TEUNGKU CHIK DI TIRO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

TEUKU CHIK DI TUNONG

BAB I PENDAHULUAN. bahwa daerah ini terletak antara 95º13 dan 98º17 bujur timur dan 2º48 dan

CUT NYAK DHIEN Perang Kolonial Belanda di Aceh

TEUKU PANGLIMA POLEM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. 18, yaitu pada tahun 1750 berpusat di kota dalam. Setelah Raja Kahar wafat

Disusun Oleh : Kelompok 5. 1.Alma Choirunnisa (02) 2.Anjar Kumala Rani (03) 3.Sesario Agung Bagaskara (31) 4.Umi Milati Chanifa (35) XI MIPA 5

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia di Desa Panggungrejo sebagai berikut: 1. Perlawanan Terhadap Belanda Di Lampung ( )

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik

BAB I PENDAHULUAN. Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT

BAB V KESIMPULAN. untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Indonesia dan modern nya senjata yang di miliki pasukan Belanda.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

1. PENDAHULUAN. Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 15

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut

I. PENDAHULUAN. mengenal menyerah dari seluruh lapisan masyarakat. Pada awal tahun 1946

Naskah Drama. Sejarah Kerajaan Samudera Pasai

LETAK KERAJAAN ACEH YANG STRATEGIS YAITU DI PULAU SUMATERA BAGIAN UTARA DAN DEKAT JALUR PELAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL MENYEBABKAN KERAJAAN ACEH

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

PERANG BERUJUNG MAKAN BUAH SIMALAKAMA

B. Peran Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra.

Pantang Menyerah. Nasution 1. Zahra Kalilla Nasution Rigen Pratitisari Bahasa Indonesia 13 September 2011

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

I. PENDAHULUAN. Margakaya pada tahun 1738 Masehi, yang dihuni masyarakat asli suku Lampung-

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

tanggal 19 Januari Perjanjian Renville antara lain mengenai garis demarkasi dan TNI yang masih berada dalam daerah pendudukan Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran.

Indikator. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Materi Pokok dan Uraian Materi. Bentuk-bentukInteraksi Indonesia-Jepang.

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG HARI JADI KOTA OTONOM TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. telah menjadi bangsa yang merdeka dan terbebas dari penjajahan. Namun pada. khususnya Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia.

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mula-mula kedatangan tentara Jepang disambut gembira dan diterima

Raudhatul Ma`arif. Nama Dayah Raudhatul Ma`arif. Lokasi/Alamat Jl.Banda Aceh Medan Km 247 Gampong Cot Trueng, Muara Batu, Aceh Utara Kode Pos : 24355

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

BAB V KESIMPULAN. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Ir. Soekarno dan

BAB I PENDAHULUAN. Utara di sebelah Tenggara dan Selatan. (Adan 2006: 3)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

Negara. Dengan belajar yang rajin dan tekun, merupakan contoh perwujudan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia.

BAB I STRATEGI MARITIM PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN

KERAJAAN DEMAK. Berdirinya Kerajaan Demak

Sikap Kepahlawanan dan

I. PENDAHULUAN. Palembang muncul sebagai Kesultanan Palembang sekitar pada tahun 1659 dan

Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing.

I. PENDAHULUAN. dan peri-keadilan (MPR RI, 2012: 2).

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya

BAB V KESIMPULAN. Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara

I. PENDAHULUAN. memberikan kesempatan lebih luas bagi kaum wanita untuk lebih berkiprah maju

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, Kota Sibolga juga memiliki kapalkapal

UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA)

Keberanian. Dekat tempat peristirahatan Belanda pada zaman penjajahan, dimulailah perjuangan nya.

