BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masyarakat meliputi aspek sosial, politik, agama, budaya, dan moralitas

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Ketika mendengar Berita Kriminal Sergap di RCTI, sekilas. dan penjelasan yang panjang sehingga membuat pendengar atau pemirsa

III. METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan yuridis normatif, yuridis empiris dan pendekatan

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. bidang teknologi informasi dan komunikasi, pers telah memberikan andil yang

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013 Online di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

Etika Jurnalistik dan UU Pers

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

I. METODE PENELITIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

III. METODE PENELITIAN. digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

III. METODE PENELITIAN. Metode pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam tesis ini dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

III. METODE PENELITIAN. metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

III. METODE PENELITIAN. Untuk memecahkan masalah guna memberikan petunjuk pada permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

PENYEMBUNYIAN IDENTITAS PELAKU TINDAK PIDANA OLEH INSAN PERS MENURUT KUHP DAN UU NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

III. METODE PENELITIAN. Upaya untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam melakukan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengadilan, serta Lembaga Pemasyarakatan. Keempat subsistem tersebut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. negatif maupun positif. Pers dan media massa juga sangat beperan sebagai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

III. METODE PENELITIAN. empiris sebagai penunjang. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum ini termasuk jenis penelitian hukum normatif dan empiris,

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

BAB I PENDAHULUAN. digunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

I. PENDAHULUAN. beragam peristiwa baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi sudah menjadi kebutuhan setiap manusia untuk mencapai suatu tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

III. METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang

: TINJAUAN HUKUM DIVERSI PADA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAKSI

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

III. METODE PENELITIAN. yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris, pendekatan yuridis normatif

III. METODE PENELITIAN. skripsi ini dan pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. informasi atau berita yang sedang berkembang. yang sama dengan Bahasa Inggris press namun jika ditelusuri lebih dalam maka

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

1.3. Tujuan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

III. METODE PENELITIAN. penelitian atau yang lebih dikenal dengan istilah metode penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. di era globalisasi saat ini, yang bertujuan untuk membantu terciptanya. manusia secara utuh memperoleh penghidupan yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis dari Pengaturan Tindak Pidana dan

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA: PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK TINDAK PIDANA DALAM RUU KUHP

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan dibidang teknologi informasi semakin banyak digunakan didalam kehidupan sehari-hari. Bidang teknologi informasi merupakan salah satu bidang terpenting pada masa ini dalam hal menjangkau perkembangan ilmu pengetahuan yang disajikan melalui berbagai media, bukan hanya melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. Media massa merupakan salah satu penyumbang dampak terbesar bagi masyarakat dalam hal mencari dan mengetahui informasi. Contoh hal adalah penggunaan internet yang semakin meluas dan dapat diakses oleh sebagian besar masyarakat, namun penggunaan internet sebagai penyedia informasi belum dapat mengimbangi televisi sebagai sarana yang digunakan oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi Dengan melihat sebuah tayangan maupun berita di televisi, masyarakat bisa mendapatkan sebuah informasi yang dicari. Mulai dari berita mengenai sosial, politik, agama, budaya sampai dengan hiburan sekalipun. Dengan adanya tayangan-tayangan ditelevisi masyarakat juga dapat lebih waspada terhadap sebuah ancaman kejahatan. Sebuah tayangan ditelevisi tentu tidak pernah lepas dari peran seorang Insan Pers. Seperti wartawan yang berfungsi sebagai pengolah dan penyaji

2 sebuah berita. Wartawan adalah seorang yang melakukan tugas jurnalistik untuk disebarluaskan atau dipublikasikan didalam media massa, seperti koran, televisi, radio, majalah dan internet. Wartawan dalam hal ini sangat diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat guna melindungi masyarakat dan melayani masyarakat. Dalam hal ini, Pers membutuhkan kebebasan dalam memberikan informasi kepada masyarakat luas dan masyarakat membutuhkan berbagai informasi, termasuk informasi mengenai berita kriminal. Masyarakat sangat mengetahui saat ini semakin banyak bentuk-bentuk tindak kriminal yang dilakukan yang dapat mengancam jiwa masyarakat itu sendiri. Dengan adanya berita mengenai kriminal maka masyarakat dapat mengetahui kejahatan-kejahatan apa saja yang sedang banyak terjadi sehingga masyarakat dapat mengantisipasi kejahatan tersebut. Berita kriminal tersebut antara lain adalah Reportase Investigasi, Sergap, Sidik, Sigi dan masih banyak lagi. Tayangan-tayangan seperti itu lebih menginformasikan kepada masyarakat mengenai adanya sebuah tindak kejahatan disekitar kita, seperti adanya pembuatan daging gelonggongan, pembuatan kosmetik palsu, obat palsu, penggunaan borak atau zat berbahaya pada makanan, pembuatan telur asin palsu, adanya praktek aborsi liar dan sebagainya. Acara-acara investigasi tersebut memiliki rating tayang yang tinggi, dikarenakan masyarakat sangat penasaran ingin melihat realita kejahatan yang belum terungkap sebelumnya.

