah yang telah dilakukan ini ternyata banyak mendapatkan sambutan positif tidak hanya dari dalam negeri saja, melainkan juga dari masyarakat internasional. Beberapa lembaga keuangan dan konsultansi internasional berminat untuk bekerjasama dengan KPPIP. iii

Berbeda dengan pola pembentukan tim koordinasi pada umumnya, KPPIP diperkuat dengan bantuan para profesional dan konsultan yang ahli dalam bidangnya. Bahkan dalam beberapa tugas penyiapan proyek ataupun evaluasi terhadap proposal proyek prioritas yang diusulkan oleh Kementerian terkait, KPPIP menggunakan konsultan internasional yang memiliki reputasi dan kompetensi tinggi. Laporan pelaksanaan pertama ini disusun untuk periode paruh pertama 2015. Dari materi yang telah disusun, saya mengharapkan agar semua pihak dapat mempelajari mana langkah-langkah yang baik dan efektif ataupun mana langkah-langkah yang perlu diperbaiki. Saya bahkan berharap bahwa para pemangku kepentingan terkait dapat memberikan masukan demi perbaikan kinerja KPPIP di masa akan datang. Dengan harapan ini, kita tidak selalu terus mulai dari awal. Keberhasilan membangun infrastruktur umumnya berdimensi jangka panjang. Oleh karenanya kebijakan yang dikembangkan perlu terus dijaga agar senantiasa konsisten dan berkelanjutan. Wassalamuálaikum Wr. Wb., Darmin Nasution Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua KPPIP iv

RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA 1

Pendahuluan Indonesia merupakan perekonomian terbesar ke-16 dunia dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang hampir mencapai USD 1 Triliun. Berdasarkan kajian Goldman Sachs Global Investment Research tahun 2009, pendapatan per kapita Indonesia diprediksi akan meningkat menjadi sebesar USD 14.900 pada tahun 2025 (peringkat 12 dunia) serta USD 46.900 pada tahun 2045 (peringkat 7 atau 8 dunia). Jika sesuai dengan rencana Pemerintah, maka Indonesia akan masuk ke dalam negara kategori high income country pada tahun 2025, namun hal ini akan sangat tergantung kepada pertumbuhan ekonomi yang salah satunya didukung dengan perkembangan penyediaan infrastruktur di Indonesia (RPJMN 2015-2019, 2015). Indonesia memiliki kemampuan dasar yang diperlukan untuk mencapai target tersebut berupa sumber daya alam yang berlimpah, lokasi yang strategis, dan jumlah penduduk yang besar (tenaga kerja dan pasar yang besar) namun perlu disadari bahwa potensi yang dimiliki Indonesia untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia tidak serta merta bisa terwujud. Terdapat tantangan-tantangan yang perlu dihadapi, yaitu sebagai berikut: 1. Saat ini Indonesia sedang dilanda fase krisis infrastruktur sebagaimana tercermin dalam beberapa indikator seperti Global Competitiveness Index (World Economic Forum, 2014) serta logistics performance index tahun 2014 sebagai berikut: a. b. Biaya logistik di Indonesia mencapai 17% dari total biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha. Angka itu tergolong paling boros dibanding biaya logistik di Malaysia yang hanya 8%, Filipina 7% dan Singapura 6%; Biaya logistik di Indonesia mencapai 24% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) dan merupakan biaya logistik paling tinggi di kawasan Asia Tenggara (Bank Dunia, 2013). Tingginya biaya logistik secara langsung mengurangi daya saing produk-produk ekspor Indonesia akibat dari tingginya biaya produksi di dalam negeri. 2. 3. Keterbatasan infrastruktur: Berdasarkan Global Competitiveness Index tahun 2014-2015, penyediaan infrastruktur di Indonesia masih berada pada peringkat 56 dari 144 negara. Peringkat tersebut masih jauh di bawah Singapura yang menempati peringkat 2 dan Malaysia yang menempati peringkat 25. Keterbatasan ketersediaan anggaran pembiayaan infrastruktur: Anggaran untuk infrastruktur di Indonesia baru dialokasikan sebesar 5% dari PDB Indonesia di tahun 2015 dan di tahun-tahun sebelumnya hanya 2-3%. Sebagai perbandingan, Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) menganggarkan setidaknya 8-10% dari PDB. (Bank Dunia, 2013) Peningkatan daya saing suatu negara berbanding lurus dengan prospek pertumbuhannya, sedangkan infrastruktur merupakan pendorong adanya pertumbuhan ekonomi. Global Competitiveness Index di atas menunjukkan bahwa peningkatan daya saing infrastruktur Indonesia masih belum dapat mendongkrak potensi daya saing Indonesia secara keseluruhan. Oleh karenanya, penyusunan rencana pembangunan infrastruktur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 diupayakan untuk menjawab defisit infrastruktur di Indonesia sekaligus mencapai target Nawacita dari Pemerintah. Dalam rangka meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, Pemerintah menargetkan pembangunan dan pengembangan infrastruktur meliputi pembangunan 10 pelabuhan container baru, revitalisasi 6 pelabuhan sebagai hub internasional (Belawan, Makassar, Sorong, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Bitung), pengembangan 76 rute perintis, pembangunan 2.000 km jalan baru, pengembangan bandar udara khusus barang, pembangunan 10 kawasan industri baru beserta hunian untuk tenaga kerjanya, pembangunan dan modernisasi 5.000 pasar tradisional, disertai dengan pendirian bank infrastruktur. Target Nawacita ini kemudian disusun dan dimasukkan dalam rencana pembangunan infrastruktur dalam RPJMN 2015-2019. 3

