BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

dokumen-dokumen yang mirip
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir)

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM

BAB II LANDASAN TEORETIS. 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Pengertian Pajak Penghasilan 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum.

MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II LANDASAN TEORI

PEMOTONGAN PPh PASAL 21

BAB II LANDASAN TEORI. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai

AGENDA. PPh Pasal 26

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20

Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B)

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

BAB II DASAR TEORI. wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa. berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi

ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pengungkapan beberapa para ahli mengenai pajak sebagai berikut :

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang. digunakan untuk menjawab masalah penelitian.


Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap adalah:

Update. Pajak Penghasilan Sehubungan dengan. Pekerjaan atau Jabatan, Jasa dan kegiatan, Yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013

Contoh Isi Proposal Penelitian Konsentrasi Perpajakan ( Akuntansi) Part 4

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak

Pajak Penghasilan psl 21

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Pengertian pajak menurut Adriani dalam Waluyo (2013:2) disebutkan

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

BAB II URAIAN TEORITIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

LAMPIRAN. Universitas Kristen Marantha

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

Dosen: Adhi Prakosa, M. Sc

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI. pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Makalah Perpajakan. Perhitungan PPh 21

PPh Pasal 21. Lingkungan Kewajiban Pajak 12/21/2017

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM

BAB II. rutin maupun pengeluaran pembangunan. Pajak digunakan untuk membiayai. untuk membiayai penyelenggaraan negara.

PENGHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut

Tinjauan Atas Pelaksanaan Penghitungan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Atas PPh Pasal 21 Pegawai Tetap di Kantor Imigrasi klas 1 Bandung

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

DASAR HUKUM. KEP -545/PJ./1998 jo. PER-15/PJ./2006. PMK No. 252/PMK.03/2008. UU No. 7 Th stdd. Update. UU No. 36 Th UU No. 17 Th 2000.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

Transkripsi:

6 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo, 2011:201). Menurut Suryarini dan Tarmudji (2011:98) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Prasetyono (2011:46) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan. Mardiasmo (2011:168) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan 6

7 dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. 2.1.2 Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pemotong pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri, wajib pajak dilakukan oleh pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, dana pensiun, orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha, dan penyelenggara kegiatan. Menurut Waluyo (2011:204) bahwa pemotong Pajak Penghasilan (PPh) pasa 21 diantaranya adalah sebagai berikut. a. Pemberi kerja yang terdiri atas orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institut TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;

8 c. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar: 1) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak Dalam Negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya; 2) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek pajak Luar Negeri; 3) Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; e. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

9 2.1.3 Subjek Pajak PPh Pasal 21 Penerimaan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan pegawai, penerima uang pesangon, bukan pegawai dan peserta kegiatan. Penerima uang pesangon seperti pensiun atau uang manfaat pensiun, hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya. Sedangan bukan pegawai terdiri dari: a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak. bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; c. Olahragawan; d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; e. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; f. Agen iklan; g. Pengawas atau pengelola proyek; h. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi peranta; i. Petugas penjaja barang dagangan; j. Petugas dinas luar asuransi;

10 k. Distributor perusahaan multilevel marketing attau derct selling dengan kegiatan sejenis lainnya; Dijelaskan pula bahwa pengecualian sebagai penerima penghasilan yang dipotong Pajak penghasilan Pasal 21 atau pihak yang dikecualikan sebagai penerima penghasilan yaitu sebagai berikut: a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. b. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c undang-undang pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia (Waluyo, 2011:208-209). 2.1.4 Objek Pajak PPh Pasal 21 Menurut Mardiasmo (2011:173) bahwa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut. a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;

11 b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; c. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis; d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, beruapa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan; e. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan; f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan imbalan dengan nama sejenis apa pun; g. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh: 1) Bukan wajib pajak; 2) Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final; 3) Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit)

12 2.1.5 Penghasilan Yang Dikecualikan dari Pengenaan PPh Pasal 21 Ada beberapa hal yang tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh pasal 21. Menurut Mardiasmo (2011:174) bahwa penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut. a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apa pun diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah, yang diberikan wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan bersifat final dan yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus; c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendanaannya telah disahkan oleh mentri keuangan, iuaran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja; d. Zakat diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui Indonesia yang diterima orang oleh oerang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk attau disahkan oleh Pemerintah; e. Beasiswa. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.

