I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun (Badan Pusat Statistik, 2010).

I. PENDAHULUAN. Penduduk adalah salah satu aspek terpenting dalam suatu Negara. Penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam waktu 10 tahun. Jumlah penduduk dunia tumbuh begitu cepat, dahulu untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

I. PENDAHULUAN. oleh masalah kependudukan dengan segala tata kaitan persoalan, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas maka pemerintah memiliki visi dan misi baru. Visi baru pemerintah

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB I PENDAHULUAN. berencana secara komprehensif (Saifuddin, 2006). mencapai kesejahteraan keluarga. Program KB merupakan bagian terpadu

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian integral dari

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB I PENDAHULUAN. miliar jiwa. Cina menempati urutan pertama dengan jumlah populasi 1,357 miliar

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

BAB 1 PENDAHULUAN. sebab apapun yang berkaitan atau memperberat kehamilan diluar kecelakaan. Angka

BAB I. termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik

BAB I PENDAHULUAN. dapat diatasi. Permasalahan ini antara lain diwarnai jumlah yang besar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,

BAB I PENDAHULUAN. administrasi kependudukan. Estimasi Jumlah penduduk Indonesia tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. diatas 9 negara anggota lain. Dengan angka fertilitas atau Total Fertility Rate

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penduduk yang terus meningkat dan sumber daya alam yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab mendasar dari timbulnya berbagai masalah. Mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

1 BAB I PENDAHULUAN. pernyataan direktur eksekutif UNFPA Dr. Babatunde Osotimehin (Syarief, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

ABSTRAK. Kata kunci: pengalaman, seksual, vasektomi. Referensi (108: )

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan, termasuk juga di Indonesia. Salah satu masalah yang di hadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. diharapkan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga. alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penduduk merupakan modal dasar dalam mewujudkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk kedepan. Berdasarkan hasil

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan hasil kesepakan International Conference On Population and

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

1. BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. ketahanan keluarga agar mampu mendukung kegiatan pembangunan. Usaha

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Berencana Nasional tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan Program Making

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian ibu, selain dari Asuhan Antenatal, Persalinan Bersih dan Aman dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara terbesar keempat di dunia dalam hal jumlah

BAB I PENDAHULUAN. menempati posisi keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Menurut dari hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang dihadapi beberapa negara berkembang dewasa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kepadatan kependudukan di Indonesia merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa ibu dan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dan keterbelakangan melalui pendekatan kependudukan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. namun kemampuan mengembangkan sumber daya alam seperti deret hitung. Alam

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal. Memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia karena masih dijumpainya penduduk yang sangat miskin, yang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara sedang berkembang yang tidak luput dari masalah kependudukan. Berdasarkan data hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.461.326 jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini akan terus bertambah mencapai 248.2 juta jiwa pada tahun 2015. Jumlah penduduk yang besar tersebut menempatkan Indonesia ke dalam kelompok empat besar negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Jumlah yang besar ini merupakan permasalahan yang serius karena dari segi kualitasnya relatif masih rendah. Pada tahun 2014 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati peringkat 108 dari 187 negara, sedangkan di lingkungan 11 negara anggota ASEAN, IPM Indonesia menempati peringkat 5. Apabila pembangunan penduduk tidak dikelola dengan baik maka akan semakin banyak kelahiran penduduk baru dengan kualitas yang rendah. Pertambahan penduduk yang terus menerus tanpa diimbangi dengan peningkatan kualitas, cenderung akan menjadi masalah dan beban pembangunan. Ledakan penduduk juga akan membawa implikasi terhadap kemiskinan yang semakin

2 meningkat, derajat kesehatan menurun, terbatasnya kesempatan untuk mendapatkan lapangan pekerjaan, kriminalitas, depresi, dan berdampak kepada lingkungan yang semakin memburuk. Selain masalah tersebut, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia pada tahun 1994 adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup. Penurunan AKI tersebut sangat lambat, yaitu menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 dan 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002/2003, sementara pada tahun 2010 ditargetkan menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup. Selain itu, Angka Kematian Bayi (AKB) selama kurun waktu 20 tahun telah berhasil diturunkan secara tajam, yaitu 59 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1989-1992 menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2003. Namun angka tersebut masih di atas negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia 10 per 1000 kelahiran hidup, Thailand 20 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000 kelahiran hidup, Brunei 8 per 1000 kelahiran hidup, dan Singapura 3 per 1000 kelahiran hidup. Oleh karena itu, berbagai program kependudukan dilaksanakan yang bertujuan untuk mengurangi beban kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan akibat tekanan penduduk. Menurut Saifuddin (2008), kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu kepada empat pilar strategis Safe Motherhood, yaitu (1) Keluarga Berencana, (2) pelayanan antenatal (pelayanan yang diberikan untuk mencegah adanya komplikasi obstetri dan