A. Rencana Pembangunan Infrastruktur Sesuai RPJMN 2015-2019 Inisitatif untuk melakukan perubahan dalam rangka menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 sesungguhnya telah menjadi dasar penyusunan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Melalui Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011, esensi dari MP3EI menekankan pada inisiatif perubahan dalam pengelolaan pengembangan potensi daerah melalui koridor ekonomi, konektivitas nasional melalui sinkronisasi rencana aksi nasional terkait infrastruktur dan regulasi dan kemitraan melalui dukungan pihak swasta melalui skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Dalam rangka mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur, Pemerintah Indonesia telah menetapkan RPJMN dengan rumusan arahan prioritas kebijakan pembangunan infrastruktur periode 2015-2019 sesuai yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden No.3 Tahun 2015. Ketersediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan kemajuan ekonomi masih terbatas dimana hal ini merupakan hambatan utama untuk memanfaatkan peluang dalam peningkatan investasi serta menyebabkan tingginya biaya logistik. Dalam rumusan RPJMN 2015-2019, Pemerintah Indonesia telah membagi arahan prioritas kebijakan pembangunan infrastruktur guna menjawab sejumlah permasalahan meliputi kondisi jalan yang tidak memadai, terbatasnya pembangunan jalur kereta api, kinerja pelabuhan yang tidak berdaya saing, rendahnya rasio ketenagalistrikan dan terbatasnya kapasitas sumber air. Menanggapi permasalahan tersebut, Pemerintah telah menyusun target pencapaian pembangunan dan peningkatan infrastruktur sebagai berikut: Indikator 2014 (Baseline) 2019 Rasio Elektrifikasi Konsumsi Listrik per kapita Akses Air Minum Layak Akses Sanitasi Layak Kondisi Mantap Jalan Nasional Jalan Nasional Jalan Baru Jalan Tol Jalur Kereta Api Jumlah Pelabuhan Dwelling Time Pelabuhan Jumlah Bandara On-Time Performance Penerbangan Kab/Kota yang Dijangkau Broadband Jumlah Dermaga Penyeberangan Pangsa Pasar Angkutan Umum Perkotaan Kapasitas Air Baku Nasional Jumlah Waduk Unit Regasifikasi Onshore Pembangunan FSRU Jaringan Pipa Gas Unit SPBG Jumlah Rumah Tersambung Jaringan Gas Kota Pembangunan Kilang Baru 81,5% 843 KWh 70% 60.5% 94% 38.570 km 1.028 km 260 km 5.434 km 278 6-7 hari 237 75% 82% 210 23% 41,44 m /det 21 waduk 0 2 11.960 km 40 200.000 0 100% 1.200 KWh 100% 100% 99% 46.770 km 2.650 km 1.000 km 8.692 km 450 3-4 hari 252 95% 100% 270 32% 118,6 m /det 49 waduk 6 3 17.960 km 118 1.000.000 2 3 3 (Sumber: RPJMN 2015-2019, 2015) B. Permasalahan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia Dalam tahapan penyiapan dan pelaksanaan penyediaan infrastruktur, terdapat sejumlah permasalahan yang menjadi tantangan realisasi penyediaan infrastruktur di Indonesia. Adapun hambatan yang dimaksud meliputi: 1. Kurangnya koordinasi terkait pendistribusian 4. kewenangan dan pengambilan keputusan; 2. 3. Ketidaksesuaian perencanaan pendanaan dengan kebutuhan implementasi; Sulitnya proses pengadaan dan pembebasan lahan; 5. Kurang memadainya kapasitas Kementerian/ Lembaga dan/atau Penanggung Jawab Proyek dalam penyediaan infrastruktur terutama yang dilaksanakan dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU); Lambatnya proses penyusunan peraturan dan keberadaan peraturan yang tumpang tindih sehingga menghambat investasi. 4

1. Kendala dalam Pendistribusian Kewenangan dan Pengambilan Keputusan Penerapan desentralisasi kewenangan dan pengambilan keputusan sejak Indonesia memasuki era reformasi tidak diikuti dengan kesiapan kapasitas, seperti kepegawaian dan alokasi pendanaan, dari aparatur di tingkat daerah. Tingginya jumlah proyek infrastruktur di daerah secara langsung mengharuskan Pemerintah Daerah untuk berperan sebagai penanggung jawab dan pelaksana proyek. Pembagian tanggung jawab Pemerintah Daerah pada dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Baik Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki tanggung jawab untuk menentukan rencana pembangunan dan tata ruang, menyediakan fasilitas dan infrastruktur publik dan memegang kendali atas dampak lingkungan. Selanjutnya, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dengan amandemen Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 mengatur pedoman terkait standar minimum pelayanan dimana standar ini dapat dijadikan acuan oleh Pemerintah Daerah untuk melaksanakan perencanaan infrastruktur. Ketika kebutuhan dasar infrastruktur tidak dapat dipenuhi oleh Pemerintah Daerah, pada dasarnya Pemerintah Pusat memiliki kewenangan untuk memberikan hukuman dan sanksi kepada Pemerintah Daerah, namun tidak terdapat pedoman yang jelas bagi Pemerintah Pusat terutama bagi Kementerian untuk memberikan hukuman dan sanksi tersebut. Kondisi ini menyebabkan penyiapan dan pelaksanaan penyediaan infrastruktur terhambat. Tidak hanya kendala pada Pemerintah Daerah semata, melainkan juga belum terciptanya koordinasi lintas kementerian dan lembaga pemerintah di tingkat pusat yang turut menghambat dalam proses pelaksanaan proyek. Sebagai contoh, penetapan skala prioritas suatu proyek seringkali tidak dikoordinasikan antar kementerian dan lembaga di tingkat pusat. Akibatnya, pelaksanaan proyek seringkali terhambat atau mengalami penundaan bahkan pembatalan karena tidak memperoleh dukungan dari seluruh instansi terkait. 2. Ketidaksesuaian Perencanaan Pendanaan dengan Kebutuhan Implementasi Proyek Hambatan dalam penyediaan infrastruktur juga mencakup pengalokasian dana untuk memenuhi kebutuhan implementasi proyek. Besarnya anggaran yang dibutuhkan seringkali membuat sebuah proyek infrastruktur memperoleh pendanaan lebih dari satu sumber. Sebagai contoh, sebuah proyek menggunakan sumber pendanaan dari APBN, APBD dan Badan Usaha. Tidak sinkronnya jadwal penganggaran, pelaksanaan pengadaan tanah dan lelang badan usaha dapat mengakibatkan terhambatnya penyediaan proyek karena tidak tersedianya dana saat implementasi. Kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menunjukan bahwa dengan kebutuhan total investasi sebesar Rp 4.792,6 Triliun untuk tahun 2015 2019, dana APBN dan APBD hanya dapat memenuhi Rp 1.978 Triliun (41,52%) sehingga dibutuhkan skema pendanaan alternatif yang bersumber dari BUMN (Rp 1.066 Triliun atau 22,23%) dan investasi swasta (Rp 1.751 Triliun atau 36,52%). Perencanaan yang baik terkait proyek dan sumber pendanaannya sangatlah penting agar APBN dan APBD dapat dialokasikan untuk infrastruktur yang kritikal sementara infrastruktur yang terindikasi menguntungkan dapat digunakan untuk menarik investasi swasta. Total Investasi Infrastruktur yang dibutuhkan 1) (Rp 4.796,2 Triliun 3) APBN dan APBD Kesenjangan Pembiayaan ~ Rp 1.433 Triliun ~ Rp 545 Triliun ~ Rp 1.066 Triliun ~ Rp 1.751 Triliun APBN ~29,88% 2) APBD ~11,37% BUMN ~22,23% Investasi Swasta (KPBU Off Balance Sheet, Pinjaman, Obligasi,dll) ~36,52% Skema Pendanaan Alternatif Catatan: 1) Angka tersebut merupakan perkiraan target kebutuhan pendanaan 2) Porsi APBN berdasarkan penganggaran yang diajukan oleh BAPPENAS dan disetujui oleh Kementerian Keuangan 3) Perkiraan hanya berdasarkan investasi dan rehabilitasi proyek-proyek besar, belum termasuk biaya operasional dan pemeliharaan inftrastruktur eksisting 5