13 2.1.6 Tata Cara Menghitung PPh Pasal 21 Cara menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 pada prinsipnya sama dengan cara perhitungan Pajak Penghasilan pada umumnya. Namun, dalam menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi penerima-penerima penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu Wajib dalam negeri selain pengurangan berupa PTKP, juga diberikan pengurangan-pengurangan penghasilan berupa biaya jabatan, biaya pensiun, dan iuran pensiun. Selain itu, tarif yang diterapkan juga bervariasi yaitu tarif sesuai Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan atau tarif yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah atau aturan pelaksanaan lainnya. Aturan dan cara penghitungannya dapat diuraikan secara rinci berikut ini: a. Pegawai tetap Cara menentukan pajak penghasilan pasal 21 untuk pegawai tetap adalah sebagai berikut: 1) Untuk menentukan besarnya penghasilan neto pegawai tetap, penghasilan bruto dikurangi dengan: a) Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun atau Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah) sebulan. Biaya jabatan dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai negeri tetap tanpa memandang mempunyai jabatan atau tidak;

14 b) Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tabungan hari tua atau jaminan hari yang dipersamakan dengan Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. 2) Pengurangan biaya jabatan dan iuran tersebut tidak berlaku bagi penghasilan yang diterimanya berupa upah harian, yang tebusan pensiun, honorarium secara keseluruhan sebagaimana tersebut pada penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 butir 3, butir 4, dan butir 5. 3) Pengurangan biaya jabatan dan iuran di atas juga tidak berlaku terhadap penghasilan Wajib Pajak luar negeri yang terutang PPh Pasal 26. 4) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, penghasilan netonya dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sebenarnya 5) Dalam hal karyawati kawin, PTKP dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri, dan dalam hal tidak kawin pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri ditambah dengan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya. 6) Bagi karyawati yang menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sebesar Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) setahun atau seratus sepuluh ribu rupiah sebulan dan ditambah PTKP untuk keluarga yang

15 menjaadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang, masing-masing sebesar Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) setahun atau Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) sebulan. Hal ini menyesuaikan dengan PTKP yang berlaku mulai 1 januari 2009. 7) Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun takwim/kalender. Adapun besarnya bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwim/kalender besarnya PTKP tersebut dihitung berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwim/kalender yang bersangkutan. 8) Tarif yang diterapkan adalah tarif pasal 17 Undang-undang PPh. b. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas Penghasilan bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah), berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). 2) Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau ratarata penghasilan sehari melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah), dan jumlah sebesar Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

16 b. Penerimaan Pensiun Cara menentukan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk penerima pensiun adalah sebagai berikut: 1) Untuk menentukan besarnya penghasilan neto penerima pensiun, penghasilan bruto berupa uang pensiun yang dikurangi dengan biaya pensiun yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun yang besarnya 5% (lima persen) dari penghasilan bruto berupa uang pensiun setinggitingginya Rp 2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan. 2) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, penghasilan netonya dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sebenarnya. 3) Tarif yang diterapkan adalah Tarif Pasal 17 Undang-undang PPh. 4) Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama pensiun dihitung sebagai berikut: 5) Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember. 6) Penghasilan neto yang disetahunkan tersebut ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan dan diterima atau diperoleh dari pemberi

17 kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun. 7) Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pada nomor 2 tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak tersebut. 8) PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 pada nomor 3 dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun. 9) PPh pasal 21 atas uang pensiun uang bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti tersebut pada nomor 4 dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud pada nomor 1. 10) Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua dan selanjutnya dihitung sebagai berikut: a) Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun. b) Selanjutnya PPh Pasal 21 dihitung dengan cara seperti tersebut pada huruf d nomor 1, 3, dan 4.