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN A ZIZATUL MAR ATI ( )

BAB V KESIMPULAN. Dari pembahasan mengenai Peran Sultan Iskandar Muda Dalam. Mengembangkan Kerajaan Aceh Pada Tahun , maka dapat diambil

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak

BAB I PENDAHULUAN. berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas

RIWAYAT SINGKAT PERJUANGAN SULTAN ISKANDAR MUDA

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang

Luncur Buku Mehmet Ozay & Bincang Kebudayaan Aceh dan Turki 19 Nopember 2014

Beta amat murka dengan tindakan Tun Mutahir yang mengumpul banyak harta. Adakah beliau hendak menandingi kedudukan beta sebagai sultan?

yang berhubungan dengan aturan agama Islam. Hal yang wajib dilakukan secara tertib adalah melaksanakan shalat. Shalat merupakan tiang agama Islam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

2017, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Le

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

I. PENDAHULUAN. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang

BAB I PENDAHULUAN. tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TERA-PUTERI ACEH PAHLAWAN NASIONAL. amajaya

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Pendudukan Jepang di Indonesia. Dalam usahanya membangun suatu imperium di Asia, Jepang telah

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin menguasai Indonesia. Setelah Indonesia. disebabkan karena sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari Jepang.

Pada tanggal 1 September 1945, Komite Sentral dari Komite-komite Kemerdekaan Indonesia mengeluarkan sebuah manifesto:

BAB IV DAMPAK PERANG PALEMBANG A. Kemenangan Sultan Mahmud Badaruddin II. maupun dampak yang buruk bagi kehidupan manusia di daerah yang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa jasa para pahlawannya. Itulah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Proses menurut Koentjaraningrat (1984:24) adalah berlangsungnya pristiwa dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN

Multimedia Pembelajaran IPS. Sekolah Dasar Kelas V B. Skip >> Perang Kemerdekaan (Pertempuran Sepuluh Nopember & Bandung Lautan Api) Di Buat Oleh :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

Perjuangan Nabi di Kota Madinah dalam Menegakan Agama Islam

Sambutan Presiden RI Pd Pertemuan dg Veteran dan Pejuang Perang..., tgl 23 Mar 2014, di Bali Minggu, 23 Maret 2014

Transkripsi:

TEUNGKU CHIK DI TIRO Pendahuluan Salah satu daerah di Indonesia yang mengangkat senjata untuk merebut kemerdekaan dari penjajah adalah Aceh. Orang Aceh, baik pria maupun wanita, pada umumnya tergerak hatinya dengan ikhlas untuk bertempur maju ke medan perang. Mereka bersedia mati syahid untuk membela cita-cita nasional, dan demi tegaknya agama dan bangsa. Salah satu pahlawan nasional yang berasal dari Aceh adalah Tgk Chik Di Tiro. Ulama ini diangkat sebagai pahlawan