3. Kendala dalam Proses Pengadaan dan Pembebasan Lahan Pelaksanaan pengadaan dan pembebasan lahan hampir selalu menjadi momok dalam penyediaan infrastruktur. Proses yang panjang memberikan kesempatan bagi para spekulan tanah untuk meningkatkan harga tanah sehingga dana yang telah disiapkan oleh Pemerintah seringkali tidak mencukupi saat pelaksanaan proses pembayaran uang ganti rugi. Kurang memadainya kapasitas personel dan ketersediaan teknologi untuk melakukan pendataan dan pendaftaran juga turut memperlambat proses pengadaan lahan proyek. Selain itu, ketimpangan ketersediaan dan kelengkapan peralatan antara Pusat dan Daerah yang digunakan untuk pengukuran tanah juga seringkali menghambat proses pengadaan tanah. 4. Kurangnya Kapasitas Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan/atau Penanggung Jawab Proyek dalam Penyiapan dan Pelaksanaan Proyek Infrastruktur Permasalahan tidak hanya terhenti pada tataran pendistribusian kewenangan, melainkan juga kurang memadainya kapasitas sumber daya manusia di tingkat daerah untuk menyiapkan, melaksanakan dan memelihara infrastruktur di wilayahnya. Kenyataan saat ini adalah Pemerintah Daerah menggunakan sebagian besar anggarannya untuk gaji pegawai dan pengeluaran rutin. Minimnya anggaran untuk infrastruktur seringkali menjadi hambatan dalam penyediaan infrastruktur di tingkat daerah. Hal ini semakin mengkhawatirkan mengingat tidak adanya keharusan Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan dananya untuk pembangunan infrastruktur baru yang dibutuhkan guna mendukung perekonomian daerah. Selain itu, Pemerintah Daerah kekurangan sumber daya manusia yang memadai untuk mengemban tanggung jawab selaku pelaksana maupun Penanggung Jawab Proyek. Permasalahan yang menghambat penyediaan infrastruktur di daerah tidak lepas dari lemahnya peran Pemerintah Pusat dalam memastikan peningkatan kapasitas dan sumber daya dari Pusat ke Daerah sehingga terjadinya inefisiensi dalam penyediaan infrastruktur. Pelaksanaan proyek dengan menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) memerlukan kematangan konseptualisasi proyek, kerangka peraturan dan pembangunan kapasitas Pemerintah Pusat dan Daerah selaku Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK). Untuk proyek KPBU dimana lelang akan dilakukan secara kompetitif dan terbuka, maka proyek pun harus disiapkan dengan baik dan memiliki kualitas internasional sehingga dapat memenuhi standar dan menarik investor. Mengingat jumlah proyek KPBU yang masih sedikit di Indonesia, Pemerintah Pusat perlu memberikan dukungan kepada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang akan menjadi PJPK dalam bentuk standar kualitas kajian dan sistem pengadaan konsultan penyiapan atau pemilihan Badan Usaha yang transparan dan kompetitif. Dengan demikian, akan tercipta peningkatan kapasitas pada masing-masing PJPK yang berkontribusi pada pertumbuhan proyek KPBU di Indonesia di tahun-tahun mendatang. 5. Kendala dalam Penyusunan dan Implementasi Peraturan Kendala dalam penyusunan dan implementasi kebijakan dan peraturan masih menjadi hambatan besar dalam penyediaan infrastruktur. Kurangnya koordinasi antar kementerian dan lembaga negara dalam penyusunan peraturan seringkali menghambat proses penetapan suatu peraturan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proyek. Suatu proyek seringkali mundur dari jadwal proyek yang telah ditetapkan karena belum terbitnya peraturan yang dijadikan landasan hukum pelaksanaan proyek. Selain itu, peraturan yang telah ada pun seringkali tumpang tindih atau bertentangan satu dengan yang lain sehingga mengakibatkan kebingungan di pihak Penanggung Jawab Proyek dalam melaksanakan kewajibannya. Peraturan yang ada pun sering kali membutuhkan revisi agar sesuai dengan peraturan yang baru diterbitkan. Proses penyusunan atau revisi peraturan yang akan mendukung pembangunan infrastruktur membutuhkan koordinator untuk mengawal proses penyusunan dan penerbitannya. 6

