DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. a.bahwa hingga kini ketentuan-ketentuan perundang-undangan pidana belum berlaku dalam pesawat udara Indonesia ;

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1976 (4/1976) Tanggal: 27 APRIL 1976 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RUU KUHP - Draft II 2005 BUKU KEDUA TINDAK PIDANA BAB I TINDAK PIDANA TERHADAP KEAMANAN NEGARA. Bagian Kesatu Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1976 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI TOKYO 1963, KONVENSI THE HAGUE 1970, DAN KONVENSI MONTREAL 1971


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1989 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1989/11, TLN 3391]

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang : Pengangkutan Zat Radioaktip

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK DALAM LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN MENURUT UU NO.1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481]

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kejahatan terorisme sudah menjadi fenomena internasional, melihat

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA)

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1958 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA YANG BERKAITAN DENGAN KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1980 TENTANG TINDAK PIDANA SUAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

Bab XXV : Perbuatan Curang

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S , s.d.u. dg. S terakhir s.d.u. dg. S

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1971 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEARSIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1985 TENT ANG KEWENANGAN PENYIDIK TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RAYA

PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA PASAL I PENGERTIAN-PENGERTIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1991 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1983 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PELABUHAN II PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA MAKASSAR

BUKU KEDUA KEJAHATAN BAB I KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA

BUKU KESATU ATURAN UMUM BAB I BATAS-BATAS BERLAKUNYA ATURAN PIDANA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1986 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENGGUNAAN TANAH SERTA RUANG UDARA DI SEKITAR BANDAR UDARA

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP [LN 2009/140, TLN 5059]

Undang-undang Nomor I Tahun 1970

NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA INDONESIA DAN AUSTRALIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

INPRES 3/2004, KOORDINASI PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LEBARAN TERPADU *52350 INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (INPRES) NOMOR 3 TAHUN 2004 (3/2004)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

NCB Interpol Indonesia - Perjanjian Ekstradisi Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Philipina Selasa, 27 Juli :59

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1977

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1962 TENTANG HYGIENE UNTUK USAHA-USAHA BAGI UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

b. bahwa untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) BUKU KESATU ATURAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1974 TENTANG PERUSAHAAN UMUM ANGKASA PURA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1978 TENTANG PERUSAHAAN UMUM POS DAN GIRO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1989 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUKU KESATU : ATURAN UMUM I Batas-batas berlakunya Aturan Pidana dalam Perundangundangan

PENJELASAN. Jakarta, 3 Mei DEPARTEMEN TENAGA KERJA. DIREKTORAT PEMBINAAN NORMA-NORMA KESELAMATAN KERJA, HYGIENE PERUSAHAN dan KESEHATAN KERJA.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1976 TENTANG PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN BEBERAPA PASAL DALAM KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA BERTALIAN DENGAN PERLUASAN BERLAKUNYA KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN PIDANA, KEJAHATAN PENERBANGAN, DAN KEJAHATAN TERHADAP SARANA/PRASARANA PENERBANGAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA a.bahwa hingga kini ketentuan-ketentuan perundang-undangan pidana belum berlaku dalam pesawat udara Indonesia ; b.bahwa penguasaan pesawat udara secara melawan hukum serta semua perbuatanperbuatan yang mengganggu keamanan penerbangan dan sarana/prasarana penerbangan sangat merugikan kehidupan penerbangan nasional pada khususnya, perekonomian negara serta pembangunan nasional pada umumnya, sehingga perlu diadakan peraturan-peraturan untuk mencegah perbuatan-perbuatan tersebut, guna menjamin keselamatan dan keamanan baik penumpang, awak pesawat udara, barangbarang yang berada dalam penerbangan, maupun perlindungan sarana/ prasarana penerbangan; c.bahwa dalam perundang-undangan Indonesia belum diatur mengenai ketentuan pidana tentang kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan; d.bahwa karena itu perlu diadakan perubahan dan penambahan beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; Mengingat : 1.Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2.Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Undangundang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan berlakunya undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh wilayah Republik Indonesia dan mengubah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660);