nasional dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 087/TK/Tahun 1973 tertanggal 6 November 1973. Perang Kolonial Belanda di Aceh Aceh yang merupakan propinsi yang paling ujung letaknya, di sebelah utara pulau Sumatra, bagian paling barat dan paling barat dan paling utara dari Kepulauan Indonesia. Secara astronomis, Aceh ini terletak di antara 95 0 13' dan 98 0 17' BT dan 2 0 8' dan 5 0 40' LU 2 (JMBRAS, 1879: 129). Daerah ini mencakup daerah seluas 55.390 Km. Dengan demikian, secara geografis, Aceh mempunyai letak yang sangat strategis. Daerah ini terletak di tepi Selat Malaka. Karena letaknya di tepi Selat Malaka, maka daerah ini penting pula dilihat dari sudut lalu lintas internasionai sehingga merupakan pintu gerbang sebelah barat kepulauan Indonesia. Sejak zaman Neolithikum, Selat Malaka merupakan terusan penting dalam migrasi bangsa di Asia, gerak ekspansi kebudayaan India dan sebagai jalan niaga dunia selat Malaka adalah jalan penghubung antara dua pusat kebudayaan Cina dan India. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila wilayah sekitar Selat Malaka selalu mempunyai peranan penting sepanjang gerak sejarah Indonesia. Muncul dan berkembangnya kerajaan di sekitar wilayah ini tidak mungkin kita pisahkan dari letak geografisnya yang sangat strategis tersebut. Karena keadaan geografis yang strategis ini membawa dampak Aceh banyak didatangi oleh berbagai bangsa asing dengan berbagai macam motif dan kepentingan, baik budaya, politis, maupun ekonomis. Dengan berbagai motif dan kepentingan tersebut akan dapat membawa dampak positif dan negatif pula bagi perkembangan sejarah Aceh itu sendiri. Di antara bangsa asing (Barat) terdapat bangsa yang bermaksud menancapkan kuku kekuasaannya di bumi Aceh, sehingga timbullah reaksi yang berupa perlawananperlawanan terhadap bangsa asing yang melakukan tindakan tersebut. Salah satu bangsa asing pertama yang menghadapi perlawanan rakyat Aceh adalah Portugis. Sejak Portugis menduduki Malaka pada tahun 1511 Aceh merasa kedudukannya terancam. Karenanya Aceh mencoba melawan dan mengusir Portugis dari Malaka. Konflik Aceh-Portugis ini berlangsung sepanjang abad XVI hingga akhir perempatan abad XVIl. Serangan terhadap kedudukan Portugis berulang kali dilakukan, yang pertama pada tahun 1537 dan yang terakhir pada tahun 1568. Pada serangan terakhir itu, Aceh telah menggunakan kekuatan yang terdiri atas 15.000 orang Aceh, 400 orang Turki, disertai pula dengan 200 buah meriam besar dan kecil (Djajadiningrat, 1961: 65). Bangsa Asing lain yang berusaha menancapkan kuku kekuasaannya di bumi Aceh adalah Belanda. Rintisan permakluman perang Aceh oleh Belanda diumumkan oleh komisaris pemerintah yang merangkap Wakil Presiden Dewan Hindia Belanda F.N. Nieuwenhuijn, diawali dengan penandatanganan Traktat Sumatra antara Belanda dan Inggris dalam tahun 1871, yang antara lain memberi kebebasan kepada Belanda untuk

