Sumber : geosetia.blogspot.com Gambar 3.1 Morfologi Sungai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

ASSESSMENT MORFOLOGI SUNGAI PROGO (Studi Kasus : Tengah Hilir Sungai Progo Yogyakarta) 1

BAB III LANDASAN TEORI A. Tipe Morfologi Sungai

07. Bentangalam Fluvial

BAB III LANDASAN TEORI. A. Morfologi Sungai

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipe Morfologi Sungai

HIDROSFER II. Tujuan Pembelajaran

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB III LANDASAN TEORI

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB III LANDASAN TEORI

Gambar 3.1 Tipe bentuk morfologi

BAB II. Tinjauan Pustaka

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Pembagian Ruas Lokasi Penelitian

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

HIDROSFER Berdasarkan proses perjalanannya, siklus dapat dibedakan menjadi 3 jenis sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangkit utama ekosistem flora dan fauna.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN I-1

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pengelolaan sumber daya air adalah

BAB 5: GEOGRAFI DINAMIKA HIDROSFER

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FORM INSPEKSI DAN PENELUSURAN SUNGAI DAN PRASARANA SUNGAI (Dikutip dari : TATA OP SUNGAI DAN PRASARANA SUNGAI, Edisi 2015) CATATAN INPEKSI SUNGAI

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN. daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO. Oleh : Dyah Riza Suryani ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI CODE AKIBAT ALIRAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN Dian Eva Solikha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

BAB I PENDAHULUAN. (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di waduk (Asdak, 2007).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir.

Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu, juga mengkikis bumi, sehingga akhirnya terbentuklah cekungan dimana air

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

Aulia Rahman Oktaviansyah 2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 93

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

Proses erosi adalah gaya melebar air yang mengalir disatas permukaan air tanah yang menyebabkan terjadinya lembah-lembah.

PENGGUNAAN DATA PENGINDERAAN JAUH DALAM ANALISIS BENTUKAN LAHAN. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

2 dalam menetapkan garis sempadan sungai termasuk menetapkan garis sempadan danau; d. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam menetapkan garis

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

Prasarana/Infrastruktur Sumber Daya Air

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Oleh : Maizir. Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Padang. Abstrak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI A. Morfologi Sungai Morfologi (Morpologie) berasal dari kata yunani yaitu morpe yang berarti bentuk dan logos yang berarti ilmu, dengan demikian maka morfologi berarti ilmu yang mempelajari tentang bentuk (Wikipedia, 2011). Morfologi merupakan hal yang menyangkut kondisi fisik tentang geometri, jenis, sifat, dan perilaku dengan segala aspek perubahannya dalam dimensi ruang dan waktu, dengan demikian menyangkut sifat dinamik dan lingkungannya yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Morfologi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya, kondisi aliran, proses angkutan sedimen, kondisi lingkungan, serta aktivitas manusia di sekitarnya. Proses geomorfologi utama yang terjadi di adalah erosi, longsor tebing, dan sedimentasi. Air yang mengalir di sebagai fungsi dari gaya gravitasi merupakan sarana transport material yang longsor dan atau tererosi, kemudian tersedimentasi pada daerah yang lebih rendah. Erosi adalah kombinasi proses pengikisan, pengangkutan, dan pemindahan materi lapukan batuan, kemudian dibawa ke tempat lain oleh tenaga pengangkut. Sedimentasi adalah proses pengendapan material yang berasal dari tempat lain (Dibyosaputro, 1997). Sumber : geosetia.blogspot.com Gambar 3.1 Morfologi Sungai 6