Usaha-Usaha Yang Telah Dilakukan Pemerintah Indonesia Dalam upaya mempercepat penyediaan infrastruktur, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan paket-paket peraturan perundang-undangan, penyusunan inisiatif, dan pembangunan institusi sebagai berikut: Perubahan peraturan pendukung Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dengan mempertimbangkan pertumbuhan potensi proyek dengan skema KPBU, maka Pemerintah Indonesia telah melakukan revisi Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Swasta beserta peraturan peraturan perubahannya dengan menerbitkan Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Perpres Pemerintah dan Badan Usaha pada 20 Maret 2015. Perpres baru ini menjawab kendala-kendala yang sebelumnya menghambat pelaksanaan KPBU, seperti aplikasi KPBU pada infrastruktur sosial, lemahnya kualitas pra-studi kelayakan, perbedaan kualitas aset yang dibangun dengan dukungan konstruksi sebagian dari Pemerintah, skema pengembalian investasi yang kurang menarik, dan lemahnya komitmen K/L untuk proyek KPBU sebagaimana dijelaskan dalam Gambar 1. Sebelum Penyediaan infrastruktur sosial belum dapat menerapkan skema KPBU. Sesudah Perluasan jenis infrastruktur yang dapat menggunakan skema KPBU mencakup infrastruktur sekolah, rumah sakit, dan lembaga pemasyarakatan. Kualitas prastudi kelayakan di bawah standar internasional sehingga perlu dilakukan studi ulang. Instansi internasional diizinkan untuk berpartisipasi dalam penyiapan proyek dengan skema pembayaran seperti success fee dan retainer fee sehingga standar kualitas prastudi kelayakan bisa ditingkatkan. Dukungan pemerintah dalam bentuk pendanaan lebih diminati daripada dukungan konstruksi sebagian karena adanya resiko perbedaan kualitas aset. Skema hybrid financing (pembiayaan sebagian) memungkinkan pelaksanaan proyek dilakukan oleh Badan Usaha pemenang lelang dengan dana yang disediakan oleh PJPK sehingga kualitas pembangunan dapat diselaraskan. Proyek KPBU yang ditawarkan dan skema pengembalian investasi belum dapat menarik minat pihak swasta. Pembayaran Ketersediaan Layanan (availability payment) dan Jaminan Pemerintah untuk proyek prakarsa Badan Usaha dapat meningkatkan kelayakan finansial proyek. Komitmen K/L rendah karena tidak ada unit kerja KPBU dalam K/L terkait dan tidak ada kewajiban penganggaran perencanaan proyek KPBU. Pembentukan Simpul KPBU di K/L yang bertugas untuk menyiapkan perumusan kebijakan, sinkronisasi, koordinasi, pengawasan, dan evaluasi pembangunan KPBU. K/L wajib melakukan penganggaran perencanaan proyek KPBU. Gambar 1: Perbaikan dalam Perpres No. 38 tahun 2015 Kementerian PPN/Bappenas telah menerbitkan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No. 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur yang merupakan peraturan turunan dari Peraturan Presiden No. 38/2015 tentang KPBU. 7

Perubahan peraturan untuk mempercepat pengadaan tanah Pada tahun 2012, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum yang bertujuan untuk memberikan kepastian waktu untuk pengadaan lahan kepada Penanggung Jawab Proyek dan investor. Pembatasan waktu maksimum pada sebagian besar tahap dalam Undang-Undang tersebut memberikan estimasi waktu maksimum 583 hari untuk menyelesaikan pengadaan tanah (Gambar 2). Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 didukung dengan Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang telah diubah beberapa kali menjadi Peraturan Presiden No. 99 Tahun 2014 dan Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2015 dimana perubahan peraturan memberikan ruang bagi Badan Usaha untuk memberikan dana pengadaan tanah yang akan dibayar kembali oleh Pemerintah setelah proses pengadaan tanah selesai. Dengan demikian, diharapkan pengadaan tanah tidak akan tertunda akibat ketidaktersediaan atau keterlambatan anggaran Pemerintah. Undang-Undang No. 2 tahun 2012 berhasil diterapkan di proyek Jalan Tol Trans Sumatera ruas Palembang-Indralaya. PERENCANAAN PERSIAPAN PELAKSANAAN PENGALIHAN HAK tidak diatur max 289 hari max 257 hari max 37 hari Jadwal waktu (hari kerja) dengan asumsi adanya penolakan dari pemilik tanah TOTAL 583 HARI Jika tidak ada penolakan, jumlah hari yang dibutuhkan dapat dipercepat 15-20 % dari jumlah maksimum hari di atas Gambar 2: Proses Pengadaan Tanah Sesuai Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 Inisiatif lain untuk percepatan penyediaan infrastruktur Guna mendukung proyek infrastruktur, Pemerintah Indonesia juga membangun beberapa institusi seperti PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) yang berperan dalam memberikan pendanaan jangka panjang sekaligus pendampingan dalam penyiapan proyek, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) yang memiliki mandat memberikan jaminan untuk proyek KPBU, dan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) yang dibentuk untuk mengisi kekosongan pendanaan jangka panjang dengan tenor lebih dari 15 tahun serta membentuk produk pendanaan seperti mezzanine financing sehingga dapat mendorong confidence dari para investor. Pemerintah Indonesia juga telah menyediakan inisiatif pendukung proyek KPBU seperti land capping dan land revolving fund sebagai instrumen pendukung pengadaan tanah, Viability Gap Funding (VGF) yang merupakan dukungan pendanaan dari Kementerian Keuangan guna meningkatkan kelayakan komersial dan finansial proyek KPBU sehingga menarik untuk Badan Usaha. Upaya-upaya di atas telah dilakukan bagi percepatan penyediaan infrastruktur di Indonesia dalam hal pengadaan tanah, peningkatan kelayakan proyek, dan dukungan penyiapan proyek. Namun Indonesia masih membutuhkan penguatan di sisi implementasi, terutama terkait koordinasi (pelaksanaan monitoring dan debottlenecking), peningkatan kualitas penyiapan proyek, dan capacity building. Oleh karenanya, diperlukan suatu komite yang fokus dalam mendorong peningkatan kualitas penyiapan proyek dan percepatan implementasi. Sebagai Project Management Office (PMO) untuk infrastruktur prioritas, komite akan meningkatkan koordinasi serta ketepatan jadwal implementasi infrastruktur prioritas. Melalui teladan dalam penyiapan proyek prioritas serta pengembangan standar kualitas penyiapan proyek, komite akan menyebarkan know-how dalam penyiapan infrastruktur yang berkualitas. Melalui pelatihan serta hands-on experience bagi K/L, komite dapat mendorong peningkatan kapasitas dan tanggung jawab sumber daya manusia. 8