memperluas kekuasaannya di Pulau Sumatra" sehingga tidak ada kewajiban lagi bagi Belanda untuk menghormati hak dan kedaulatan Aceh yang sebelumnya telah diakui, baik oleh Belanda maupun lnggris seperti yang tercantum di dalam Traktat London yang ditandatangani pada tahun 1824. Pada hari Rabu tanggal 26 Maret 1873 dari geladak kapal perang Citadel Van Antwerpen - yang berlabuh di antara pulau Sabang dengan daratan Aceh - Belanda memaklumkan perang kepada Aceh. Mulai saat itu, Aceh tertimpa malapetaka dan Belanda sendiri menghadapi suatu peperangan yang paling dahsyat, terbesar, dan terlama semenjak kehadirannya di Nusantara. Namun demikian, permakluman perang tersebut tidak serta merta diikuti dengan kegiatan fisik militer karena Belanda masih menunggu terhimpunnya kekuatan perangnya yang sedang bergerak menuju Aceh dan kapal-kapal perang Belanda yang telah tiba di Aceh terus melakukan pengintaian dan provokasi di perairan Aceh. Selain itu, Belanda mengirim surat kepada Sultan yang meminta agar ia mengakui kedaulatan Belanda. Dinyatakan pula bahwa Aceh telah melanggar pasal-pasal perjanjian pada tahun 1857. Batas waktu yang diberikan 1 x 24 jam oleh Belanda kepada Sultan Aceh menunjukkan bahwa Belanda benar-benar akan menyerang. Jawaban yang diberikan Sultan jauh dari memuaskan bahkan ditegaskan bahwa di dunia tidak seorang pun yang berdaulat kecuali Allah semata. (Said, 1961 : 397) Dihadapkan dengan kenyataan perang yang akan segera meletus, maka Aceh melakukan mobilisasi, baik di sekitar pantai yang berhadapan langsung dengan armada Belanda seperti di sekitar Ule Lheue. Pantai Ceureumen, Kuta Meugat, Kuala Aceh maupun di tempat strategis lainnya serta pusat-pusat kekuatan di Mesjid Raya, Peunayong, Meuraksa, Lam Paseh, Lam Jabat, Raja Umong, Punje, Seutuy, dan di sekitar Dalam (Kraton Sultan). Akhirnya, tindak lanjut dari permakluman perang Belanda kepada Aceh menjadi kenyataan. Pada tanggal 6 April 1873 dengan kekuatan 3.200 prajurit dan 168 perwira yang dipimpin J.H.R. Kohler, Belanda mendaratkan pasukannya di Pantai Ceureumen (Sofyan, 1990 : 26). Dengan demikian, terlihatlah nyata niat jahat Belanda untuk menancapkan kekuasaannya di bumi Aceh. Suatu perang kolonial resmi telah dikibarkan oleh pihak Belanda. Perang ini kemudian dikenal oleh masyarakat Aceh sebagai "Perang Belanda atau Perang Kaphe Ulanda", yang oleh Belanda dikenal dengan "Perang Aceh". Kemudian, pantai Ceureumen pun menjadi lautan darah. Banyak anggota pasukan Belanda dan rakyat Aceh yang gugur. Menurut catatan para pejuang Aceh yang gugur diperkirakan 900 orang (Reid, 1969: 21-35). Walaupun demikian, penyerangan pertama Belanda ini dianggap gagal karena serangan ini tidak berhasil menundukkan Aceh. Di samping kuatnya perlawanan, kurangnya informasi tentang Aceh serta keadaan musim yang tidak menguntungkan menjadi sebab serangan pertama Belanda ini gagal. J. H. R. Kohler sebagai panglima perang pun tewas tertembak oleh seorang anggota pasukan Aceh di dekat Masjid Raya. Belanda tidak dapat menguasai kraton. Mereka dipukul mundur dengan menderita kekalahan berat, 45 orang tewas termasuk 8 opsirnya serta 405 orang luka-luka diantaranya 23 opsir. Pada tanggal 29 April 1873 pasukan Belanda ditarik kembali ke Batavia (Sofyan, 1990: 85). Hal ini menunjukkan bahwa Belanda tidak tahu kondisi Aceh secara menyeluruh. Semula Belanda menduga Aceh dapat ditaklukkan dengan mudah seperti daerah-daerah lain di Indonesia. Menurut Belanda pada saat itu Aceh berada dalam masa kemunduran apabila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, baik dari segi politik maupun segi ekonomi. Tentang ini Kraijnhoof, misalnya, menyimpulkan bahwa situasi pemerintahan

