BAB V PENUTUP. Praktik suap di kalangan jurnalis masih terjadi hingga saat ini. Suap adalah

dokumen-dokumen yang mirip
Penerapan Kode Etik di Kalangan Jurnalis

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagian masyarakat berpikir menjadi seorang jurnalis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berupa amplop, rekening, undian berhadiah, dan sebagainya. Tak

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. elemen yang saling membutuhkan. Dalam menjalankan kewajibannya sebagai

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG SPONSORSHIP BAGI TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

Etika Jurnalistik dan UU Pers

~ 1 ~ DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN GRATIFIKASI DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH TENTANG PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

KAJIAN SERTIFIKASI PADA PROFESI JURNALIS. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

FOTO NARASUMBER. Yusuf Anggara. Kepala Subbagian Humas Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BSN. Pengendalian Gratifikasi. Sistem.

BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PERMEN-KP/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SPONSORSHIP BAGI TENAGA

BAB IV PENUTUP. 1. Peran organisasi profesi Notaris dalam melakukan pengawasan terhadap

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2015, No.69 2 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

2017, No Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR 4 TAHUN 2015

Kode Etik Jurnalistik

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN

PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN I N S P E K T O R A T Jl. Arungbinang Nomor 16 Telp: (0287) , Kebumen 54311

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU

PENGADILAN NEGERI BANTUL KELAS I B BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-U

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 27 Tahun 2016 Seri E Nomor 19 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PEMBERIAN DAN PENERIMAAN HADIAH

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. : Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan. mengeluarkan pendapat. Serta ditegaskan dalam Pasal 28F, yaitu

PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI

GRATIFIKASI VS SPONSORSHIP PKB DAENG MOHAMMAD FAQIH

PEMBERIAN GRATIFIKASI KEPADA PIHAK KETIGA

Nomor : 992 /BAN-PT/AK/ Februari 2017 Lampiran : 1 (satu) berkas Perihal : Pemberitahuan asesmen lapangan BAN-PT

BAB I PENDAHULUAN. harus mampu mengelola sumber daya manusia sebaik-baiknya sehingga akan. dapat mencapai tujuan dan sasaran perusahaan.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu

Mengingat : 1 Undang-Undang RI Nomor: 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 2 MEMUTUSKAN:

KODE ETIK JURNALISTIK

2017, No Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 3874), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PRAMUWISATA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 90 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN GRATIFIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

GRATIFIKASI DALAM INTERAKSI INDUSTRI FARMASI DENGAN DOKTER

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK.10 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN GRATIFIKASI BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS DATA. A. Temuan Penelitian Dalam penelitian kualitatif analisis data merupakan tahap yang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG

Penaatan Kode Etik di Kalangan Jurnalis Peliput Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Setelah Penghapusan Amplop Jurnalis

KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 125/DJ-PSDKP/2011 TENTANG

KODE ETIK ANGGOTA KOMISI PARIPURNA DAN ANGGOTA BADAN PEKERJA KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotis

PANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat.

PEDOMAN PENANGANAN GRATIFIKASI

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis, dan mengevaluasi media massa. Pada dasarnya media literasi

PENGADILAN NEGERI GUNUNG SUGIH KELAS II SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI GUNUNG SUGIH KELAS H PEDOMAN PENANGANAN GRATO7KASIDILINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN Praktik suap di kalangan jurnalis masih terjadi hingga saat ini. Suap adalah hadiah yang diberikan pada nara sumber baik yang berpengaruh pada berita maupun yang tidak berpengaruh. Makin tinggi intensitas pemberian suap, jurnalis akan terbentur dalam konflik kepentingan. Jenis-jenis suap yang dilakukan oleh jurnalis yakni freebies, junkets, perks, freelancing, serta sogokan. Semua jenis suap ini dilakukan oleh wartawan muda dan tua, wartawan dengan gaji rendah maupun tinggi, wartawan dengan status kerja tetap ataupun kontributor, serta wartawan yang bekerja di wilayah pemerintahan maupun non pemerintahan. Jenis-jenis suap ini dapat diuraikan sebagai berikut. a. Freebies : pemberian dari nara sumber tanpa bayaran tertentu seperti tiket gratis (menonton, pertandingan, dan lain-lain), undangan makan dan minum gratis, buku, kalender, pensil, kartu ucapan selamat, parcel, amplop saat jumpa pers (Rp 25.000,- hingga tak terhingga), dan pemberian lainnya. Freebies ini sama halnya dengan gratifikasi yang bisa berpengaruh atau tidak berpengaruh pada penulisan berita. Mayoritas freebies ini diterima secara insidental oleh jurnalis ketika meliput suatu acara. Khusus untuk wilayah pemerintahan dan pendidikan terdapat dana 183