3 Dalam menayangkan hasil investigasinya berupa wawancara dengan pelaku kejahatan, Insan Pers menyamarkan wajah, nama, dan suara dari si pelaku kejahatan tersebut dengan berpedoman pada hak tolak yang dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (4) UU Pers dan Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik. Pasal 4 ayat (4) UU Pers sebagai pengaturan yang lex specialis menyatakan bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak. 1 Pengertian dari hak tolak itu sendiri adalah hak wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkapkan nama atau identitas lainnya dari sumber berita yang dirahasiakannya. Pemberitaan demikian dapat memberikan kesan bahwa Pers lebih mengutamakan kepentingan sendiri atau kepentingan pribadi dengan menghidangkan berita secara sensasionil sehingga melupakan kepentingan umum, yang dimana Pers juga harus mengabdikan diri. Apabila dorongan pada sensasi tersebut telah menyangkut kepentingan umum, maka persoalannya dapat menjadi serius. Permasalahan yang timbul adalah apabila penyembunyian identitas dengan cara menyamarkan identitas pelaku kejahatan yang dilakukan oleh Insan Pers dalam melakukan wawancara tidak dilanjuti dengan pemberitahuan atau pelaporan kepada pejabat kehakiman atau kepolisian. Dengan menyamarkan dan merahasiakan identitas pelaku kejahatan yang telah diwawancarai oleh Insan Pers, maka besar kemungkinan bahwa Insan Pers tersebut dapat merugikan kepentingan umum, karena dengan mengetahui adanya suatu kejahatan atau tindak pidana namun tidak 1 Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Pasal 4 ayat (4)

4 ditindaklanjuti dengan melaporkannya kepada pihak yang berwenang, yakni penyidik atau polisi, tentunya hal ini dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Dengan menyamarkan identitas pelaku kejahatan, dapat dikatakan secara tidak langsung bahwa Insan Pers telah menyembunyikan identitas pelaku kejahatan, khususnya kejahatan dalam Bab VII Buku II KUHP dan hal ini bertentangan dengan Pasal 165 KUHP apabila Insan Pers tersebut tidak menindaklanjuti dengan melaporkan pelaku kejahatan tersebut kepada pejabat kehakiman atau kepolisian. sehingga dapat menjadi suatu Persoalan karena di satu sisi dengan adanya Undang-Undang Pers pada diri Insan Pers (wartawan) tersebut tidak terdapat kesalahan, sedangkan di sisi lain dengan berpedoman pada Pasal 165 KUHP Insan Pers tersebut dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana. Simons merumuskan delik (strafbaarfeit) ialah kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. 2 Mengenai hal dapatnya dipertanggungjawabkan, dapatnya perbuatan itu dicelakan kepada pembuat, dan perbuatan itu bersifat melawan hukum, dianggap ada dari semula pada setiap delik, kecuali ternyata sebaliknya. 3 Jadi walaupun Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers merupakan lex specialis, dan terdapat kebebasan Pers, namun tetap menjadi Persoalan apabila Insan Pers mengetahui tentang adanya suatu kejahatan, khususnya 2 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 88 3 Ibid, hlm. 96

5 kejahatan yang terdapat dalam KUHP. Tanpa melaporkannya kepada penyidik tetapi justru menyamarkan identitas dari pelaku kejahatan tersebut lalu menyiarkannya. Kejahatan yang dilakukan oleh Pers atau disebut juga delik Pers adalah tindak pidana yang bersangkut paut dengan pekerjaan pers. 4 Istilah delik Pers sendiri sebenarnya hanya istilah atau pengertian umum dan bukan terminologi hukum. Pada pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tidak akan ditemui ketentuan umum yang dapat digunakan mengaktualisasikan suatu perbuatan pidana sebagai delik pers, termasuk delik khusus bagi insan pers. 5 Istilah delik Pers sendiri sebenarnya bukan merupakan hukum, melainkan hanya sebutan umum di kalangan masyarakat, khususnya praktisi dan pengamat hukum, untuk melakukan panamaan pasal-pasal KUHP yang berkaitan dengan Pers. Delik Pers sendiri bukanlah suatu delik yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari delik-delik khusus yang yang berlaku umum. Tindak pidana itu disebut sebagai delik Pers karena yang sering melakukan pelanggaran atas delik itu adalah Pers. 6 Sebagai contoh adalah pemberitaan mengenai pembuatan kosmetik palsu yang mengandung banyak zat mercuri. Dalam pemberitaan tersebut ditayangkan hasil wawancara dengan pelaku kejahatan, cara pembuatan kosmetik palsu yang dipraktekkan oleh pelaku kejahatan, serta efek samping 4 Tinjauan Pustaka tentang Menyamarkan Identitas Pelaku Kejahatan Oleh Pers, (On-Line), tersedia di http://elib.unikom.ac.id (5 Desember 2011) 5 Delik-Delik Pers Didalam KUHP, (On-Line), tersedia di http://www.djpp.info (11 November 2011) 6 Ibid