kesultanan Aceh lemah dan perlengkapan militer tidak berarti dibandingkan dengan Belanda. Oleh karena itu, Belanda berani menyerang Aceh. Namun kenyataanya perang Belanda di Aceh tidak hanya mencakup masalah ekonomi dan politik, tetapi ada segi-segi lain yang tidak diperhitungkan oleh Belanda, sehingga Belanda menelan kekalahan (Ahmad, dkk, 1993: 4). Kegagalan ekspansi pertama ini menyebabkan pemerintah Belanda melipatgandakan pasukannya untuk menundukkan Aceh. Untuk itu, Pemerintah Hindia Belanda memanggil seorang pensiunan jenderal, J. Van Swieten. la diangkat sebagai panglima perang pada agresi kedua ini dengan kekuatan 249 perwira dan 6.950 tentara (Sofyan, 1990: 28). Dipundaknya terdapat tugas berat untuk menyerang dan merebut Aceh dan kepadanya juga diberi wewenang mengadakan perjanjian dengan sultan. Selain menjadi panglima perang, la diangkat pula sebagai Komisaris Pemerintah Hindia Belanda di Aceh. Dalam agresi kedua ini Belanda berhasil menduduki istana dan mesjid raya pada tanggal 24 Januari 1874. Namun Belanda tidak berhasil menangkap Sultan beserta keluarganya. Sementara itu, Sultan beserta keluarganya dan pengikutnya sudah lebih dulu menyingkir ke Longbata pada tanggal 15 Januari 1874 sehingga usaha Van Swieten untuk menangkap Sultan menemui kegagalan. Di tempat baru ini Sultan mendirikan markas pertahanannya. Bersama-sama dengan Panglima Polem dan para pengikutnya yang lain, sultan bertekad untuk meneruskan perjuangan melawan Belanda. Namun nasib buruk tidak dapat dihindari Sultan Mahmud Syah, ia diserang wabah kolera dan mangkat pada tanggal 29 Januari 1874 di Pagar Ayer dan dimakamkan di Cot Bada (Pusponegoro, dkk, 1992: 249). Sebagai penggantinya diangkatlah Sultan Muhammad Daud yang masih kecil sebagai Sultan Aceh. Sejak itulah pemerintah Belanda dengan bermacam-macam siasat politiknya berusaha menaklukkan seluruh Aceh seperti yang dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Pembesar kerajaan. panglima dan rakyat Aceh yang masih mencintai kemerdekaan mengungsi ke pedalaman dan mengadakan perlawanan. Pada waktu Seulimum jatuh pada tahun 1879 dapat dikatakan seluruh Aceh Tiga Sagi berada dalam kekuasaan Belanda dan pemerintahan sipil pun berjalan dengan lancar (Jakub, 1952: 21). Kaum pejuang mundur ke daerah yang masih merdeka. Sultan Muhammad Daud yang masih kecil itu serta pengiringnya mengungsi ke pedalaman di Keumala, daerah Pidie, sedangkan rakyat pejuang mundur ke Gunung Biram Lamtamot, di kaki Gunung Seulawah. Mereka tidak mau menyerah, biar mati dalam hutan, asal jangan ditangkap musuh. Namun perlawanan secara teratur tidak ada lagi. Kaum pejuang yang berada di kaki Gunung Selawah tersebut lama-kelamaan tidak sabar dan menderita terus-menerus dalam hutan menahan gigitan nyamuk Malaria dan kekurangan makanan. Oleh karena itu, muncullah kemudian dua golongan di kalangan kaum pejuang tersebut, ada yang terpaksa menyerah pulang ke kampung halaman karena tidak tahan menderita lebih lama. Ada pula yang mendaki Seulawah menuju daerah Pidie mencari batuan untuk meneruskan perjuangan. Pada awal tahun 1881, mereka tiba di Tiro menjumpai Tgk Chik Muhammad Amin Dayah Tjut, seorang ulama Tiro yang mempunyai pengaruh besar. Dua kali diadakan musyawarah antara pemimpin-pemimpin dan ulama-ulama seluruh Pidie. Keputusannya diangkatlah Tgk Sjech Saman, yang terkenal kemudian dengan Tgk Chik Di Tiro, menjadi panglima perang untuk merebut kembali tanah air yang telah jatuh ke tangan musuh. Dengan demikian, dalam kondisi yang amat genting di mana kraton, mesjid raya, wilayah lainnya dikuasai Belanda serta semangat pejuang yang mulai menurun amatlah