3.Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan *4742 (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1687) ; 4.Undang-undang Nomor 2 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tokyo 1963, Konvensi The Hague 1970 dan Konvensi Montreal 1971 (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3076); Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN BEBERAPA PASAL DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PlDANA BERTALIAN DENGAN PERLUASAN BERLAKUNYA KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN PIDANA, KEJAHATAN PENERBANGAN, DAN KEJAHATAN TERHADAP SARANA/PRASARANA PENERBANGAN. Pasal I Mengubah dan menambah Pasal 3 dan Pasal 4 angka 4 yang tercantum dalam Bab I Kitab Undang-undang Hukum Pidana sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. "Pasal 3 Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar Wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia." 2. "Pasal 4 angka 4 Salah satu kejahatan yang tersebut dalam Pasal-pasal 438, 444 sampai dengan Pasal 446 tentang pembajakan laut dan Pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan Pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, Pasal 479 huruf 1, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil." Pasal II Menambah 3 (tiga) pasal baru dalam Bab IX Kitab Undang-Undang Hukum Pidana setelah Pasal 95 yang berbunyi sebagai berikut : 1.Pasal 95 a. (1)Yang dimaksud dengan "pesawat udara Indonesia" adalah pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia ; (2)Termasuk pula pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara asing yang disewa tanpa awak pesawat dan dioperasikan oleh perusahaan penerbangan Indonesia.

2.Pasal 95 b.; Yang dimaksud dengan "dalam penerbangan" adalah sejak saat semua pintu luar pesawat udara ditutup setelah naiknya *4743 penumpang (embarkasi) sampai saat pintu dibuka untuk penurunan penumpang (disembarkasi). Dalam hal terjadi pendaratan darurat penerbangan dianggap terus berlangsung sampai saat penguasa yang berwenang mengambil alih tanggungjawab atas pesawat udara dan barang yang ada di dalamnya. 3.Pasal 95 c. Yang dimaksud dengan "dalam dinas" adalah jangka waktu sejak pesawat udara disiapkan oleh awak darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan tertentu, hingga setelah 24 jam lewat sesudah setiap pendaratan. Pasal III Menambah sebuah Bab baru setelah Bab XXIX Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Bab XXIX A tentang Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap sarana/prasarana Penerbangan yang terdiri dari Pasal 479 huruf a sampai dengan Pasal 479 huruf r yang berbunyi sebagai berikut : 1.Pasal 479 a. (1)Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusak bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara atau menggagalkan usaha untuk pengamanan bangunan tersebut, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun; (2)Dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi keamanan lalu lintas udara; (3)Dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun jika karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang. 2.Pasal 479 b. (1)Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan hancurnya, tidak dapat dipakainya atau rusaknya bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara, atau gagalnya usaha untuk pengamanan bangunan tersebut, dipidana dengan pidana penjara selamalamanya tiga tahun ; (2)Dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi keamanan lalu lintas udara; (3)Dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang. 3.Pasal 479 c.

(1)Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, mengambil atau memindahkan tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan, atau menggagalkan bekerjanya tanda atau alat tersebut, atau memasang tanda atau alat yang keliru, dipidana dengan pidana penjara *4744 selama-lamanya enam tahun; (2)Dengan pidana penjara selamanya sembilan tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi keamanan penerbangan ; (3)Dengan pidana penjara selama-selamanya dua belas tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi keamanan penerbangan dan mengakibatkan celakanya pesawat udara ; (4)Dengan pidana penjara selama-selamanya lima belas tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi keamanan penerbangan dan mengakibatkan matinya orang. 4.Pasal 479 d. Barang siapa karena kealpaan menyebabkan tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan hancur, rusak, terambil atau pindah atau menyebabkan tidak dapat bekerja atau menyebabkan terpasangnya tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan yang keliru, dipidana : a.dengan pidana penjara selama-selamanya lima tahun, jika karena perbuatan itu menyebabkan penerbangan tidak aman; b.dengan pidana penjara selama-selamanya tujuh tahun, jika karena perbuatan itu mengakibatkan celakanya pesawat udara ; c.dengan pidana penjara selama-selamanya tujuh tahun, jika karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang. 5. Pasal 479 e. Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum, menghancurkan atau membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dipidana dengan pidana penjara selama-selamanya sembilan tahun. 6. Pasal 479 f. Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mencelakakan, menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusak pesawat udara, dipidana : a.dengan pidana penjara selama-selamanya lima belas tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain; b.dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara untuk selama-selamanya dua puluh tahun, jika karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang. 7.Pasal 479 g. Barang siapa karena kealpaanya menyebabkan pesawat udara celaka, hancur, tidak dapat dipakai atau rusak, dipidana : a.dengan pidana penjara selama-selamanya lima tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain; b.dengan pidana

penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang. 8. Pasal 479 h. (1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, atas kerugian penanggung asuransi menimbulkan kebakaran atau ledakan, kecelakaan, kehancuran, kerusakan atau membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara, yang dipertanggungkan terhadap bahaya terwujut diatas atau yang dipertanggungkan muatannya maupun upah yang akan diterima untuk pengangkutan muatannya, ataupun untuk kepentingan muatan tersebut telah diterima uang tanggungan, dipidana dengan pidana penjara selama-selamanya sembilan tahun ; (2) Apabila yang dimaksud pada ayat (1) Pasal ini adalah pesawat udara dalam penerbangan, dipidana dengan pidana pelihara selama-selamanya lima belas tahun; (3)Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum atas kerugian penanggung asuransi, menyebabkan penumpang Pesawat udara yang dipertanggungkan terhadap bahaya, mendapat kecelakaan, dipidana : a.dengan pidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun, jika karena perbuatan itu menyebabkan luka berat ; b.dengan pidana penjara selamaselamanya lima belas tahun, jika karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang. 9.Pasal 479 i. Barang siapa dalam pesawat udara dengan perbuatan yang melawan hukum merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pesawat udara dalam penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun. 10. Pasal 479 j. Barang siapa dalam pesawat udara dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau ancaman dalam bentuk lainnya, merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pengendalian pesawat udara dalam penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun. 11. Pasal 479 k.. (1)Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya dua puluh tahun, apabila perbuatan dimaksud Pasal 479 huruf i dan Pasal 479 j itu : a.dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama b.sebagai kelanjutan permufakatan jahat ; c.dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu d.mengakibatkan luka berat seseorang ; e.mengakibatkan kerusakan pada pesawat udara tersebut, sehingga dapat membahayakan penerbangannya ; f.dilakukan dengan maksud untuk merampas kemerdekaan *4746 atau meneruskan merampas kemerdekaan seseorang.

(2)Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya seseorang atau hancurnya pesawat udara itu, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-selamanya dua puluh tahun. 12. Pasal 479 l. Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum melakukan perbuatan kekerasan terhadap seseorang di dalam pesawat udara dalam penerbangan, jika perbuatan itu dapat membahayakan keselamatan pesawat udara tersebut, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun. 13. Pasal 479 m. Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merusak pesawat udara dalam dinas atau menyebabkan kerusakan atas pesawat udara tersebut yang menyebabkan tidak dapat terbang atau membahayakan keamanan penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun. 14. Pasal 479 n. Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menempatkan atau menyebabkan ditempatkannya di dalam pesawat udara dalam dinas, dengan cara apapun, alat atau bahan yang dapat menghancurkan pesawat udara atau menyebabkan kerusakan pesawat udara tersebut yang Membuatnya tidak dapat terbang atau menyebabkan kerusakan pesawat udara tersebut yang dapat membahayakan keamanan dalam penerbangan, pidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun. 15. Pasal 479 o. (1)Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya dua puluh tahun apabila perbuatan dimaksud Pasal 479 huruf 1, Pasal 479 huruf m, dan Pasal 479 huruf n itu: a.dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama b.sebagai kelanjutan dari permufakatan jahat c.dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu d.mengakibatkan luka berat bagi seseorang. (2)Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya seseorang atau hancurnya pesawat udara itu, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya dua puluh tahun. 16. Pasal 479 p. Barang siapa memberikan keterangan yang diketahuinya adalah palsu dan karena perbuatan itu membahayakan keamanan pesawat udara dalam penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun. 17. Pasal 479 q.

*4747 Barang siapa di dalam pesawat udara, melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dalam pesawat udara dalam penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun. 18. Pasal 479 r. Barang siapa di dalam pesawat udara melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mengganggu ketertiban dan tatatertib di dalam pesawat udara dalam penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun. Pasal IV Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 27 April 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEHARTO JENDERAL TNI. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 April 1976 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, SUDHARMONO,SH. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1976 NOMOR 26 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1976 TENTANG PERUSAHAN DAN PENAMBAHAN BEBERAPA PASAL DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA BERTALIAN DENGAN PERLUASAN BERLAKUNYA KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN PIDANA, KEJAHATAN PENERBANGAN, DAN KEJAHATAN TERHADAP SARANA/PRASARANA PENERBANGAN PENJELASAN UMUM Dalam rangka melaksanakan Pembangunan Nasional, peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat Indonesia merupakan salah satu tujuan dimana perhubungan udara mempunyai peranan yang penting untuk mencapai tujuan tersebut. Selain dari itu angkutan melalui udara mempunyai arti penting pula dalam menjamin kesatuan ekonomi, politik dan budaya Indonesia, sehingga dengan demikian perlu dijamin suatu