Kesimpulan Penyusunan RPJMN 2015-2019 diupayakan untuk menjawab defisit infrastruktur di Indonesia yang meliputi pembangunan dan peningkatan infrastruktur dasar, ketahanan air, kedaulatan energi dan konektivitas. Rencana yang telah disusun akan menghadapi sejumlah hambatan di tingkat persiapan dan implementasi proyek. Pemerintah telah mencanangkan dan melakukan inisiatif, namun masih terdapat beberapa hambatan yang memerlukan solusi yang lebih komprehensif. Oleh karenanya, masih diperlukan beragam upaya lain diantaranya penguatan koordinasi di tahapan penyiapan dan implementasi, serta sinkronisasi regulasi yang mampu menyediakan fasilitas dan sumber daya guna mendukung kelancaran penyediaan infrastruktur di Indonesia. 9

KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP) 11

A. LATAR BELAKANG KPPIP Pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia membentuk Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) melalui Keputusan Presiden No. 81 Tahun 2001 yang berisi mandat untuk mendorong penyediaan infrastruktur. Keppres tersebut telah mengalami dua kali perubahan menjadi Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2005 dan Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2011. Di dalam Keppres No. 81 Tahun 2001, KKPPI memiliki tugas merumuskan strategi dan kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur, mengkoordinasikan keterpaduan rencana dan program serta memantau pelaksanaan kebijakan, dan memecahkan permasalahan terkait pembangunan infrastruktur. Perubahan di tahun 2005 menambahkan mandat KKPPI untuk merumuskan kebijakan pelaksanaan kewajiban pelayanan umum (Public Service Obligation) dan perubahan di tahun 2011 menambahkan mandat untuk memantau kebijakan di tingkat Menteri dan Pemerintah Daerah. Struktur keanggotaan KKPPI pada tahun 2001 terdiri dari Menko Perekonomian sebagai ketua dan 11 menteri dari Kementerian terkait sebagai anggota. Dalam revisi tahun 2005, jumlah anggota turun dari 11 menjadi 8 Menteri tetapi pada tahun 2011 keanggotaan ditambahkan dengan menteri yang terkait dengan perizinan yang diperlukan dalam pembangunan infrastruktur. Walaupun dengan Keputusan dan Peraturan Presiden sebagai landasan hukum dan keanggotaan dari menteri-menteri terkait, KKPPI tetap mengalami tantangan. Pertama, landasan hukum yang ada tidak secara eksplisit memberikan kewenangan kepada KPPIP untuk membuat keputusan jika terjadi masalah ataupun dispute antar satu atau lebih Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah. KPPIP juga tidak dapat memberikan insentif/disinsentif sebagai tindak lanjut dari upaya pemantauan dan pelaksanaan penyediaan infrastruktur. Seringkali kewenangan harus dikembalikan kepada Presiden untuk permasalahan yang melibatkan lintas Kementrian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Kedua, keterlibatan KKPPI dalam tahap perencanaan proyek infrastruktur sangatlah minim sehingga tidak dapat mencegah terjadinya masalah di kemudian hari, tidak dapat mengendalikan implementasi proyek, dan tidak ada insentif bagi K/L untuk melibatkan KKPPI sedari awal. Pendekatan penyelesaian masalah pun dilakukan secara reaktif bukan preventif. Ketiga, keanggotaan KKPPI yang terlalu besar mengakibatkan sulitnya koordinasi dan lambatnya pengambilan keputusan. KKPPI juga tidak memiliki staf ahli penuh waktu untuk mengawal pelaksanaan proyek, dan para anggota Menteri yang ada memiliki keterbatasan waktu diantara tugas utama lainnya yang diemban. Sebagai konsekuensi, KKPPI menjadi kurang efektif dalam melakukan tugasnya dan tidak dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada percepatan proyek. KKPPI dibubarkan dan direvitalisasi menjadi Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dengan penguatan-penguatan yang ditambah dari pembelajaran kelemahan KKPPI sebelumnya. B. TUJUAN PEMBENTUKAN KPPIP Melihat performa KKPPI yang kurang efektif, Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dibentuk dengan mempertimbangkan masukan untuk penguatan yang tidak ada di KKPPI sebelumnya. Komite yang baru diberikan mandat untuk memberikan dukungan dengan berfokus kepada proyek prioritas yang sudah ditetapkan. Penguatan paling mendasar memberikan KPPIP mandat untuk memutuskan dan mengendalikan kegiatan penyelesaian permasalahan dan dapat terlibat dari tahap penyiapan sampai implementasi proyek sehingga permasalahan yang ada dapat diantisipasi sedari awal, pemantauan dapat dilakukan secara intensif dan keputusan tindak lanjut proyek dapat dipastikan terlaksana. KPPIP menerapkan skema insentif/disinsentif yang berguna sebagai tindak lanjut hasil pemantauan proyek dan juga menjadi daya tarik K/L/Pemda untuk mempercepat penyediaan proyek prioritas dan bersedia mengajukan proyeknya sebagai calon proyek prioritas KPPIP. Mengatasi keterbatasan kapasitas di struktur KKPPI sebelumnya, maka penguatan komite yang baru dilakukan dengan merampingkan struktur organisasi dengan hanya beranggotakan K/L yang berperan besar dalam tahap penyiapan serta dalam pemberian dukungan fiskal dan non-fiskal atas proyek infrastruktur. Koordinasi dengan K/L teknis dan institusi lainnya yang dibutuhkan, dapat dilakukan ketika ada isu terkait dengan K/L tersebut. Selain itu, kehadiran KPPIP juga berperan sebagai koordinator yang menghubungkan dua institusi yang berperan besar dalam tahap penyiapan dan pelaksanaan proyek kerjasama pemerintah badan usaha (KPBU), yaitu Direktorat Kerjasama Pemerintah Swasta (Kementerian Perencanaan Pembangunan) dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Kementerian Keuangan). Anggota KPPIP juga didukung dengan Program Management Office (PMO) yang terdiri dari profesional dengan latar belakang swasta yang memiliki pengalaman dan keahlian mendalam di sektor (Contoh: jalan, pelabuhan, 13