tepat kalau kemudian muncul kepemimpinan Tgk Sjech Muhammad Saman. Dia seorang pejuang yang mendengungkan perang di jalan Allah, Perang Sabil. Siapa pun yang mati di medan perang, maka disebut mati syahid, surgalah ganjarannya. Pada akhirnya, perang dikumandangkan menyebar ke seluruh wilayah Aceh. Seluruh lapisan masyarakat bahumembahu mengangkat senjata untuk mengusir Belanda dari bumi Aceh. Masa Kecil-Remaja Muhamad Saman yang kemudian terkenal dengan nama Tgk Chik Di Tiro, adalah putra dari Tengku Sjech Abdullah, anak Tgk Sjech Ubaidillah dari kampung Garot negeri Samaindra, Sigli. Ibunya bernama Siti Aisyah, putri dari Tgk Sjech Abdussalam Muda Tiro anak Leube Polem Tjot Rheum, kakak dari Tgk Chik Muhammad Amin Dajah Tjut. Ia lahir pada tahun 1836 Masehi, bertepatan dengan 1251 Hijriah di Dajah Krueng kenegerian Tjombok Lamlo (Kota Bakti) (Zentgraff, 1982: 29). Teungku Chik Di Tiro mempunyai lima orang putra yaitu Tgk Mat Amin, Tgk Mahidin, Tgk di Tungkob, Tgk di Buket (Tgk Muhammad Ali Zainulabidin), dan Tgk Lambada. Teungku Chik Di Tiro semasa kecilnya hidup dalam masyarakat kaum agama dan bergaul dengan ayahnya yang mengajar bermacam-macam ilmu di Garot. Setelah berusia 15 tahun la pindah belajar pada pamannya Tgk Chik Dayah Tjut di Tiro dalam bermacammacam ilmu. Kemudian, la pindah belajar pada Tgk Muhammad Arsyad (Tgk Chik di Jan di Ie Leubeu). Setelah itu, ia menuntut ilmu lagi pada Tgk Abdullah Dajah Meunasah Blang. Akhirnya, ia belajar pada Tgk Chik Tanjung Bungong di Tanjung Bungong. Namun Tgk Chik Di Tiro belum puas terhadap ilmu yang didapatnya selama ini. Oleh karena itu, ia kemudian pergi ke Lam Krak, Aceh Besar untuk memperluas wawasan dan pandangannya. Setelah dua tahun berada di sana, ia pulang kembali ke Tiro dan mengajar bersama pamannya Tgk Dayah Tjut. Dengan kedatangan Muhammad Saman di Tiro dan mengajar di pesantren tersebut menyebabkan pesantren menjadi semakin terkenal di kalangan masyarakat Aceh. Setelah beberapa tahun di Tiro hatinya tergerak untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam lagi ilmu agama serta menambah wawasannya di Mekkah. Sebelum keberangkatannya ke Mekkah ia minta restu pada pamannya yang sekaligus gurunya Tgk Dayah TJut di Lam Krak. Selama di Lam Krak Tgk Chik Di Tiro sempat berjuang melawan Belanda karena ia diajak oleh kawan-kawannya. Oleh karena ada surat dari parnannya agar ia pulang ke Tiro dan segera menunaikan ibadah haji, maka Tgk Chik Di Tiro meninggalkan ternan-teman seperjuangannya dan pergi menunaikan ibadah haji. Di Mekkah seiain menunaikan haji, Tgk Chik Di Tiro juga mempergunakan waktunya untuk menjumpai pemimpin-pemimpin Islam yang ada di sana. Dari mereka, Tgk Chik Di Tiro tahu tentang perjuangan para pemimpin tersebut dalam berjuang melawan imprialisme dan kolonialisme. Selain itu, ia juga bertemu dengan pejuang Islam lainnya yang berasal dari Jawa, Sumatra, Kalimantan dan pulau-pulau lain di Indonesia. Dari hasil pendidikan agama dan pengalaman selama berada di Mekkah dan ikut perjuangan di Lam Krak itulah tertanam di dalam jiwanya yang berakar dalam dan teguh. Sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya, Tgk Chik Di Tiro sanggup berkorban apa saja baik harta benda, kedudukan, maupun nyawanya demi tegaknya agama dan bangsa. Keyakinan ini dibuktikannya dalam kehidupan nyata. Tgk Chik Di Tiro menerima penunjukkan menjadi panglima perang oleh rakyat dan para ulama. Masa Perjuangannya Ketika awal pertama kali Tgk Chik Di Tiro berjuang, ia tidak mernpunyai apa-apa.