angkutan udara yang dapat diandalkan, aman dan cepat. Pada waktu akhir-akhir ini ada kecenderungan bertambah meningkatnya kejahatan penerbangan, sehingga dapat mengurangi kepercayaan *4748 masyarakat kepada perhubungan udara dan dapat pula mengancam perkembangan angkutan udara yang aman dan bebas dari ketakutan. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka dipandang perlu untuk menyusun Undang-Undang tentang perubahan dan penambahan beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam rangka memberantas kejahatan penerbangan, mengingat bahwa dalam perundang-undangan yang berlaku sekarang belum ada ketentuan tentang kejahatan penerbangan. Dengan demikian maka dapat diperoleh suatu dasar dan kepastian hukum untuk menjatuhkan pidana atas perbuatan tersebut. Kemudian mengingat sifat rawannya angkutan udara, dimana jaminan keselamatan dan keamanan merupakan unsur yang amat vital sehingga pengamanan merupakan tujuan yang amat penting. Dengan demikian setiap gangguan terhadap keselamatan pesawat udara dalam penerbangan dan ketenangan dalam pesawat dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar dan langsung daripada perbuatan-perbuatan gangguan terhadap kendaraan angkutan darat dan kapal atau kendaraan air. Berhubung dengan itu diperlukan suatu usaha untuk memberantas ataupun mencegah seseorang melakukan kejahatan tersebut. Maka terhadap kejahatan penerbangan ini perlu diberikan ancaman pidana yang berat. Undang-undang ini disusun dengan merubah dan menambah ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu dengan memperluas ruang lingkup berlakunya Pasal 3 dan 4 dari Buku I serta menambah Buku I Bab IX dengan Pasal 95a, 95b, dan Pasal 95c, juga ditambahkan dalam Buku II Bab XXIX A tentang Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan. Kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan sebagaimana diatur dalam Pasal 479 a sampai dengan Pasal 479 d Undang-undang ini lain sifatnya dengan pelanggaran sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) e Undang-undang Nomor 83 Tahun 1958. Dengan demikian maka dalam Undang-undang ini pasal-pasal yang sudah ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, diperluas ruang lingkupnya sehingga pengertian jurisdiksi kriminil Republik Indonesia mencakup pesawat udara Indonesia. Disamping itu ditambahkan ketentuan-ketentuan baru sebagai akibat daripada perkembangan dalam dunia penerbangan. Perubahan-perubahan dan tambahan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di atas merupakan pelaksanaan kewajiban Republik Indonesia sebagai peserta dalam tiga konvensi tersebut dalam Konsiderans Undang-undang ini, disamping didorong oleh keinginan untuk merubah Kitab Undang- Undang Hukum Pidana agar lebih sesuai dengan keadaan masa kini. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal I

1. Pasal 3 Ketentuan ini dimaksudkan untuk memperluas berlakunya Pasal 3 Undang- Undang Hukum Pidana, yaitu termasuk juga tindak pidana yang dilakukan oleh siapapun di dalam pesawat udara Indonesia, tetapi pesawat tersebut berada diluar wilayah Indonesia. 2. Pasal 4 angka 4 *4749 Ketentuan ini dimaksudkan agar supaya peraturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku juga bagi setiap orang yang berada diluar wilayah Indonesia yang melakukan tindak pidana kejahatan penerbangan atau kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan. Pasal II Maksud dan tujuan dari ketentuan ini adalah memberikan perumusan pengertian pesawat udara Indonesia " dalam penerbangan" dan "dalam dinas". Pesawat udara yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah pesawat udara sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Penerbangan yang berlaku dan pada saat ini dalam Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan. Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian pesawat udara Indonesia dalam pasal 95 a adalah pesawat udara yang didaftar di Indonesia termasuk pula dalam pengertian ini pesawat udara asing yang disewa tanpa awak dan dioperasikan oleh perusahaan penerbangan Indonesia. Yang dimaksud dengan penguasa yang berwenang dalam Pasal 95 b adalah pejabat Pemerintah setempat yang mempunyai kewenangan untuk mengambil alih penguasaan atas pesawat beserta isinya dari captain pesawat hingga pejabat yang berwenang dari Pemerintah dibidang perhubungan udara tiba, untuk mengambil alih penguasaan atas pesawat beserta isinya. Pasal III Ketentuan ini dimaksudkan untuk menambah Bab baru dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana setelah Bab XXIX tentang Kejahatan Pelayaran, yaitu Bab XXIX A tentang Kejahatan Penerbangan dan kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan yang terdiri dari Pasal 479 huruf a sampai dengan Pasal 479 huruf r. 1. Pasal 479 a. Yang dimaksudkan dengan bangunan adalah fasilitas penerbangan yang digunakan untuk keamanan dan pengaturan lalu lintas udara seperti terminal, bangunan, menara, rambu udara, penerangan, landasan serta fasilitas-fasilitas lainnya, termasuk bangunannya maupun instalasinya. 2. Pasal 479 b. Cukup jelas 3. Pasal 479 c. Yang dimaksud dengan tanda atau alat adalah fasilitas penerbangan yang digunakan oleh atau bagi pesawat udara untuk secara aman dapat mendarat atau tinggal landas (take off) seperti tanda atau alat landasan (runway-marking) termasuk garis di tengah landasan (runway- counterline-marking), tanda penunjuk/kordinat landasan (runway-designation-marking), tanda ujung landasan (runway-thresholdmarking) dan tanda adanya rintangan landasan (obstacle-marking) termasuk lampu tanda pemancar radio, lampu tanda menara lalu lintas udara dan lampu tanda gedung setasiun udara dan lain sebagainya.

Pengertian "memasang tanda atau alat yang keliru" dapat juga berupa perbuatan pemasangan yang keliru daripada alat atau tanda yang dilakukan dengan sengaja dan melawan hukum. 4. Pasal 479 d. *4750 Cukup jelas. 5. Pasal 479 c. Pesawat udara dalam pasal ini ialah pesawat udara yang berada di darat yaitu tidak dalam penerbangan atau masih dalam persiapan oleh awak darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan tertentu. 6. Pasal 479 f. Cukup jelas. 7. Pasal 479 g. Cukup jelas. 8. Pasal 479 h. Cukup jelas. 9. Pasal 479 i. Cukup jelas. 10. Pasal 479 j. Ketentuan pasal ini mengatur tindak pidana kejahatan penerbangan yang lazim dikenal dengan nama "pembajakan pesawat udara". 11. Pasal 479 k. Syarat-syarat yang tercantum dalam ayat (1) sub a sampai dengan f merupakan syarat-syarat alternatip bagi pemberatan pidana dari pidana yang. dimaksud dalam Pasal 479 huruf i dan Pasal 479 huruf j. 12. Pasal 479 l. Cukup jelas. 13. Pasal 479 m. Cukup jelas. 14. Pasal 479 n. Cukup jelas. 15. Pasal 479 o. Pasal ini adalah pemberatan dari tindak pidana Pasal 479 huruf 1, m, dan n. Syarat-syarat yang tercantum dalam ayat (1) sub a, b, c dan d merupakan syarat-syarat alternatip bagi pemberatan pidana dari pidana yang dimaksud dalam huruf l, m, dan n. 16. Pasal 479 p. Yang diatur oleh pasal ini adalah tindakan yang sering terjadi seperti pemberitahuan adanya ancaman bom lewat telepon atau alat komunikasi lainnya. 17. Pasal 479 q. Perbuatan yang dapat membahayakan keamanan pesawat udara dalam penerbangan adalah perbuatan yang nyata-nyata membahayakan keamanan penerbangan seperti membuka pintu darurat atau pintu utama, merusak alat-alat pelampung atau alat-alat penyelamat lainnya. *4751 18. Pasal 479 r. Yang dimaksud dalam pasal ini dengan perbuatan yang nyatanyata bertentangan dengan ketertiban, dan tatatertib (disiplin) dalam pesawat udara adalah dengan sengaja mabuk-mabukan, membuat onar, kegaduhan dan lain sebagainya. Pasal IV Cukup jelas.