6 menggunakan kosmetik palsu. Hasil wawancara dengan pelaku kejahatan ditayangkan dengan cara menyamarkan nama, wajah, dan suara dari si pelaku kejahatan. Penyamaran identitas pelaku kejahatan ini didasarkan pada hak tolak sebagaimana terdapat dalam Pasal 4 ayat (4) UU Pers. Efek samping menggunakan kosmetik palsu ini adalah kulit memerah, timbul bercak-bercak atau flek-flek hitam khususnya di wajah. Mengedarkan atau menjual kosmetik palsu adalah kejahatan yang melanggar Pasal 204 KUHP yang menyatakan bahwa barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang, yang diketahui bahwa membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat berbahaya itu tidak diberitahukan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Oleh karena kejahatan yang diberitakan tersebut termasuk dalam Bab VII KUHP, yakni kejahatan yang membahayakan nyawa orang, maka berdasarkan Pasal 165 KUHP Insan Pers sebagai warga negara yang baik seharusnya menindaklanjuti pemberitaan tersebut dengan melaporkan si pelaku kejahatan yang membuat dan mengedarkan kosmetik palsu tersebut kepada pejabat kehakiman atau kepolisian. Tindakan Insan Pers yang demikian bertentangan dengan Pasal 165 KUHP yang berisi tentang kewajiban bagi setiap warga negara yang mengetahui tentang adanya suatu kejahatan untuk melaporkan kejahatan tersebut kepada pejabat kehakiman atau kepolisian, sehingga dapat menjadi suatu Persoalan karena di satu sisi dengan adanya Undang-Undang Pers pada diri Insan Pers (wartawan) tersebut tidak terdapat kesalahan, sedangkan di sisi

7 lain dengan berpedoman pada Pasal 165 KUHP Insan Pers tersebut dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana. Oleh karena itu, berdasar hal-hal sebagaimana yang dijelaskan diatas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul ANALISIS YURIDIS MENGENAI TINDAKAN MENYAMARKAN IDENTITAS PELAKU KEJAHATAN OLEH PERS MELALUI MEDIA ELEKTRONIK (TELEVISI). B. Identifikasi Masalah Berdasarkan hal-hal yang sebagaimana telah diuraikan oleh penulis tersebut diatas, maka selanjutnya dapat timbul beberapa permasalahan. Adapun permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah narasumber yang menjadi pelaku kejahatan dalam liputan investigasi tersebut dapat dilaporkan kepada yang berwajib (pejabat kehakiman atau kepolisian)? 2. Apakah Insan Pers (wartawan) yang melakukan peliputan investigasi tersebut apabila tidak melaporkan kepada yang berwajib dapat dikenakan hukuman? 3. Apa tindakan yang dapat dilakukan oleh aparat kepolisian pasca penayangan acara liputan investigasi tersebut dan apa saja kendalakendala yang ditemukan atau yang dihadapi? 4. Apakah penayangan liputan investigasi tersebut dapat dianggap sebagai sebuah pemberitahuan/laporan kepada pihak yang berwajib?

8 C. Maksud Dan Tujuan Penelitian Adapun maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan penulis adalah : 1. Untuk mengetahui apakah narasumber yang menjadi pelaku kejahatan dapat dilaporkan kepada yang berwajib. 2. Untuk mengetahui apakah Insan Pers (wartawan) yang melakukan liputan investigasi tersebut apabila tidak melaporkan kepada pihak yang berwajib dapat dikenakan hukuman. 3. Untuk mengetahui tindakan apa saja yang dapat dilakukan oleh aparat kepolisian pasca penayangan liputan investigasi, dan apa saja kendalakendala yang dihadapi. 4. Untuk mengetahui apakah tayangan liputan investigasi dapat dianggap sebagai pemberitahuan bahwa adanya kejahatan/tindak pidana. D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 1. Teoritis a. Bagi penulis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum; b. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan penulis serta memberikan manfaat bagi pembaca, dalam bidang hukum jurnalistik terutama penerapan hukum pidana terhadap Insan Pers yang ditinjau dari KUHP dan Undang-Undang No 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