7 Keterangan Gambar Morfologi : Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak. Beberapa anak mengalami proses pelapukan, erosi, pelarutan dan sebagainya akan bergabung membentuk utama. Oxbow lake atau Danau tapal kuda merupakan danau yang dihasilkan dari suatu meander atau yang berkelok-kelok dengan sifat airnya meluber melintasi daratan mengambil jalan pintas dan meninggalkan potongan-potongan yang akhirnya membentuk danau tapal kuda. Oxbow lake terbentuk dari waktu ke waktu sebagai akibat dari erosi dan sedimentasi dari tanah disekitar meander Meander adalah bentuk yang berkelok-kelok terjadi akibat adanya pengikisan dan pengendapan. Apa bila terjadi secara berulang-ulang akan membentuk kelokan pada. Dan apabila proses ini terjadi pada beberapa bagian, maka akan membentuk yang berkelok-kelok yang di sebut sebagai meander. Pada lengkungan meander masing-masing terdapat dua sisi bagian dari lengkung meander yang selalu mendapat sedimentasi sehingga menyebabkan aliran tersebut berpindah disebut undercut. Aliran air mengalir lebih cepat pada sisi luar lengkung di badingkan arus pada sisi dalam, sehingga sisi luar lingkungan tererosi hasil terendapkan pada sisi dalam. Degradasi adalah penurunan lapisan fluvial akibat proses erosi. Fluvial adalah proses terkait keberadaan arus, dan endapan hasil erosi. Agradasi adalah penumpukan bahan-bahan yang terjadi oleh karena gaya angkut berhenti, misalkan karen dasar tempat berlangsungnya pengakutan tidak lagi berlanjud melainkan berubah menjadi datar. Proses terjadinya agradasi dasar pada hulu akibat adanya pemasangan bangunan air. Selain itu degradasi juga dipengaruhi oleh debit, waktu pengaliran dan angkutan sedimen. Ciri ciri Karakteristik fisik progo bagian tengah yaitu arus air tidak begitu deras, erosi mulai ke samping (erosi horizontal), aliran mulai berkelok-kelok, mulai terjadi proses sedimentasi (pengendapan) karena kecepatan air mulai berkurang sedangkan pada bagian

8 hilir progo memiliki karakteristik yaitu arus air tenang, banyak terjadi sedimentasi, erosi ke arah samping (horizontal), berkelok-kelok (terjadi proses meander). B. Tipe-tipe Sungai Sumber : Amri, 2014 Gambar 3.1 Tipe-Tipe Sungai 1. Tipe Aa+ Tipe Aa+ memiliki kemiringan yang sangat curam (>10%), saluran berparit yang baik, memiliki rasio lebar/kedalaman (W/D ratio) yang rendah dan sepenuhnya dibatasi oleh saluran kecil. Bentuk dasarnya merupakan cekungan luncur atau aliran terjun ( super kritis), Tipe Aa+ banyak dijumpai pada dataran dengan timbunan agregat, zona pengendapan seperti aliran bersalju, bentuk lahan yang secara struktural dipengaruhi oleh patahan, dan zona pengedapan yang berbatasan dengan tanah residu. Arus umumnya beraliran deras atau terjun (super kritis), Tipe Aa+ disebut sebagai sistem suplai sedimen di sebabkan lereng saluran yang curam dan potongan melintang yang sempit serta dalam.

9 2. Tipe kecil A Tipe A hampir sama dengan tipe Aa+ yang telah dijelaskan sebelumnya, yang membedakan adalah kemiringan lereng saluran mencapai 4% sampai 10% dan arus umumnya meupakan cekungan dengan air kantung (scourpool). 3. Tipe kecil B Tipe B umumnya terdapat pada tanah dengan kemiringan yang curam dan sedikit miring. Dengan bentukan lahan utama sebagai kolom belerang yang sempit, banyak tipe B adalah hasil dari zona struktural, patahan, sambungan, dan bagian lereng lembah yang terkontrol secara struktural menjadi lemah yang sempit yang membatasi pengembangan dataran banjir. Tipe B mempunyai saluran berparit rasio lebar per kedalaman (W/D ratio) (<2), sinousitas saluran rendah dan didominasi oleh saluran deras (super kritis). Morfologi bentuk dasar yang dipengaruhi runtuhan dan perbatasan lokal, Umumnya menghasilkan air kantung (scour pool) dan aliran deras serta tingkat erosi pinggir yang relatif rendah. 4. Tipe kecil C Tipe C terdapat pada lembah yang relatif sempit sampai lembah yang lebar berasan dari endapan alluvial. Saluran tipe C memiliki dataran banjir yang berkembang dengan baik, kemiringan saluran < 2%dan morfologi dasar yang mengindikasikan konfigurasi cekungan. Potongan dan bentuk dari tipe C dipengaruhi oleh rasio lebar perkedalaman (W/D ratio) yang umumnya (<12) dan sinusitas > 1,4. Bentuk morfologi utama dari tipe C adalah saluran dengan relief rendah, kemiringa rendah, sinusitas sedang, saluran berparit rendah, rasio perkedalaman tinggi, serta dataran banjir yang berkembang baik. 5. Tipe kecil D Tipe D mempunyai konfigurasi yang unik sebagai sistem saluran yang menunjukan pola berjalin dengan rasio lebar per kedalaman (W/D ratio) yang sangat tinggi (> 40), dan lereng salura yang umumnya