dll) dan lintas sektor (Contoh: keuangan). Selanjutnya, KPPIP diharapkan dapat melakukan pengalihan pengetahuan (knowledge transfer) kepada K/L dan Pemerintah Daerah yang terlibat dalam proyek sehingga kapasitas mereka dapat berkembang. Bentuk utama dari pengalihan pengetahuan yang dilakukan oleh KPPIP adalah dengan menyusun standar kualitas penyiapan pra-studi kelayakan (Pre-Feasibility Study (Pre-FS)/Outline Business Case (OBC)) serta pedoman penetapan skema pendanaan (Funding Scheme Guidelines). Ke depannya diharapkan kapasitas K/L dan Pemda dalam menyiapkan proyek dapat ditingkatkan sehingga peran KPPIP lebih banyak dalam hal debottlenecking dan tidak lagi berfokus pada penyediaan fasilitas Pre-FS atau OBC. Dengan terbentuknya KPPIP diharapkan penyediaan infrastruktur prioritas dapat dipercepat dengan keterlibatan pemerintah dari tahap perencanaan, tahap pra-studi kelayakan, hingga tahap pembangunan infrastruktur. Percepatan penyediaan infrastruktur melalui KPPIP diharapkan dapat menciptakan dengan baik potensi peningkatan perekonomian Indonesia dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Revitalisasi KPPIP diperlukan untuk menjadi signal positif kepada pasar sehingga perlu fokus melaksanakan fungsi-fungsi yang sebelumnya belum ada dan sedapat mungkin menghindari tumpang-tindih peran dan wewenang dengan kelembagaan/komite lainnya. Berikut merupakan gambaran secara ringkas peran dan fungsi KPPIP yang merupakan turunan dari tujuan pembentukan KPPIP (Gambar 3). 6 TUGAS UTAMA KPPIP SEBAGAIMANA DIAMANATKAN DALAM PERPRES NO. 75 TAHUN 2014 1 Proyek Top Down (usulan presiden/wakil) Penerapan standar kualitas Pra-Studi Kelayakan (OBC) serta melakukan revisi/re-do bila diperlukan (3-6 bulan) Proyek Bottom Up (usulan K/L/Pemda) 2 Penetapan Daftar Proyek Prioritas Penetapan skema & sumber pendanaan untuk proyek yang ditetapkan sebagai prioritas 3 APBN Koordinasi antara PJP dengan Kementerian PPN terkait sumber pendanaan (APBN, APBD, PHLN) Daftar Proyek Prioritas yang disetujui semua pihak Penugasan BUMN ditujukan untuk percepatan pelaksanaan dan pemanfaatan kapasitas finansial BUMN OUTPUT KPPIP Rencana Aksi dengan target pencapaian serta insentif dan disinsentif KPBU Strategic Funding PPP Unit di Kemenkeu untuk mengkoordinasikan penyusunan Final Business Case (FBC) dan transaction advisory untuk implementasi proyek KPBU (melibatkan konsultan bertaraf internasional) Service Level Agreement (SLA) yang mengikat 4 5 6 Monitoring and debottlenecking KPPIP menyusun rencana aksi dan memantau serta melakukan debottlenecking Memetakan strategi dan kebijakan di sektor infrastruktur Memfasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait penyediaan infrastruktur prioritas Gambar 3: Tugas dan Mandat KPPIP sesuai Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 14