Tanggapan terhadap perjuangannya pun ada yang bersikap sinis kepadanya. Teungku Chik Di Tiro bukan keturunan panglima, ia hanya seorang haji dan ulama. Menghadapi sikap sinis sebagian orang tersebut, Tgk Chik Di Tiro menerima dengan sabar. Hal tersebut malah menjadikan sebuah tantangan yang harus ditaklukkan. Usaha pertama yang dilakukannya adalah membangkitkan semangat para pejuang dan mengumpulkan para pejuang dalam satu kesatuan yang kokoh yang tidak dapat dipecah belah. Untuk itu, ia mengadakan perjalanan keliling Aceh. Pada setiap kesempatan la singgah di suatu tempat, ia mengadakan ceramah di masjid atau mengadakan kenduri. Pada kesempatan itu ia pergunakan untuk menyebarluaskan ajarannya mengenai perang Sabil, menyadarkan orang-orang untuk memerangi kaum kafir, berjuang di jalan yang diridhoi oleh Allah, serta untuk memperoleh segala informasi dari mereka yang hadir. Selain itu, ia juga mengirim surat kepada para uleebalang dan keuchik yang tidak dapat dihubungi secara lisan yang berisi panggilan suci kepada mereka untuk berjuang di jalan Allah, baik kepada mereka yang telah mengakul kedaulatan dan memihak kepada Belanda maupun kepada mereka yang karena suatu hal kembali lagi ke kampung halaman. Seruan tersebut ditujukan kepada imam-imam negeri, Teungku-teungku, keuchik, panglima dan akhirnya kepada semua kaum muslimin dan terutama juga untuk Teuku Nek Meuraxa, Tengku Panglima Masjid Raya dan Teuku Malikul Adil. Seruan yang berisi ajakan Perang Sabil ini diperkuat lagi dengan Hikayat Perang Sabil. Idiologi Perang Sabii ini muncul sejak abad XVII dihidupkan kembali melalui Hikayat Perang Sabil pada pertengahan kedua abad XIX ketika negeri ini dilanda serangan kaum kafir sehingga banyak rakyat umum tertarik kepada gerakan Perang sabil yang didengungkan oleh Tgk Chik Di Tiro. Seruan Perang Sabil yang dikumandangkan oleh Tgk Chik Di Tiro mendapat sambutan hangat dari berbagai kalangan, baik kaum ulama maupun panglima. Dengan adanya bantuan tersebut, Tgk Chik Di Tiro semakin kuat dan siap menghadapi Belanda. Hasil usaha menghimpun kekuatan tidak lah sia-sia. Ulama ini berhasil menghimpun kekuatan sebanyak 6000 orang pasukan (sofyan, 1990: 36). Gerakan angkatan Perang Sabil Tgk Chik Di Tiro mulai menampakkan pengaruhnya. Pemerintah Hindia Belanda di Aceh pun mulai mendengar gerakan perang ini. Namun mereka belum tahu siapa sebenarnya Tgk Chik Di Tiro. Gubernur Van der Heyden menyebut keadaan Aceh dalam sebuah laporannya sebagai berikut "Suasana Aceh sekarang seperti api dalam sekam..." (Sofyan, 1990 : 49). Setelah persiapan dirasa cukup, maka segera diambil langkah pertama yaitu memutuskan hubungan antar benteng Belanda Pasukan Perang Sabil memotong kawat telepon antar benteng agar mereka tidak dapat saling berhubungan. Sebagai markas besar, Tgk Chik Di Tiro membangun sebuah benteng yang kuat di Mureu. Lokasi benteng ini mempunyai letak yang sangat strategis yaitu terletak di tepi Krueng Inong. Kemudian, serangan terbuka dilaksanakan dengan menyerang kedudukan bentengbenteng Belanda di Krueng Jreu, Gle Kameng, dan Indrapuri. Ketiga benteng tersebut diserang habis-habisan oleh pasukan Perang Sabil. Akhirnya ketiga benteng tersebut dapat direbut oleh pasukan Perang Sabil pada tahun 1881. Belanda dapat dipukul mundur dari ketiga benteng tersebut dan akhirnya memperkuat benteng-benteng di Lambaro, Aneuk Galong, dan Samahani. Selama kurun waktu 1882-1883 terjadi pertempuran yang dahsyat antara kedua pihak. Pasukan Tgk Chik Di Tiro mengalami banyak kemajuan. Beberapa benteng dapat direbutnya dari Belanda seperti benteng di Krueng Raja dan Kadju. Karena kuatnya tekanan pasukan Tgk Chik Di Tiro, maka akhirnya Belanda pun menarik diri dari salah satu benteng terkuatnya selama ini di Aneuk Galong dan mundur ke Lambaro dan Keutapang