10 sama dengan lereng lembah. Tingkat erosi yang sangat tinggi dan rasio lebar saluran yang sangat rendah, dengan suplai sedimen yang sangat tidak terbatas. Bentuk saluran merupak tipe pulau yag bervegetasi. Pola saluran berjalin dapat berkembbang pada daerah yang bermaterial sangat kasar yang terletak pada lebah dengan lereng yang cukup curam, sampai lembh dengan gradien yang rendah, rata, dan sangat bebas yang berisi material yang sangat halus. 6. Tipe kecil DA (branastomosis) Tipe DA (branastomosis) adalah suatu sistem saluran berjalin dengan gradien yang sangat rendah dan lebar aliran setiap saluran bervariasi. Tipe DA merupakan suatu sistem stabil dan memiliki banyak saluran dan rasio lebar per saluran serta sinousitas bervariasi dari sangat rendah sampe sangat tinggi. 7. Tipe E Tipe E merupakan perkembangan tie F, yaitu mulai saluran yang lebar, berparit, dan berkelok mengikuti perkembangan daerah banjir dan pemulihan vegetasi dari bekas saluran F. Tipe kecil E agak berparit, yang menunjukan rasio lebar per kedalaman (W/D ratio) tertinggi dari semua tipe. Tipe E adalah suatu cekungan konsisten yang menghasilkan jumlah cekungan dari setiap unit jarak saluran, sistem E umumnyan terjadi di lebah aluvial yang mempunyai elevasi rendah. 8. Tipe F Tipe F adalah saluran berkelok yang berparit klasik, mempunyai elevasi yang relatif rendah yang berisis batuan yang sangat lapuk atau mudah terkena erosi. Karakteristik F adalah mempunyai rasio lebar per kedalaman saluran (W/D ratio) yang sangat tinggi dan bentuk dasar sebagai cekungan sederhana.

11 9. Tipe G Tipe G adalah saluran bertingkat, berparit, sempit dan dalam dengan sinusitas tinggi sampai sederhana. Kemiringan saluran umumnya >0,02, meskipun saluran dapat mempunyai lereng yang ladai di maa sebagai lereng yang di potong ke bawah. Tipe G laju erosi tepi yang sangat besar, suplai sedimen yang tinggi, lereng saluran yang sederhana sampai curam, rasio lebar per kedalaman (W/D ratio) yang rendah, bebn dasar tinggi dan laju transport sedimen terlarut sangat tinggi. C. Audit Teknis Sungai dan Prasarana Sungai Audit teknis dan prasarana adalah teknik pengumpulan data dengan metode penilaian kondisi fisik prasarana, penilaian dilakukan dengan menggunakan form catatan inspeksi prasarana dan di sertai dengan foto kondisi fisik di lapangan. Pedoman OP prasarana dan pemeliharaan membahas tentang tata cara operasi pemeliharaan prasarana dan. Operasi prasarana mencakup tiga fungsi yaitu: pengaturan, pengalokasian, serta penyediaan air dan ruang. Operasi prasarana bertujuan untuk mengoptimalkan kemanfaatan dan prasarananya. Sedangkan pemeliharaan dan prasarananya meliputi fungsi perawatandan perlindungan dan prasarananya serta daerah tangkapan air yang bertujuan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan dan ketercapaian tujuan operasi prasarana.