C. DASAR HUKUM PEMBENTUKAN KPPIP Pembentukan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) diatur dalam Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. Perpres tersebut mengatur tentang kriteria, jenis dan tahapan pelaksanaan proyek infrastruktur prioritas, pendanaan, pembentukan komite, pelaporan, dan penerbitan daftar infrastruktur prioritas. Peraturan Presiden No. 75 tahun 2014 juga mengatur anggota KPPIP yang terdiri dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri PPN/Bappenas, Menteri Keuangan dan Menteri Agraria dan Tata Ruang (BPN). Menko Perekonomian selaku Ketua KPPIP telah memberikan arahan untuk menambahkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke dalam susunan Komite KPPIP guna mengakomodir adanya perubahan struktur K/L pada Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo. Selain itu diharapkan dengan struktur organisasi baru KPPIP dapat memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mendukung penyediaan infrastruktur prioritas. Saat ini revisi Perpres No. 75/2014 sedang dilakukan oleh Biro Hukum Kemenko Perekonomian. Dalam pelaksanaan harian dari tugas Komite (tingkat Menteri) dibantu oleh Tim Pelaksana (tingkat Eselon 1). Untuk Tim Pelaksana, Menko Perekonomian telah menerbitkan Keputusan Menko Perekonomian Selaku Ketua KPPIP No. 127 Tahun 2015 tentang Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas yang mengatur tugas dan susunan keanggotaan Tim Pelaksana. Tim Pelaksana KPPIP diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian. Selain Peraturan Presiden, KPPIP telah melakukan penyusunan Peraturan Menko Perekonomian selaku Ketua KPPIP tentang Daftar Infrastruktur Prioritas tahun 2015. Rancangan Permenko tengah menunggu penandatanganan Ketua KPPIP. Saat ini KPPIP telah memilih 22 proyek infrastruktur prioritas yang ditargetkan untuk direalisasikan hingga tahun 2019 dan akan menjadi fokus utama dari KPPIP. Pemilihan proyek prioritas ini melibatkan instansi-instansi terkait pembangunan infrastruktur, mulai tingkat kementerian pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, hingga masyarakat. KPPIP juga sudah merancang tata laksana/standard Operating Procedures (SOP) yang sudah dibahas di tingkat Eselon 2 dari Kementerian terkait. Di Semester 2 tahun 2015, KPPIP akan melakukan pembahasan di tingkat Eselon 1 dan menyusun Permenko atas SOP tersebut sebagai dasar pelaksanaan operasional Komite. D. VISI DAN MISI KPPIP VISI Menjalankan mandat yang telah ditentukan dalam Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 untuk mendorong percepatan dan pencapaian penyediaan pembangunan infrastruktur prioritas yang berkualitas secara efektif, efisien, tepat sasaran dan tepat waktu. MISI Berfungsi sebagai organisasi yang memperkuat koordinasi dan memfasilitasi berbagai usaha dalam mempersiapkan dan menyelesaikan masalah-masalah dalam penyediaan Infrastruktur Prioritas yang telah teridentifikasi oleh KPPIP. E. TUGAS KPPIP Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014, tugas KPPIP adalah : a. b. c. Menetapkan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas; Memantau dan mengendalikan pelaksanaan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas; Memfasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait dengan penyediaan infrastruktur prioritas; d. e. f. Menetapkan standar kualitas pra-studi kelayakan dan tata cara evaluasinya; Memfasilitasi penyiapan infrastruktur prioritas; Melakukan penyelesaian terhadap permasalahan yang timbul dari pelaksanaan penyediaan infrastruktur prioritas. 15

F. SUSUNAN DAN STRUKTUR ORGANISASI KPPIP KPPIP merupakan komite lintas kementerian/lembaga pemerintah dengan susunan organisasi sebagai berikut: Komite (Tingkat Menteri) Sesuai Peraturan Presiden No. 75 tahun 2014, KPPIP diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri PPN/Bappenas, Menteri Keuangan dan Menteri Agraria dan Tata Ruang (BPN). Rancangan revisi Peraturan Presiden No. 75 tahun 2014 akan memasukan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Komite. Susunan keanggotaan Komite di atas mempertimbangkan mandat utama KPPIP yang berfokus pada peningkatan kualitas penyiapan proyek serta debottlenecking dalam rangka mempercepat pelaksanaan proyek priorits. Oleh karena itu keanggotaan berfokus pada Kementrian/ Lembaga yang memiliki kewenangan lintas sektor dan sektor lain yang seringkali bersinggungan dengan Kementrian teknis penyelenggara proyek infrastruktur. Selain itu diharapkan dengan adanya keterlibatan Kementrian Keuangan dari tahap penyiapan proyek, koordinasi terkait pemberian dukungan fiskal untuk proyek prioritas bisa diperkuat mekanisme dan pelaksanaan di tatanan implementasi. Tim Pelaksana Sesuai Keputusan Menko No. 127 Tahun 2015, Tim Pelaksana adalah tim pembuat keputusan yang dilakukan secara kolektif dari tingkat Eselon I yang diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian dengan sekretaris Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah, Kemenko Perekonomian, dan beranggotakan: 1. Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber 7. Daya Alam, dan Lingkungan Hidup, Kemenko 2. 3. 4. 5. 6. Perekonomian Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur, Kemenko Kemaritiman Direktur Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Direktur Jenderal Pengadaan Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang 8. 9. 10. 11. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KemenLH dan Kehutanan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kemendagri Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kemendagri 16

Adapun Tim Pelaksana memiliki tugas untuk membantu Komite dalam : 1. Menyusun rancangan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas 4. 2. Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan 5. strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas 6. 3. Melakukan fasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait dengan penyediaan infrastruktur prioritas Menyusun standar pra-studi kelayakan dan tata cara evaluasinya Melakukan fasilitasi terhadap penyiapan infrastruktur prioritas Melakukan inventarisasi permasalahan dan hambatan serta menyampaikan rekomendasi dalam penyelesaian permasalahan yang timbul dari pelaksanaan penyediaan infrastruktur prioritas Tim Kerja Seperti diatur di dalam Peraturan Presiden No. 75 tahun 2014, Menko Perekonomian selaku Ketua KPPIP memiliki wewenang untuk membentuk Tim Kerja sektor dan lintas sektor sebagaimana dibutuhkan. Saat ini, sudah dibentuk Tim Kerja Percepatan Penyediaan Infrastruktur Ketenagalistrikan dengan Surat Keputusan Menko Perekonomian selaku Ketua KPPIP No. 129 Tahun 2015. Tim Kerja Ketenagalistrikan tersebut diketuai oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan menjadi dasar hukum pembentukan Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN) yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan turunan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Selain Tim Kerja Ketenagalistrikan, telah dibentuk Tim Kerja Percepatan Pembangunan Kilang Minyak Bontang melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas No. 159 Tahun 2015. Tim Kerja ini memiliki mandat untuk memastikan pelaksanaan pembangunan Kilang Minyak Bontang sesuai target waktu yang diamanatkan dalam RPJMN. KPPIP sedang merancang Surat Keputusan untuk pembentukan Tim Kerja Koordinasi Percepatan Pengadaan Tanah Infrastruktur Prioritas yang sudah dikoordinasikan dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Project Management Office (PMO) Untuk mendukung pengambilan keputusan oleh Tim Pelaksana dan Komite, KPPIP dilengkapi dengan Project Management Office (PMO) yang diisi oleh tenaga ahli profesional yang memiliki pengalaman di bidangnya. PMO bertugas memberikan rekomendasi kepada Tim Pelaksana terkait pemilihan dan pelaksanaan proyek prioritas serta tindak lanjut penyelesaian masalah. PMO terdiri dari Direktur Program sebagai pimpinan PMO yang bertugas untuk memastikan tercapainya mandat KPPIP, memberikan rekomendasi kebijakan kepada Tim Pelaksana, membangun organisasi KPPIP, memastikan penyediaan proyek prioritas terlaksana, dan membangun kapasitas serta memperbaiki regulasi pendukung infrastruktur prioritas. Direktur Program yang didukung oleh Direktur Sektor yang berpengalaman di sektor pelabuhan, bandar udara, jalan, kereta api, energi dan ketenagalistrikan, dan sumber daya air yang memiliki pengalaman di bidang masing-masing. Direktur Sektor bertugas untuk memastikan proyek di sektor tersebut dipersiapkan dengan kualitas yang baik dan mendorong implementasi sampai mulai konstruksi. Untuk proyek yang sudah dalam tahap pembangunan, Direktur Sektor bertugas memastikan proyek berjalan sesuai waktu dan memberikan dukungan pemecahan kendala yang muncul. Selain itu, Direktur Sektor juga melakukan analisis terkait hambatan, kebutuhan perbaikan regulasi, dan upaya percepatan spesifik pada sektornya sehingga dapat diterapkan pada proyek-proyek lainnya. 17