18 c. Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, dan Uang Saku Harian Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasala 17 ayat 1 (satu) huruf a undang-undang pajak penghasilan diterapkan atas: 1) Jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah); atau 2) Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp. 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus ribu rupiah). 3) Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah), PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a undang-undang pajak penghasilan atas jumlah penghasilan kena pajak yang disetahunkan (Waluyo, 2011:214-216). 2.2 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah batas minimum penghasilan yang tidak kenakan pajak, artinya jika wajib pajak berpenghasilan tidak lebih dari PTKP, maka tidak dikenakan pajak (Sri dan Suryo, 2006:13).

19 Dalam UU No. 36 Pasal 8 Tahun 2008 dinyatakan bahwa besarnya Penghasilan Tidak Kena pajak setahun yang berlaku saat ini adalah: a. Rp. 15.840.000,00 untuk diri wajib pajak orang pribadi. b. Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang kawin. c. Rp.15.840.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabungkan dengan penghasilan suami, dengan syarat: 1) Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu undangundang PPh Pasal 21, dan 2) Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga yang lain. 3) Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturanan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang). Perhitungan PTKP ditentukan menurut keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. Perhitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun sebelumnya sudah bekerja di Indonesia) dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun takwim (1 januari). Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwim yang bersangkutan. Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri. Dalam hal karyawati tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri juga PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

20 Ditambahkan pula Oleh Suryarini dan Tarmudji (2011:108-109) bahwa perbandingan PTKP pada tahun 2000-2008 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.564/KMK.03/2004 adalah sebagai berikut: Keterangan Status 2000 Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 361/KMK.04/1998 WP kawin tidak memiliki tanggungan tidak dan WP tidak kawin dan memiliki tanggungan 1 orang WP tidak kawin dan memiliki tanggungan 2 orang WP tidak kawin dan memiliki tanggungan 3 orang WP kawin, penghasilan istri dipisah dan tidak memiliki tanggungan WP kawin, penghasilan istri dipisah dan memiliki tanggungan 1 orang Daftar PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) 2005 Peraturan Menteri 2006 Peraturan Menteri 2008 Undang-undang Keuangan RI Keuangan RI PPh No. 36 Tahun NOMOR NOMOR 2008 564/KMK.03/2004 137/PMK.03/2005 TK/0 Rp 2.880.000 Rp 12.000.000 Rp 13.200.000 Rp 15.840.000 TK/1 Rp 4.320.000 Rp 13.200.000 Rp 14.400.000 Rp 17.160.000 TK/2 Rp 5.760.000 Rp 14.400.000 Rp 15.600.000 Rp 18.480.000 TK/3 Rp 7.200.000 Rp 15.600.000 Rp 16.800.000 Rp 19.800.000 K/0 Rp 4.320.000 Rp 13.200.000 Rp 14.400.000 Rp 17.160.000 K/1 Rp 5.760.000 Rp 14.400.000 Rp 15.600.000 Rp 18.480.000

21 WP kawin, penghasilan istri dipisah dan memiliki tanggungan 2 orang WP kawin, penghasilan istri dipisah dan memiliki tanggungan 3 orang WP kawin, penghasilan istri digabung dan tidak memiliki tanggungan WP kawin, penghasilan istri digabung dan memiliki tanggungan 1 orang WP kawin, penghasilan istri digabung dan memiliki tanggungan 2 orang WP kawin, penghasilan istri digabung dan memiliki tanggungan 3 orang K/2 Rp 7.200.000 Rp 15.600.000 Rp 16.800.000 Rp 19.800.000 K/3 Rp 8.640.000 Rp 16.800.000 Rp 18.000.000 Rp 21.128.000 K/I/0 Rp 5.760.000 Rp 24.000.000 Rp 27.600.000 Rp 33.000.000 K/I/1 Rp 7.200.000 Rp 25.200.000 Rp 28.800.000 Rp 34.320.000 K/I/2 Rp 8.640.000 Rp 26.400.000 Rp 30.000.000 Rp 35.640.000 K/I/3 Rp 10.080.000 Rp 27.600.000 Rp 31.200.000 Rp 36.960.000