dua. Untuk mempertahankan diri Belanda membuat garis konsentrasi yang terbentang dari Kuta Pohama ke Keutapang Dua. Tgk Chik Di Tiro berusaha merebutnya dari arah laut, tetapi belum berhasii. Pada 5 Maret 1883 Gubemur Van Der Hoeven memberitahukan kepada pemerintah pusat di Jawa tentang kondisi Aceh tersebut. Namun kemudian gubernur ini malah diganti oleh P.F Laging Tobias pada 16 Maret 1883. Pada masa pemerintahannya Belanda menghadapi masalah yang berat sampai pada ia mengeluarkan laporan yang mengatakan bahwa Belanda di Aceh hampir putus asa (Sofyan, 1990: 57). Pada masa itu, Tgk Chik Di Tiro sempat pula menyerang Kutaraja, walaupun tidak berhasil merebutnya. Seorang controuler Belanda J.P. Van der Lith menemui ajalnya sedangkan Panglima Pang Nyak Hasan dari pihak Aceh tewas (Sofyan, 1990: 35). Melihat Belanda hampir jatuh, Tgk Chik Di Tiro memberi ultimatum kepada Belanda dengan mengirim surat kepada Asisten Residen Van Langen pada tahun 1885 untuk mengadakan perdamaian. Tgk Chik Di Tiro bersedia berdamai dengan Belanda apabila Belanda bersedia memeluk agama Islam. Namun surat ini tidak mendapat reaksi apa-apa dari pihak Belanda. Selama tiga tahun, surat perdamaian yang diajukan oleh Tgk Chik Di Tiro tidak berbalas. Pada Mei 1888, ia mengirim surat lagi dengan nada yang sama kepada pihak Belanda. Namun kali ini pun usaha Tgk Chik Di Tiro mengajak Belanda untuk berdamai dengan mengajak mereka masuk Islam tidak berhasil. Demikian pula usaha Belanda mengajak ulama ini berdamai dan bersedia berdiam di Kutaraja tidak berhasil. Akhirnya, Tgk Chik Di Tiro pun setelah itu tidak pernah lagi mengajak berdamai kepada Belanda. Sejak kegagalan Tgk Chik Di Tiro mengajak damai dengan Belanda telah berlangsung pertempuran di berbagai tempat seperti di sekeliling Kota Tuanku dan Peukan Krueng Tjut. Dari pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di berbagai tempat tidak tahu berapa kerugian yang jatuh di pihak Belanda, tidak ada angka pasti. Selama Gubernur Van Teijn berkuasa Belanda mempergunakan strategi "Wait and See" yaitu menunggu sampai keadaan berubah. Kenyataannya strategi yang diterapkan Belanda ini hasilnya jauh dari yang diharapkan. Belanda sering terpukul mundur pada banyak pertempuran. Akhirnya, untuk mengimbangi pasukarr Aceh Belanda membentuk satu korps tentara baru yang disebut Korps Marsose di bawah pimpinan J. Notten pada tanggal 2 April 1890. Walaupun Belanda membentuk korps Marsose Tgk Chik Di Tiro terus bertempur melawan Belanda tidak kurang dahsyatnya dibanding tahun-tahun sebelumnya. Semangat pasukan pun tidak pernah pupus menghadapi Belanda. Selama tahun 1890 Tgk Muhammad Amin putera Tgk Chik Di Tiro yang tertua sudah ikut memimpin pasukan. Beberapa kali ia mendapat luka dan terpaksa diangkut ke Aneuk Galong. Akhir Perjuangannya Mengetahui bahwa jiwa Perang Sabil terdapat pada Tgk Chik Di Tiro, maka Belanda berusaha membunuh ulama ini. Belanda kembali mempergunakan siasat adu domba di mana salah seorang bangsawan yang berambisi menjadi panglima sagi diperalat untuk membunuh ulama tersebut. Tgk Chik Di Tiro diundang ke Tui Seilemeung dan di dalam benteng itu ulama ini diberi makanan beracun. Tgk Chik Di Tiro kemudian jatuh sakit. Pada tanggal 25 Januari 1891 ulama ini wafat di Aneuk Galong. Perjuangannya diteruskan oleh anak-anaknya yang lain. Dapat dikatakan tidak satupun diantara anak-anaknya yang tidak terlibat di dalam perang melawan Belanda. Kebesaran dan pengaruh keluarga ini dapat digambarkan seperti yang dikatakan oleh Zentgraaf (1982) sebagai berikut.

Tak ada satu keluarga Acehpun yang waktu itu, yang begitu besar dalam Perang Aceh, selain keluarga ulama Tiro, dan tidak pula ada keluarga Aceh lainnya, yang meneruskan Perjuangan sampai kepada titik darah penghabisan, selain keluarga itu. Keluarga inilah dalam peperangan itu, merupakan sasaran operasi penyerangan bala tentara kita, yang merupakan bahagian yang paling mengesankan dalam sejarah perang Aceh dan dapat menjadi sumber cerita-cerita kepahlawanan".