Rincian struktur organisasi dijelaskan lebih lanjut KOMITE Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Menteri Keuangan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Menteri Agraria dan Tata Ruang Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman* Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan* TIM PELAKSANA TIM KERJA SEKTOR PMO PROFESIONAL TIM KERJA LINTAS SEKTOR Tim Percepatan Pengadaan Lahan* Tim Keuangan* Tim Kerja UP3KN Tim Kerja Kilang Minyak Bontang Tim Kerja Lainnya* Tim Legal* PANEL KONSULTAN * Perpres penambahan keanggotaan KPPIP dalam rancangan revisi Gambar 4: Struktur Organisasi KPPIP G. PENCAPAIAN KPPIP DALAM 6 BULAN TERAKHIR Percepatan persiapan proyek dan proses pengambilan keputusan Kilang Minyak Bontang Mendorong kelanjutan penyiapan proyek yang sudah tertunda selama 5 tahun. Menyediakan fasilitas penyusunan Outline Business Case (OBC) sebesar ~Rp 14 Miliar yang akan dilakukan perusahaan internasional. Jalan Tol Panimbang- Serang Menyediakan fasilitas penyusunan Value for Money untuk mendukung penyiapan proyek dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan menjadi justifikasi penetapan skema pendanaan. Menyusun standar Pra-studi Kelayakan/Outline Business Case (OBC) untuk sektor jalan tol. Menyediakan fasilitas penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah. Water to Energy Menyediakan fasilitas review untuk kajian yang sudah ada untuk Bendungan Matenggeng. Menyediakan fasilitas penyusunan prastudi kelayakan/obc untuk sektor PLTA di Indonesia. Menyediakan fasilitas penyusunan rekomendasi peraturan dan/atau pembentukan institusi yang dibutuhkan untuk percepatan program Water to Energy. 18

High Speed Railway (HSR) Jakarta- Bandung Mengambil tindak lanjut penyelesaian deadlock dimana ada dua proposal HSR yang diterima oleh Pemerintah Indonesia, yakni dari Pemerintah Jepang dan Pemerintah RRT. Menyediakan fasilitasi konsultan independen bertaraf internasional untuk membandingkan dua proposal HSR tersebut. Percepatan penetapan skema pendanaan proyek Jakarta Sewerage System (JSS) Memberikan panduan penyusunan OBC sesuai standar KPPIP yang menjadi dasar rekomendasi skema pendanaan. Memfasilitasi rapat antar pemangku kepentingan untuk membahas rekomendasi skema pendanaan. Light Rail Transit Sumatera Selatan Melakukan review atas kajian finansial proyek yang ada. Memberikan rekomendasi pada pengambil keputusan terkait penetapan skema pendanaan. Debottlenecking masalah pengadaan tanah Central Java Power Plant (CJPP)/ PLTU Batang Menyediakan rekomendasi percepatan pengadaan tanah sesuai peraturan yang berlaku. Melakukan koordinasi pengambil keputusan dalam rangka percepatan pengadaan tanah. Memfasilitasi rapat percepatan proyek di tingkat Wakil Presiden. PLTU Indramayu Mendorong percepatan penerbitan Izin Lingkungan oleh Bupati (yang telah tertunda selama 3 tahun), sehingga penyiapan proyek dapat dilanjutkan. NCICD Mendorong pengambilan keputusan terkait pembagian tanggung jawab penyusunan AMDAL antara pemerintah dan investor. Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) telah menyetujui pembagian AMDAL yang diusulkan dan sedang melakukan lelang konsultan penyusunan kajian AMDAL. MRT Jakarta (Jalur Utara-Selatan) Mendorong percepatan persetujuan Presiden untuk hibah area rumah dinas POLRI yang dibutuhkan untuk pembangunan stasiun. Mendorong percepatan pencairan dana pinjaman asing sehingga pelaksanaan konstruksi bisa dilakukan sesuai jadwal. Debottlenecking masalah pengadaan PLTU Mulut Tambang Sumsel 9 & 10 Memfasilitasi masukan peserta lelang (bidder) tentang jadwal pemasukan dokumen lelang yang terlalu ketat. Dengan dorongan dari KPPIP, PT PLN telah memundurkan tenggat waktu pemasukan dokumen selama tiga bulan. 19