3 memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai), (3) persalinan yang aman (memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih serta mampu memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi), dan (4) pelayanan obstetri esensial (memastikan bahwa pelayanan obstetri untuk risiko tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya). Keluarga Berencana adalah usaha untuk mengontrol jumlah dan jarak kelahiran anak, untuk menghindari kehamilan yang bersifat sementara dengan menggunakan kontrasepsi, serta untuk menghindari kehamilan yang sifatnya mantap dengan cara sterilisasi (Dwijayanti, 2006). Pada awalnya pendekatan Keluarga Berencana lebih diarahkan pada aspek demografi dengan upaya pokok pengendalian jumlah penduduk dan penurunan fertilitas (TFR). Dimana program KB merupakan salah satu program untuk meningkatkan kualitas penduduk, mutu sumber daya manusia, kesehatan, dan kesejahteraan sosial yang selama ini dilaksanakan melalui pengaturan kelahiran, pendewasaan usia kawin, peningkatan ketahanan keluarga, dan kesejahteraan keluarga (Satria, 2005). Namun demikian, konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD 1994) menyepakati perubahan paradigma, dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas, menjadi lebih kearah pendekatan kesehatan reproduksi dengan memperhatikan hak-hak reproduksi dan kesetaraan gender (Satria, 2005).

4 Sejalan dengan perubahan paradigma kependudukan dan pembangunan di atas, program KB di Indonesia juga mengalami perubahan orientasi dari nuansa demografis ke nuansa kesehatan reproduksi yang di dalamnya terkandung pengertian bahwa KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu pasangan atau perorangan dalam mencapai tujuan reproduksinya. Hal inilah yang mewarnai program KB era baru di Indonesia. Memasuki era baru program KB di Indonesia diperlukan adanya reorientasi dan reposisi program secara menyeluruh dan terpadu. Reorientasi dimaksudkan agar pemerintah menjamin kualitas pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang lebih baik serta menghargai dan melindungi hak-hak reproduksi yang menjadi bagian integral dari hak-hak azasi manusia. Disisi lain dengan berubahnya paradigma tersebut, paling tidak pelayanan Keluarga Berencana (KB) dapat memberikan metode-metode kontrasepsi yang seimbang, beragam, dan aman yang dapat digunakan oleh masing-masing Pasangan Usia Subur (PUS). Meskipun pemerintah Indonesia telah mulai melaksanakan pembangunan yang berorientasi pada kesetaraan dan keadilan gender, namun masalah utama yang dihadapi saat ini adalah rendahnya partisipasi laki-laki dalam pelaksanaan program KB dan Kesehatan Reproduksi. Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 menjelaskan bahwa partisipasi pria menjadi salah satu indikator keberhasilan program KB dalam memberikan kontribusi yang nyata untuk mewujudkan keluarga kecil berkualitas. Partisipasi pria/suami dalam KB adalah tanggung jawab pria/suami

5 dalam kesertaan ber-kb, serta berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangan, dan keluarganya. Bentuk partisipasi pria/suami dalam KB dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Partisipasi pria/suami secara langsung (sebagai peserta KB) adalah menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan, seperti kondom, MOP, serta KB alamiah yang melibatkan pria/suami, yaitu metode sanggama terputus dan metode pantang berkala (BKKBN, 2005). Menurut BKKBN (2000), partisipasi laki-laki baik dalam praktek KB maupun dalam pemeliharaan kesehatan ibu dan anak termasuk pencegahan kematian maternal hingga saat ini masih rendah. Padahal untuk menurunkan Angka Kematian Ibu, diperlukan gerakan nasional yang juga melibatkan semua pihak dengan program dan kegiatan yang komprehensif, terkait, terukur, dan seimbang yang pada akhirnya peran pria/suami dalam program KB akan mampu mendorong peningkatan kualitas pelayanan KB, peningkatan kesetaraan dan keadilan gender, peningkatan penghargaan terhadap hak asasi manusia, dan berpengaruh positif dalam mempercepat penurunan angka kelahiran total (TFR), penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), dan penurunan Angka Kematian Bayi (AKB). Provinsi Lampung sebagai pintu masuk Pulau Sumatera dan Pulau Jawa memiliki jumlah penduduk sebanyak 7.608.405 jiwa pada tahun 2010, merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua di Pulau Sumatera setelah Sumatra Utara. Rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk di provinsi ini sebesar 1.26 persen pertahun dengan pertumbuhan tertinggi berasal dari kawasan-kawasan padat penduduk dan miskin sehingga dari segi kualitasnya juga masih rendah.

6 Selain masalah diatas, Provinsi Lampung juga dihadapkan pada masalah lain bahwa sampai saat ini partisipasi pria dalam Keluarga Berencana masih rendah. Dimana selama ini pemakaian kontrasepsi lebih didominasi oleh wanita. Gambar 1 di bawah ini menunjukkan presentase peserta KB aktif menurut jenis kontrasepsi yang digunakan. Pil Suntikan Implan Kondom MOP MOW IUD 2,73 1.181 1,38 16,04 13,68 30,58 34,4 Juli Juni Mei April Maret Febrauri Januari 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Sumber: BKKBN Provinsi Lampung (2014) Gambar 1 Tren Pemakaian Kontrasepsi di Provinsi Lampung Bulan Januari Juli 2014 Gambar di atas menggambarkan metode kontrasepsi yang lazim digunakan di Provinsi Lampung, yaitu metode kontrasepsi dengan jenis hormonal seperti pil (30.58%), suntikan (34.4%), dan implant (16.04%), ataupun kontrasepsi jenis non hormonal seperti IUD (13.68%), kontrasepsi mantap yakni MOW (1.38%) dan MOP (1.181%), serta metode kontrasepsi sederhana dengan alat seperti kondom (2.73%). Metode kontrasepsi diharapkan dapat digunakan secara efektif oleh Pasangan Usia Subur (PUS), baik wanita atau istri maupun pria atau suami sebagai sarana

7 pengendalian kelahiran. Idealnya penggunaan alat kontrasepsi bagi pasutri (pasangan suami istri) merupakan tanggungjawab bersama antara pria dan wanita, sehingga metode yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami istri tanpa mengesampingkan hak reproduksi masing-masing pihak (setidak-tidaknya dibutuhkan perhatian, kepedulian, dan partisipasi pria dalam menentukan penggunaan alat kontrasepsi). Akan tetapi dari jenis alat kontrasepsi dan pengguna alat kontrasepsi tersebut, lebih didominasi oleh wanita, sedangkan jenis pengguna alat kontrasepsi pria jauh lebih sedikit (Hartanto, 2003). Gambar 2 di bawah ini menunjukkan presentase peserta KB aktif menurut jenis kontrasepsi yang digunakan. MOP 1% Kondom 3% MOW 1% IUD 14% Pil 31% Implan 16% Suntikan 34% Sumber : BKKBN Provinsi Lampung (2014) Gambar 2 Presentase Peserta KB Aktif menurut Jenis Kontrasepsi yang Digunakan Bulan Januari Juli 2014 Gambar 2 menunjukkan bahwa selama tujuh bulan (bulan Januari sampai dengan Juli 2014) presentase jenis kontrasepsi dan penggunaan kontrasepsi lebih didominasi oleh wanita (IUD, MOW, implan, suntikan, pil), sementara partisipasi pria secara langsung dalam Keluarga Berencana masih rendah, yaitu hanya sebesar 4%.

8 Rendahnya partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi pada dasarnya tidak terlepas dari operasional program KB yang selama ini dilaksanakan lebih mengarah kepada wanita sebagai sasaran. Demikian juga penyediaan alat kontrasepsi yang hampir semuanya ditujukan untuk wanita sehingga terbentuk pola pikir bahwa para pengelola dan pelaksana program mempunyai persepsi yang dominan, yakni yang hamil dan melahirkan adalah wanita, maka wanitalah yang harus menggunakan alat kontrasepsi. Oleh sebab itu, semenjak tahun 2000 pemerintah secara tegas telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB dan KR) melalui kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan (BKKBN, 2003). Kabupaten Lampung Tengah sebagai salah satu daerah sedang berkembang yang tidak lepas dari masalah kependudukan. Berdasarkan data hasil Registrasi Penduduk tahun 2010-2014, jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Berikut ini data jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah tahun 2010-2013. 1500000 1000000 1.170.717 1.444.733 1.454.969 1.411.922 500000 0 2010 2011 2012 2013 Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2014 Gambar 3 Jumlah Penduduk Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2010-2013