anggaran khusus seperti yang dianggarkan dalam APBD. Ada yang dinamakan uang triwulanan sekitar Rp300.000,-. b. Junkets, berkaitan dengan pekerjaan jurnalis yang diselingi dengan berpesiar. Beberapa kategorinya yakni tiket jalan-jalan gratis dengan memberikan akomodasi penuh (penginapan, transportasi, makan, dan lainnya) pada jurnalis baik di luar kota maupun luar negeri dengan uang saku. Untuk penginapan biasanya adalah hotel sekelas bintang 3. Uang saku pun berkisar Rp 500.000,- hingga jutaan. Biasanya sembari jalanjalan gratis atau beriwisata, jurnalis sengaja diberi objek wisata yang bisa diliput. Junkets ini biasanya selalu dianggarkan dalam sekali dalam satu tahun. c. Perks, berkaitan tunjangan pada jurnalis. Kategori perks diantaranya, ruangan kerja/press room di gedung pemerintahan serta anggaran APBD daerah yang diperuntukkan untuk jurnalis (meliputi uang dalam jumpa pers, press tour, Tunjangan Hari Raya (THR), dan lainnya. Keberadaan press room ini dilengkapi dengan komputer, jaringan internet gratis, telepon, minuman dan makanan ringan, serta AC. Press room ini bebas digunakan oleh wartawan saat melakukan kerjanya. d. Freelancing atau pekerjaan kedua atau sampingan yang dilakukan wartawan. Dari hasil penelitian, pekerjaan kedua yang mayoritas dikerjakan wartawan adalah mencari iklan. Pekerjaan ini ada yang diminta 184

oleh perusahaan, ada pula yang menjadi kemauan sendiri. Pekerjaan ini mendatangka komisi untuk jurnalis. e. Suap/ Sogokan. Suap atau sogokan ini lebih berkaitan dengan ikatan janji yang dilakukan oleh nara sumber dengan pihak perusahaan/jurnalis untuk memberitakan atau tidak memberitakan. Sogokan banyak diberikan oleh nara sumber ketika mereka terlibat dalam kasus tertentu. Sogokan biasanya berupa uang atau fasilitas mewah lainnya. Sogokan lain adalah dalam bentuk iklan. Biasanya ini merupakan kerjasama terlebih dahulu yang dilakukan perusahaan media. Contoh sogokan lain yang ditemukan adalah dalam penelitian ini adalah pihak nara sumber dengan mengadakan lomba menulis dengan hadiah yang mewah seperti uang jutaan rupiah, serta hadiah mewah lainnya. Syaratsyarat dalam lomba menulis tersebut ditentukan oleh pihak penyelenggara seperti salah satunya pemuatan berita mereka di media. Ketentuan isi berita ditentukan mereka. Alasan praktik ini juga terdiri dari berbagai faktor yakni: a. Lemahnya komitmen individual jurnalis. Lemahnya komitmen ini dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu latar belakang individu jurnalis dari berbagai macam yang berpengaruh pada pemahaman mereka terhadap kode etik jurnalistik, belum pahamnya individu terhadap profesi jurnalis sendiri,s erta persepsi yang salah dari individu jurnalis soal praktik suap. 185