12 Tabel 3.1 Lingkup Kegiatan OP Prasarana Sungai serta Pemeliharaan Sungai Jenis Kegiatan Operasi Sungai Lingkup Prasarana OP Prasarana Sungai 1) Pengoperasian bangunan pengatur atau pengendali debit dan arah aliran air. 2) Pengoperasian bangunan atau pos pemantau kondisi hidrologi, hidroklimatologi, dan kualitas air. 3) Pengoperasian prasarana penunjang atau pendukung kegiatan OP (peralatan dan kendaraan, perahu, telekomunikasi). Pemeliharaan 1) Penatausahaan 1) Penatausahaan bangunan. 2) Pemeliharaan bangunan. 2) Pemeliharaan ruang 3) Pemeliharaan bangunan/pos dan pemantau kondisi hidrologi, pengendalian hidroklimatologi, dan kualitas air pemanfaatan ruang. 4) Pemeliharaan prasarana 3) Pemeliharaan dataran penunjang dan pendukung banjir dan kegiatan OP baik berupa gedung, pengendalian peralatan berat, serta peralatan pemanfaatan dataran transportasi dan telekomunikasi. banjir 4) Restorasi Sumber : Pedoman OP Prasarana Sungai dan Pemeliharaan Tahun 2016 Pemeliharaan ruang sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (2) huruf b bertujuan untuk menjaga: 1. Palung senantiasa berfungsi sebagai tempat air mengalir dan tempat berlangsungnya kehidupan ekosistem, dan 2. Sempadan senantiasa berfungsi sebagai tempat penyangga antara ekosistem dan daratan, agar fungsi dan kegiatan manusia tidak saling terganggu. Faktor yang perlu diperhatikan dan dikerjakan oleh unit pelaksana OP dalam pemeliharaan ruang diuraikan dalam tabel 3.2.

13 Faktor yang No perlu diperhatikan 1 Struktur dan formasi dasar 2 Dimensi palung Sungai Tabel 3.2 Pemeliharaan Ruang Sungai Fokus Perhatian 1. Fitur alami bebatuan pada dasar 2. Pepohonan dan rumput tetumbuhan di tepi 3. Degradasi dan Agradasi dasar 1. Perubahan dimensi palung 2. Perubahan arah aliran air 3. Sampah mengambang atau menumpuk di 4. Serasah tanaman yang hanyut atau menyangkut di Uraian kegiatan Pemeliharaan 1. Melaksanakan inspeksi dan pengawasan rutin 2. Mencegah pengambilan bebatuan dasar 3. Mencegah pembabatan terhadap pepohonan di tepian 4. Merawat rumput pertumbuhan di tepi 5. Memasang rambu peringatan atau Larangan 1. Memberikan pertimbangan teknis terhadap kegiatan pengerukan 2. Melaksanakan pembersihan rutin terhadap sampah di 3. Menyingkirkan ranting dan batang pohon tumbang yang mengganggu kelancaran aliran 4. Melakukan pemantauan dan evaluasi periodik 2 tahunan terhadap perubahan dimensi palung. 5. Menjaga kestabilan tebing Sungai 3 Kemiringan dasar 1. Kemiringan dasar 2. Lebar dan kedalaman alur 1. Melakukan inspeksi dan pengawasan rutin. 2. Melaksanakan pengawasan terhadap aktivitas pengerukan dan pengambilan batuan 3. Melaksanakan pengerukan periodik paling lama 2 tahunan pada ruas yang mengalami pendangkalan 4..Melakukan pemantauan dan evaluasi periodik 2 tahunan terhadap perubahan kemiringan dasar

14 Tabel 3.2 Lanjutan 4 Dinamika Meander 1. Dinamika perubahan lateral meander 2. Potensi bahaya longsor atau keruntuhan tebing pada tikungan luar meander 3. Penggerowongan (local scouring) pada bagian dasar/pondasi bangunan di. 4. Stabilitas lereng 1. Melakukan pemantauan dan evaluasi periodik 2 tahunan terhadap dinamika perubahan meander 2. Melaksanakan pencegahan terhadap penggerusan dan pengikisan tebing 3. Melaksanakan pemeliharaan korektif terhadap tebing yang tidak stabil dan membahayakan lingkungan dan prasarana yang ada didekatnya 5 Eksistensi sempadan Sungai 1. Potensi pelanggaran terhadap ketentuan batas sempadan 2. Dinamika penggunaan ruang di dalam sempadan 1. Memasang patok batas sempadan 2. Memasang rambu peringatan dan larangan 3. Melaksanakan pengawasan periodik satu bulan sekali terhadap penggunaan ruang di dalam 4. sempadan 5. Menjaga ketertiban penggunaan ruang di dalam sempadan Sumber : Pedoman OP Prasarana Sungai dan Pemeliharaan Tahun 2016