22 2.3 Penelitian yang Relevan No Nama Judul Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1. Nuritomo Pengaruh Peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak Peningkatan PTKP Penghasilan Tidak Kena Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Studi Pada KPP Jogjakarta I) 2. Ramli Analisis Perubahan PTKP Terhadap Penerimaan PPh Pasal 21 Dan Ekonomi 3. Sri Suranta Pengaruh Perubahan PTKP Terhadap Penerimaan Pajak Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Perubahan PTKP Penerimaan PPh Pasal 21 Ekonomi Perubahan PTKP Penerimaan Pajak memberikan pengaruh yang besar terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 mengalami penurunan sebesar 26.04% dengan diberlakukannya PTKP baru ini. Pajak penghasilan pasal 21 dikenakan pada pekerja yang menerima gaji atau penghasilan yang relatif stabil. 1. Porsentase potensi wajib pajak akibat perubahan PTKP sebesar 68.56% dan tidak potensi sebesar 31.50%. 2. Besar potensial loss pendapatan yang diterima akibat perubahan PTKP sebesar 38.39%. 3. Perubahan pendapatan tidak kena pajak akibat perubahan PTKP sebesar 46.22% 1. Pengaruh perubahan (kenaikan) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ternyata tidak menurunkan realisasi penerimaan pajak dan jumlah wajib pajak yang terdaftar, namun sebaliknya dengan adanya perubahan tersebut justru menaikkan realisasi penerimaan pajak sebesar Rp4.725.391.877,00 (9.556.744.835-4.831.352.958) atau sebesar 98% dibanding sebelum ada kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). 2. Di samping itu, perubahan (kenaikan) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) juga meningkatkan jumlah wajib pajak yang terdaftar, yaitu sebesar 2.854 (31.627-28.773) wajib pajak atau sebesar 10%.

23 2.4 Kerangka Berpikir Pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara yang sifatnya dipaksakan berdasarkan undang-undang. Dalam penelitian ini peneliti cenderung untuk mengkaji tentang pajak penghasilan. PPh (Pajak Penghasilan pasal 21) berdasarkan ketentuan UU Nomor 36 tahun 2008 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subyektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Pada umumnya penghasilan dikenai pajak berdasarkan ketentuan perundangundangan namun ada pula penghasilan yang tidak dikenai pajak. Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) standar kehidupan minimum yang diberikan negara kepada wajib pajak yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. PTKP ini telah mengalami perubahan dan saat ini sebesar Rp. 15.840.000,- per tahun (UU RI. No. 36 Tahun 2008). Dari hasil pengamatan yang dilakukan penulis pada pegawai selaku wajib pajak di SMK Negeri 3 Gorontalo diketahui bahwa perhitungan PPh pasal 21 sebelum dan setelah PTKP ternyata kurang dipahami oleh wajib pajak, begitu pula dengan obyek pajak PPh pasal 21 sehingga penulis akan melakukan analisis perhitungan PPh Pasal 21 sebelum dan sesudah kenaikan PTKP di SMK Negeri 3 Gorontalo.

24 Sejalan dengan hal di atas, dapat digambarkan konsep kerangka berpikir yang menjadi acuan peneliti dalam melakukan penelitian. - Undang-Undang PPH Nomor 36 tahun 2008 Tentang Penyesuaian Besarnya Pajak Penghasilan - Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah batas minimum penghasilan yang tidak kenakan pajak, artinya jika wajib pajak berpenghasilan tidak lebih dari PTKP, maka tidak dikenakan pajak (Sri dan Suryo, 2006:13). Penelitian Terdahulu 1. Nuritomo Pengaruh Peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Studi Pada KPP Jogjakarta I). 2. Ramli Analisis Perubahan PTKP Terhadap Penerimaan PPh Pasal 21 Dan Ekonomi. 3. Sri Suranta Pengaruh Perubahan PTKP Terhadap Penerimaan Pajak Perhitungan PPh Pasal 21 di SMK N 3 Gorontalo Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir