bahwa kaum lelaki yang memegang 1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh : Lilik Purwastuti Yudaningsih 1

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sistem patriarki menempatkan perempuan berada di bawah sub-ordinasi

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Majalah Hukum Forum Akademika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DOMESTIK

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

ANALISIS YURIDIS TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI POLEWALI MANDAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

PERLINDUNGAN KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN SELAMA PROSES PERADILAN PIDANA

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap orang yang melihat atau memandangnya. 20. penyiksaan dan perlakuan tidak senonoh lainnya terhadap perempuan dapat

Keywords: Crime ofincest, parents, criminallaw reform.

REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP)

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

UPAYA HUKUM PENANGGULANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDI : PENGADILAN NEGERI GIANYAR)

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB II PENGATURAN INCEST DALAM BERBAGAI PERATURAN HUKUM. A. Hubungan Seksual Sedarah (Incest) ditinjau dari Kitab Undang- UndangHukum Pidana(KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kata dasar sidik yang artinya memeriksa dan meneliti. Kata sidik diberi

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Hak-hak korban pelanggaran HAM berat memang sudah diatur dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. materil dan hukum pidana formil. Menurutnya isi hukum pidana materil adalah

KEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, baik di lingkup domestik (rumah tangga) maupun publik.

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

MEWASDAI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh : Mursudarinah Stikes Aisyiyah Surakarta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban. Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

Kata kunci : Kebijakan Hukum Pidana, perlindungan, korban perkosaan

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

Transkripsi:

ANALISIS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh : Enny Mirfa. SH.,MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Samudera Langsa ABSTRAK Kekerasan terhadap perempuan adalah ancaman terus-menerus untuk perempuan di mana-mana di dunia. nyeri berpengalaman pada wanita baik selama dan setelah kekerasan sebenarnya jauh lebih traumatis daripada yang dialami pria. Perempuan menerima perlindungan kurang dari kekerasan, bahkan aktor ada tren yang secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan kekerasan terhadap perempuan, harus dihukum ringan. Dalam hal ini masalahnya adalah masa depan, bentuk reformasi hukum pidana adalah bagaimana melakukan kekerasan pada perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan undang-undang. Di masa depan, reformasi yang diperlukan untuk norma atau sanksi pidana dengan tujuan melindungi perempuan dari kekerasan. Perlindungan korban dibawa ke menyediakan jenis sanksi berupa "pembayaran kompensasi" dan "pemenuhan kewajiban pabean" sebagai tambahan jenis pidana. Kata kunci: Kekerasan terhadap perempuan, reformasi dengan norma atau pidana A. PENDAHULUAN bahwa kaum lelaki yang memegang 1. Latar Belakang kekuasaan, dipersepsi sebagai Fenomena akan adanya struktur yang menderogasi kekerasan terhadap perempuan perempuan, yang dalam kenyataan Sudah diketahui bersama tergambar baik dalam kebijakan bahwasanya Indonesia adalah suatu pemerintah maupun dalam perilaku masyarakat yang patriarkhal dan masyarakat. Sebagai contoh kondisi faktual ini tidak dapat sederhana saja, kecenderungan untuk dihindari, seperti juga dinegaranegara lain di dunia. Patriarkhal sebagai suatu struktur komunitas membayar upah buruh wanita lebih rendah dari upah buruh pria dan perumusan tentang kedudukan istri 1

dalam perkawinan, merupakan salah satu refleksi keberadaan perempuan dalm posisi sub-ordinat dibandingkan dengan pria. Dalam kondisi yang dipicu oleh konstruksi sosial politik semacam ini, terdapat suatu fenomena yang menjadi perhatian besar masyarakat. akhir-akhir ini, bahkan, juga masyarakat internasional yakni tindak kekerasan terhadap perempuan. Tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan ancaman terus menerus bagi perempuan dimanapun di dunia. Akan tetapi, harus diingat bahwa kedudukan perempuan di sebagian dunia yang tidak dianggap sejajar dengan lakilaki, membuat masalah ini menjadi suatu momok bagi kaum perempuan. Terlebih lagi, rasa takut kaum perempuan terhadap kejahatan (fear of crime) jauh lebih tinggi dengan apa yang dirasakan kaum laki-laki. Pernyataan ini berlaku di seluruh dunia tanpa memandang batas wilayah maupun waktu. Bukan itu saja, karena jika dikaitkan dengan isu tindak kekerasan terhadap perempuan, derita yang dialami oleh perempuan baik pada saat maupun setelah terjadinya kekerasan pada kenyataannya jauh lebih traumatis dari pada yang dialami laki-laki. Trauma yang lebih besar umumnya terjadi bila kekerasan ini dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai hubungan khusus dengan dirinya (ayah,paman,suami,pacar), orangorang yang berkenaan dengan pekerjaannya (atasan atau teman kerja). Akan tetapi, kejadian yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia juga menambahkan satu kategori lagi yang ditakuti perempuan, yakni orang-orang yang mempunyai kekuatan atau kekuasaan bersenjata, sebagaimana yang dilaporkan terjadinya di Jakarta (pada bulan Mei 1998) dan Aceh (yang menurut informasi sampai sekarang masih berlangsung). Ketiadaan proses yang menangani peristiwa-peristiwa yang disebut terakhir ini sangat jelas menunjukkan lemahnya perlindungan bagi perempuan mengenai tindak kekerasan terhadap perempuan dan rendahnya komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasusini secara yuridis. Tindak kekerasan terhadap perempuan, cukup lama tidak 2