9 Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Lampung Tengah tergolong relatif tinggi dengan jumlah penduduknya mencapai 1.411.922 jiwa. Meskipun sempat mengalami penurunan pada periode tahun 2013, namun Kabupaten Lampung Tengah tetap merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak di Provinsi Lampung. Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa Kabupaten Lampung Tengah pada periode tahun 2010-2013 mengalami pertambahan jumlah penduduk hingga 241.205 jiwa. Selain menjadi kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak di Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Tengah juga merupakan salah satu kabupaten yang sampai saat ini masih terfokus pada perempuan atau istri dalam pelaksanaan program KB. Hal ini terbukti dari data BKKBN keadaan bulan Juli 2014 yang masih menempatkan perempuan sebagai aktor utama peserta KB aktif. Menurut Bertrand (dalam Purba, 2008) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi antara lain, (1) faktor sosial dan individu, (2) nilai anak dan keinginan memilikinya, (3) permintaan KB, (4) faktor intermediate lain, (5) program pembangunan, (6) faktor persediaan KB, (7) output pelayanan (akses, kualitas pelayanan, image), dan pemanfaatan pelayanan. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi pria dalam KB dan KR, yaitu dari sisi klien pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan praktek, serta kebutuhan yang ia inginkan), faktor lingkungan, yaitu sosial, budaya masyarakat, keterbatasan informasi dan aksesabilitas terhadap pelayanan KB pria, serta keterbatasan jenis kontrasepsi pria (Endang, 2002).

10 Menurut Sureni, dkk (dalam Ekarini, 2008), rendahnya penggunaan kontrasepsi di kalangan pria diperparah oleh kesan selama ini bahwa program KB hanya diperuntukkan bagi wanita sehingga pria lebih cenderung bersifat pasif. Hal ini juga nampak dari kecenderungan pelibatan tenaga perempuan sebagai petugas dan promotor untuk kesuksesan program KB, padahal praktek KB merupakan permasalahan keluarga, dimana permasalahan keluarga adalah permasalahan sosial yang berarti juga merupakan permasalahan pria dan wanita. Di samping itu kurangnya partisipasi pria dalam penggunaan alat kontrasepsi adalah karena keterbatasan metode untuk pengaturan fertilitas yang dapat dipilih pria. Padahal secara biologis pengendalian fertilitas bagi pria sebenarnya jauh lebih sulit dibanding wanita karena pria selalu dalam kondisi subur dengan jumlah sperma yang dihasilkan sangat banyak. Masalah lain untuk mengembangkan metode kontrasepsi baru bagi pria adalah kebutuhan dana yang sangat besar sehingga menimbulkan hambatan dalam pengembangannya. Terbatasnya akses pelayanan KB pria dan kualitas pelayanan KB pria belum memadai juga merupakan aspek yang mempengaruhi rendahnya partisipasi pria dalam Keluarga Berencana (BKKBN, 2007). Fenomena seperti yang telah diuraikan di atas juga dirasakan di Kabupaten Lampung Tengah pada umumnya, dan Kecamatan Punggur pada khususnya. Hal ini tercermin dari data Pelaksanaan program KB Kabupaten Lampung Tengah bahwa presentase partisipasi pria dalam program KB masih rendah yaitu, 2,93% (metode MOP sebesar 1,401% dan kondom sebesar 1,53%). Untuk Kecamatan Punggur sendiri,

11 keikutsertaan pria dalam program KB juga masih tergolong rendah. Gambar 4 di bawah ini menunjukkan banyaknya Peserta KB Aktif menurut metode Kontrasepsi Pria bulan Juni 2014 di Kecamatan Punggur. Kondom 99 MOP 417 0 100 200 300 400 500 Sumber : BKBD kabupaten Lampung Tengah (2014) Gambar 4 Peserta KB Aktif Metode Kontrasepsi Pria di Kecamatan Punggur Bulan Juli Tahun 2014 Berdasarkan gambaran permasalahan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan pria dalam program Keluarga Berencana di Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana di Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah?

12 C. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana di Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana di Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah. 2. Secara khusus, menjelaskan karakteristik responden meliputi umur, tahun pendidikian, jumlah anak yang dimiliki, pendapatan keluarga, pengetahuan tentang KB, sikap terhadap KB, motivasi suami ikut KB, akses pelayanan KB, dan Kualitas pelaya E. Kegunaan Penelitian 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan dalam upaya mendorong partisipasi pria dalam program KB di Kecamatan Punggur dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana. 2. Sebagai khasanah dalam menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman di bidang penelitian.