b. Keberadaan kode perilaku perusahaan media. Masih banyak media yang belum menerjemahkan kode etik jurnalistik dalam kode etik perilaku. Padahal, kode etik perilaku ini akan memudahkan jurnalis untuk bekerja sesuai koridor kode etik jurnalistik. Banyak perusahaan media justru terkesan acuh soal pelaksanaan praktik suap ini. Tak hanya acuh, sebenarnya mereka sudah mengetahui, namun membiarkan begitu saja. Bahkan tak hanya di tingkatan jurnalis, bahkan di tingkat redaktur atau di atasnya, praktik ini cenderung dibiarkan. Perusahaan media banyak yang tidak memberikan aturan tertulis soal praktik ini. Karena itu sanksinya pun tak tegas, paling-paling juga hanya teguran lisan. Namun ada pula perusahaan yang memberikan sanksi tegas yakni pemecatan terhadap jurnalisnya. Kelonggarankelonggaran inilah yang menjadi celah jurnalis untuk terus melakukan praktik ini. Lebih lagi, pengawasan oleh perusahaan juga masih minim. Hal lainnya adalah persoalan penghargaan perusahaan terhadap jurnalisnya. Penghargaan ini berupa gaji, tunjangan, dan lainnya. Banyak perusahaannya yang tidak seimbang memberikan penghargaan pada jurnalis dengan kerja yang mereka lakukan. c. Kontrol organisasi profesi yang kurang optimal dalam pendisiplinan anggotanya. Berdasarkan hasil penelitian, PWI cenderung membiarkan praktik ini terjadi, dengan catatan tidak memeras nara sumber. 186

Sedangkan organisasi profesi AJI yang melarang keras praktik ini, belum banyak memberikan solusi untuk membantu individu jurnalisnya. Artinya sosialisasi sudah banyak dilakukan, hanya saja konkret untuk menambah penghasilan individu belum optimal dijalankan. d. Tekanan komersial industri pers. Hal ini menyebabkan jurnalis memiliki kerja beban berlebih. Ironisnya, kerja berlebih ini tidak diimbangi dengan gaji yang memadai. Akibatnya, praktik suap menjadi salah satu cara untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Selain itu, industri pers saat ini mendorong jurnalis untuk menyalahgunaan profesinya. Terjadi apa yang dinamakan dualism wartawan, dimana wartawan menjalankan profesi sebagai jurnalis dan pencari iklan. Hal ini di beberapa media terjadi karena alasan kondisi internal perusahaan yang kurang baik. Sayangnya, banyak dari jurnalis memanfaatkan kesempatan ini untuk memperoleh komisi yang tinggi dari perusahaannya. Tentu saja jurnalis cenderung mudah untuk mencari iklan karena ia memiliki kedekatan dengan nara sumber. e. Tidak adanya sanksi sosial dalam masyarakat. Kultur masyarakat Jawa yang ewuh pakewuh dan pandangan salah kaprah dari nara sumber melanggengkan praktik suap ini. Banyak nara sumber yang masih berpandangan bahwa ketika tidak memberi sesuatu pada jurnalis ada perasaan tidak enak. 187

Pandangan ini dikuatkan oleh persepsi nara sumber soal profesi jurnalis yang memiliki derajat tinggi. Jurnalis adalah pihak yang harus diperlakukan baik karena akan berpengaruh pada pemberitaan citra institusi mereka. Semakin perlakukan yang diberikan nara sumber baik dan memadai, maka keuntungan yang diperoleh oleh institusi akan tinggi. Pandangan win-win solution inilah yang akhirnya menjerumuskan nara sumber untuk terus menganggarkan dana khusus untuk jurnalis serta menyediakan fasilitas yang cenderung berlebihan. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memberikan analisis terkait efek bias pada pemberitaan akibat suap. Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa unsur berita yang tidak terpenuhi lantaran jurnalis terbentur konflik kepentingan. Praktik ini masih sulit untuk dihilangkan hingga saat ini. Perlu dukungan dari berbagai faktor untuk memberantasnya. Salah satu cara yang sudah dilakukan saat ini adalah dengan Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) baik yang diselenggarakan oleh Dewan Pers maupun organisasi profesi untuk terus memberikan pemahaman soal kode etik jurnalistik. Kesimpulan atas penelitian ini juga menyatakan bahwa penerapan kode etik jurnalistik khususnya praktik suap belum bisa dijalankan sebagaimana mestinya. Bila ditelaah dari etika deontologi, individu jurnalis justru makin jauh dari aturan dan berusaha membuat aturan-aturan 188

masing-masing yang disahkan secara universal. Bilamana hal ini masih dilanjutkan dan tidak berusaha diberantas, maka profesionalitas jurnalis menjadi hal yang dipertaruhkan. Profesi ini kian tidak dipercaya oleh masyarakat, lebih lagi hakekat dari profesi ini adalah terbuka bagi siapa saja. Untuk itulah, perlu kesadaran masing-masing individu jurnalis untuk melaksanakan kode etik jurnalistik. Soal kode etik untuk menerima atau tidak menerima memang menjadi pilihan masing-masing individu. Hanya saja dibutuhkan rangsangan lain seperti pengawasan dan sanksi yang tegas atas tindakan ini dari media serta organisasi profesi. Beberapa sanksi yang bisa dilakukan teguran lisan, tertulis, pencabutan sementara izin profesi, serta tidak boleh bergelut di profesi jurnalis lagi. Untuk bisa memberikan sanksi yang tegas ini pekerja media memang harus menyadari bahwa pekerjaan media adalah profesi, dimana harus taat pada kode etik. 5.2 SARAN Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, peneliti memberikan saran atau rekomendasi untuk mengurangi praktik suap di kalangan jurnalis. Beberapa saran diantaranya: 1. Perusahaan media bisa memberikan kenaikan jabatan ataupun penghasilan dengan cara menstimulasi jurnalis dengan prestasi. 189

2. Sanksi atau aturan yang jelas dari perusahaan media bila melakukan praktik suap. Sanksi yang bisa diberikan seperti teguran, peringatan tertulis, hingga dipecat dari perusahaan. 3. Organisasi profesi memberikan pendidikan atau melakukan pembinaan pada anggotanya soal kode etik. Beberapa cara yang bisa dilakukan diantaranya anggota diwajibkan mengikuti Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ), seminar kode etik, serta kegiatan lain yang mendukung. 4. Organisasi profesi bisa memfasilitasi anggotanya untuk mencari penghasilan tambahan yang masih dalam koridor jurnalistik misalnya menulis buku, penelitian, menulis opini di media, dan sebagaianya. 5. Sanksi teguran, tertulis, dan pemecatan dari organisasi profesi. 6. Untuk eksternal, organisasi profesi bisa membantu peningkatan kapasitas humas atau narasumber soal kode etik. Hal ini penting agar pihak pemberi juga memahami dengan betul kode etik jurnalistik. Penelitian ini masih banyak memiliki kelemahan dan kekurangan. Penelitian ini masih bisa dikembangkan lagi dengan meneliti unsur teknik berita dari jurnalis yang menerima suap. Praktik suap sangat erat dengan dimensi evaluatif pada berita karena berkaitan dengan konteks sebuah fakta. Dimensi evaluatif terdiri dari dua komponen yakni keseimbangan 190

(balance) dan netralitas (netrality). Keseimbangan diartikan sebagai elemen penting dalam organisasi media karena masalah independensi ditegaskan. Sedangkan netralitas berkaitan dengan proses seleksi dan substansi seluruh berita. Namun penelitian lanjutan dari penelitian ini juga harus berdasarkan pada kasus tertentu. Hal ini memudahkan peneliti untuk melihat seberapa besar independensi jurnalis terhadap sebuah kasus yang didalaminya. 191