9 2. Praktis a. Untuk memberikan masukan kepada aparat hukum dan masyarakat terkait dalam melaksanakan ketentuan hukum yang berhubungan dengan Insan Pers. b. Sebagai suatu bahan referensi bagi peneliti dan rekan mahasiswa Fakultas Hukum yang berminat untuk mengetahui dan membahas lebih lanjut dalam kaitannya dengan hukum jurnaistik serta permasalahan Pers yang ditinjau dengan KUHP dan Undang-Undang Pers. E. Definisi Oprasional 1. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakan. 7 2. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. 3. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi wartawan. 8 4. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan. 9 5. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencarai, memperoleh, 10 7 Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, LN.No.52 TLN.3887 pasal 1 angka 8 Ibid. Pasal 1 angka 14 9 Kode Etik Pers. Pasal 7

10 memiliki dan menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia. 10 6. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. 11 7. Liputan Investigasi adalah sebuah metode peliputan untuk menyibak kebenaran kasus atau peristiwa. 12 F. Metode Penelitian 1. Betuk Penelitian Dalam rangka mendapatkan data-data yang diperlukan untuk penyelesaian dan pembahasan skripsi ini secara keseluruhan agar mendapatkan hasil yang ilmiah, maka penulis mempergunakan teknik dengan cara sebagai berikut : 1) Metode Normatif (Library Research) Yaitu suatu cara pengumpulan data dengan cara mengumpulkan berbagai sumber dari buku-buku yang terdapat di perpustakaan, perundang undangan, internet, website, majalah serta hasil-hasil penelitian yang bersifat laporan. 2) Metode Empiris (Field Research) 10 Ibid. Pasal 1 angka 1 11 Ibid. Pasal 1 angka 4 12 Jurnalisme Investigatif, (On-Line), tersedia di www.legalminded.com (13 November 2011)

11 Suatu cara pengumpulan data dengan jalan melakukan penelitian secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait, antara lain : A. Lokasi Penelitian 1. Dewan Pers 2. Gedung TRANS TV 3. Gedung MNC TV B. Responden 1. Ketua Dewan Pers 2. Poduser Eksekutif Program Kriminal 3. Reporter / Wartawan 4. Polisi 2. Sifat Penelitian Dikarenakan tujuan dari penulisan skripsi ini hanya untuk memberikan gambaran atau penjelasan. Maka dari sifat penelitian ini adalah bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan fakta yang sebenarnya terjadi dalam study kasus tersebut diatas. 13 3. Sumber Data Berdasarkan jenis dan bentuknya maka data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. sehingga tidak memerlukan data-data primer, dimana data primer adalah data yang 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1984), hal.10.

12 diambil dari masyarakat dengan wawancara, kuisioner dan observasi. Dimana dalam hal ini penulis tidak melakukan pengumpulan data primer tersebut, melainkan hanya melakukan studi pustaka. Oleh karena itu, maka bahan-bahan pustaka merupakan sumber utama data sekunder. Data sekunder ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Adapun yang dimaksud dengan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier adalah sebagai berikut: 1. Bahan hukum primer adalah bahan pustaka yang berisi pengetahuan ilmiah, seperti ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan topik permasalahan didalamnya. 2. Bahan hukum sekunder adalah bahan pustaka yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, artikel-artikel yang berkaitan dengan menyamarkan identitas pelaku kejahatan, serta mengenai jurnalisme. 3. Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus besar bahasa Indonesia dan kamus hukum. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab. Pada masing-masing bab terbagi dalam sub bab, sehingga mempermudah pembaca untuk mengetahui gambaran secara ringkas mengenai uraian yang dikemukakan dalam tiap bab.

13 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan mengenai latar belakang, identifikasi masalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, tujuan dan kegunaan penulisan, definisi operasional, kerangka teoritis, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERS DI INDONESIA Dalam bab ini akan diuraikan teori-teori yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini, antara lain sejarah dan pengertian-pengertian, perkembangan pers di Indonesia, fungsi dan peranan pers, ruang lingkup peliputan dan liputan investigasi. BAB III PRAKTIK MENGENAI TINDAKAN MENYAMARKAN IDENTITAS PELAKU KEJAHATAN OLEH PERS MELALUI MEDIA ELEKTRONIK (STUDI KASUS) Dalam bab ini penulis akan menjabarkan teori mengenai penerapan ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan dalam menganalisa permasalahan yang ada.

14 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TINDAKAN MENYAMARKAN IDENTITAS PELAKU KEJAHATAN OLEH PERS MELALUI MEDIA ELEKTRONIK (TELEVISI) Dalam bab ini akan dibahas mengenai keefektifan pelaksanaan pemberian sanksi terhadap pers yang menyamarkan identitas pelaku kejahatan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini adalah merupakan kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang ada, serta saran-saran yang diharapkan menjadi solusi bagi permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.