mendapat perhatian di Indonesia. Menguak kausa dari ketidakpedulian masyarakat terhadap masalah ini memerlukan pembahasan tersendiri akan tetapi cukuplah bila dikatakan bahwa struktur social, persepsi masyarakat tentang perempuan dan tindak kekerasan terhadap perempuan serta nilai masyarakat yang ingin selalu tampak harmonis.karena itu, sulit mengakui akan adanya masalah dalam rumah tangga, apapun resikonya merupakan 3 hal pokok yang mendasarinya. Tindak kekerasan terhadap perempuan sebagai isu global, dapat dengan nyata dilihat dari ditetapkannya sejumlah instrument hukum internasional sehubungan dengan fenomena ini, antara lain : a. Vienna Declaration and Programme of Action (1993) b. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Woment (1979) c. Declaration on the Elimination of Violence Against Women (1993) d. Beijing Declaration and Platform for Action (1995) Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dengan UU No. 7 tahun 1984. Sebagai Negara-Peserta, merupakan kewajiban Indonesia (dilihat dari perspektif hokum Internasional) untuk mentaati ketentuan dan prosedur yang ditetapkan dalam instrumen Internasional tersebut. Sebagai anggota PBB, Indonesia mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan ketentuan secara langkah tindak yang ditetapkan dalam Deklarasi yang telah diadopsi oleh Majelis Umum PBB. Namun, merupakan keprihatinan bahwa masih banyak ketentuan, prosedur dan langkah tindak yang ditetapkan dalam instrument internasional itu tidak ditaati atau tidak dilaksanakan di Indonesia. Kekerasan yang dilaporkan pada lembaga kepolisian tidak pernah dimanapun di dunia ini mencerminkan frekuensi peristiwa sebenarnya dalam masyarakat, karena sebagian besar tindak kekerasan tidak dilaporkan pada kepolisian.adanya non reporting 3

of crime dalam kasus tindak kekerasan merupakan suatu fenomena universal, yang dijumpai juga di Negara-negara lain. Adanya non reporting ini disebabkan berbagai hal, antara lain : a. Si korban malu karena peristiwa ini telah mencemarkan dirinya, baik secara fisik, psikologis maupun sosiologis; b. Si korban merasa berkewajiban melindungi nama baik keluarganya, terutama jika pelaku adalah anggota keluarganya sendiri; c. Si korban merasa bahwa proses peradilan pidana terhadap kasus ini belum tentu dapat membuat dipidananya si pelaku; d. Sikorban khawatir bahwa di prosenya kasus ini akan membawa cemar yang lebih tinggi lagi pada dirinya (misalnya melalui publikasi media massa atau cara pemeriksaan aparat hokum yang dirasanya membuat makin terluka); e. Sikorban khawatir akan pembalasan dari pelaku (terutama jika pelaku adalah orang yang dekat dengan dirinya); f. Lokasi kantor polisi yang jauh dari tempat tinggal korban, membuatnya enggan melapor; g. Keyakinan korban bahwa walaupun ia melapor ia tidak akan mendapat perlindungan khusus dari penegak hokum; h. Ketidaktahuan korban bahwa yang dilakukan terhadap dirinya merupakan suatu bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perempuan kurang mendapat perlindungan dari tindak kekerasan, bahkan ada kecenderungan si pelaku yang secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan kekerasan terhadap wanita dipidana ringan, sehingga untuk ke depannya (ius constituendum) diperlukan pembaharuan terhadap normanorma ataupun sanksi pidananya dengan tujuan melindungi perempuan dari tindak kekerasan. 4

2. Perumusan Masalah Dari uraian pada latar belakang tersebut diatas maka permasalahan yang akan dicari pembahasannya adalah : Bentuk pembaharuan hukum pidana apakah yang dilakukan terhadap tindak kekerasan kepada perempuan? B. PEMBAHASAN Kekerasan (geweld) berarti pemakaian kekuatan atau kekuasaan secara tidak sah (onrechmatig gebruik van kracht of macht). Menurut Guse Prayudi, kekerasan dalam rumah tangga diartikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Pembaharuan hukum pidana pada dasarnya dilandasi oleh kehidupan masyarakat yang selalu berubah-ubah. Yang di dalamnya ada terletak pada perubahan nilai, Barda Nawawi mengatakan bahwa pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya mengandung makna suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral, sosiopolitik, sosiofhilosofi dan sosiokultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum pidana di Indonesia. Barda Nawawi Arif berependapat bahwa bertolak dari pemikiran, pidana pada hakekatnya hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan, maka pertamatama merumuskan tentang tujuan pemidanaan. Dalam mengidentifikasikan tujuan pemidanaan, bertolak dari keseimbangan dua sasaran pokok, yaitu perlindungan masyarakat dan perlindungan/pembinaan individu pelaku tindak pidana. 5

Bertolak dari keseimbangan dua sasaran pokok itu, maka syarat pemidanaan menurut konsep juga bertolak dari pokok pemikiran keseimbangan monodualistik antara kepentingan individu; antara faktor objektif dan faktor subjektif. Oleh karena itu, syarat pemidanaan juga bertolak dari 2 pilar yang sangat fundamental di dalam hokum pidana yaitu asas legalitas (yang merupakan asas kemasyarakatan ) dan asas kesalahan/asas cupabilitas (yang merupakan asas kemanusiaan ). Dengan perkataan lain, pokok pemikiran mengenai pemidanaan berhubungan erat dengan pokok pemikiran mengenai tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana seperti telah dikemukakan diatas. Aspek lain dari perlindungan masyarakat adalah perlindungan terhadap korban dan pemulihan keseimbangan nilai yang terganggu di dalam masyarakat. Untuk memenuhi aspek ini konsep menyediakan jenis sanksi berupa pembayaran ganti kerugian dan pemenuhan kewajiban adat. Kedua jenis sanksi ini dimasukkan sebagai jenis pidana tambahan, karena dalam kenyataan sering terungkap, bahwa penyelesaian masalah secaara yuridis formal dengan menjatuhkan sanksi pidana pokok saja kepada terdakwa belum dirasakan oleh warga masyarakat sebagai suatu penyelesaian masalah secara tuntas. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pasal KUHP yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan yaitu: 1. Pasal 285 KUHP Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun 2. Pasal 286 KUHP Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam pidana penjara paling lama 9 tahun 3. Pasal 287 KUHP 6

Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum 15 tahun atau kalau umurnya tidak jelas, belum waktunya untuk dikawin, diancam pidana penjara paling lama 9 tahun. 4. Pasal 288 KUHP Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang wanita yang diketahuinya atau sepatutnya harus duduganya bahwa yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, apabila perbuatan itu mengakibatkan luka-luka, diancam dengan pidana penjara paling lam 4 tahun. 5. Pasal 356 KUHP Pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepetiga : Ke-1 : Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya menurut Undang-undang, istrinya atau anaknya. Yang dimaksud dengan penganiayaan adalah perbuatan yang sengaja menimbulkan luka(letseel), rasa sakit(pijn) atau merusak kesehatan pada badan orang lain (pasal 351 KUHP). Pasal 353 KUHP tentang penganiayaan dengan rencana. Pasal 354 KUHP tentang melukai berat orang lain. Pasal 355 KUHP tentang melukai berat orang lain dengan rencana. 6. Pasal 332 KUHP : Diancam dengan pidana penjara : Ke-1 : Paling lama 7 tahun, barang siapa membawa pergio seorang wanita yang belum cukup umur, tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya tetapi dengan persetujuannya dengan maksud untuk memastikanpenguasaannya terhadap wanita itu, baik di dalam maupun diluar perkawinan. Ke-2 : Paling lama 9 tahun, barang siapa membawa pergi aeorang wanita dengan tipu muslihat kekerasan atau 7

ancaman kekerasan, dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap wanita itu, baik di dalam maaupun di dalam perkawinan. 7. Pasal 297 KUHP Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun. Untuk mencapai tujuan pemidanaan dan menghapuskan kekerasan terhadap perempuan secara maksimal, untuk kedepannya diperlukan pembaharuan dalam hal : 1. Untuk perlindungan / pembinaan individu pelaku tindak pidana diperlukan pengaturan lebih lanjut tentang strafminima khusus. 2. Untuk perlindungan masyarakat, yang dalam hal ini ditujukan kepada korban tindak pidana (perempuan korban tindak kekerasan) diperlukan pengaturan lebih lanjut tentang jenis sanksi berupa pembayaran ganti kerugian, demi pemulihan keseimbangan nilai yang terganggu di dalam masyarakat. C. PENUTUP 1. Kesimpulan Tindak kekerasan terhadap perempuan untuk ke depannya diperlukan pembaharuan tentang strafminima khusus dan jenis sanksi berupa pembayaran ganti kerugian. 2. Saran Dengan adanya pembaharuan terhadap sanksi pidana pada pelaku kekerasan terhadap perempuan, banyak kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan diproses. Sehingga dampak yang baik adalah semakin terlindunginya perempuan dari tindak kekerasan, paling tidak akan mengurangi trauma perempuan dari tindak kekerasan. DAFTAR PUSTAKA - Achie Sudiarti Luhulima, 2000. Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Wanita, Alumni, Bandung. - Andi Hamzah, 2009, Delik-Delik tertentu (speciale delicten) di 8

Dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta. -Barda Nawawi Arief, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. -, 2008, Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group, Semarang. -Guse Prayudi, 2008, Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Merkid Press, Yogyakarta. -Harkristuti Harkrisnowo, 2000, Hukum Pidana Dan Kekerasan Terhadap Perempuan, Alumni, Bandung. -Wirjono Prodjodikoro, 2003, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Bandung 9